• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN

4.3. Alergenisitas Ekstrak Protein dengan Metode ELISA

4.3.2. Alergenisitas Ekstrak Protein Sarkoplasma dan Miofibril

Pengujian ini bertujuan untuk menguji kelayakan ekstrak protein sampel udang jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau sebagai isolat protein alergen yang dapat digunakan untuk uji diagnosis alergi. Isolat alergen yang dapat digunakan untuk diagnosis alergi adalah isolat protein yang memiliki sensitivitas yang tinggi, yang mampu berikatan dengan IgE serum subyek alergi. Pengujian dilakukan dengan metode ELISA tidak langsung, dimana terjadi interaksi antara antigen (ekstrak protein) dengan antibodi primer dari serum subyek alergi serta antibodi sekunder yang berlabel enzim. Penggunaan antibodi sekunder (anti IgE berlabel

46 

 

enzim HRP) berguna untuk mendeteksi interaksi spesifik antara antigen (ekstrak protein) dengan antibodi serum alergi (IgE). Hasil yang diperoleh berupa munculnya warna setelah pemberian subtrat TMB yang sesuai dengan konjugat enzimnya, dan dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm. Dimana kemudian hasil positif ditunjukkan dengan nilai absorbansi yang lebih besar daripada nilai kontrol negatif. Kontrol negatif yang digunakan sebagai dasar pembacaan merupakan rata-rata nilai absorbansi kontrol negatif ditambah dengan 2 kali standar deviasinya. Kontrol negatif dibuat dengan menginkubasi sampel dengan serum subyek normal yang tidak menderita alergi berdasarkan sejarah medisnya.

Pengujian ELISA dilakukan terhadap 20 serum responden yang berdasarkan wawancara memiliki sejarah medis alergi makanan. Selain itu berdasarkan pengujian total IgE sebelumnya, ke-20 serum tersebut dipastikan memang positif menderita alergi. Rekaman sejarah alergi yang diderita masing-masing responden dan hasil pengujian ELISA masing-masing ekstrak protein terhadap 20 serum dapat dilihat pada Tabel 4. Perbandingan hasil uji ELISA dengan rekaman jenis alergi yang diderita responden dilakukan dengan skoring. Responden mengaku positif menderita alergi dan hasil uji ELISA juga menunjukkan positif maka diberi skor 1. Responden mengaku positif menderita alergi dan hasil uji ELISA menunjukkan negatif maka diberi skor 0. Responden mengaku negatif menderita alergi dan hasil uji ELISA menunjukkan positif diberikan skor 0. Responden mengaku negatif menderita alergi dan hasil uji menunjukkan negatif diberikan skor 1.

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa hasil uji ELISA secara keseluruhan menunjukkan bahwa masing-masing ekstrak protein sampel baik fraksi sarkoplasma dan miofibril ikan tongkol, kerang hijau dan udang jerbung mampu mendeteksi IgE spesifik pada serum penderita alergi makanan laut. Sifat alergenisitas ekstrak protein memberikan hasil yang berbeda pada serum subyek yang berbeda. Perbedaan alergenisitas ini disebabkan oleh sifat dari antibodi IgE masing-masing subyek. Bagian molekul antigen yang bereaksi dengan antibodi atau dengan reseptor spesifik pada limfosit T disebut epitop dan yang menentukan spesifitas reaksi antigen-antibodi. Jumlah epitop pada satu molekul antigen

berbeda dengan jumlah epitop pada antigen yang lain. Sehingga hanya antigen (ekstrak protein) yang mempunyai epitop yang sesuai yang dapat bereaksi spesifik dengan molekul antibodi IgE. Struktur protein globular yang biasanya terdiri dari 14-21 residu asam amino menentukan terjadinya interaksi di daerah aktif pengikatan antigen dan antibodi tersebut (Roitt dan Delves 2001).

Tabel 4. Perbandingan hasil uji ELISA dengan sejarah medis alergi masing masing subyek

Keterangan :

*skor 1 : hasil wawancara (+), hasil uji ELISA (+);hasil wawancara (-), hasil uji ELISA (-) skor 0 : hasil wawancara (+), hasil uji ELISA (-);hasil wawancara (-), hasil uji ELISA (+)

Tabel 4 menunjukkan hasil uji ELISA yang sesuai dengan rekaman sejarah alergi responden (skor 1) terdapat hanya pada beberapa subyek saja. Seperti pada subyek A yang berdasarkan wawancara mengaku memiliki alergi terhadap semua jenis seafood, uji ELISA dari ekstrak protein udang, ikan tongkol dan kerang juga

No Kode Subyek Riwayat alergi (Hasil wawancara) HASIL ELISA Skor perbandingan* Su Mu St Mt Sk Mk 1 A Seafood + + + + + + 1 2 B Udang + + + + + + 0 3 C Seafood + - + + + - 1 4 D Udang - + - - - - 1 5 E Udang + + - - - - 1 6 F Kepiting,Udang + - + - + - 0 7 G Kerang - - - - + - 1 8 H Seafood + + + + - - 0 9 I Udang,ikan + + + - - - 1 10 J Seafood,Telur - - - + 0 11 K Kerang - + + + - + 0 12 L Udang + + - + + + 0 13 M Udang, Kepiting - + - - - - 1 14 N Udang + + - - - + 0 15 O Ikan - - - - + - 0 16 P Seafood + + - - + + 0 17 Q Udang,Ikan + - - - + - 0 18 R MSG - - - 1 19 S Seafood - - - + + - 0 20 T Seafood - + - - - - 0 - St : Sarkoplasma tongkol -Mt: Miofibril tongkol

-Su: Sarkoplasma udang -Mu: Miofibril udang

-Sk: Sarkoplasma kerang -Mk: Miofibril kerang

48 

 

memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa pada serum subyek A tersebut memang mengandung IgE anti protein udang, tongkol dan kerang. Kemudian terdapat kasus seperti subyek H (skor 0) yang mengaku memiliki riwayat alergi makanan laut, namun hasil uji ELISA menunjukkan hanya positif terhadap udang dan ikan tongkol. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan bahwa subyek H kurang mengetahui secara pasti jenis alergi yang dideritanya. Karena selama ini adanya persepsi bahwa seseorang yang mengalami reaksi alergi terhadap satu jenis makanan laut maka akan mengalami alergi terhadap makanan laut lainnya, sehingga hasil wawancara yang ada tidak cukup mewakili (Candra et al. 2011). Kasus lain yang memiliki skor 0 yaitu seperti pada subyek N yang mengaku memiliki alergi terhadap udang, namun uji ELISA menunjukkan hasil positif juga terhadap protein miofibril kerang. Hal ini disebabkan adanya protein alergen yang sama dalam udang dan kerang yang dapat bereaksi positif dengan IgE serum subyek N. Penelitian Leung et al. (1996) menyatakan bahwa terjadinya reaksi silang antara kelompok udang dan kerang-kerangan disebabkan adanya epitop yang sama dalam alergen utamanya yaitu tropomiosin.

Reaksi yang positif terhadap protein ketiga sampel menunjukkan bahwa didalam sampel udang, tongkol dan kerang mengandung protein alergen. Sehingga dari segi penggunaan praktis, ekstrak protein dari ketiga sampel baik fraksi sarkoplasma dan miofibril sudah dapat digunakan sebagai alergen untuk uji kutanus.

4.3.2.1. Ikan Tongkol

Hasil uji ELISA terhadap alergenisitas protein ikan tongkol menunjukkan bahwa ekstrak protein baik fraksi sarkoplasma dan miofibril mampu berikatan spesifik dengan IgE beberapa serum subyek penderita alergi makanan laut dan sesuai dengan sejarah medis subyek alergi tersebut. Uji ELISA terhadap 20 subyek penderita alergi, diketahui hanya 5 orang subyek (A, B, C, H dan K) yang menunjukkan IgE spesifik yang tinggi yang dapat berikatan dengan protein fraksi miofibril dan sarkoplasma ikan tongkol. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata nilai absorbansi (nilai OD) lima serum tersebut lebih tinggi dibandingkan kontrol negatif (Gambar 11). Terhadap lima subyek tersebut, fraksi protein sarkoplasma ikan tongkol lebih bersifat alergen daripada fraksi miofibril. Alergenisitas

tertinggi terlihat pada subyek A, dengan rata-rata nilai absorbansi interaksi protein sarkoplasma dengan IgE serum lebih tinggi (OD= 0.546) dibandingkan dengan protein miofibril (OD= 0.537). Hamada et al. (2003) melakukan penelitian terhadap jenis protein alergen pada ikan mackarel dan ditemukan bahwa parvalbumin merupakan alergen mayor yang terdapat dalam protein sarkoplasma dengan berat molekul 12 kDa. Selain pervalbumin, terdapat tiga kelas protein yaitu kolagen yang terdiri dari 100 kDa rantai α (Sakaguchi et al. 2000), aldehid pospatdehidrogenase 41 kDa (Das Dores et al. 2002) dan transferin dengan berat molekul 94 kDa (Kondo et al. 2006) diidentifikasi sebagai protein alergen ikan.

Gambar 11.Hasil uji ELISA protein ikan tongkol terhadap 20 serum subyek(A-T) (A)fraksi sarkoplasma; (B)fraksi miofibril

Sebanyak 11 subyek menunjukkan hasil negatif terhadap kedua fraksi protein ikan tongkol. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai absorbansi interaksi kedua protein terhadap IgE serum subyek tersebut lebih rendah dibanding dengan kontrol (Gambar 11). Nilai absorbansi yang rendah menunjukkan rendahnya

50 

 

reaktivitas IgE spesifik serum tersebut dengan protein dari fraksi sarkoplasma dan miofibril ikan tongkol.

Selain itu, dari hasil uji pada Gambar 11 juga dapat diketahui bahwa hanya 2 subyek (F dan I) yang serumnya memiliki IgE anti protein sarkoplasma ikan tongkol. Dua subyek lain yaitu subyek L dan S hanya menunjukkan hasil positif terhadap protein miofibril ikan tongkol. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak protein ikan tongkol baik fraksi sarkoplasma maupun miofibril bersifat alergen dan dapat berikatan spesifik dengan IgE serum subyek. Perbedaan alergenisitas protein sarkoplasma dan miofibril ini terjadi karena setiap IgE individu yang berbeda memiliki sisi pengikatan yang berbeda pula terhadap antigen tertentu (Bellanti 1993).

4.3.2.2. Kerang Hijau

Hasil uji alergenisitas protein sarkoplasma dan miofibril kerang hijau terhadap 20 serum subyek alergi menunjukkan bahwa terdapat 5 serum subyek yang bereaksi terhadap kedua fraksi protein kerang hijau tersebut. Kelima serum tersebut berasal dari subyek A, B, I, L, dan P. Alergenisitas paling kuat dari fraksi protein sarkoplasma diperlihatkan pada subyek A (OD= 0.525), sedangkan fraksi protein miofibril berinteraksi paling kuat terhadap serum subyek L (OD= 0.738). Hal ini menunjukkan bahwa subyek A mengandung lebih banyak IgE spesifik yang dapat berikatan dengan protein sarkoplasma kerang hijau. Shiomi et al. (2009) dengan uji ELISA melaporkan bahwa protein dari 4 spesies siput dan 7 spesies kerang bersifat alergenik dan komponen alergen mayor diidentifikasi sebagai tropomiosin. Hasil uji ELISA reaktifitas dua fraksi protein kerang hijau dapat dilihat di Gambar 12.

Gambar 12 memperlihatkan hasil uji terhadap 7 serum dari subyek D, E, H, M, R, dan T yang memberikan nilai rata-rata absorbansi lebih rendah daripada kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa didalam serum subyek tersebut jumlah IgE spesifik yang rendah terhadap fraksi protein sarkoplasma dan miofibril kerang hijau. Sehingga dapat dikatakan bahwa protein sarkoplasma dan miofibril tidak memiliki sifat alergenik terhadap 7 serum tersebut.

Gambar 12.Hasil uji ELISA protein kerang hijau terhadap 20 serum subyek (A-T) (A)fraksi sarkoplasma; (B)fraksi miofibril

Berdasarkan data hasil wawancara riwayat alergi masing-masing subyek (Tabel 4), subyek G dan K diketahui memiliki alergi terhadap kerang. Hasil uji ELISA ekstrak protein kerang hijau terhadap kedua serum subyek tersebut menunjukkan bahwa ekstrak protein kerang hijau memang bersifat alergenik terhadap dua serum subyek G dan K. Fraksi sarkoplasma kerang hijau bersifat alergenik pada serum subyek G, sedangkan fraksi miofibril bersifat alergenik terhadap serum subyek K. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua fraksi ekstrak protein kerang hijau mengandung komponen protein alergen, sehingga untuk penggunaan ekstrak sebagai isolat alergen dapat dilakukan dengan mengekstrak protein secara keseluruhan. Hal ini juga ditunjang dari segi praktis penggunaannya, karena dalam konsumsi sehari-hari belum ditemukan pemisahan kedua fraksi protein tersebut.

52 

  4.3.2.3. Udang Jerbung

Penentuan alergenisitas protein sarkoplasma dan miofibril udang jerbung didasarkan pada nilai absorbansi interaksi antigen (ekstrak protein) dengan IgE serum pengenceran 1:10 dapat dilihat pada Gambar 13. Dimana dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa alergenisitas protein udang berbeda pada serum subyek yang berbeda. Perbedaan alergenisitas protein udang ini pada beberapa subyek dapat disebabkan oleh sifat dari IgE masing-masing subyek. Menurut Bellanti (1993), daerah antibodi aktif molekul imunoglobulin ditentukan oleh rangkaian asam amino. Individu yang berbeda akan mempunyai IgE yang berbeda tergantung pada antigen mana yang dapat mensensitisasi sel plasma pembentuk antibodi. Dengan demikian akan memiliki daerah antibodi aktif yang berbeda, sehingga hanya antigen (protein alergen) yang mempunyai sisi aktif yang sama yang dapat bereaksi dengan IgE tersebut.

Gambar 13. Hasil uji ELISA protein udang jerbung terhadap 20 serum subyek (A-T) (A)fraksi sarkoplasma; (B)fraksi miofibril

Dari hasil uji ELISA (Gambar 13) menunjukkan bahwa dari 20 subyek yang diuji hanya 7 subyek yang memberikan hasil positif alergi terhadap kedua fraksi protein udang jerbung (sarkoplasma dan miofibril) yaitu subyek A, B, E, H, L, N dan subyek P. Alergenisitas protein udang paling kuat terlihat pada subyek L yang terlihat dari rata-rata nilai absorbansi yang lebih tinggi dibanding subyek lainnya. Nilai absorbansi interaksi protein miofibril dengan IgE serum subyek L lebih tinggi (OD= 1.681) daripada fraksi protein sarkoplasma (OD= 0.935). Semakin besar nilai absorbansi berarti semakin banyak kompleks yang terbentuk. Sementara kompleks yang terbentuk menunjukkan kandungan IgE dalam serum yang bereaksi dengan protein udang, baik fraksi sarkoplasma maupun miofibril. Zakaria et al.(1998) dengan metode ELISA melaporkan bahwa ekstrak protein sarkoplasma dan miofibril udang putih juga dapat berinteraksi dengan IgE serum subyek alergi, dimana protein miofibril lebih bersifat alergenik. Data hasil ELISA alergenisitas protein udang jerbung secara lengkap disajikan pada Lampiran 10a.

Selain itu dapat diketahui juga bahwa 5 serum subyek (G, I, J, O, dan R) memberikan hasil negatif terhadap uji alergenisitas kedua fraksi protein udang jerbung. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya reaktivitas IgE serum tersebut terhadap protein kedua fraksi udang. Hasil uji penentuan total IgE menunjukkan bahwa serum keenam subyek tersebut memiliki kandungan IgE yang lebih tinggi dibandingkan serum subyek normal. Bellanti (1993) menyatakan bahwa IgE setiap individu memiliki sisi pengikatan yang berbeda, sehingga hanya antigen yang memiliki sisi pengikatan sesuai dengan antibodi yang dapat beraksi dengannya. Hal ini juga yang menjelaskan terjadinya perbedaan alergenisitas protein sarkoplasma dan miofibril udang pada subyek C, F, Q dan subyek D, K, M, S, T. Dimana serum tiga subyek (C, F, Q) memberikan hasil positif terhadap protein sarkoplasma udang dan lima serum (D, K, M, S, T) yang memberikan hasil positif terhadap protein miofibril udang. Yuliarni (1998) dengan metode yang sama melaporkan bahwa ekstrak protein sarkoplasma dan miofibril udang windu juga dapat berinteraksi dengan IgE serum subyek alergi. Jenis protein yang bersifat alergenik yang diidentifikasi dalam fraksi miofibril udang adalah tropomiosin yang memiliki berat molekul 34-38 kDa (Lehrer et al. 2003), arginin

54 

 

kinase 40 kDa (Yu et al. 2003), sarcoplasmic calcium binding protein (SCP) dan myosin light-chain (Ayuso et al. 2008).

4.4. Profil Protein Alergenik Ekstrak Protein Sarkoplasma dan Miofibril

Dokumen terkait