• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2) Alat Tangkap

Pancing yang digunakan terdiri dari tali pancing, pemberat dan mata pancing. Jumlah pancing yang dioperasikan pada tiap kapal sebanyak 9-15 set. Bagian-bagian pancing terbagi atas:

1) Penggulung (reel), menggunakan dirigen air yang terbuat dari bahan plastik dengan ukuran 40 x 20 cm. Tali diikatkan pada penggulung jika operasi penangkapan telah selesai dilakukan.

2) Tali utama (main line), terbuat dari bahan nylon monofilament dengan panjang 30-40 meter.

3) Kili-kili (swivel), terbuat dari bahan baja dan berfungsi untuk menjaga tali agar tidak terlilit atau kusut saat pengoperasian alat tangkap.

4) Tali cabang (branch line) yang terbuat dari bahan nylon monofilament.

5) Pemberat, terbuat dari timah berukuran sekitar 7 cm dengan berat 200 gram yang berfungsi untuk mempercepat proses turunnya alat tangkap.

6) Mata pancing (hook), terbuat dari baja bernomer 1, 2, 3 untuk menangkan ikan berukuran besar dan nomer 8, 9 untuk menangkap ikan seperti baby tuna, cakalang.

Dalam setiap keberangkatan, nelayan selalu membawa mata pancing baru yang digunakan jika mata pancing sebelumnya putus atau hilang akibat proses penangkapan. Mata pancing yang sering dibawa oleh nelayan adalah mata pancing bernomor 1, 2, dan 3 untuk tuna berukuran besar. Penangkapan tuna berukuran kecil menggunakan mata pancing pancing nomor 7, 8, dan 9. Harga mata pancing nomor 1, 2, dan 3 biasa dibeli per kotak (isi 100) dengan harga Rp300 000,-. Harga mata pancing nomor 7, 8, dan 9 sekitar Rp1 000,- per mata pancingnya.

Pancing yang digunakan oleh nelayan skoci di Puger terdiri dari berbagai macam model yaitu:

1) Pancing jerigen (drift line) dimana pancing ini menggunakan dirigen 5 liter sebagai pelampungnya. Panjang tali sekitar 150 m dililitkan pada dirigen, terdapat swivel untuk menghubungkan tali utama dengan tali cabang. Tali utama diulur ke bawah permukaan air hanya sekitar 35-40 m. Namun apabila pancing berhasil terkait oleh tuna, maka tali akan mengulur kebawah sepanjang ukuran tali yang dipasang.

2) Pancing uncalan (troll line) yang menggunakan tali senar (nylon monofilament) sepanjang 35 m yang dilempar dari kapal dan ditarik. Umpan yang digunakan berupa ikan tongkol buatan.

Sumber: WWF-Indonesia 2011

Gambar 3.7 Pancing uncalan (troll line)

3) Pancing layangan. Pancing ini menggunakan alat bantu layang-layang dalam operasinya. Jarak layangan dengan permukaan air mencapai 3 m hingga 100 m.

Sumber: WWF-Indonesia 2011

Gambar 3.8 Pancing layangan

4) Pancing prawean (hand line), merupakan pancing yang terdiri dari beberapa tali cabang dalam satu tali utama, yaitu sekitar 9-11 buah. Pancing ini dipegang oleh nelayan saat di kapal.

Gambar 3.9 Pancing prawean 3) Nelayan

Nelayan skoci di PPI Puger berjumlah 5 orang, diantaranya 1 orang sebagai nakhoda (juru mudi) dan 4 orang sebagai anak buah kapal (ABK). ABK memiliki tugas dalam melaksanakan kegiatan teknis penangkapan, seperti: mempersiapkan alat tangkap (setting), hauling, dan menangani hasil tangkapan diatas kapal. Sedangkan juru mudi/nakhoda bertugas untuk mengemudikan kapal dan menentukan daerah penangkapan, tetapi tetap melaksanakan hal-hal yang dilakukan oleh para ABK. Pemilik kapal terbagi dua, yaitu: pemilik kapal sekaligus nakhoda, dan pemilik kapal bukan nakhoda (juragan darat).

Sistem bagi hasil nelayan skoci yaitu sistem 50% (50:50), dimana 50% diberikan pada juragan/pemilik kapal dan 50% untuk para ABK, namun sebelumnya dilakukan pemotongan biaya operasional (perbekalan). Selain pembagian keuntungan berupa uang, nelayan juga mendapatkan sedikit bagian dari hasil tangkapan. Hasil tangkapan tersebut bisa dijual kembali kepada orang ataupun buat konsumsi pribadi.

4) Rumpon

Rumpon yang digunakan di perairan Puger merupakan jenis rumpon laut dalam. Kedalaman rumpon yang dipasang mencapai 2500 m. Rumpon ini dipasang untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar, seperti tuna. Ponton pada awalnya terbuat dari lempengan baja atau alumunium yang dibentuk silindris, diisi poly uretean (PU) dan dilapisi oleh fibreglass pada bagian luar. Rumpon tersebut dibentuk menyerupai tabung dengan kerucut di salah satu sisinya. Namun pembuatan rumpon menggunakan plat baja atau aluminium dirasa sangat mahal. Oleh karena itu nelayan merubah bahan pelampung pada rumpon menjadi gabus berbentuk silindris dan dilapisi oleh karung. Karung dipasang “plester” setebal 5 mm. Panjang pelampung rumpon yaitu 4 sampai 4,5 m, diameter tabung sebesar 89 cm.

a. Konstruksi rumpon di Puger b. Konstruksi umum rumpon Gambar 3.10 Konstruksi rumpon

Tali rumpon atau biasa disebut tampar oleh nelayan PPI Puger terbuat dari bahan nylon multifilament dan memiliki panjang 6500 m. Atraktor terbuat dari bermacam-macam bahan, seperti: pelepah kelapa, ban truk bekas, dan bambu. Pada atraktor biasanya diletakkan kepala sapi atau domba agar baunya dapat memancing ikan untuk datang ke rumpon tersebut.

Gambar 3.12 Konstruksi andem (pemberat dasar) rumpon

Pemberat atau biasa disebut andem yang memiliki fungsi sebagai jangkar, terbuat dari bahan semen cor berbentuk silindris berdiamter 50 cm dengan jumlah 30 buah dan memiliki berat masing-masing 60 kg. Bagian untuk menjaga agar tali rumpon/tampar tetap stabil ketika terkena arus, maka dipasang pemberat yang terbuat dari semen cor berdiamter 15 cm, panjang 25 cm, dan berat masing- masing 2 kg sebanyak 20 buah.

Gambar 3.13 Bagian pada stabilizer

Bagian stabilizer yang berfungsi untuk menstabilkan tampar dari arus terdiri dari ring. Swivel berfungsi sebagai penyambung antara pemberat dengan wire rope. Pemasangan satu unit rumpon menggunakan kapal sebanyak 3 unit (2 skoci, 1 payang) dan untuk peletakan pemberat (jangkar) dilakukan oleh kapal payang. Kapal payang memilliki ukuran yang lebih besar sehingga mampu membawa muatan yang lebih besar pula. Rumpon yang telah dipasang oleh nelayan akan dibiarkan terlebih dahulu sekitar satu bulan hingga kondisi atraktor ditumbuhi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme akan membuat ikan-ikan kecil berkumpul di dalamnya. Ikan-ikan kecil kemudian akan menarik perhatian ikan besar.

Biaya yang dikeluarkan untuk pemasangan rumpon > 75 juta Rupiah untuk tali rumpon yang terbuat dari bahan nylon multifilament dan sekitar 40 juta untuk tali rumpon berbahan rafia. Namun adapula nelayan yang menggunakan bahan- bahan yang diambil dari sisa-sisa rumpon yang terlepas di laut dan ditemukan oleh nelayan. Karena biaya pembuatan satu unit rumpon yang sangat mahal, maka nelayan membentuk kelompok untuk meringankan biaya pembuatannya. Satu unit rumpon dimiliki oleh 7 sampai 10 kelompok kapal. Nelayan diluar kelompoknya tidak diperbolehkan untuk menangkap ikan di rumpon milik mereka. Hal ini disebabkan karena nelayan di luar kelompok tidak akan mempunyai keinginan untuk membangun swadaya kelompok. Terdapat pula beberapa kelompok nelayan yang masih mengizinkan nelayan lain untuk melakukan penangkapan di sekitar rumpon miliknya tetapi tidak lebih dari satu malam.

Tabel 3.7 Posisi pemasangan rumpon nelayan

Rumpon Pemilik Posisi

Lintang Bujur 1 Rumpon 1 8059’ 239” 113020’ 120” 2 Rumpon 2 90 07’ 112” 113041’ 017” 3 Rumpon 3 90 07’ 013” 113028’ 107” 4 Rumpon 4 90 08’ 987” 113040’ 474” 5 Rumpon 5 80 58’ 770” 112041’ 014” 6 Rumpon 6 80 59’ 797” 113040’ 179” 7 Rumpon 7 90 08’ 887” 112050’ 979” 8 Rumpon 8 80 59’ 239” 113020’ 126” 9 Rumpon 9 80 59’ 979” 113000’ 873” 10 Rumpon 10 80 57’ 312” 112050’ 479” 11 Rumpon 11 80 58’ 170” 113030’ 430” 12 Rumpon 12 80 57’ 447” 113002’ 589” 13 Rumpon 13 90 08’ 099” 113018’ 770” 14 Rumpon 14 90 09’ 881” 113008’ 737” 15 Rumpon 15 80 59’ 343” 113010’ 747” Sumber: data responden

Tabel 3.7 di atas menunjukkan posisi pemasangan rumpon para responden (nelayan pemilik) pada Perairan Puger, Jawa Timur. Satu posisi rumpon pada tabel tersebut dikoordinir oleh ketua kelompok dengan beranggotakan sekitar 7-10 kapal.

5) Umpan

Umpan yang digunakan pada alat tangkap pancing ini menggunakan umpan buatan maupun alami. Umpan buatan berupa cumi-cumi dan ikan tongkol buatan. Umpon tongkol terbuat dari kayu yang dibentuk dan diwarnai menyerupai ikan aslinya. Umpan cumi-cumi terbuat dari bahan karet yang bewarna mencolok atau menarik. Umpan alami yaitu berupa tongkol atau cakalang.

(a) Umpan cumi-cumi (b) Umpan rapala Gambar 3.14 Jenis umpan yang digunakan.

Daerah penangkapan dan metode pengoperasian alat tangkap

Daerah penangkapan tuna menggunakan rumpon dilakukan pada jarak > 45 mil dari pinggir pantai Puger. Perjalanan dari fishing base menuju fishing ground rata-rata menghabiskan waktu selama 6 jam. Jarak antar rumpon yang dipasang yaitu 7 sampai 10 mil. Peta lokasi pemasangan rumpon di Perairan Puger disajikan pada Gambar 3.14

Pengoperasian alat tangkap dimulai saat keberangkatan, penangkapan, dan kembali ke fishing base. Sebelum keberangkatan, dilakukan pemeriksaan kondisi mesin kapal dan persiapan segala kebutuhan melaut seperti: alat tangkap, umpan beserta cadangannya, solar, air bersih, makanan, es curah. Semua persiapan mengeluarkan dana sebesar 5 juta dalam sekali trip. Jumlah hari operasi yaitu sekitar 5 sampai 7 hari dan tergantung hasil tangkapan yang diperoleh. Biaya operasional yang dikeluarkan nelayan skoci lebih mahal dibandingkan dengan nelayan payang, jukung, dan jaring. Hal ini dikarenakan nelayan skoci berada di laut lebih lama dibandingkan dengan nelayan lainnya.

Alat tangkap pancing ini dioperasikan dengan metode trolling atau ditarik oleh kapal. Saat di fishing ground, setiap ABK mengambil perannya masing- masing. Nakhoda bertugas menjalankan kapal saat penarikan alat tangkap serta mempersiapkan alat, ABK pertama mengoperasikan alat tangkap di bagian haluan, ABK kedua mengoperasikannya pada bagian buritan. Sisa ABK lainnya bertugas mempersiapkan kebutuhan tali dan mata pancing cadangan serta mempersiapkan kebutuhan untuk pengangkatan dan penanganan ikan di kapal. Pancing diturunkan ke laut dan dibiarkan terlebih dahulu hingga terdapat tanda- tanda ikan tertangkap. Selama pancing dibiarkan, mesin kapal tetap dinyalakan namun tidak dijalankan. Kadang kala kapal tetap dijalankan namun dengan kecepatan rendah sekitar 1-2 knot dengan tujuan agar umpan buatan dapat bergerak seperti halnya ikan hidup dan dapat menarik perhatian ikan target. Setelah ikan tertangkap oleh pancing, maka kapal dijalankan dengan kecepatan tinggi sekitar 4 knot mengikuti arah renang ikan hingga ikan lemas dan dapat ditarik ke kapal dengan mudah.

Selain ditarik oleh kapal, pengoperasian pancing juga dilakukan saat kapal ditambatkan pada rumpon dengan kondisi mesin mati dan pelampung (jerigen) dibiarkan hanyut mengikuti arus laut. Jika ada tanda-tanda ikan tertangkap, maka pancing akan bergerak dengan sendirinya. Kapal akan mendatangi pancing dan kemudian pancing ditarik dari kapal. Operasi penangkapan pancing dilakukan baik pagi, siang, sore, maupun malam hari. Saat malam hari, penangkapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu lampu sebagai penerangan di sisi kiri dan kanan kapal.

Distribusi dan pemasaran ikan tuna

Ikan tuna yang diperoleh nelayan skoci tidak dilelang di tempat pelelangan ikan (TPI) melainkan dijual kepada pengambek dengan harga jual yang telah ditentukan, oleh karena itu fasilitas TPI di PPI Puger tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Keterikatan antara pengambek dengan nelayan disebabkan karena pengambek memberikan modal atau pinjaman kepada nelayan sesuai dengan yang dibutuhkan. Pengambek yang berada di Puger terdiri dari pengambek besar dan pengambek kecil. Pengambek kecil biasa disebut belantik. Gambar hubungan distribusi penjualan hasil tangkapan nelayan skoci dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.17 Distribusi penjualan hasil tangkapan nelayan Puger

Pola hubungan antara nelayan berdasarkan gambar diatas menunjukkan suatu hubungan keterikatan yang sangat kuat antara nelayan dan pengambek. Nelayan yang memiliki keterikatan dengan belantik akan menjual hasil tangkapan kepada belantik. Belantik akan menjual kembali hasil tangkapan tersebut kepada pengambek besar. Harga tuna diatas 20 kg dihargai sekitar Rp24 000,-/kg. Tuna ukuran dibawah 20 kg dijual dengan harga Rp15 000/kg oleh pengambek besar. Apabila nelayan mempunyai ikatan kepada belantik, maka harga tersebut akan dipotong oleh belantik sebesar Rp2 000,-/kg. Harga tuna dapat berubah sewaktu- waktu tergantung pada musim ikan. Saat musim puncak, harga ikan lebih rendah dibandingkan dengan musim paceklik yaitu sekitar Rp22 000,-/kg untuk ikan diatas 20 kg dan Rp12 500,-/kg untuk ikan dibawah 20 kg.

Pada umumnya, para pengambek memiliki hubungan dengan para pedagang besar yang berada diluar sehingga mereka mengetahui kemana hasil tangkapan akan dijual. Namun ada beberapa pengambek yang menggunakan jasa perantara untuk menjual ikannya kepada pedagang besar atau perusahaan-perusahaan pengolahan di luar daerah. Daerah Puger tidak terdapat industri pengolahan ikan sehingga hal ini menjadi alasan bagi para pengambek untuk menjual ikannya kepada pedagang di luar Puger. Fasilitas di PPI Puger yang tidak memadai dan teknologi yang kurang maju merupakan faktor yang menyebabkan tidak adanya industri pengolahan di daerah Puger. Keuntungan yang diambil oleh pihak perantara sesuai dengan kesepakatan bersama.

Hubungan nelayan dengan pengambek tidak dapat dipisahkan. Oleh karena nelayan tidak dipercaya oleh bank dalam hal peminjaman keuangan, maka banyak nelayan yang beralih pada pengambek. Kebutuhan keuangan para nelayan dalam jumlah besar dapat dipenuhi oleh pengambek dalam waktu cepat. Nelayan lebih

Pengambek Besar

Pedagang besar (Bali dan Surabaya)

Perantara Nelayan

Pengambek kecil (Belantik)

memilih untuk menjual hasil tangkapan kepada pengambek dibanding pedagang besar/perusahaan. Kemampuan pengambek untuk membayar lunas harga hasil tangkapan para nelayan dibandingkan pedagang besar menjadi alasan nelayan dalam menjual hasil tangkapan.

4

EVALUASI PERIKANAN PANCING YANG

MENGGUNAKAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA

Dokumen terkait