BAB IV Akurasi Padanan Istilah Politik dan Ekonomi Arab-Indonesia (Analisis Banding Semantik Leksikal kamus al- ‘Ashri dan kamus (Analisis Banding Semantik Leksikal kamus al-‘Ashri dan kamus
AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN EKONOMI ARAB-INDONESIA
(Analisis Banding Semantik Leksika kamus Al-’Ashri dengankamus Istilah)
Pada bab ini, penulis menganalisis akurasi padanan istilah politik dan ekonomi Arab-indonesia melalui pendekatan semantik leksikal. Sehingga, penulis membaginya menjadi dua bidang yang akan dianalisis, yaitu:
1. Bidang Politik 2. Bidang Ekonomi
Di sini penulis akan menganalisis keakurasian istilah politik dan ekonomi yang terdapat dalam kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah, dan mengambilnya secara berurutan dengan sub bidang ekonomi atau politik semua istilah kata atau frase yang ada di kedua kamus tersebut, kemudian menganalisis keakuratan maknanya. Akurasi makna istilah tersebut akan dianalisis melalui pendekatan semantik leksikal.
1. Bidang Politik
1. Kata
َّطا تأ
tidak ada di dalam kamus al-‘Ashri dan di dalam kamus Istilahdiartikan ‘otokrasi’.1 Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia di artikan ‘kekuasaan yang tidak terbatas’,2
misalkan:
ٌّطا تأ ظن
artinya sistem otokrasi. Di dalam kamusIstilah maknanya menggunakan kata Ilmiah yang artinya ‘pemerintahan oleh seorang
penguasa secara penuh dan tak terbatas maknanya (dan turun menurun) lawan
1
M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2006) h. 12.
2
Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008) Cet-4, hal. 57.
40
demokrasi’. Sedangkan, dalam kamus Politik mengartikan kata ‘otokrasi’ dengan
‘otoritas atau hak memerintah yang dipegang oleh satu orang’3
. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa kata ‘otokrasi’ yang sering digunakan dalam bidang politik saat ini.
2.
عبا
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penjauhan/pengasingan’4dan di dalam kamus Istilah kata
عبا
dengan arti ‘deportasi’.5Kata ‘deportasi’ dalam kamus Istilahmerupakan serapan dari bahasa asing yaitu menggunakan kata Bahasa Inggris yang berasal dari kata ‘deportation’ artinya pengiriman kembali ke negri asal.6
Makna ini bersifat sinonimi antara penjauhan/pengusiran dengan deportasi. Tetapi, pemakaian
kata yang sering digunakan dalam bidang politik adalah kata ‘deportasi’ yang
berdeskriftif ilmiah, terlebih lagi kata tersebut sudah menjadi bahasa Indonesia yang sering digunakan oleh pemakainya sesuai dengan bidangnya.
3. di dalam kamus al-‘Ashri tidak mempunyai makna sedangkan, di dalam kamus Istilah diartikan ‘konkret’.7
Kemudian dalam kamus Serapan diartikan
‘berwujud lawan dari abstrak’8
serta dalam kamus Politik ‘konkret’ diartikan ‘nyata;
benar-benar ada dan terwujud, dapat dilihat’9
. Kata ‘konkret’ sering kita dengar dalam
berbagai bidang (ekonomi, politik, hukum, dll) dan penggunaan kata ‘konkret’ sering
3
B.N Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007) Cet-2, h. 42. 4
Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996) h. 10.
5
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 6. 6
John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996) Cet-23, h. 175.
7
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 752. 8
J.S Badudu, Kamus kata-kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2005) h. 191.
9
41 diucapkan. Jadi, penulis berpendapat bahwa kata ini sangatlah familiar karena tidak asing lagi penggunaannya.
4.
ج
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penyerangan’10dan di dalam kamus
Istilah diartikan ‘agresi’.11
Dalam kamus Politik diartikan ‘penyerangan yang dilakukan oleh suatu Negara terhadap Negara lain’12. Kata ‘agresi’ merupakan kata
serapan dari bahasa Belanda diartikan dengan ‘Negara yang kuat menyerang kepada Negara yang lemah’.13
Kedua makna tersebut bersifat sinonimi, karena maknanya sama dan juga satuan leksikal yang bisa digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran. Tetapi, dalam bidang politik dan hukum biasanya
menggunakan kata ‘agresi’ dibandingkan kata ‘serangan’ karena kata tersebut lebih
formal dan modern.
5.
ِّ
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘permusyawaratan’14, sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘memorandum’.15 Kata ‘memorandum’ merupakan kata
serapan dari bahasa Latin m’emorandum dengan arti ‘catatan, atau peringatan’,16 dalam kamus Politik diartikan ‘nota atau surat pernyataan dalam hubungan diplomasi’.17
sedangkan di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia ‘surat pernyataan dalam hubungan resmi’.18 Konteks penggunaan kata ‘pemusyawaratan’ dan ‘memorendum’ sedikit berbeda karena kata ‘memorendum’ bersifat formal karena
penggunaannya harus resmi sedangkan kata ‘permusyawaratan’ dapat di definisikan
10
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1851. 11
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 765. 12
Marbun, Kamus Politik, h. 10. 13
Badudu, Kamus Serapan, h. 8. 14
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1676. 15
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 702. 16
Badudu, Kamus Serapan, h. 223. 17
Marbun, Kamus Politik, h. 312. 18
42
permusyawarahan saja. Jadi, kata ‘memorendum’ yang sering muncul dalam bidang
politik dan hukum.
6.
ئطا ت
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘saling onani’19dan di dalam kamus
Istilah diartikan ‘berkolusi’.20 Dalam kamus BBI diartikan ‘melakukan kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji’,21kata ‘saling onani’ dan ‘berkolusi’ mempunyai
arti yang bertentangan atau antonimi karena kata ini tidak mempunyai hubungan makna. Dalam kamus Ilmiah Populer kata ‘kolusi’ diartikan ‘hubungan rahasia’22 penggabungan dua kata ber- dan kolusi ‘dua objek atau lebih yang saling berhubungan rahasia. Sedangkan, kata ‘saling onani’ berdeskriftif negative dengan
penggunaan kata yang tidak terpuji. Jadi, sekarang ini kata ‘berkolusi’ sering
digunakan sesuai dengan konteks dan bidangnya dan kata tersebut sudah menjadi istilah dalam Bahasa Indonesia.
7.
ن ه
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘damai’23dan di kamus Istilah dengan arti
‘kondusif’.24
Dalam kamus Politik diartikan ‘memiliki peluang seperti yang diinginkan yang mendukung keberhasilan’25
, penulis berpendapat bahwa makna
‘damai’ berkembang menjadi ‘kondusif’ yang bersifat sinkronik sesuai dengan
konteks dan waktu yang digunakan. Tetapi, yang sering digunakan dalam bidang Politik dan Hukum adalah kata ‘kondusif’ karena lebih modern.
19
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1620. 20
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 681. 21
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 717. 22
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Absolut, 2002) h. 316. 23
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1960. 24
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 638. 25
43 8.
ع
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘pengekangan’26dan di kamus Istilah
diartikan ‘represi atau kebiadaban’.27 Kata ‘represi’ merupakan kata serapan Latin yang diartikan ‘penekanan; sifat menekan’.28
Dalam kamus Politik dengan arti
‘pengekangan, penindasan; tindakan pembalasan’29
dan di dalam kamus Istilah
Populer ‘reparasi’ diartikan ‘penindasan; penekanan (amarah/kemarahan);
penghambatan’30 Jadi, menurut penulis kata ‘represi’ tepat untuk digunakan karena
tatanan kata yang modern dan formal.
9.
ّغط
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kedzaliman’31dan di dalam kamus Istilah
‘diktator’.32 Kata ‘diktator’ meupakan serapan dari bahasa Latin dengan arti ‘kepala
Negara yang memerintah dengan kekuasaan mutlak, dengan kekerasan dan sama sekali tidak demokratis’33 sedangkan, di dalam kamus Politik diartikan ‘pemerintah
sewenang-wenang yang dijalankan oleh individu yang tidak bertanggung jawab
kepada rakyat’.34 Sehingga, kata ‘diktator’ mempunyai nilai rasa yang tinggi jika
digunakan dalam bidang Politik dan Hukum kemudian kata ‘kedzaliman’ mempunyai nilai rasa yang rendah, jika digunakan bukan pada konteksnya Jadi, kata ‘diktator’ hanya cocok untuk situasi masa kini (modern)., tetapi, kata ‘kedzaliman’ dapat
dipergunakan secara umum dan tidak formal dibandingkan kata ‘delegasi’.
26
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1470. 27
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 612. 28
Badudu, Kamus Serapan, h. 303. 29
Marbun, Kamus Politik, h. 420. 30
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 643. 31
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1233. 32
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 510. 33
Badudu, Kamus Serapan, h. 62. 34
44 10.
ط
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kemampuan’35sedangkan di dalam kamus
Istilah diartikan ‘kapasitas’.36
Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
‘memiliki kemampuan yang sesuai dengan ilmunya’,37 kata ‘kapasitas’ merupakan
serapan dari bahasa Prancis yang diartikan ‘kemampuan berproduksi’.38
Kata
‘kapasitas’ bersinonimi dengan kata ‘kapabilitas’ yang artinya ‘kemampuan suatu
Negara dalam mengimplementasikan kekuatan militer, politik dan ekonomi, sosial, dan budaya untuk mencapai tujuan dan kepentingan nasional’.39Kata ‘kapasitas’ dan ‘kemampuan’ bersifat sinonimi tetapi pemakainnya saja yang berbeda, kata ‘kapasitas’ sudah mencakup makna dari ‘kemampuan’ dan kata ’kapasitas’ bisa
digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran.
11. di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘ikatan’40
sedangkan di dalam kamus Istilah
‘relasi’.41
Di dalam kamus Istilah maknanya menggunakan kata serapan asing yaitu menggunakan bahasa Inggris yang berasal dari kata ‘r`elasi’, yang diserap ke bahasa Indonesia menjadi relasi yang artinya ‘orang yang berhubungan dalam perdagangan, pekerjaan, kegiatan bank, dsb’.42
Di dalam kamus Politik diartikan ‘hubungan; kenalan; pelanggan’,43
dan di kamus Istilah Populer diartikan ‘hubungan anak
saudara; perhubungan; langganan; pertalian’.44
Di sini sangat jelas bahwa kedua makna tersebut bersinonim. Jadi, jelas bahwa kedua makna tersebut adalah satuan
35
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1220. 36
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 506. 37
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 622. 38
Badudu, Kamus Serapan, h. 171. 39
Marbun, Kamus Politik, h. 232. 40
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1185. 41
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 491. 42
Badudu, Kamus Serapan, h. 300. 43
Marbun, Kamus Politik, h. 419. 44
45 leksikal yang bisa digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran (Bsa). Namun, kedua makna tersebut tidak mudah dipertukarkan, karena istilah
‘ikatan’ dapat digunakan secara secara umum dan tidak formal (perkumpulan, komunitas, dll) sedangkan perkembangan makna tersebut menjadi ‘relasi’ yang tepat
untuk situasi masa kini (modern) sesuai dengan konteks dan bidangnya.
12.
ع ت ا
tidak ada di dalam kamus al-‘Ashri dan di dalam kamus Istilah diartikan‘somasi’.45 Kata ini di ambil dari Istilah Hukum diartikan ‘teguran untuk membayar utang’46kata ini juga sudah ada di dalam KBBI yang diartikan ‘teguran’,47
kemudian di dalam kamus Istilah Populer diartikan ‘teguran; peringatan terakhir’.48
Jadi, menurut penulis kata ع ت ا diartikan ‘teguran’ pada dasarnya sama, yang
membedakan konteks penggunaan kata tersebut. Tetapi, yang sering digunakan dalam bidang Politik dan Hukum adalah kata ‘somasi’ karena karena modern dan formal. 13.
ت
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘keinginan atau hasrat’49sedangkan dalam kamus Istilah ‘aspirasi’.50
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin yang
diartikan ‘kemauan untuk lebih maju’51
dan dalam kamus Politik diartikan ‘kehendak
atau keinginan yang keras untuk mendapatkan sesuatu yang lebih tinggi di masa
depan’.52 Jadi, menurut penulis kata ‘aspirasi’ lebih sering digunakan dalam berbagai konteks dibandingkan dengan kata ‘keinginan atau hasrat’. Penggunaan kata ‘aspirasi’ bisa dipakai untuk mewakili beberapa orang, tetepi kata ‘keinginan atau
45
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 56. 46
Badudu, Kamus Serapan, h. 325. 47
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 853. 48
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 688. 49
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 615. 50
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 467. 51
Badudu, Kamus Serapan, h. 30. 52
46
hasrat’ sebatas untuk satu orang saja, seperti definisi di dalam kamus Istilah Populer
yang diartikan ‘cita-cita, tuntutan (ke arah perbaikan nasib); penuntutan (perorangan);
kehendak (akan kelayakan hidup)’53
14.
طّ
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kekuasaan’54sedangkan di dalam kamus
Istilah ‘supermasi’.55
Kata ini merupakan serapan dari Perancis yang artinya
‘kekuasaan yang sah yang diberikan kepada sesuatu lembaga dalam masyrakat oleh pejabat dalam menjalankan fungsinya,56 serta di dalam kamus Politik ‘kekuasaan
yang sah untuk melakukan tindakan peraturan untuk memerintah orang lain.57 Kata
‘supermasi’ sering digunakan sesuai dengan konteks di bidang Politik dan Hukum kemudia kata tersebut sudah menjadi istilah dalam Bahasa Indonesia yang diartikan
‘hak melakukan peraturan untuk memerintah orang lain’.58
Jadi, menurut penulis kata
‘kekuasaan’ dapat dipergunakan secara umum dan tidak formal dibandingkan kata
‘supermasi’.
15.
جا ا
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘dualisme’59sedangkan dalam kamus
Istilah ‘dikotomi’.60
Di dalam kamus Politik diartikan ‘pembagian atas dua konsep yang saling bertentangan’,61
kata ini merupakan serapan dari bahasa Yunani yang
artinya ‘pembagian dalam dua dua bagian yang bertentangan menurut logika’.62 Walau pun kedua kamus tersebut mempunyai makna yang berbeda, tetapi makna
53
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 45. 54
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 455. 55
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 455. 56
Badudu, Kamus Serapan, h. 257. 57
Marbun, Kamus Politik, h. 350. 58
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 992. 59
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 85. 60
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 48. 61
Marbun, Kamus Politik, h. 118. 62
47 tersebut bersifat sinonimi dan penggunaan kata keduanya tersebut cocok untuk situasi masa kini (modern).
16.
ح ت ا
di dalam kamus Al-‘Ashri diartikan ‘kebocoran’63dan di dalam kamus Istilah Ekonomi dan Politik ‘infiltrasi’.64
Makna di dalam kamus Istilah Ekonomi dan Politik
menggunakan kata serapan asing yaitu menggunakan bahasa Belanda infilt`erasi yang artinya ‘penyusupan’.65
Di dalam kamus Istilah Populer ‘infiltrasi’ diartikan perembesan; penyusupan’,66
sedangkan di dalam kamus Politik diartikan ‘campur
tangan ke dalam wilayah lain dengan maksud untuk memperoleh keterangan (mata-mata) untuk melemahkan kekuatan lawan’.67 Penggunaan kata ‘kebocoran’ hanya
cocok untuk situasi kuno, klasik, arkais68 dan tidak bisa digunakan dalam konteks formal karena makna ini sebagai perumpamaan saja khalayak luas sesuai dengan
bidangnya. Sedangkan kata ‘infiltrasi’ hanya cocok untuk situasi masa kini dan kata
‘infiltrasi’ sering digunakan sesuai dengan konteks di bidang Ekonomi dan Politik
saat ini.
17.
ط ت إ
di dalam kamus al-‘Ashri tida mempunyai arti sedangkan di dalam kamusIstilah diartikan ‘polarisasi’.69
Di dalam kamus Ilmiah kata ‘polarisasi’ dengan arti ‘getaran cahaya; pertentangan/perlawanan’.70 Di dalam kamus Serapan kata ini
diartikan ‘pembagian atas dua kelompok yang berlawanan’,71
sedangkan di dalam
63
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 74. 64
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 43. 65
Badudu, Kamus Serapan, h. 152. 66
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 230. 67
Marbun, Kamus Politik, h. 204. 68
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta, Rieneka Cipta, 2002) h. 85.
69
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 66. 70
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 575. 71
48 kamus Politik diartikan ‘menajamnya pertentangan di dalam satu kelompok
masyarakat’72
dan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan ‘pembagian atas dua bagian yang berlawanan’.73 Jadi, menurut penulis kata ‘polarisasi’ jarang kita
temui dalam sehari-hari tetapi dalam bidang politik formal kata ini teramat sering digunakan karena memang berdeskriptif ilmiah dan modern.
18.
لّح ت
di dalam kamus al-'Ashri diartikan 'pemindahan'74 dan di dalam kamus Istilahdiartikan ‘deportasi’.75
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris ‘deportation
artinya ‘pengiriman kembali ke Negara asal’.76 Kata ini bila diartikan dalam kamus
Politik ‘pengusiran seseorang/kelompok ke suatu tempat yang oleh pemerintah sebagai hukuman kerena orang tersebut tidak berhak tinggal diwilayah itu’. Kata
‘deportasi’ lebih tepat dari ‘pemindahan’ karena sesuai dalam konteks politik modern. 19.
ظ ن
di dalam kamus al-‘Ashri tidak ada artinya tetapi di dalam kamus Istilah‘polemik’.77
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris pol`emik yang artinya
‘perang pena’,78
dalam kamus Ilmiah diartikan ‘perang pena; perdebatan lewat tulisan (dalam media cetak surat kabar),79 kata ‘polemik’ sudah menjadi bahasa Indonesia baku karena kata ini sudah terdapat di dalam KBBI yang diartikan ‘perdebatan mengenai suatu masalah yang dikemukakan dalam media massa’.80
Jadi kata
‘polemik’ sudah familiar dan dapat untuk digunakan dalam berbagai bidang.
72
Marbun, Kamus Politik, h. 395. 73
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1089. 74
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 457. 75
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 205. 76
John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 175. 77
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 282. 78
Badudu, Kamus Serapan, h. 280. 79
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 576. 80
49 20.
أج
di dalam kamus al-'Ashri diartikan 'gelisah'81 sedangkan di dalam kamus Istilahdiartikan ‘agitasi’.82
Di dalam kamus Politik ‘agitasi’ diartikan ‘pembicaraan atau
pidato yang menggelorakan semangat, menggerakan hati atau hasrat untuk berontak bertempur melawan musuh dan sebagainya’,83
sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan ‘hasutan kepada orang banyak (untuk mengadakan huru-hara
pemberontakan) biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivis partai politik’.84 Kata
‘agitasi’ dan ‘gelisah bersifat antonimi karena keduanya mempunyai makna yang
berlawanan, kata ‘agitasi’ digunakan dalam pidato politik untuk mempengaruhi massa sedangkan, kata ‘gelisah’ cendrung digunakan dalam konteks keseharian tanpa
melihat bidang tertentu. Jadi, menurut penulis kata yang tepat untuk saat ini dalam
bidang politik formal ialah ‘agitasi’.
21.
ّ ع
di dalam kamus al-'Ashri diartikan 'kepercayaan'85 dan di dalam kamus Istilahdiartikan ‘doktrin’.86
Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘ajaran; dalil’,87 kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin yang artinya ‘ajaran (agama, politik, tata Negara) yang bersistem’88
dan kata ini sudah tertera dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang artinya ‘pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan ketatanegaraan
dalam penyusunan kebijakan negara’.89
Kata ini mempunyai singkronitas antara
81
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 644. 82
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 293. 83
Marbun, Kamus Politik, h. 10. 84
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 17. 85
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1304. 86
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 541. 87
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 107. 88
Marbun, Kamus Politik, h. 66. 89
50
‘kepercayaan’ dan ‘doktrin’, jika dilihat penggunaan katanya kata ‘doktrin’ lebih tepat dalam konteks politik. Sedangkan kata ‘kepercayaan’ hanya bisa digunakan
dalam konteks agama dan ungkapan keseharian.
22.
حف
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘pemeriksaan’90dan dalam kamus Istilah
‘investigasi’.91 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris investigation yang
diartikan ‘penyelidikan; pengusutan’,92
kemudian di dalam kamus Politik diartikan
‘penyelidikan terhadap orang, lembaga, Negara, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa, pelanggaran dan
sebagainya’,93
dan di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘penyelidikan; pengusutan; pencatatan data dan fakta’.94 Jadi penulis menyimpulkan bahwa kata ‘investigasi’
lebih tepat, modern dan ilmiah untuk digunakan pada bidang Politik.
23.
َ ف
di dalam kamus al-'Ashri diartikan 'menugaskan'95 sedangkan di dalam kamusIstilah diartikan ‘mendelegasikan.’96 Kata ‘delegasi’ merupakan serapan dari bahasa
Inggris delegation/delegacy yang artinya ‘penyerahan/pelimpahan wewenang’,97 sedangkan di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘perutusan; rombongan perwakilan’,98 dan di dalam kamus Politik diartikan ‘orang yang ditunjuk dan diutus oleh suatu
perkumpulan, Negara dan sebagainya dalam suatu perundingan, kerjasama dan
sebagainya’.99
Jadi kedua kata ini bersifat sinonimi karena mempunyai padanan
90
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1378. 91
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 573. 92
Badudu, Kamus Serapan, h. 296. 93
Marbun, Kamus Politik, h. 212. 94
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 246. 95
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1411. 96
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 588. 97
Badudu, Kamus Serapan, h. 116. 98
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 85. 99
51
makna, kata ‘menugaskan’ digunakan dalam berbagai bidang non formal sedangkan kata ‘delegasi’ bersifat formal dan masa kini (modern).
24.
ي ت
tidak diartikan dalam kamus al-‘Ashri tetapi di dalam kamus Istilahmempunyai arti ‘provokasi’100
Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘pancingan; penghasutan’.101 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris provocative yang
artinya ‘hal memanas-manasi emosi seseorang atau suatu kelompok untuk melakukan
tindakan yang sifatnya negatif (pengrusakan)’,102
kemudian di dalam kamus Politik
diartikan ‘tindakan yang dilakukan untuk memancing kemarahan’.103
Jadi kata ini bukanlah bahasa asing lagi karena kata ini sudah menjadi entri dalam kamus Besar Bahasa Indonesia104dan sering digunakan oleh khalayak luas.
25.
ت
di dalam kamus al-'Ashri diartikan ‘keinginan’105sedangkan di dalam kamus
Istilah diartikan ‘aspirasi’.106 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris
aspiration-tie dengan arti ‘artikulasi konsonan hambat yang disertai letupan nafas
yang cukup jelas sehingga jelas terdengar’,107
kemudian dalam kamus Ilmiah
diartikan ‘tuntutan; cita-cita (ke arah perbaikan nasib)’.108 Kedua kata ini bersifat
sinonimi dengan cakupan makna yang berbeda, jika kata ‘keinginan’ bersubjek sedikit dibandingkan kata ‘aspirasi’. Jadi menurut penulis kata yang tepat diantara
keduanya ialah kata ‘aspirasi’ yang berdeskriptif ilmiah dan sesuai saat ini.
100
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 598. 101
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 607. 102
Badudu, Kamus Serapan, h. 576. 103
Marbun, Kamus Politik, h. 407. 104
Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1108. 105
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 615. 106
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 467. 107
Badudu, Kamus Serapan, h. 70. 108
52 26.
ث
di dalam kamus al-‘Ashri tidak ada artinya sedangkan di dalam kamus Istilahdengan arti ‘revolusi’.109 Kata ‘revolusi’ merupakan serapan dari bahasa Inggris
revolution dengan arti ‘perubahan ketatanegaraan (keadaan social) yang dilakukan
melalui gerakan-gerakan fisik’,110
sedangkan di dalam kamus Politik diartikan
‘perubahan secara fundamental yang menyangkut pembagian kekuasaan politik, status social, ekonomi, dan sikap budaya masyarakat’111
dan dalam kamus Ilmiah
diartikan ‘perputaran/rotasi secara cepat; perubahan yang berlangsung secara
cepat’.112 Menurut penulis penggunaan kata ‘revolusi’ tepat dalam konteks politik (formal atau non) dalam penyampaian aspirasi dan penuntutan hak dan kata ini juga sering kita lihat dalam media masa, elektronik.
27.
نت
diartikan dalam kamus al-‘Ashri dengan ‘ketertiban’113sedangkan dalam kamus
Istilah diartikan ‘sinkronisasi’.114 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris
synchronization yang artinya ‘sesuai; selaras atau serentak (kejadiaanya),115 kemudian dalam kamus Politik diartikan ‘perihal menyinkronkan; peyerentakan dan penyesuaian’,116
dan dalam kamus Ilmiah diartikan ‘penyerentakan; penyesuaian’.117
Kata ‘sinkronisasi’ mempunyai akar kata ‘sinkron’ yang artinya ‘sesuai dan tertib’118 ,
jadi kata ‘ketertiban’ merupakan sub dari kata ‘sinkronisasi’. Jadi menurut penulis kata ‘sinkronisasi’ sudah mencakup dari kata ‘ketertiban’ dan berdeskriptif ilmiah.
109
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 321. 110
Badudu, Kamus Serapan, h. 609. 111
Marbun, Kamus Politik, h. 422. 112
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 650. 113
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 585. 114
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 266. 115
Badudu, Kamus Serapan, h. 643. 116
Marbun, Kamus Politik, h. 443. 117
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 681. 118
53 28.
ط ت ا
di dalam kamus al-‘Ashri tidak ada artinya sedangkan di dalam kamus Istilahdiartikan ‘polarisasi’.119
Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris ‘polarization’ yang diartikan ‘pembagian atas dua kelompok yang berbeda