• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Konservatisme Akuntansi

Dalam penyajian laporan keuangan, akuntan dapat memilih metode akuntansi apa yang akan diterapkan. Dalam konservatisme, akuntan dihadapkan dalam pilihan dua atau lebih teknik akuntansi (Hardinsyah,2013).

Menurut FASB Statement of Concept No.2 dalam Sari (2004) dalam jurnal Astarini (2011:18) “Konservatisme adalah reaksi hati-hati untuk menghadapi ketidakpastian dalam mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko pada situasi bisnis telah

dipertimbangkan.”

Tujuan dari penggunaan konsep konservatisme adalah untuk menetralisir optimisme para usahawan yang terlalu berlebihan dalam melaporkan hasil usahanya. Penerapan konsep konservatisme akan menghasilkan laba yang berfluktuatif , dimana laba yang berfluktuatif akan mengurangi daya prediksi laba untuk memprediksi aliran kas pada masa depan (Sari dan Adhariani, 2009).

Kieso dan Weygandt (2002) mendefinisikan bahwa “konservatisme merupakan suatu

prinsip kehati-hatian yang dihadapkan pada pilihan solusi yang sangat kecil kemungkinannya akan menghasilkan penetapan yang terlalu tinggi bagi aktiva dan laba. Konservatisme berarti jika ragu, maka pilihlah solusi yang sangat kecil kemungkinannya

akan menghasilkan pendapatan yang terlalu tinggi bagi aset dan laba”.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa konservatisme adalah berhati-hati terhadap sesuatu yang tidak pasti dengan cara menunda mengakui laba dan

mempercepat mengakui beban. Konservatisme mengakui biaya atau rugi yang mungkin terjadi, tetapi tidak segera mengakui laba yang akan datang walaupun kemungkinan terjadinya besar ( Hardinsyah, 2013).

Banyak kritik mengenai kegunaan konsep konservatisme berkaitan dengan kualitas laporan keuangan, karena penggunaan metode yang konservatif akan menghasilkan angka-angka yang cenderung bias dan tidak mencerminkan realita. Monahan (1999) menyatakan bahwa semakin konservatif metode akuntansi yang digunakan, maka nilai buku ekuitas yang dilaporkan akan semakin bias (bervariasi antar waktu). Kondisi ini mendukung simpulan bahwa laporan keuangan itu sama sekali tidak berguna karena tidak dapat mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya. Penman dan Zang (2002) menambahkan kritikan terhadap pendapat yang menyatakan bahwa praktik konservatisme dalam akuntansi menghasilkan laba yang berkualitas tinggi. Mereka berpendapat bahwa hubungan antara konservatisme dan kualitas laba dipengaruhi oleh pertumbuhan investasi. Jika perubahan investasi bersifat temporer, maka dampaknya terhadap laba dan tingkat kembalian (rate of return) juga temporer, dan mengakibatkan laba berkualitas rendah tidak sustainable. Pemikiran serta bukti empiris menunjukkan masih terdapat kontroversi mengenai manfaat angka-angka akuntansi yang konservatif. Terdapat dua pandangan yang bertentangan mengenai manfaat konservatisme akuntansi, yaitu:

2.3.1 Akuntansi konservatif bermanfaat

Konservatisme tetap digunakan dalam praktik akuntansi dan disiarkan untuk tetap digunakan dan terjadi peningkatan konservatisme di Amerika Serikat (Resti, 2012).

Givoly dan Hayn (2000) dalam Dewi (2004) menyatakan bahwa “Akuntansi

konservatif akan menguntungkan dalam kontrak-kontrak antara pihak-pihak dalam perusahaan maupun dengan luar perusahaan karena konservatisme dapat membatasi

tindakan manajer untuk membesar besarkan laba serta memanfaatkan informasi yang

asimetri ketika menghadapi klaim atas aktiva perusahaan”. Konservatisme juga berperan

mengurangi konflik yang terjadi antara manajemen dan pemegang saham akibat kebijakan deviden yang diterapkan oleh perusahaan. Selain itu konservatisme memiliki value relevance yang digambarkan dalam laporan keuangan perusahaan bahwa perusahaan tersebut menggunakan prinsip konservatisme sehingga dapat mencerminkan nilai pasar perusahaan (Resti, 2012).

2.3.2 Akuntansi Konservatif Tidak Bermanfaat

Meskipun prinsip konservatisme telah diakui sebagai dasar menghasilkan kualitas laba yang rendah dan kurang relevan dimana konservatisme mempengaruhi kualitas angka-angka yang dilaporkan di neraca maupun laba dalam laporan laba rugi. Ketika perusahaan meningkatkan jumlah investasi, maka akuntansi konservatif akan menghasilkan perhitungan laba yang lebih rendah dibandingkan akuntansi liberal/optimis. Akuntansi konservatif juga akan menciptakan cadangan yang tidak tercatat, sehingga memungkinkan manajemen lebih leluasa melaporkan angka laba dimasa mendatang (Resti, 2012).

2.3.3 Pengukuran Konservatisme

Watts (2003) dalam Sari dan Adhariani (2009) menyatakan dalam artikelnya yang

berjudul “Conservatism in Accounting Part II: Evidence and Research Opportunities“, terdapat tiga ukuran konservatisme yaitu:

1. Earnings/stock return relation measures ,

Stock market price berusaha untuk merefleksikan perubahan nilai asset pada saat terjadinya perubahan baik perubahan atas rugi ataupun laba dalam nilai asset- stock return tetap berusaha untuk melaporkannya sesuai dengan waktunya. Basu (1997) menyatakan bahwa konservatisme menyebabkan kejadian-kejadian yang merupakan kabar buruk atau kabar baik terefleksi dalam laba yang tidak sama (asimetri waktu pengakuan). Hal ini disebabkan karena salah satu definisi konservatisme menyebutkan bahwa kejadian yang diperkirakan akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dan harus segera diakui sehingga mengakibatkan kabar buruk lebih cepat terefleksi dalam laba

dibandingkan kabar baik. Basu (1997) memprediksikan bahwa pengembalian saham dan earnings cenderung merefleksikan kerugian dalam periode yang sama, tapi pengembalian saham merefleksikan keuntungan lebih cepat daripada earnings.

2. Earnings/accrual measures

Ukuran konservatisme yang kedua ini menggunakan akrual, yaitu selisi antara net income dan cash flow. Net income yang digunakan adalah net income sebelum depresiasi dan amortisasi, sedangkan cash flow yang digunakan adalah cash flow operasional. Givoly dan Hayn (2002) melihat kecenderungan dari akun akrual selama beberapa tahun. Apabila terjadi akrual negative (net income lebih kecil daripada cash flow operasional) yang konsisten selama beberapa tahun, maka merupakan indikasi diterapkannya conservatism. Selain itu, Givoly membagi akrual menjadi dua, yaitu operating accrual yang merupakan jumlah akrual yang muncul dalam laporan keuangan sebagai hasil dari kegiatan operasional perusahaan dan nonoperating accrual yang merupakan jumlah akrual yang muncul diluar hasil kegiatan operasional perusahaan.

a. Operating Accruals

Berdasarkan literatur Criterion Research Group, dinyatakan bahwa Operating accrual menangkap perubahan dalam asset lancar, kas bersih dan investasi jangka pendek, dikurang dengan perubahan dalam asset lancar, utang jangka pendek bersih. Operating accrual yang utama meliputi piutang dagang dan persediaan dan kewajiban. Akun ini merupakan akun klasik yang digunakan untuk memanipulasi earnings untuk mencapai tujuan pelaporan.

b. Non Operating Accrual

Berdasarkan literatur Criterion Research Group, dinyatakan bahwa Non current (operating) accrual menangkap perbedaan dalam non-current asset, investasi non ekuitas jangka panjang bersih, dikurang perubahan dalam non-current liabilities, hutang jangka panjang bersih. Komponen non operating accrual (pada sisi asset) yang utama adalah aktiva tetap dan aktiva tidak berwujud. Terdapat subjektivitas yang cukup terlibat diawal keputusan dimana biaya dikapitalisasi baik untuk aktiva tetap dan aktiva tidak berwujud dibangun sendiri yang dapat diakui (seperti biaya pembangunan software yang dikapitalisasi) dan keputusan kemudian terkait dengan alokasi dari biaya yang dapat didepresiasi sepanjang masa manfaat asset yang manfaatnya dapat ditentukan. Non-current assets ini tergantung pada write down ketika aktiva tersebut diputuskan telah di turunkan nilainya (impaired), dan penentuan dari beberapa permanent impaeirement yang banyak melibatkan abnormal manajerial. Pada sisi kewajiban terdapat sebuah varietas dari akun-akun seperti utang jangka panjang, penangguhan pajak dan postretirement benefits yang juga merupakan manifestasi atas estimasi dan asumsi subjektif (seperti estimasi akuntansi pension, pengembalian yang diharapkan atas asset, pertumbuhan yang diharapkan atas pertumbuhan upah pegawai, dan lain

lain).

3. Net asset measures.

Ukuran ketiga yang digunakan untuk mengetahui tingkat konservatisme dalam laporan keuangan adalah nilai aktiva yang understatement dan kewajiban yang overstatement. Salah satu model pengukurannya adalah proksi pengukuran

yang digunakan oleh Beaver dan Ryan (2000) yaitu dengan mengunakan market to book ratio yang mencerminkan nilai pasar relatif terhadap nilai buku perusahaan. Rasio yang bernilai lebih dari 1, mengindikasikan penerapan akuntansi yang konservatif karena perusahaan mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya.

Pada penelitian ini saya menggunakan pengukuran pada point 2 pengukuran model Givoly dan Hayn (2002) dalam Widya (2004), yaitu:

Cit = NIit - CFOit Dimana:

Cit = Tingkat Konservatisme

NIit = Net Income dikurangi depresiasi dan amortisasi CFOit = Cash Flow dari kegiatan operasi

It = Perusahaan i pada periode t

Konservatisme dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala nominal, yaitu (1) konservatif dan (0) non konservatif. Jika selisih antara laba bersih dan arus kas dari aktivitas operasi bernilai negatif, maka perusahaan tersebut dikategorikan konservatif (1) dan jika hasilnya positif maka laba di kategorikan non konservatif (0). Hal ini disebabkan karena laba lebih rendah dari cash flow yang diperoleh oleh perusahaan pada periode tertentu (Dewi, 2003).

2.4Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konservatisme Akuntansi

Dokumen terkait