• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Alasan Merger dan Akuisisi

2.4 Alasan Merger dan Akuisisi

Merger dan akuisisi adalah keputusan strategis para manajer dari suatu perusahaan, yang mana juga merupakan produk dari salah satu aspek mendasar dalam strategi korporasi, memiliki beragam alasan, motif dan tujuan. Menurut Sinuraya (1999) ada berbagai alasan dilakukannya merger :

1. Untuk bisa beroperasi dengan lebih ekonomis 2. Memperoleh manajemen yang lebih baik 3. Pertumbuhan

4. Penghematan pajak yang belum dimanfaaatkan 5. Untuk memanfaatkan dana yang menganggur.

Sedangkan menurut Martono (2001) merger umumnya disebabkan oleh berbagai alasan, yaitu :

1. Peningkatan penjualan dan penghematan operasi 2. Perbaikan manajemen

3. Pengaruh informasi 4. Pertumbuhan perusahaan 5. Pengalihan kekayaan 6. Alasan-alasan pajak

7. Diversifikasi

8. Keuntungan-keuntungan leverage 9. Alasan pribadi.

Penggabungan badan usaha diantaranya dimaksudkan agar perusahaan memperoleh daerah pemasaran yang lebih luas dan volume penjualan lebih besar, mampu mengembangkan organisasi yang lebih kuat dan produksi yang lebih baik serta manajemen yang baik, penurunan biaya melalui penghematan dan efisiensi pada skala produksi yang lebih besar, peningkatan pengendalian pasar dan posisi bersaing, diversifikasi lini-lini produk, perbaikan posisi dalam kaitannya dengan sumber pengadaan bahan baku, dan peningkatan yang menitikberatkan pada modal untuk pertumbuhan sebagai biaya yang rendah atas pinjaman.

Sedangkan menurut Tampubolon (2005) ada beberapa alasan mengapa suatu korporasi lebih menginginkan pertumbuhan eksternal melalui merger dibandingkan dengan pertumbuhan internal :

1. Kemungkinan korporasi menginginkan diversifikasi untuk menurunkan risiko yang diakibatkan pengaruh musim.

2. Harapan korporasi akan memperoleh sinergi dari merger dengan korporasi lainnya

3. Suatu merger memungkinkan suatu korporasi untuk memperoleh apa yang tidak diperolehnya.

4. Kemungkinan korporasi akan dapat memperbaiki kapabilitas dalam menghimpun dana karena bergabung dengan korporasi yang memiliki kemampuan likuiditas asset yang lebih besar dan utang rendah.

5. Pendapatan bersih korporasi besar yang baru dapat mengkapitalisasi pada tingkat yang lebih rendah, yang dapat mengakibatkan nilai pasar sahamnya lebih tinggi.

6. Dalam beberapa hal ada kemungkinan untuk membiayai aktivitas lebih baik dengan akuisisi apabila pembiayaan ekspansi internal tidak memungkinkan.

7. Suatu merger dapat mengakibatkan return on investment (ROI) akan lebih baik apabila nilai pasar korporasi yang diakuisisi lebih rendah daripada replacement cost yang terjadi.

8. Dengan jalan merger, suatu korporasi yang mengalami kerugian dalam pengoperasiannya akan dapat tertolong oleh korporasi yang mengakuisisi,

biasanya dari segi harga, tetapi juga akan memperoleh manfaat dari pajak yang dapat diperhitungkan kemudian.

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Merger dan Akuisisi

“Kelebihan merjer yang utama adalah bahwa suatu merjer secara hukum adalah sederhana dan tidak ada biaya yang besar seperti bentuk akuisisi lainnya. Alasannya dikarenakan perusahaan secara sederhana setuju untuk menggabungkan seluruh operasionalnya”. (Sjahrial, 2009). Artinya perusahaan utama tidak memiliki keinginan untuk memindahkan kepemilikan aset individu perusahaan yang meleburkan diri ke perusahaan utama.

“Kerugian yang utama dari merjer adalah bahwa suatu merjer harus disetujui dengan suatu hak suara dari pemegang saham tiap-tiap perusahaan. Khususnya dua pertiga bahkan lebih hak suara yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan”. (Sjahrial, 2009). Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk untuk memperoleh hak suara inilah yang menjadi kendala.

Keuntungan-keuntungan akuisisi saham dan akuisisi aset dimana, akuisisi saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm. Dalam akuisisi saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung dengan pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen perusahaan. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi saham dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (hostile

takeover). Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi. Kerugian-kerugian akuisisi saham dan akuisisi aset, jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan menentukan paling sedikit dua pertiga (sekitar 67%) suara setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi. Apabila perusahaan mengambilalih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger. Pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi.

2.6 Kinerja Perusahaan

Menurut Martono (2001) “kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak (stakeholders) seperti investor, kreditur, analis, konsultan keuangan, pialang, pemerintah dan pihak manajemen sendiri”. Laporan keuangan suatu perusahaan, bila disusun secara baik dan akurat dapat memberikan gambaran keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan selama kurun waktu tertentu.

Menurut Sudarsanam (1999) teori keuangan modern menyatakan bahwa keputusan-keputusan manajemen ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini merger dan akuisisi sebagai bagian dari keputusan manajemen perlu adanya pembuktian keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut. Perubahan-perubahan yang

terjadi setelah perusahaan melakukan penggabungan usaha biasanya adalah pada kinerja perusahaan dan penampilan perusahaan yang praktis membesar dan meningkat. Kondisi dan posisi perusahaan mengalami perubahan, dan hal ini tercermin dalam pelaporan keuangan perusahaan.

Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan maka secara umum perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan. Rasio keuangan yang diukur dalam penelitian ini menggunakan Rasio CAMEL. Dalam Kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia) edisi kedua tahun 1999 dinyatakan bahwa “CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap tingkat kesehatan lembaga keuangan. Menurut Triandaru Sigit dan Totok Budisantoso (2008) Penilaian tingkat kesehatan mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari :

a. Permodalan (Capital)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut:

1) kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;

2) komposisi permodalan;

3) trend ke depan/proyeksi KPMM;

4) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank;

5) kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan);

6) rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha; 7) akses kepada sumber permodalan; dan

8) kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.

b. Kualitas Aset (Asset Quality)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

1) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif;

2) debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit; 3) perkembangan aktiva produktif bermasalah /non performing asset

dibandingkan dengan aktiva produktif;

4) tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);

5) kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;

6) sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif; 7) dokumentasi aktiva produktif; dan

8) kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. c. Manajemen (Management)

Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

1) manajemen umum;

2) penerapan sistem manajemen risiko; dan

3) kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.

d. Rentabilitas (Earnings)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

1) return on assets (ROA); 2) return on equity (ROE); 3) net interest margin (NIM);

4) Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO);

5) perkembangan laba operasional;

6) komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan; 7) penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; 8) prospek laba operasional.

e. Likuiditas (Liquidity)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

1) aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;

2) 1-month maturity mismatch ratio; 3) Loan to Deposit Ratio (LDR);

4) proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;

5) ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;

6) kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ ALMA);

7) kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan

f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

1) modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;

2) modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan

3) kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.

Dokumen terkait