• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Pembelajaran yang Dilakukan Guru dalam Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving

Dalam dokumen Model DAN Pembelajaran Problem Solving (Halaman 51-59)

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah merupakan tugas dan tanggung jawab guru untuk menyajikan materi pelajaran kepada siswa di kelas. Aktivitas mengajar guru berlangsung sesuai dengan kurikulum pembelajaran yang ditetapkan pada SMA Negeri 1 Ladongi. Kebiasan belajar mengajar dengan metode konvensional tidak ada perkembangan model pembelajaran bagi guru yang berdampak kepada hasil belajar siswa dimana nilai ulangan rendah karena banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajar dan dihafal selain itu pembelajaran Sejarah merupakan pembelajaran yang membutuhkan penghayatan dan pengamalan.

Kemampuan siswa untuk mempelajari pelajaran Sejarah didukung dengan kemampuan belajar mandiri dan aktivitas belajar, selain itu sumber referensi buku pelajaran yang relevan, namun kenyataannya siswa di SMA Negeri 1 Ladongi dihadapkan dengan pembelajaran Sejarah yang sumbernya hanya ada pada guru sehingga materi ajar menjadi terbatas dan siswa harus belajar kelompok untuk belajar bersama di sekolah yang dibentuk oleh guru di kelas masing-masing. Tujuannya adalah untuk memudahkan proses penerapan materi pelajaran dengan model pembelajaran problem solving yang ditetapkan guna meningkatkan hasil belajar.

Guru Sejarah dalam melaksanakan pembelajaran di kelas XI SMA Negeri 1 Ladongi menghendaki adanya nilai ulangan harian yang baik. Tetapi hasil penelitian menunjukkan aktivitas guru hanya berada pada kategori cukup dengan rata-rata berada di bawah kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan Diknas

(2007) sebesar 75%. Hasil penelitian siklus I dan II menunjukkan adanya upaya untuk meningkatkan kinerja guru dalam menerapkan model pembelajaran

Problem Solving.

Aktivitas guru dalam siklus I menunjukkan tindakan yang cukup dengan nilai skor 2, artinya skor yang diperoleh dari 17 item tindakan yang dilakukan guru dengan tujuan menerapkan model pembelajaran Problem Solving pada pelajaran Sejarah belum tercapai pada kriteria yang ditetapkan. Karena guru Sejarah masih menggunakan kebiasaan-kebiasaan mengajar dengan metode konvensional untuk melaksanakan kegiatan mengajar tanpa memperhatikan langkah-langkah yang sesuai dengan model Problem Solving, selain itu referensi-referensi pendukung untuk menopang model pembelajaran Problem Solving hanya terbatas pada buku paket Sejarah yang dipegang oleh guru.

Ketidaktuntasan tindakan pembelajaran dalam 3 kali pertemuan yang telah dilakukan tersebut menunjukkan ketidakberhasilan guru dalam menerpakan model pembelajaran Problem Solving artinya kegiatan pembelajaran masih harus dikembangkan pada siklus berikutnya dan membutuhkan waktu pembelajaran tambahan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan model pembelajaran yang digunakan dimana hal ini dapat diaplikasikan pada siklus II.

Pada siklus II guru melanjutkan 17 tindakan yang dilakukan pada siklus I dengan materi pelajaran yang sama yaitu persiapan kemerdekaan Indonesiadan hasil yang dicapai pada pertemuan yang ketiga dalam siklus II adalah 75,0%. Persentasi capaian ini menunjukkan bahwa aktivitas guru dalam menerapkan model Problem Solving mengalam peningkatan. Ukurannya adalah perubahan

nilai tindakan dalam setiap pertemuan yang dilakukan guru di kelas XI. Dari hasil yang dicapai tersebut menunjukkan bahwa guru berhasil pada siklus II dengan 3 pertemuan yang dilakukan seperti pada siklus I dan menjadikan model Problem Solving sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran Sejarah.

Menurut pendapat Nasution (1997:34) belajar juga merupakan suatu bentuk perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam tingkah laku, bakat, pengalaman, keahlian, keberhasilan, keterampilan dan kesanggupan menghargai perkembangan sikap-sikap sosial, emosional dan pertumbuhan jasmani. Pendapat ini menunjukkan kemampuan seorang guru dalam belajar untuk menyiapkan diri untuk melaksanakan proses pembelajaran dan melakukan perubahan di kelas untuk mewujudkan hasil yang diharapkan.

Pendapat Nasution yang dikemukakan tersebut mengarah kepada guru untuk membangun kompetensi diri dalam menerapkan model pembelajaran Problem Solving. Aktivitas guru didukung dengan tingkah laku, bakat, pengalaman, keahlian, keberhasilan, keterampilan dan kesanggupan menghargai perkembangan sikap-sikap sosial, emosional dan pertumbuhan jasmani. Hal ini yang membuat guru sanggup melakukan perubahan dalam meningkatkan aktivitas mengajar untuk menerapkan model Problem Solving.

Pendapat dari Bloom (1997:57) tentang tujuan langsung pendidikan adalah perubahan kualitas, kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Peningkatan ini tidak sekedar meningkatkan belaka tetapi peningkatan yang hasilnya dapat dipergunkan untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, pekerja,

profesional, warga masyarakat, warga negara dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hasil pendidikan diberikan kepada lingkungan dan dierima oleh lingkungan sebagai masuk yang digunakan sesuai dengan kepentingannya. Dapat ditegaskan bahwa belajar adalah perubahan kualitas kemampuyan kognitif, afektif dan psikomotorik untuk meningkatkan tarah hidupnya sebagai pribadi, sebagai masyarakat maupun sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Pendapat ahli tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar berada pada kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran problem solving yang sehingga aktivitas mengajar dapat ditingkatkan. Menurut Chaplin bahwa hasil belajar adalah hasil karya akademis yang dinilai oleh guru ataupun melalui tes-tes yang dibakukan maupun kombinasi dari keduanya.

Hasil penelitian Redhana (2009) menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan guru dengan menggunakan model pembelajaran Kooepratif Tipe

problem solving. dapat menimbulkan kerja sama dan mengatasi kelemahan siswa dalam memahami pelajaran yang ajarkan guru melalui kegiatan belajar kelompok yang mengutamakan tindakan berpikir, berpasangan dan berbagi dengan rekan siswa dalam kelompok belajar.

Dari pendapat ahli dan hasil penelitian terdahulu dapat dikemukakan bahwa model pembelajaran problem solving pada mata pelajaran sejarah sangat efektif menunjang aktivitas guru Sejarah di kelas dan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam penerapan model pembelajaran yang tentunya didukung oleh para pakar termasuk dosen dan guru besar untuk memberikan masukan yang tepat kepada guru Sejarah dan tidak hanya berteori dan mengkritik kinerja guru tetapi

mau berpartisipasi meningkatkan kompetesi guru Sejarah di sekolah-sekolah termasuk di SMA Negeri 1 Ladongi.

2. Aktivitas Belajar Siswa Dalam Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving.

Penelitian yang dilakukan di kelas XI aktivitas dan hasil belajar siswa pada pelajaran Sejarah. Aktivitas siswa dalam pembelajaran Sejarah dengan model

Problem Solving pada siklus I menunjukkan bahwa siswa tidak punya minat belajar Sejarah, tidak dapat bekerja sama, tidak patisipasi, dan daya serap yang rendah terhadap materi Sejarah yang diajarkan sehingga hasil aktivitas dan hasil belajar siswa rendah atau tidak tuntas. Penyebab dari masalah tersebut merupakan kendala-kendala yang dihadapi siswa dan untuk memperbaiki hasil evaluasi, guru melakukan rencanan tindakan pada siklus II dengan 17 tindakan yang sama pada siklus I.

Penelitian yang dilakukan pada SMA Negeri 1 Ladongi diperoleh aktivitas siswa yang mencapai 87,5% lebih besari dari kriteria yang ditetapkan yakni 75%. Hasil ini diperkuat dengan adanya tingkat ketuntasan belajar di atas 75% yang diperoleh siswa pada pembelajaran Sejarah dalam kelompok.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sudarman (2006) menyatakan bahwa model pembembelajan Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam kelompok dengan teman sejawat dan berbagi pengatahuan yang diperoleh dari pembelajaran sejarah di kelas dan menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama di kelas.

Berdasarkan temuan tersebut menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Ladongi.

3. Hasil Belajar Siswa Dalam Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving.

Siswa di kelas XI yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 24 orang dengan kemampuan daya serap yang berbeda dan tidak memahami tentang model pembelajaran yang digunakan oleh guru sehingga wajar saja jika aktivitas dan hasil belajar mereka tidak dapat memenuhi kriteria ketuntasan minimum dengan nilai 75. Atau tingkat keberhasilan 75%. Ketentuan nilai 75 dijadikan sebagai standar minimal nilai yang harus dicapai siswa sebagai nilai paling rendah yang berarti siswa harus memperoleh nilai di atas 75. Buktinya hasil pengamatan yang dilakukan pada setiap pertemuan yang dilakukan guru Sejarah di kelas XI sebanyak 3 kali pada siklus 1 diperoleh daya serap siswa masih rendah yang dilihat dari nilai yang mereka peroleh dalam ulangan harian.

Hasil belajar siswa pada siklus II memperlihatkan adanya perubahan nilai capaian skor dari siswa yang lebih besar dari kriterial ketuntasan belajar 75. Hal ini menggambarkan bahwa belajar berpikir, berpasangan, dan berbagi merupakan model pembelajaran yang memudahkan siswa untuk belajar dan menghasilkan hasil belajar yang baik.

Berdasarkan temuan tersebut sejalan dengan pendapat Triyuni (2009:49) bahwa hasil belajar merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh siswa m kegiatan belajar. Belajar itu adalah suatu proses dalam diri seseorang yang

berusaha memperoleh sesuatu dalam bentuk perubahan tingkah laku yang relatif menetap. Perubahan tingkah laku dalam belajar sudah ditentukan berdasarkan kemampuan siswa.

Hasil belajar juga merupakan prestasi yang dicapai oleh siswa dalam bidang studi tertentu dan untuk memperolehnya menggunakan standar sebagai pengukuran keberhasilan seseorang. Kriteria hasil belajar pada siswa yang lazim digunakan adalah nilai rata-rata yang didapat melalui belajar dalam peranannya melanjutkan studinya (Suryobroto, 1997:16).

Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan aktivitas guru sejarah, aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran sejarah dan hasil belajar siswa. Aktivitas guru sejarah dalam penelitian ini adalah melaksanakan pembelajaran sejarah dan meningkatkan nilai hasil belajar siswa untuk memahami materi pelajaran sejarah.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan aktivitas mengajar guru dalam pembelajaran sejarah SMA Negeri 1 Ladongi. Pada pertemuan III siklus II sebesar 94,12% lebih besar dari 90% dibanding dengan hasil pada pertemuan III siklus I sebesar 61,76%.

2. Penerapan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran sejarah di Kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 Ladongi pada siklus II Pertemuan III dengan indikator keberhasilan sebesar 95,83% lebih besar dari 90 dibandingan pada siklus I.

3. Model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan hasil belajar sejarah pada siswa SMA Negeri 1 Ladongi. Pada siklus I dengan ketuntasan belajar sebesar 53,1% aatau sebanyak 17 orang dan pada II dengan ketuntasan belajar sebesar 90,6% atau sebanyak 29 orang memperoleh nilai lebih besar dari 75 sesuai dengan kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan sekolah.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disarankan bahwa:

1. Untuk meningkatkan aktivitas guru mengajar, maka perlu ditingkatnya penguasaan dan penerapan model pembelajaran Problem Solving yang lebih fokus pada tujuan pembelajaran sehingga dapat mewujdukan ketuntasan mengajar guru di masa mendatang.

2. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa, maka peran guru dan penetapan model pembelajaran Problem Solving perlu dikembangkan sehingga siswa dapat memahami tujuan pembelajaran dengan model tersebut yang nantinya dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa di kelas.

3. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas XI SMA Negeri 1 Ladongi, maka perlu adanya pembentukan kelompok belajar dengan tidak memberi perbedaan dalam belajar untuk memperoleh hasil belajar yang baik.

Dalam dokumen Model DAN Pembelajaran Problem Solving (Halaman 51-59)

Dokumen terkait