• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis lahir di Medan pada Tanggal 24 Februari 1988 dari Bapak H. Agus Salim dan Ibu Hj. Huswidiani. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SD IKAL Medan pada tahun 1995, melanjutkan sekolah ke SLTPN 18 Medan dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2005 penulis lulus dari SMAN 12 Medan. Pendidikan S1 ditempuh sejak tahun 2006 hingga tahun 2010 di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui ujian Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru.

Penulis memilih Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap. Penulis melakukan penelitian tesis dengan judul “Pengembangan Armada Pancing Tuna yang Menggunakan Rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur”.

Menggunakan Rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI, SUGENG HARI WISUDO, ZULKARNAIN.

Sektor perikanan beberapa tahun terakhir ini sedang mengalami krisis pada dimensi global. Faktor yang menyebabkan situasi ini adalah konsumsi dan pola produksi yang tidak berkesinambungan (unsustainable consumption), meningkatnya overfishing, serta kontribusi polusi dan perubahan iklim (Zhang et al 2013). Salah satu sumberdaya ikan yang bernilai ekonomis tinggi adalah ikan tuna terutama di Samudera Hindia. Perairan Selatan Jawa merupakan bagian dari wilayah pengelolaan perikanan Samudera Hindia (WPP 573), salah satunya adalah Perairan Puger.

Penangkapan ikan tuna di Perairan Puger pada umumnya dilakukan dengan armada pancing dan menggunakan alat bantu rumpon. Penggunaan armada pancing di perairan Puger merupakan kegiatan perikanan skala kecil yaitu di bawah 30 GT. Armada pancing ini menggunakan alat bantu rumpon. Peningkatan armada pancing yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah rumpon di perairan ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya dan lingkungan sosial. Dampak negatif penggunaan rumpon terhadap sumberdaya yaitu dapat mengganggu kelestarian stok ikan di perairan. Sedangkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial yaitu adanya konflik pengguna rumpon dengan stakeholder terkait, baik berupa perebutan sumberdaya maupun hal lainnya yang dapat memicu timbulnya konflik. Hasil tangkapan ikan tuna oleh armada pancing menunjukkan kualitas yang rendah akibat penanganan yang buruk.

Permasalahan yang terjadi terhadap perikanan pancing di Samudera Hindia adalah berkembangnya unit penangkapan dengan menggunakan alat bantu rumpon, sehingga produksi perikanan tuna cenderung menurun. Hasil tangkapan berukuran kecil (tidak layak tangkap), sehingga tidak menguntungkan secara ekonomi. Ikan tuna ekspor harus memiliki berat lebih dari 25 kg/ekor. Selain itu, banyaknya unit penangkapan rumpon juga menyebabkan konflik kepentingan diantara pengguna rumpon.

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi perikanan pancing yang menggunakan rumpon, dan merumuskan strategi pengelolaan perikanan pancing di Perairan Puger, Jawa Timur. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi bagi stakeholder mengenai dampak penggunaan rumpon pada armada pancing di Perairan Puger. Selain itu juga sebagai masukan bagi pemerintah dan dinas terkait dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan pancing berbasis rumpon.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari dan Mei 2013 di PPI Puger, Jember, Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini dikarenakan masih terbatasnya penelitian mengenai perikanan pancing dengan alat bantu rumpon di perairan Puger. Pengambilan data dilakukan dengan 2 cara yaitu pengambilan data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari data statistik Tempat Pendaratan Ikan PPI Puger, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember, Dinas BPPPI Puger (Balai Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan) Puger, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. Data primer diperoleh berdasarkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas rata-rata armada pancing dalam lima tahun terakhir sebesar 1436.7 kg/unit dengan perkembangan yang cenderung meningkat kecuali tahun 2010. Kondisi di perairan Puger Jawa Timur masih mengalami tekanan eksploitasi yang tinggi. Komposisi hasil tangkapan tidak memenuhi kriteria sebagai produk ekspor, yaitu dengan panjang antara 40 hingga 49 cm. Nilai organoleptik tuna di Perairan Puger di dominasi pada skala 6. Artinya ikan tuna masih belum memiliki kualitas yang baik. Penanganan tuna pasca penangkapan kurang memperhatikan prosedur, sehingga menyebabkan penurunan mutu ikan. Fokus pengelolaan perikanan di Perairan Puger adalah perikanan pancing menggunakan alat bantu rumpon. Hal yang perlu dilakukan dalam mengatasi masalah di atas yaitu harus terus dilakukan sosialisasi daerah, melakukan program pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, lokakarya evaluasi oleh dinas terkait. Implementasi kegiatan tersebut harus berkoordinasi rutin dengan lembaga lokal yang telah dibentuk oleh penanggung jawab kegiatan dan Unit Pengelola Kegiatan (UPK). Lembaga tersebut akan melakukan fungsi dan tugasnya sebagai pengelola dan penyalur bantuan pembangunan sarana dan prasarana sosial ekonomi dan teknologi nelayan. Pengoptimalan fungsi TPI dan koperasi juga harus digalakkan agar harga ikan tidak di monopoli pihak-pihak tertentu dengan harga rendah serta nelayan mendapatkan pinjaman modal untuk melaksanakan kegiatan penangkapan.

Kata kunci: rumpon, tuna, konflik sosial, komposisi hasil tangkapan, strategi pengembangan

Agregation Device (FADs) on Puger Waters, East Java. Supervised by TRI WIJI NURANI, SUGENG HARI WISUDO, ZULKARNAIN.

Nowdays fisheries sector is undergoing a crisis in global dimensions for the last few years and it has led to the unsustainable consumption, overfishing, as well as the increasing of pollution and climate change distribution. One of the utilization of fisheries resources is tuna especially in South coast Java Seas included Puger seas.

Tunas are catched by troll lines using FADs. the using of troll lines and FADs have been found on small scale fisheries. The increasing troll line fleet was caused by the rising number of FAD on Puger water and it has caused bad influence toward the fish stock and social environment which has led to a conflict between fishermen and stakeholders. They usually fought on existing fish stock and it stepped to another conflict. The fish quality from troll line fleet was not feasible due to bad fish handling on board. Another problem that occured on troll line fishery in the Atlantic Ocean was the increasing number of catch unit around the FAD and had caused the declining of tuna fish production and size which economically not favorable and cannot be exported because it must fit the minimum weight requirement of 25 kg.

The objectives of this research is to evaluate the FAD equiped troll line fishery and formulating the troll line fishery management strategy on the water of Puger in East Java. This research could be beneficial for stakeholders about the FAD influence on troll line fishery in Puger and as information for academician and researcher about tuna quality that was landed on Puger fishing port and this research could be as recommendation for the local government and related fishery department in managing the troll line equiped with FAD.

This research was conducted on January until May 2013 on Puger Fishing Port in Jember East Java when the lean season of Tuna occured at that time. The choice of this location was triggered by the leak of information about troll line fishery around the FAD area in the water of Puger. Two types of data were collected in this research. The secondary data was statistic data which collected from the Puger fish landing port, Veterinar Fishery and Marine Department of Jember Region, BPPPI Department (Balai Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan), Marine and Fisheries Department of East Java. The primary data was collected by interviewing the stakeholders, fishermen, boat owner, fish landing port department and wholesaler also.

Result showed the average value of troll line production in the last five years increased by 1436,7 kg/unit. Because of the high fish exploitation on Puger Water the tuna fish size that were landed did not conform the export criteria where the ideal body length interval is 40-49 cm. The tuna organoleptic value in Puger were dominated by scale 6 which did not conform the standard quality also. This was caused by unappropriate post catch fish handling that was done onboard by the fishermen.

maintaining the socialization to the local fishermen in Puger, managing the coastal area integratedly and continously. The Fish Auction Place must be optimized and cooperative movement should be enforced in order to prevent fish price monopoly by any parties so that the fishermen can do the fishing activity properly in many ways.

Keywords: FADs, tuna, social conflict, catch composition, strategy of development.

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem perikanan dan memiliki peranan ganda sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa mendatang serta sebagai penopang sistem kehidupan. Disisi lain, sumber daya perikanan bersifat dinamis, baik dengan ataupun tanpa intervensi manusia.

Sektor perikanan beberapa tahun terakhir ini sedang mengalami krisis pada dimensi global. Pemerintah dan institusi lainnya seperti UN Fish Stock Agreement, FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan untuk mengatasi krisis ini. Faktor yang menyebabkan situasi tersebut adalah konsumsi dan pola produksi yang tidak berkesinambungan (unsustainable consumption), meningkatnya overfishing, serta kontribusi polusi dan perubahan iklim (Zhang et al 2013). Salah satu sumberdaya perikanan yang sangat dimanfaatkan adalah ikan tuna terutama di perairan Samudera Hindia. Pemanfaatan sumberdaya tuna di perairan Samudera Hindia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini terindikasi dengan aktivitas perikanan yang semakin ramai dan bertambahnya ijin usaha penangkapan (Nurdin 2009).

Perairan Selatan Jawa merupakan bagian dari wilayah pengelolaan perikanan Samudera Hindia (WPP 573). Wilayah ini memiliki potensi sumberdaya ikan yang potensial terutama ikan tuna (Thunnus spp). Penangkapan ikan tuna pada umumnya dilakukan oleh armada pancing. Pengoperasian alat tangkapnya menggunakan rumpon sebagai alat bantu pengumpul ikan. Peningkatan armada pancing yang disebabkan oleh peningkatan jumlah pemasangan rumpon sangat berlawanan dengan efisiensi penangkapan. Hal tersebut menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya dan lingkungan sosial. Dampak negatif terhadap sumberdaya yaitu dapat mengganggu kelestarian sumberdaya ikan di wilayah perairan. Dampak negatif terhadap lingkungan sosial yaitu adanya konflik pengguna rumpon dengan stakeholder, baik berupa perebutan sumberdaya maupun hal lainnya. Selain dampak terhadap sumberdaya dan lingkunan sosial, kualitas hasil tangkapan yang dibawa oleh armada pancing juga merupakan permasalahan tersendiri yang dapat menghambat dalam pengembangan perikanan pancing ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal keberadaan (pemanfaatan) rumpon, alat bantu tersebut mampu meningkatkan hasil tangkapan total. Namun dengan semakin padatnya pemasangan rumpon, maka akan menyebabkan penurunan hasil tangkapan per satuan upaya. Penurunan hasil tangkapan dimulai dengan tanda-tanda ukuran ikan yang tertangkap memperlihatkan kecenderungan mengecil dibandingkan tahun sebelumnya (Monintja 1995 dalam Nurdin 2012). Data sementara menunjukkan bahwa porsi terbesar tuna hasil tangkapan yang didaratkan tergolong pada ikan permukaan yang umumnya memiliki ukuran yang belum layak tangkap.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2011), dinyatakan bahwa hasil tangkapan tuna dan cakalang yang didaratkan di PPP

Pondokdadap (Samudera Hindia Selatan Jawa) sebagian besar didominasi oleh ikan yang berukuran kecil dan tidak layak tangkap. Dampak konflik akibat berlebihnya intensitas armada pancing yang menggunakan rumpon dijelaskan oleh Rusmilyansari (2011) yang menyatakan bahwa salah satu konflik perikanan tangkap secara umum terjadi karena adanya pemanfaatan sumberdaya ikan yang sudah termasuk langka. Guizani (2005) mengatakan bahwa tuna lebih cepat mengalami kemunduran mutu terkait dengan tingkat histaminnya.

Perkembangan penggunaan rumpon di Samudera Hindia diikuti dengan perkembangan usaha penangkapan tuna oleh armada pancing di bawah 30 GT. Penggunaan armada penangkapan dengan rumpon perlu diwaspadai secara serius apabila: (1) jumlah ikan di daerah penangkapan menurun dimana usaha penangkapan skala kecil beroperasi; (2) laju tangkap di luar rumpon cenderung menurun Simbolon (2004).

Daerah penangkapan yang potensial untuk jenis tuna di Samudera Hindia yaitu sekitar 11 0LSsampai 16 0LS dan 106 0BT sampai 121 0BT dengan rentang suhu permukaan laut yaitu masing-masing pada 14 0C sampai 31 0C untuk tuna mata besar, 24 0C sampai 30 0C untuk tuna albacora, 25 0C sampai 30 0C untuk madidihang, dan 26 0C sampai 30 0C untuk southern bluefin tuna (Kasma 2007). Salah satu pusat pendaratan tuna skala kecil di Perairan Selatan Jawa adalah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Puger, Jember, Jawa Timur. Jenis ikan tuna yang tertangkap di Perairan Puger adalah madidihang (Thunnus albacares) dan tuna mata besar (Thunnus obesus). Armada yang kini berkembang di tingkat nelayan cenderung terus meningkat. Peningkatan suatu armada dalam memperoleh hasil tangkapan harus dievaluasi penggunaannya. Hal ini akan memberikan informasi apakah armada tersebut memberikan dampak sosial dan ekologi di Perairan Puger.

Perumusan Masalah

Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui, yang berarti bahwa setiap pengurangan yang disebabkan karena kematian maupun penangkapan, sumberdaya ikan tersebut akan dapat pulih kembali ke tingkat produktivitas semula. Namun, apabila penangkapan yang dilakukan telah melampaui batas daya dukungnya (intensitas cukup tinggi), maka akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kembali pada kondisi semula. Tingkat pemanfaatan rumpon menunjukkan peningkatan pesat dari tahun ke tahun dapat dilihat dengan bertambahnya jumlah armada kapal yang melakukan penangkapan di sekitar rumpon. Keberadaan rumpon dapat memberikan keuntungan dalam jangka waktu pendek, tetapi memberikan kerugian dalam jangka waktu panjang.

Berdasarkan penjelasan diatas, permasalahan yang terjadi di Perairan Samudera Hindia adalah berkembangnya unit penangkapan di sekitar rumpon. Unit penangkapan tersebut memperoleh hasil tangkapan ikan tuna sebagai produksi utama mereka, sehingga produksi tuna cenderung menurun dan lebih banyak hasil tangkapan yang berukuran kecil. Hal ini tidak menguntungkan dari segi ekologi/sumberdaya. Kualitas ikan yang diperoleh oleh armada pancing masih rendah dan ini tidak menguntungkan secara ekonomi. Selain itu maraknya

unit penangkapan sekitar rumpon juga telah menyebabkan konflik diantara para pengguna rumpon. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi terhadap perikanan pancing dengan rumpon ini agar dapat merumuskan strategi pengembangannya.

Maka dilakukan penelitian mengenai “Pengembangan Armada Pancing yang Menggunakan Rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur”.

Hipotesis

Pada penelitian ini, hipotesis yang digunakan penulis sebagai dasar untuk menjawab permasalahan dalam perikanan pancing berbasis rumpon yang berkaitan dengan hasil tangkapan di perairan Selatan Jawa adalah berlebihnya tingkat pemanfaatan rumpon yang dilakukan armada pancing di Perairan Selatan Jawa terutama Perairan Puger, Jawa Timur. Hal ini mengakibatkan penurunan ikan tuna berupa ukuran hasil tangkapan tidak menguntungkan secara ekonomi dan ekologi, dan timbulnya konflik sosial nelayan. Berdasarkan hasil tangkapan yang dibawa oleh nelayan pancing, ikan tuna menunjukkan kualitas yang rendah.

Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengevaluasi perikanan pancing yang menggunakan rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur melalui analisis produktivitas, komposisi dan kualitas hasil tangkapan, serta konflik sosial.

2. Merumuskan strategi pengembangan perikanan pancing dengan rumpon di Puger.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Informasi bagi stakeholder mengenai kondisi perikanan pancing di Perairan Puger, Jawa Timur;

2. Informasi bagi akademisi dan peneliti mengenai dampak penggunaan armada pancing dengan rumpon di Perairan Puger, Jawa Timur;

3. Sebagai masukan bagi pemerintah dan dinas terkait dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan pancing berbasis rumpon.

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran ini disusun berdasarkan atas permasalahan yang terjadi pada perikanan pancing berbasis rumpon dimana jumlah armada penangkapan serta jumlah rumpon yang terpasang meningkat cukup signifikan tetapi hasil tangkapan tuna yang diperoleh lebih banyak yang berukuran kecil sehingga tidak menguntungkan secara ekonomi dan ekologi.

Dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.51/Kpts/IK.250/1/97, rumpon adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dan dijelaskan juga mengenai pengaruh rumpon dan dampaknya. Keberadaan rumpon pada saat itu menjadikan suatu hal yang positif (keuntungan) bagi nelayan. Kemudian Surat Keputusan tersebut digantikan dengan Keputusan Menteri Kelautan No. 30 Tahun 2004 yang menghapuskan pembagian jenis rumpon, dan berkembang mengenai perizinan dan kewenangan pemasangan rumpon. Namun beberapa tahun terakhir ini, keberadaan rumpon menjadi berlimpah. Nelayan dan pemilik rumpon cenderung memasang rumpon untuk investasi sebagai alat menambah kekayaan, bukan sebagai alat bantu. Saat ini banyak rumpon yang dipasang tidak memiliki izin, sehingga pihak dinas perikanan setempat maupun propinsi memiliki sedikit informasi mengenai jumlah rumpon yang terpasang di suatu perairan Indonesia. Kondisi ini juga menjadi potensi konflik internal antara para pemanfaat rumpon (bersaing dalam memasang rumpon di lokasi yang diinginkan), saling melakukan penangkapan di daerah rumpon yang bukan hak milik, dan saling memutus rumpon satu sama lain.

Saat ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan menerbitkan Keputusan Menteri No. 2 Tahun 2011 yang mengatur mengenai jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkapan ikan, serta alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia. Keputusan Menteri ini berisi mengenai pengaturan secara mendetail dan spesifikasi alat pendukung, armada tangkap, alat bantu penangkapan ikan (ABPI), rumpon yang diizinkan dalam penangkapan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP).

Usaha perikanan berbasis rumpon ini merupakan salah satu usaha perikanan rakyat dan cukup banyak dioperasikan di perairan Puger, sehingga perlu dievaluasi penggunaan armadanya. Evaluasi tersebut dapat diketahui dengan menentukan nilai produktivitas atau CPUE dari suatu armada penangkapan. Hal ini untuk melihat sejauh mana suatu armada penangkapan dapat memberikan hasil terhadap output atau hasil tangkapan. Hasil tersebut dapat digunakan sebagai upaya memaksimalkan hasil tangkapan dan keberlanjutan sumberdaya. Nelayan di Perairan Puger pada umumnya menggunakan rumpon untuk mendapatkan hasil tangkapan. Mereka mengakui bahwa dengan menggunakan rumpon hasil tangkapan semakin meningkat.

Evaluasi penggunaan armada pancing juga dilakukan dengan analisis kualitas hasil tangkapan dinilai berdasarkan uji organoleptik setiap ikan. Analisis komposisi ikan perlu dilakukan untuk menentukan hasil tangkapan dominan yang diperoleh, dan apakah hasil tangkapan yang diperoleh memiliki ukuran yang layak tangkap, serta bagaimanan persepsi nelayan mengenai ukuran dan kualitas hasil tangkapan. Analisis konflik nelayan rumpon perlu dilakukan untuk memberikan gambaran fenomena konflik yang terjadi di daerah perairan Puger dan faktor yang mempengaruhinya.

Adapun batasan dalam penelitian ini adalah mengevaluasi penggunaan armada pancing dengan alat bantu rumpon berdasarkan produktivitas, komposisi hasil tangkapan (ukuran, berat, dan jenis) yang didaratkan, serta konflik nelayan dan stakeholders terkait. Armada pancing memperoleh hasil tangkapan utama berupa ikan tuna, sehingga batasan dari evaluasi penggunaan pancing ini adalah produk ikan tuna.

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Permasalahan:

Penggunaan armada pancing tuna yang menggunakan rumpon semakin marak dilakukan.

Hal ini dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya dan lingkungan

Evaluasi penggunaan rumpon pada armada pancing tuna di Perairan Puger, Jawa Timur

Perumusan strategi pengembangan perikanan pancing tuna dengan

rumpon Analisis SWOT Produktivitas armada pancing Analisis CPUE armada pancing Komposisi hasil tangkapan Analisis Persentase panjang dan berat

Kualitas hasil tangkapan Analisis organoleptik Mulai Kebijakan pengembangan perikanan pancing tuna

dengan rumpon Selesai Konflik sosial nelayan Analisis deskriptif: jenis, sifat, penyebab, dan penyelesaian

Hasil Penelitian Terkait

Penelitian yang telah dilakukan mengenai perikanan tonda dan tuna dapat menjadikan bahan pustaka untuk penelitian yang akan dilakukan. Penelitian yang dilakukan Nikijuluw (2008) mengenai potensi sumberdaya tuna, dikatakan bahwa estimasi tingkat pemanfaatan sumberdaya tuna mata besar pada tahun 2006 meningkat selama lima tahun terakhir, dan sumberdaya yellowfin tuna di Samudera Hindia sudah dieksploitasi secara berlebihan.

Penelitian Nurdin (2009) menyatakan bahwa porsi terbesar ikan tuna hasil tangkapan umumnya tergolong pada surface tuna dan memiliki ukuran yang belum layak tangkap dan penelitian yang dilakukan Hermawan (2011) yang menyatakan hasil tangkapan tuna dan cakalang yang didaratkan di PPP Pondokdadap sebagian besar didominasi oleh ikan yang berukuran kecil dan tidak layak tangkap.

Irnawati (2006) melakukan penelitian mengenai pengembangan perikanan tuna di Cilacap dimana daerah tersebut memiliki letak geografis yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, menyatakanbahwa penurunan hasil tangkapan ikan tuna mulai terjadi pada tahun 2001, dan terus mengalami penurunan pada tahun 2002 dan 2003. Produksi ikan tuna terbesar terjadi pada tahun 2000 yaitu sekitar 5083 ton, sedangkan tahun 2003 merupakan produksi ikan tuna terendah dalam kurun waktu 6 tahun yaitu sebesar 675.9 ton.

Rusmilyansari (2011) menyatakan bahwa salah satu konflik perikanan tangkap secara umum terjadi karena adanya pemanfaatan sumberdaya ikan yang sudah termasuk langka. Selain itu, keragaman jenis konflik perikanan tangkap menurut Rusmilyansari dapat disebabkan karena beragamnya perbedaan persepsi nelayan tentang pengelolaan sumberdaya ikan.

2 METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari dan Mei 2013 di PPI Puger,

Dokumen terkait