• Tidak ada hasil yang ditemukan

YUGO PUJONGGO H2407

III. METODE PENELITIAN

3.5. Alat Analisis

Penilaian tingkat kesehatan dilakukan menggunakan metode CAMELS dan diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Analisis trenddiolah menggunakan Minitab 14. Pada penelitian ini, rasio dari faktor- faktor CAMELS yang diteliti adalah berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh dari laporan keuangan, yaitu terdiri dari:

3.5.1Capital(Permodalan)

Pada faktor Capital (Permodalan), rasio yang digunakan adalah CAR. Capital Adequecy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank (Hariani, 2010). Rasio ini dirumuskan berdasarkan SE BI No.3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagai berikut:

Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor permodalan pada Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 diperoleh standar untuk KPMM sebagai berikut:

Peringkat 1 : Rasio KPMM lebih tinggi sangat signifikan dibandingkan dengan rasio KPMM yang ditetapkan dalam ketentuan.

Peringkat 2 : Rasio KPMM lebih tinggi cukup signifikan dibandingkan dengan rasio KPMM yang ditetapkan dalam ketentuan.

Peringkat 3 : Rasio KPMM lebih tinggi secara marjinal dibandingkan dengan rasio KPMM yang ditetapkan dalam ketentuan (8 persen ≤ KPMM ≤ 9 persen).

Peringkat 4 : Rasio KPMM di bawah ketentuan yang berlaku.

Peringkat 5 : Rasio KPMM dibawah ketentuan yang berlaku dan bank cenderung menjadi tidak solvable.

3.5.2 Assets(Kualitas Aset)

Pada faktor Assets (Kualitas Aset), rasio yang digunakan adalah NPA. NPA disebut juga rasio Aktiva Produktif Bermasalah. Rasio ini digunakan untuk menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktif bermasalah terhadap total aktiva produktif. Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas aktiva produktif. Aktiva produktif bermasalah adalah aktiva produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet (Hariani, 2010). Rasio ini dirumuskan berdasarkan SE BI No.3/30/DPNP tanggal 14 Desemeber 2001 sebagai berikut:

Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor kualitas aset pada Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 diperoleh standar untuk NPA sebagai berikut: Peringkat 1 : Perkembangan rasio sangat rendah.

Peringkat 2 : Perkembangan rasio rendah.

Peringkat 3 : Perkembangan rasio moderat atau rasio berkisar antara 5 persen sampai dengan 8 persen.

Peringkat 4 : Perkembangan rasio cukup tinggi. Peringkat 5 : Perkembangan rasio tinggi. 3.5.3 Earnings(Rentabilitas)

Pada faktor Earnings (Rentabilitas), rasio yang dinilai adalah ROA, ROE, NIM, dan BOPO. Faktor Earnings (Rentabilitas) menentukan perolehan laba yang diperoleh bank.

NPA = (Aktiva Produktif Bermasalah : Total Aktiva Produktif) x 100% ... (2)

1. Return On Assets (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (Laba Sebelum Pajak) yang dihasilkan dari Rata-rata Total Aset bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak. Sedangkan Rata-rata Total Aset adalah rata-rata volume usaha atau aktiva (Hariani, 2010). Rasio ini dirumuskan berdasarkan SE BI No.3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagai berikut:

Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor rentabilitas pada Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 diperoleh standar untuk ROA yaitu sebagai berikut:

Peringkat 1 : Perolehan laba sangat tinggi. Peringkat 2 : Perolehan laba tinggi.

Peringkat 3 : Perolehan laba cukup tinggi, atau rasio ROA berkisar antara 0,5 persen sampai dengan 1,25 persen.

Peringkat 4 : Perolehan laba bank rendah atau cenderung mengalami kerugian (ROA mengarah negatif).

Peringkat 5 : Bank mengalami kerugian yang besar (ROA negatif). 2. Return on Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba Setelah Pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional setelah dikurangi pajak, sedangkan Rata-rata Total ROA = (Laba Sebelum Pajak : Rata-rata Total Aset) x 100% ...(3)

Ekuitas adalah rata-rata modal inti yang dimiliki bank. Perhitungan modal inti dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban modal minimum yang berlaku (Hariani, 2010). Rasio ini dirumuskan berdasarkan SE BI No.3.30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagai berikut:

Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor rentabilitas pada Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 diperoleh standar untuk rasio ROE sebagai berikut:

Peringkat 1 : Perolehan laba sangat tinggi. Peringkat 2 : Perolehan laba tinggi.

Peringkat 3 : Perolehan laba cukup tinggi, atau rasio ROE berkisar antara 5 persen sampai dengan 12,5 persen.

Peringkat 4 : Perolehan laba bank rendah atau cenderung mengalami kerugian (ROA mengarah negatif).

Peringkat 5 : Bank mengalami kerugian yang besar (ROA negatif). 3. Net Interest Margin (NIM) adalah rasio yang digunakan untuk

mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola Aktiva Produktif untuk menghasilkan Pendapatan Bunga Bersih. Pendapatan Bunga Bersih diperoleh dari Pendapatan Bunga dikurangi Beban Bunga. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya Pendapatan Bunga atas Aktiva Produktif yang dikelola bank, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin kecil (Hariani, 2010). Rasio ini dirumuskan berdasarkan SE BI No.3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagai berikut:

ROE = (Laba Setelah Pajak : Rata-rata Ekuitas) x 100% ... (4)

Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor rentabilitas pada Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 diperoleh standar untuk rasio NIM sebagai berikut:

Peringkat 1 : Marjin bunga bersih sangat tinggi. Peringkat 2 : Marjin bunga bersih tinggi.

Peringkat`3: Marjin bunga bersih cukup tinggi atau rasio NIM berkisar antara 1,5 persen sampai dengan 2 persen. Peringkat 4 : Marjin bunga bersih rendah mengarah negatif. Peringkat 5 : Marjin bunga bersih sangat rendah atau negatif. 4. Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional

(BOPO) adalah rasio yang sering disebut rasio efisiensi, rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien Biaya Operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari Total Beban Bunga dan Total Beban Operasional Lainnya. Pendapatan Operasional adalah penjumlahan dari Total Pendapatan Bunga dan Total Pendapatan Operasional Lainnya (Hariani, 2010). Rasio ini dirumuskan berdasarkan SE BI No.3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagai berikut:

Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor rentabilitas pada Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 diperoleh standar untuk rasio BOPO sebagai berikut:

Peringkat 1 : Tingkat efisiensi sangat baik. Peringkat 2 : Tingkat efisiensi baik.

Peringkat 3 : Tingkat efisiensi cukup baik atau rasio BOPO berkisar antara 94 persen sampai dengan 96 persen. Peringkat 4 : Tingkat efisiensi buruk.

Peringkat 5 : Tingkat efisiensi sangat buruk. 3.5.4 Liquidity(Likuiditas)

LDR (Loan to Deposit Ratio) atau rasio kredit terhadap deposit / simpanan digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk Dana Pihak Ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, setifikat deposito (Hariani, 2010). Rasio ini dirumuskan berdasarkan SE BI No.3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 sebagai berikut:

Berdasarkan pada matriks kriteria penetapan peringkat faktor likuiditas pada Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 diperoleh standar untuk rasio LDR sebagai berikut: Peringkat 1 : 50 persen < Rasio ≤ 75 persen

Peringkat 2 : 75 persen < Rasio ≤ 85 persen

Peringkat 3 : 85 persen < Rasio ≤ 100 persen atau Rasio ≤ 50 persen Peringkat 4 : 100 persen < Rasio ≤ 120 persen

Peringkat 5 : Rasio > 120 persen 3.5.5 Analisis Trend

Analisis trend dihitung dengan menentukan tahun dasar sebagai pembanding, kemudian dicari angka indeksnya. Rumus untuk mencari Angka Indeks adalah sebagai berikut (Kasmir, 2008):

LDR = (Total Kredit : Total Dana Pihak Ketiga) x 100%... (7)

Nilai error pada analisis trend dipilih berdasarkan nilai MSD, MAD, dan MAPE terkecil. Nilai MSD, MAD, dan MAPE diperoleh pada program Minitab 14dengan melakukan inputterhadap 4 (empat) jenis analisis trend (Linier, Quadratic, Exponensial Growth, dan S- Curve). Semakin kecil nilai pada MSD, MAD, dan MAPE memperlihatkan tingkat erroryang semakin rendah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

PT Bank Central Asia, Tbk didirikan secara resmi pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV. Pada tahun 1997 PT Bank Central Asia, Tbk sempat tergoncang oleh dampak krisis moneter. Krisis ini mempengaruhi aliran dana tunai di BCA secara signifikan. Akibatnya, bank terpaksa meminta bantuan dari pemerintah Indonesia. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) mengambil alih BCA di tahun 1998. Kebijakan pada bulan Desember 1998 berhasil memulihkan kondisi aset PT Bank Central Asia, Tbk dari Desember 1997 yang hanya 53,36 triliun rupiah menjadi 67,93 triliun rupiah. Setelah kondisi kembali memulih, PT Bank Central Asia, Tbk diserahkan oleh BPPN ke Bank Indonesia pada tahun 2000. Selanjutnya, PT Bank Central Asia, Tbk mengambil langkah untuk menjadi perusahaan publik.

Produk perbankan yang ditawarkan oleh PT Bank Central Asia, Tbk antara lain adalah produk simpanan, layanan transaksi perbankan, perbankan elektronik, layanan cash management, kartu kredit, bank assurance, fasilitas kredit, bank garansi, fasilitas ekspor impor, dan fasilitas valuta asing. Pada tanggal 31 Maret 2011, BCA memiliki 902 kantor cabang di seluruh Indonesia di samping dua kantor perwakilan di Hongkong dan Singapura. Kartu debit BCA telah dapat diterima lebih dari 100.000 terminal Electronic Data Capture(EDC). Visi PT Bank Central Asia, Tbk adalah sebagai bank pilihan utama andalan masyarakat, yang berperan sebagai pilar penting perekonomian Indonesia. Misi PT Bank Central Asia, Tbk adalah:

1. Membangun institusi yang unggul di bidang penyelesaian pembayaran dan solusi keuangan bagi nasabah bisnis dan perseorangan.

2. Memahami beragam kebutuhan nasabah dan memberikan layanan finansial yang tepat demi tercapainya kepuasan optimal bagi nasabah. 3. Meningkatkan nilai franchisedan nilai stakeholderBCA.

4.2. Penilaian Kesehatan Bank dengan Metode CAMELS

Pada penelitian ini, penilaian kesehatan bank dilakukan dengan pendekatan metode CAMELS yang dibatasi pada faktor Capital (Permodalan), faktor Assets (Kualitas Aset), faktorEarnings (Rentabilitas), dan faktor Liquidity (Likuiditas) karena adanya keterbatasan data pada penelitian. Faktor-faktor CAMELS tersebut dikaji pada setiap akhir tahun selama periode 2006-2010 menggunakan laporan keuangan PT Bank Central Asia, Tbk yang telah diaudit dan dipublikasi. Penilaian ini dilakukan sesuai dengan peraturan pada Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Penilaian pada faktor Capital (Permodalan) dikaji terhadap rasio CAR. Penilaian pada faktor Assets (Kualitas Aset) dikaji terhadap rasio NPA. Penilaian pada faktor Earnings (Rentabilitas) dikaji terhadap rasio ROA, ROE, NIM, dan BOPO. Penilaian terhadap faktor Liquidity (Likuiditas) dikaji terhadap rasio LDR. Hasil dari seluruh rasio akan diperingkatkan pada masing-masing faktor CAMELS sesuai kriteria pada Bank Indonesia.

4.2.1 Penilaian terhadap faktorCapital(Permodalan)

Penilaian terhadap faktor permodalan PT Bank Central Asia, Tbk dilakukan berdasarkan laporan keuangan bank periode 2006- 2010. Penilaian ini dilakukan secara kuantitatif. Kriteria yang digunakan dibatasi dalam penilaian Kecukupan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) atau CAR.

Capital Adequecy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, dan tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank (Hariani, 2010). Penilaian ini dilakukan dengan perhitungan KPMM atau CAR selama periode 2006-2010. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2.Grafik hasil CAR PT Bank Central Asia, Tbk periode 2006-2010

CAR PT Bank Central Asia, Tbk pada tahun 2006 berada pada posisi 22,09 persen. Perhitungan CAR dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada posisi ini Modal Bank (terdiri atas modal inti, modal pelengkap, dan penyertaan) senilai 16,2 triliun rupiah dan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (termasuk risiko kredit dan risiko pasar) senilai 73,5 triliun rupiah. Pada tahun 2006, CAR PT Bank Central Asia, Tbk berada diatas standar minimum yang diwajibkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 8 persen. Oleh karena CAR sangat jauh lebih tinggi dari standar ketentuan minimum yang diwajibkan Bank Indonesia, maka peringkat komponen CAR dapat disimpulkan mendapat peringkat 1 (satu) yang mengindikasikan bank sehat sehingga bank mampu menutupi penurunan aktiva yang terjadi sebagai akibat dari kerugian- kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva berisiko.

CAR PT Bank Central Asia, Tbk pada tahun 2007 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 19,22 persen. Perhitungan CAR dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada tahun 2007, Modal Bank

Tahun C A R 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 Accuracy Measures MAPE 2.28404 MAD 0.36251 MSD 0.19279 Variable Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for CAR

Quadratic Trend Model Yt = 26.04 - 4.27986*t + 0.362143*t**2

(terdiri atas modal inti, modal pelengkap, dan penyertaan) meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 18,5 triliun rupiah. ATMR meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 96,7 triliun rupiah. Penurunan CAR disebabkan oleh peningkatan ATMR pada tahun 2007. Peningkatan ATMR disebabkan oleh pertumbuhan penyaluran kredit. Pada laporan tahunan PT Bank Central Asia, tbk tahun 2007 portofolio kredit tumbuh di semua segmen dan mencapai sekitar 82,4 triliun rupiah, meningkat sebesar 34,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 61,4 triliun rupiah. CAR pada tahun 2007 berada diatas standar minimum yang diwajibkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 8 persen. Oleh karena CAR sangat jauh lebih tinggi dari standar ketentuan minimum yang diwajibkan Bank Indonesia, maka peringkat komponen CAR dapat disimpulkan mendapat peringkat 1 (satu) yang mengindikasikan bank sehat sehingga bank mampu menutupi penurunan aktiva yang terjadi sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva berisiko.

CAR PT Bank Central Asia, Tbk pada tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 15,78 persen. Perhitungan CAR dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada tahun 2008 Modal Bank (terdiri atas modal inti, modal pelengkap, dan penyertaan) meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 20,8 triliun rupiah. ATMR meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 132,2 triliun rupiah. Penurunan CAR disebabkan oleh peningkatan ATMR pada tahun 2008. Peningkatan ATMR disebabkan oleh pertumbuhan penyaluran kredit. Pada laporan tahunan PT Bank Central Asia, tbk tahun 2008 portofolio kredit tumbuh di semua segmen dan mencapai 112,8 triliun rupiah atau meningkat sebesar 36,9 persen dari tahun sebelumnya, yaitu 82,4 triliun rupiah. Pada tahun 2008, CAR berada diatas standar minimum yang diwajibkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 8 persen. Oleh karena CAR sangat jauh lebih tinggi dari standar ketentuan minimum yang diwajibkan Bank Indonesia, maka peringkat komponen CAR dapat disimpulkan mendapat peringkat 1 (satu) yang mengindikasikan

bank sehat sehingga bank mampu menutupi penurunan aktiva yang terjadi sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva berisiko.

CAR PT Bank Central Asia, Tbk pada tahun 2009 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 15,33 persen. Perhitungan CAR dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada tahun 2009 Modal Bank (terdiri atas modal inti, modal pelengkap, dan penyertaan) meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 22,8 triliun rupiah. ATMR meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 148,9 triliun rupiah. Penurunan CAR pada tahun ini sangat sedikit dibandingkan dengan penurunan pada tahun-tahun sebelumnya. Penurunan ini diakibatkan PT Bank Central Asia, Tbk memperketat kriteria pemberian kredit sebagai upaya dalam mengantisipasi ketidakpastian dunia usaha akibat imbas dari krisis keuangan dan ekonomi global. Pada laporan tahunan PT Bank Central Asia, Tbk tahun 2009 tercatat bahwa portofolio kredit tumbuh sebesar 9,9 persen atau meningkat menjadi 123,9 triliun rupiah. Akibatnya, penyaluran kredit tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya sehingga peningkatan ATMR tidak terlalu besar. Pada tahun 2009 CAR berada diatas standar minimum yang diwajibkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 8 persen. Oleh karena CAR sangat jauh lebih tinggi dari standar ketentuan minimum yang diwajibkan Bank Indonesia, maka peringkat komponen CAR dapat disimpulkan mendapat peringkat 1 (satu) yang mengindikasikan bank sehat sehingga bank mampu menutupi penurunan aktiva yang terjadi sebagai akibat dari kerugian- kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva berisiko.

CAR PT Bank Central Asia, Tbk pada tahun 2010 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 13,50 persen. Perhitungan CAR dapat dilihat pada lampiran 6. Pada tahun 2010 Modal Bank (terdiri atas modal inti, modal pelengkap, dan penyertaan) meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 27,7 triliun rupiah. ATMR meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 205,3 triliun rupiah. Penurunan CAR disebabkan oleh meningkatnya ATMR. Peningkatan ATMR

disebabkan oleh pertumbuhan penyaluran kredit. Berdasarkan laporan tahunan PT Bank Central Asia, Tbk tahun 2010 portofolio kredit BCA tercatat sebesar 153,9 triliun rupiah atau meningkat 24,2 persen dari tahun sebelumnya, yaitu 123,9 triliun rupiah. Pada tahun 2010, CAR berada diatas standar minimum yang diwajibkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 8 persen. Oleh karena CAR sangat jauh lebih tinggi dari standar ketentuan minimum yang diwajibkan Bank Indonesia, maka peringkat komponen CAR dapat disimpulkan mendapat peringkat 1 (satu) yang mengindikasikan bank sehat sehingga bank mampu menutupi penurunan aktiva yang terjadi sebagai akibat dari kerugian- kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva berisiko.

Kecenderungan proyeksi trend CAR pada 2011 sampai 2012 adalah meningkat. Berdasarkan data laporan triwulan PT Bank Central Asia, Tbk pada bulan juni 2011 diperoleh nilai CAR aktual sebesar 13,92 persen. Peningkatan ini harus tetap dijaga dengan menekan nilai ATMR.

4.2.2 Penilaian terhadap faktorAssets(Kualitas Aset)

Penilaian terhadap faktor kualitas aset PT Bank Central Asia, Tbk ini dilakukan berdasarkan laporan keuangan bank periode 2006- 2010. Penilaian ini dilakukan secara kuantitatif. Kriteria yang digunakan dibatasi dalam penilaianNon Performing Assets(NPA). Non Performing Assets(NPA)

NPA disebut juga rasio Aktiva Produktif Bermasalah. Rasio ini digunakan untuk menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola Aktiva Produktif bermasalah terhadap Total Aktiva Produktif. Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas Aktiva Produktif. Aktiva Produktif Bermasalah adalah Aktiva Produktif dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet (Hariani, 2010). Hasil perhitungan NPA pada PT Bank Central Asia, Tbk periode 2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3.Grafik hasil NPA PT Bank Central Asia, Tbk periode 2006-2010

Pada tahun 2006 persentase NPA berada pada posisi 0,54 persen. Perhitungan NPA dapat dilihat pada Lampiran 7. Persentase ini diperoleh dari perbandingan Aktiva Produktif Bermasalah senilai 798,8 miliar rupiah terhadap Total Aktiva Produktif yaitu 147,4 triliun rupiah. NPA pada PT Bank Central Asia, Tbk berada jauh dibawah batas ketentuan maksimum yaitu 5 persen. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peringkat NPA PT Bank Central Asia, Tbk adalah peringkat 1 (satu) atau dinyatakan sehat dan mengindikasikan bahwa perkembangan rasio NPA sangat rendah sehingga bank masih dapat mengatasi Aktiva Produktif Bermasalah.

Pada tahun 2007 persentase NPA mengalami penurunan menjadi 0,36 persen. Perhitungan NPA dapat dilihat pada Lampiran 7. Aktiva Produktif Bermasalah menurun menjadi 669,6 miliar rupiah. Total Aktiva Produktif mengalami peningkatan menjadi 183,7 triliun rupiah. Penurunan nilai NPA tersebut disebabkan oleh peningkatan Total

Tahun N P A 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 0.65 0.60 0.55 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 Accuracy Measures MAPE 6.79307 MAD 0.02469 MSD 0.00076 Variable Forecasts Actual Fits

Trend Analysis Plot for NPA

Quadratic Trend Model Yt = 0.712 - 0.218714*t + 0.0292857*t**2

Aktiva Produktif. Berdasarkan laporan keuangan PT Bank Central Asia, Tbk tahun 2007, meningkatnya Total Aktiva Produktif dipengaruhi oleh pertumbuhan kredit sebesar 21,0 triliun rupiah. NPA PT Bank Central Asia, Tbk berada jauh dibawah batas ketentuan maksimum 5 persen. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peringkat NPA PT Bank Central Asia, Tbk adalah peringkat 1 (satu) atau dinyatakan sehat dan mengindikasikan bahwa perkembangan rasio NPA sangat rendah sehingga bank masih dapat mengatasi Aktiva Produktif Bermasalah.

Pada tahun 2008 persentase NPA mengalami penurunan menjadi 0,31 persen. Perhitungan NPA dapat dilihat pada Lampiran 7. Aktiva Produktif Bermasalah meningkat menjadi 674,7 miliar rupiah. Total Aktiva Produktif mengalami peningkatan menjadi 218,4 triliun rupiah. Penurunan nilai NPA tersebut disebabkan oleh peningkatan Total Aktiva Produktif. Berdasarkan laporan keuangan PT Bank Central Asia, Tbk tahun 2008 meningkatnya Total Aktiva Produktif dipengaruhi oleh pertumbuhan kredit sebesar 30,0 triliun rupiah. NPA PT Bank Central Asia, Tbk berada jauh dibawah batas ketentuan maksimum 5 persen. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peringkat NPA PT Bank Central Asia, Tbk adalah peringkat 1 (satu) atau dinyatakan sehat dan mengindikasikan bahwa perkembangan rasio NPA sangat rendah sehingga bank masih dapat mengatasi Aktiva Produktif Bermasalah.

Pada tahun 2009 persentase NPA mengalami peningkatan menjadi 0,35 persen. Perhitungan NPA dapat dilihat pada Lampiran 7. Aktiva Produktif Bermasalah meningkat menjadi 895,4 miliar rupiah. Total Aktiva Produktif mengalami peningkatan menjadi Rp 254,5 triliun rupiah. Peningkatan nilai NPA tersebut disebabkan oleh peningkatan Aktiva Produktif Bermasalah. Berdasarkan laporan keuangan PT Bank Central Asia, Tbk tahun 2009 meningkatnya Aktiva Produktif Bermasalah dipengaruhi oleh kredit macet yang meningkat sebesar 159,0 triliun rupiah. NPA PT Bank Central Asia,

Tbk berada jauh dibawah batas ketentuan maksimum 5 persen. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peringkat NPA PT Bank Central Asia, Tbk adalah peringkat 1 (satu) atau dinyatakan sehat dan mengindikasikan bahwa perkembangan rasio NPA sangat rendah sehingga bank masih dapat mengatasi Aktiva Produktif Bermasalah.

Pada tahun 2010 persentase NPA mengalami penurunan menjadi 0,33 persen. Perhitungan NPA dapat dilihat pada Lampiran 7. Aktiva Produktif Bermasalah meningkat menjadi 989,0 miliar rupiah. Total Aktiva Produktif mengalami peningkatan menjadi 304,1 triliun rupiah. Penurunan nilai NPA tersebut disebabkan oleh peningkatan Total Aktiva Produktif. Berdasarkan laporan keuangan PT Bank Central Asia, Tbk tahun 2010 meningkatnya Total Aktiva Produktif dipengaruhi oleh pertumbuhan kredit sebesar 30,0 triliun rupiah. NPA PT Bank Central Asia, Tbk berada jauh dibawah batas ketentuan maksimum 5 persen. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peringkat NPA PT Bank Central Asia, Tbk adalah peringkat 1 (satu) atau dinyatakan sehat dan mengindikasikan bahwa perkembangan rasio NPA sangat rendah sehingga bank masih dapat

Dokumen terkait