• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan ketenagakerjaan dengan sistem outsourching tidak hanya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, namun juga perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa seperti perbankan. Salah satu alasan perusahaan melakukan praktek kerja outsourching yaitu, untuk efektifitas dan efisiensi biaya perusahaan.

Dengan diberlakukannya sistem kerja outsourching, berarti perusahaan bisa melakukan efisiensi biaya dengan mempekerjakan tenaga kerja tetap dengan jumlah seminimal mungkin. Hal ini dilakukan agar perusahaan bisa lebih fokus

17

Abdul khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Citra Aditya Bakti 2003), hlm. 61-62

memberikan kontribusi pada bagian inti perusahaan atau dikenal dengan istilah core business. 18

Dengan berkembangnya zaman, tujuan dari outsourcing tidak lagi hanya untuk membagi risiko ketenagakerjaan saja akan tetapi berubah menjadi lebih kompleks lagi.

Namun praktek kerja outsourching yang dilakukan di Indonesia saat ini sudah mulai keluar dari pengertian yang sesungguhnya. Begitu banyak pekerja outsourching yang dirugikan dengan adanya praktek kerja ini. Meskipun semua aturan tentang outsourching sudah dijelaskan di dalam UU Ketenagakerjaan, tetapi aturan ini masih sering dilanggar oleh perusahaan. Hal ini menyebabkan terjadinya protes dari para pekerja outsourching yang akhirnya membuat MK melakukan beberapa kali revisi undang-undang demi melindungi hak-hak pekerja.

Bank Indonesia selanjutnya disebut (BI) tetap membolehkan perbankan menggunakan jasa outsourcing, termasuk debt collector. Alasannya, penyusunan Peraturan Bank Indonesia selanjutnya disebut (PBI) ini mengacu pada UU Ketenagakerjaan. BI berharap, regulasi ini menghapus wilayah abu-abu penggunaan tenaga outsourcing di perbankan

Michael F. Corbett, pendiri the outsourcing institute, mengemukakan bahwa outsourcing telah menjadi alat manajemen dimana outsourcing bukan hanya untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga untuk mendukung tujuan dan sasaran bisnis.

Cobbet kemudian mengindentifikasi alasan penggunaan outsourcing menjadi tiga bagian, yaitu : 19

1. Lima alasan strategis (kesatuan jangka panjang) a. Meningkatkan fokus bisnis perusahaan

b. Mendapatkan akses pada kemampuan kelas dunia20

c. Mempercepat keuntungan dari teknologi baru (re-enginering)21 d. Membagi risiko usaha22

e. Menggunakan sumber-sumber yang ada untuk aktivitas yang lebih strategis

2. Lima taktikal (keuntungan jangka pendek)

a. Mengurangi dan mengendalikan biaya-biaya operasional b. Membuat tersedianya dana-dana modal

c. Menghasilkan pemasukan dana tunai

d. Sumber daya tidak perlu tersedia secara internal e. Pemberdayaan fungsi yang sulit diatur di luar kendali 3. Lima alasan transformasional (perubahan)

a. Membawa solusi baru kepada nasabah lebih cepat b. Reaksi untuk mempersingkat daur hidup produk

c. Mengindentifikasikan ulang hubungan dengan penyedia jasa dan rekan bisnis

19

Chandra Suwondo, Op.Cit., hlm 11-12 20

Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003), hlm 4-5

21

Ibid, hlm 5 22

d. Mengungguli pesaing

e. Masuk ke pasar-pasar yang baru dengan risiko kecil

Permasalahan praktik sistem kerja kontrak dan outsourcing di Indonesia tentunya berbeda-beda antarperusahaan. Ada perusahaan yang menjalankan sesuai dengan ketentuan dan ada pula yang mencoba mengakali (melanggar) untuk meningkatkan keuntungan. Secara umum, permasalahan terjadi karena perusahaan berusaha untuk membuat/mempertahankan status buruh menjadi kontrak PKWT

dan outsourcing dengan memanfaatkan kelemahan undang-undang, sementara

buruh berusaha untuk menjadi buruh tetap PKWTT dan melihat usaha perusahaan sebagai pelanggaran ketentuan undang-undang.

Alasan perusahaan berusaha menghindari status hubungan kerja tetap antara lain adalah agar:23

1. Perusahaan dapat lebih mudah menghentikan karyawan yang dianggap tidak produktif;

2. Perusahaan tidak perlu membayar biaya pesangon ketika menghentikan karyawan;

3. Perusahaan dapat lebih efisien mengelola karyawannya karena tidak perlu mengurusi berbagai tunjangan karyawan seperti tunjangan kesehatan, THR,

4. Di tengah gejolak ekonomi & politik yang tidak stabil, sangat mudah dan murah jika sewaktu-waktu perlu diperlukan perampingan karyawan

Beberapa permasalahan biasanya yang terjadi dimana buruh menuding perusahaan telah melanggar ketentuan adalah sebagai berikut:

1. Jenis pekerjaan tertentu yang bisa menggunakan sistem kerja kontrak (PKWT) Jenis pekerjaan yang bisa menggunakan PKWT sesuai ketentuan adalah pekerjaan yang sekali selesai, yang bersifat sementara, atau musiman. Contoh pekerjaan ini adalah proyek konstruksi dimana pekerjaan berakhir setelah proyek jadi. Dalam prakteknya, banyak perusahaan yang menggunakan PKWT juga untuk pekerjaan yang bersifat rutin/tetap.

2. Perpanjangan jangka waktu PKWT. Ketentuan menyebutkan bahwa jangka waktu PKWT paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Atau dapat juga dilakukan pembaharuan kontrak 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun. Dalam prakteknya, perusahaan melakukan perpanjangan masa kontrak lebih dari dua kali dan bahkan belasan kali tetapi status karyawan tetap PKWT. Selain itu, perusahaan juga memanfaatkan ketentuan jeda waktu 30 (tiga puluh) hari untuk bisa melakukan pembaharuan kontrak sehingga masa kerja karyawan dimulai kembali dari nol (tidak memperhitungkan masa kerja kontrak sebelumnya). Hal-hal ini menjadi sebab terdapat karyawan yang telah

bertahun-tahun bekerja di suatu perusahaan tetapi tetap berstatus kontrak.24

Berjalannya sistem kerja kontrak dan outsourcing tentunya bukan karena tanpa alasan. Sebagaimana disebutkan di bagian latar belakang, praktik sistem kerja kontrak dan outsourcing dimulai dengan adanya kebijakan perbaikan iklim investasi. Tujuan awalnya adalah memperbaiki daya saing perusahaan yang tengah dilanda krisis dengan mengurangi cost terkait tenaga kerja.

Dari tujuan awal tersebut, dapat diperkirakan bahwa kebijakan sistem kerja kontrak dan outsourcing akan lebih menguntungkan pihak perusahaan karena itulah tujuan awalnya. Meskipun kemudian muncul pendapat bahwa outsourcing juga diperlukan untuk melindungi buruh dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, dampak positif bagi perusahaan adalah penurunan biaya, meningkatnya kemampuan bersaing, dan meningkatnya keuntungan perusahaan. Sedangkan dampak bagi buruh sebagian besar (jika tidak seluruhnya) negatif adalah sebagai berikut:25

1. Tidak ada kepastian pekerjaan

Sesuai dengan jenisnya, PKWT (termasuk PKWT yang berada dalam sistem outsourcing) merupakan pekerjaan sementara sehingga buruh hanya dipekerjakan untuk jangka waktu tertentu saja. Keterbatasan jangka waktu ini menjadi kekhawatiran dan ketidakpastian bagi buruh karena buruh dapat sewaktu-waktu diberhentikan dan harus kembali mencari pekerjaan.

24

2. Kesejahteraan dan perlindungan kerja kurang

Umumnya, ketentuan mengenai upah dan kesejahteraan untuk buruh kontrak PKWT adalah sesuai dengan kontrak yang dibuat, dimana pembuatan kontrak dilakukan dengan posisi buruh yang lebih lemah dibandingkan perusahaan. Oleh karena itu, umumnya upah/tunjangan yang diterima oleh buruh kontrak lebih rendah dari buruh tetap dan buruh outsourcing lebih rendah dari buruh kontrak. Selain itu, perusahaan juga banyak yang tidak mengikutsertakan karyawan kontrak dan outsourcing-nya dalam program perlindungan sosial (jamsostek).

3. Tidak mendapat kompensasi bila di-PHK

Buruh kontrak tidak berhak mendapatkan kompensasi jika masa kerja telah berakhir atau mengalami PHK (sebelum masa kontrak habis) kecuali ada perjanjiannya. Hal ini berbeda dengan buruh tetap yang berhak mendapat kompensasi (uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak) saat di PHK.

4. Terhambat untuk berserikat

Buruh kontrak dan outsourcing umumnya jarang menjadi anggota serikat buruh karena kekhawatiran kehilangan pekerjaan (karena berstatus outsourcing, takut di PHK, takut tidak diperpanjang kontrak, dilarang perusahaan). Selain itu, hubungan buruh outsourcing adalah dengan perusahaan penyalur dan bukan dengan perusahaan pengguna, sementara serikat buruh basisnya adalah perusahaan dengan siapa buruh membuat perjanjian.

Perusahaan outsourcing juga mencari keuntungan dengan perannya sebagai penyalur buruh ke perusahaan. Hal ini biasanya dilakukan dengan adanya biaya yang harus dikeluarkan oleh buruh yang ingin disalurkan dan adanya potongan-potongan penghasilan sehingga penghasilan yang diperoleh buruh outsourcing menjadi semakin rendah.

6. Terjadi stratifikasi sosial di perusahaan

Dengan pemberlakuan outsourcing, di perusahaan akan terdapat 3 (tiga) kelompok buruh yakni buruh tetap, buruh kontrak dan buruh outsourcing. Pengelompokan ini pada umumnya ditandai dengan perbedaan warna seragam yang dikenakan dan membawa efek stratifikasi dan jarak sosial di antara buruh tetap, kontrak dan outsourcing yang berimplikasi terhadap solidaritas dan kesadaran bersama sebagai buruh.

7. Terjadi diskriminasi usia dan status perkawinan

Perusahaan cenderung mempekerjakan buruh berusia muda dan untuk perekrutan buruh outsourcing baru mensyaratkan buruh yang berusia 18-24 tahun dan berstatus lajang dengan alasan produktivitas. Memilih buruh berstatus lajang membawa efek semakin sulitnya buruh yang sudah berkeluarga untuk memperoleh pekerjaan dan berpenghasilan.

8. Mematikan karir buruh

Buruh kontrak dan outsourcing memiliki masa kerja kontrak yang terbatas dan sering berpindah-pindah sehingga masa kerja pun seringkali dimulai lagi dari nol. Hal ini membuat peluang karyawan untuk meningkatkan status dan karir sangat sulit.