TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Teori Akuntansi
Akuntansi tidak dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan murni, akuntansi mungkin dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan sosial (social science). Seperti halnya ilmu sosial lainnya, konsep akuntansi tidak didasarkan pada kebenaran yang sifatnya universal (Glautier and Underdown, 1994). Konsep akuntansi mengakar pada sistem nilai masyarakat dimana akuntansi dipraktekkan. Oleh karena preskripsi akuntansi dikembangakan untuk memecahkan masalah-masalah khusus, teori yang mendasarinya juga dikembangkan berdasarkan model-model yang khusus. Secara umum, fungsi utama dari teori akuntansi adalah umtuk memberikan kerangka pengembangan ide-ide baru dan membantu proses pemilihan akuntansi (Mathews and Perera, 1993).
Vernon Kam (1986) mengemukakan fungsi dari adanya teori akuntansi sebagai berikut: 1. Menjadi pegangan bagi lembaga penyusun standar akuntansi menyusun standarnya. 2. Memberikan kerangka rujukan untuk menyelesaikan masalah akuntansi dalam hal
tidak adanya standar resmi.
3. Menentukan batas dalam hal melakukan “judgment” dalam penyusunan laporan
keuangan.
4. Meningkatkan pemahaman dan keyakinan pembaca laporan terhadap informasi yang disajikan laporan keuangan.
5. Meningkatkan kualitas dapat diperbandingkan.
Sedangkan Hendriksen (1982) mengemukakan kegunaan teori akuntansi sebagai berikut: 1. Memberikan kerangka rujukan sebagai dasar untuk menilai prosedur dan praktek
akuntansi.
2. Memberikan pedomen terhadap praktek dan prosedur akuntansi yang baru.
Awal perkembangan teori akuntansi menghasilkan teori normatif yang didefinisikan sebagai teori yang mengharuskan Pendekatan klasikal yang lebih menitikberatkan pada pemikiran normatif mengalami kejayaannya pada tahun 1960-an, tetapi dalam tahun 1970-an terjadi pergeseran pendekatan dalam penelitian akuntansi (Januarti, 2004).
Watts dan Zimmerman (1986) menjelaskan teori normatif yaitu teori normative berusaha menjelaskan informasi apa yang seharusnya dikomunikasikan kepada para pemakai informasi akuntansi dan bagaimana akuntansi tersebut akan disajikan. Jadi teori normative berusaha menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh akuntan dalam proses penyajian informasi keuangan kepada para pemakai dan bukan menjelaskan tentang apakah informasi keuangan itu dan mengapa hal tersebut terjadi.
Menurut Nelson dalam Anis dan Imam (2003) teori normatif sering dinamakan teori a priori (dari sebab ke akibat dan bersifat deduktif). Teori normatif bukan dihasilkan dari penelitian empiris tetapi dihasilkan dari kegiatan semi research. Sebaliknya tujuan pendekatan teori positif berusaha menguraikan dan menjelaskan apa dan bagaimana informasi keuangan disajikan serta dikomunikasikan kepada para pemakai informasi akuntansi atau dengan kata lain pendekatan teori positif bukanlah untuk memberikan anjuran mengenai bagaimana praktik akuntansi seharusnya, tetapi untuk menjelaskan mengapa praktik akuntansi mencapai bentuk seperti keadaannya sekarang (Januarti, 2004). Selain itu pendekatan teori positif sangat menekankan pentingnya penelitian empiris untuk menguji apakah teori akuntansi yang telah dikemukakan dalam banyak literatur teori akuntansi dapat menjelaskan praktikn akuntansi yang berlaku (Arif,1999).
Beberapa pemikir akuntansi dari Rochester dan Chicago mengembangkan apa yang disebut dengan Positive Accounting theory yang menjelaskan why accounting is what it is, why accountants do what they do, dan apa pengaruh dari fenomena ini terhadap manusia dan penggunaan sumber daya (Jensen,1976 dalam Anis dan Imam, 2003). Pendekatan normatif maupun positive hingga saat ini masih mendominasi dalam penelitian akuntansi. Artikel-artikel yang terbit di Jurnal The Accounting Review maupun Journal of Accounting Research, Journal of Business Research hampir semuanya menggunakan pendekatan mainstream dengan ciri khas menggunakan model matematis dan pengujian hipotesa (Januarti, 2004).
2.2.1 Teori Akuntansi Positif
Menurut Watt & Zimmerman (1986) perkembangan teori positif tidak dapat dilepaskan dari ketidakpuasan terhadap teori normative, selanjutnya dinyatakan bahwa dasar pemikiran untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normative terlalu sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Terdapat tiga alasan mendasar terjadinya pergeseran pendekatan normatif ke positif yaitu :
1. Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris, karena didasarkan 'pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat diuji keabsahannya secara empiris.
2. Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara individual daripada kemakmuran masyarakat luas.
3. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi sumber daya ekonomi secara optimal di pasar modal. Hal ini mengingat bahwa dalam system perekonomian yang mendasarkan pada mekanisme pasar, informasi akuntansi dapat menjadi alat pengendali bagi masyarakat dalam mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien.
Selanjutnya Watt & Zimmerman menyatakan bahwa dasar pemikiran untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normative terlalu sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Untuk mengurangi kesenjangan dalam pendekatan normatif, Watt & Zimmerman mengembangkan pendekatan positif yang lebih berorientasi pada penelitian empiric dan menjustifikasi berbagai teknik atau metode akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model baru untuk pengembangan teori akuntansi dikemudian hari. Apabila teori normatif menunjukkan cara terbaik untuk melakukan sesuatu berdasar premis, norma atau standar, teori positif berusaha menjelaskan atau memprediksi fenomena nyata dan mengujinya secara empirik Godfrey et.a1 (1997) dalam Anis dan Imam (2003). Penjelasan atau prediksi dilakukan menurut kesesuaiannya dengan observasi dengan dunia nyata.
Teori akuntansi positif menurut Scott (2000) berusaha untuk membuat prediksi yang baik sesuai dengan kejadian yang nyata. Lebih lanjut Godfrey et.al (1997) dalam
Anis dan Imam (2003) menyatakan bahwa teori akuntansi positif berusaha menjawab antara lain pertanyaan berikut dari sudut pandang ekonomi. :
1. Apakah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh dalam pemilihan metode akuntansi alternatif ?
2. Apakah biaya yang diperoleh sebanding dengan manfaat yang diperoleh dalam regulasi dan proses penentuan standar akuntansi ?
3. Apa dampak laporan keuangan yang dipublikasikan pada harga saham ?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas dikembangkan teori akuntansi positif yang dapat dikelompokkan menjadi dua tahap, yaitu (Godfrey et a1,1997 dalam Anis dan lmam,2003):
1. Penelitian akuntansi dan perilaku pasar modal. Dalam tahap ini tidak dijelaskan tentang praktek akuntansi, tetapi dilakukan penelitian terhadap hubungan pengumuman laba dengan reaksi harga saham. Untuk melakukan penelitian dalam tahap ini digunakan Hipotesis Pasar Efisien (Efficiency Market Hyphothesis) (Scott,2000). Pasar modal efisien adalah pasar modal dimana harga surat-surat berharga yang diperdagangkn setiap waktu secara wajar dan merefleksikan semua informasi yang diketahui publik berkaitan dengan surat berharga dan Capital Asset Pricing Model (CAPM).
2. Penelitian dalam tahap kedua dilakukan untuk menjelaskan dan memprediksi praktek akuntansi antar perusahaan yang difokuskan pada alasan oportunistik dalam hal perusahaan memilih metode akuntansi tertentu, atau pada alasan efisiensi yaitu metode akuntansi dipilih untuk mengurangi biaya kontrak antara perusahaan dengan stakeholdernya. Alasan pertama yaitu perspektif oportunistik disebut ex-post yaitu pemilihan metode akuntansi dilakukan sesudah diketahui faktanya.
Pendekatan positif telah memberikan sumbangan yang berarti bagi pengembangan akuntansi menurut Watt Zimmerman (1986)
1. Menghasilkan pola sistematik dalam pilihan akuntansi dan memberikan penjelasan spesifik.
2. Memberikan kerangka yang jelas dalam memahami akuntansi Menunjukkan peran utama contracting cost dalam teori akuntansi.
3. Menjelaskan mengapa akuntansi digunakan dan memberikan kerangka dalam memprediksi pilihan akuntansi.
4. Mendorong riset yang relevan dengan akuntansi dan menekankan pada prediksi serta penjelasan terhadap fenomena.
Menurut Watt & Zimmerman (1986) tujuan teori akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktek akuntansi. Penjelasan (explanation) menguraikan alasan mengapa suatu praktik dilakukan. Misalnya teori harus menjelaskan mengapa suatu praktek dilakukan, sebagai contoh teori harus menjelaskan mengapa perusahaan menggunakan metode FIFO dan mengapa perusahaan lain menggunakan metode Rata-rata, sedangkan prediksi (prediction) berarti teori harus mampu memprediksi berbagai phenomena praktik akuntansi yang belum dijalankan. Penomena yang belum dijalankan tidak selalu penomena yang akan datang, bisa penomena yang telah terjadi tetapi belum ada bukti secara empiris untuk menjustifikasi penomena tersebut. Indira januarti menjelaskan Sebagai contoh teori akuntansi dapat menyediakan hipotesis tentang atribut perusahaan yang menggunakan metode FIFO dengan yang menggunakan metode Rata-rata sehingga dapat diuji penggunaan data historis pada perusahaan yang menggunakan dua metode tersebut. Jadi teori merupakan pernyataan-pernyataan tentang hubungan logis (logical relationship) antara variabel atau perilaku variabel-variabel alam atau sosial yang dapat digunakan untuk menjelaskan (explanation) dan memprediksi (prediction) berbagai penomena tersebut.
Menurut Watts dan Zimmerman (1990) ada 3 hipotesis dalam teori akuntansi positif :
1. Hipotesis rencana bonus (Plan Bonus Hypothesis), Manajer perusahaan dengan bonus tertentu cenderung lebih menyukai metode yang meningkatkan laba periode berjalan. Pilihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai sekarang bonus yang akan diterima seandainya komite kompensasi dari dewan direktur tidak menyesuaikan dengan metode yang dipilih.
2. Hipotesis perjanjian hutang (Debt Convenat Hypothesis), Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas perusahaan mkin besar kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba. Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas makin dekat perusahaan dengan batas perjanjian atau peraturan kredit (Kalay, 1982). Makin tinggi batasan krdit makin besar kemungkinan penyimpangan perjanjian kredit dan pengeluaran biaya. Manajer akan memiliki metode akuntansi yang dapat menaikkan laba sehingga dapat mengendurkan batasan kredit dan mengurangi biaya kesalahan teknis.
disbanding perusahaan kecil. Ukuran perusahaan merupakan ukuran variable proksi (proxsy) dan aspek politik. Yang mendasari hipotesi ini adalah asumsi bahwa sangat mahalnya nilai informasi bagi individu untuk menentukan apakah laba akuntansi betul-betul menunjukkan monopoli laba. Di samping itu, sangatlah mahal bagi individu untuk melaksanakan kontrak dengan pihak lain dalam proses politik dalam rangka menegakkan aturan hokum dan regulasi, yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan demikian individu yang rasional cenderuang memiliki untuk tidak mengetahui informasi yang lengkap. Proses politik tidak beda jauh dengan proses pasar. Atas dasar cost informasi dan cost monitoring tersebut, manajer memiliki insentif untuk memiliki laba akuntansi tertentu dalam proses politik tersebut.