• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2. Interaksi Kooperatif (Positif, Afiliatif) 1 Rekonsiliasi (Reuni)

2.2. Aliansi atau Koalis

Konflik di antara dua individu hewan sering kali diinterpretasikan sebagai kompetisi terhadap sumber yang terbatas (Widdig et al. 2000). Hasil interaksi agresif pada masyarakat primata sering kali dipengaruhi oleh intervensi pihak ketiga (Collinge 1993). Aliansi dibentuk saat satu individu luar membantu dalam bertahan atau menyerang. Pada monyet, baboon, dan chimpanzee, seekor individu yang sedang konflik dapat melihat sekilas ke individu lain untuk membantu melawan pihak musuh. Frekuensi aliansi bergantung pada struktur sosial spesies yang bersangkutan dan faktor terkait lainnya, seperti umur, kondisi reproduksi, dan hubungan individual.

Terdapat beberapa tipe aliasi tergantung pada hasilnya. Aliansi spesifik sumber ditemukan pada baboon savana di alam bebas (Collinge 1993). Jantan tua dan jantan peringkat rendah sering membentuk koalisi untuk mengusir hewan dominan yang sedang kopulasi dengan betina estrus. Koalisi ini bersifat resiprok terhadap kesempatan untuk kawin. Pada masyarakat banyak jantan-banyak betina, misalnya pada monyet Jepang dan monyet Rhesus, betina membentuk matrilineal yang besar bekerja sama dalam interaksi agonistik. Pada spesies dengan jantan tetap berada dalam kelompok kelahirannya (filopatri), seperti chimpanzee dan monyet colobus merah, jantan-jantan yang berkerabat bekerja sama melawan individu dominan atau untuk berkompetisi dalam akses terhadap betina estrus. Aliansi antara jantan dan betina terjadi terutama pada saat musim kawin dalam konteks pasangan kawin. Istilah aliansi xenofobik menunjukkan bahwa seluruh anggota kelompok bersama-sama mempertahankan teritorialnya dari kelompok lain (Collinge 1993).

Berdasarkan fungsinya, terdapat dua penjelasan: (1) intervensi dapat bersifat altruistik atau (2) menguntungkan salah satu pihak saja (Widdig et al. 2000). Tingkah laku altruistik berkaitan dengan pengeluaran oleh pemberi/altruist (misalnya waktu, energi, resiko luka, dan pembalasan) dan keuntungan bagi penerima/resipien (misalnya akses terhadap sumber yang terbatas dan kurangnya perlukaan dalam perkelahian) (Widdig et al. 2000).

Pembentukan koalisi dapat dijelaskan melalui tiga teori, yaitu seleksi sanak, altruisme resiprok, dan kooperasi (Widdig et al. 2000). Teori seleksi sanak memprediksi bahwa individu-individu yang mendukung kerabat akan meningkatkan kebugaran secara tidak langsung karena mereka membagi gennya dengan resipien. Seleksi diharapkan memberikan keuntungan di antara sanak, individu-individu yang berkerabat dekat, pengeluaran/ongkos yang rendah oleh altruist, dan keuntungan yang besar pada penerima. Terdapat bukti bahwa seleksi ini terjadi pada satwa primata (misalnya M. fuscata, M. radiata, dan Papio cynocephalus) meskipun pemencaran jantan dapat mengurangi ketersediaan sanak. Sebagai contoh, monyet Rhesus jantan lebih suka

bergabung dengan jantan saudaranya yang lebih tua dan membentuk koalisi (Widdig et al. 2000).

Pada altruisme resiprok, pemberi berperan memberikan pengeluaran dan tanpa keuntungan segera, tetapi pemberi menerima keuntungan pada masa mendatang dari penerima. Jika keuntungan untuk penerima lebih besar daripada pengeluaran oleh pemberi, kedua pihak memperoleh kebugaran langsung untuk periode waktu yang lama meskipun tidak berhubungan lagi (Widdig 2000). Sebagai contoh, Pasangan baboon

jantan yang tidak berkerabat memperoleh kesempatan untuk mengawini betina estrus.

Tabel 2 Tiga teori untuk menjelaskan pembentukan koalisi (Widdig 2000) Tingkah laku altruistik Tingkah laku mandiri

seleksi sanak keuntungan untuk penerima

(sanak)

pengeluaran oleh pendukung

kebugaran tidak langsung bagi pendukung (segera)

altruisme resiprok keuntungan untuk penerima

(bukan sanak) pengeluaran oleh pendukung

kebugaran langsung bagi pendukung (ditunda)

Kooperasi

Keuntungan untuk penerima (bukan sanak) dan

pendukung Tidak ada pengeluaran oleh

pendukung

kebugaran langsung bagi pendukung (segera)

Pada teori kooperasi, pendukung bukanlah pemberi karena menerima keuntungan langsung dari ikatan dengan individu yang tidak berkerabat (Widdig 2000). Chimpanzee

jantan mendapatkan keuntungan saat membantu individu yang tidak berkerabat melawan individu lain, sehingga dapat menaikkan peringkat individu tersebut (Widdig et al. 2000). Perbandingan tiga teori untuk menjelaskan pembentukan koalisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan pada hierarki dominansi, aliansi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) tipe konservatif, (2) tipe jembatan, dan (3) tipe revolusioner (http://life.bio.sunysb.edu/bio359/4_26_02. html). Pada aliansi tipe konservatif, dua individu dominan melawan individu subordinan. Pada aliansi tipe jembatan, individu dominan bekerja sama dengan individu subordinan melawan individu peringkat

menengah. Pada aliansi tipe revolusioner, individu-individu subordinan melawan individu dominan.

2.3. Menelisik

Menelisik didefinisikan sebagai tindakan mengambil kotoran atau lainnya dari rambut dan kulit dengan menggunakan jari atau gigi (Rasmussen 1993). Menelisik merupakan bentuk komunikasi sentuhan yang secara intensif sudah dipelajari karena mempunyai peranan yang menonjol dalam kehidupan harian kebanyakan spesies primata (Collinge 1993). Di samping berfungsi untuk membersihkan kulit dan rambut dari kotoran dan parasit, menelisik juga berperan dalam interaksi sosial dalam berbagai konteks, misalnya dalam hal induk menenangkan bayinya, pasangan kawin untuk sinyal memulai kawin, persaudaraan, dan untuk rekonsiliasi. Menelisik oportunistik terhadap hewan dominan merupakan strategi yang sering digunakan oleh hewan subordinan sebagai sarana untuk membagi keuntungan aspek dominansi (Collinge 1993).

Menelisik mencakup manipulasi oral dan manual pada kulit dan/atau rambut (Cooper dan Berstein 2000).Menelisik dapat dilakukan untuk diri sendiri (menelisik diri) dan dapat dilakukan untuk pasangan sosialnya (menelisik silang) (Chalmer 1980). Jika dilakukan untuk diri sendiri, menelisik berfungsi untuk membuang ektoparasit atau untuk membersihkan dan mempertahankan permukaan tubuh. Menelisik untuk fungsi ini sudah diamati pada monyet ekor singa (M. silenus), lemur ekor cincin (Lemur catta), monyet hitam Sulawesi (M. nigra), dan monyet bonnet (M. radiata) (Chalmer 1980). Menelisik sosial, di samping berfungsi seperti menelisik diri, juga untuk mempererat ikatan sosial. Menelisik sosial dapat berfungsi sebagai pembayaran oleh individu subordinan sebagai sarana dalam perjumpaan agonistik dengan individu dominan pada saat yang akan datang (Cooper dan Berstein 2000). Penelitian pada monyet Rhesus (M. mullata), mereka sering menelisik segera setelah terlibat perkelahian (Chalmer 1980). Pada M. arctoides, menelisik dapat mereduksi kecenderungan bagi tertelisik untuk berjalan. Dengan demikian menelisik berfungsi untuk meningkatkan imobilitas (efek plikatori) (Chalmer 1980).

Berdasarkan hipotesis ikatan sosial (Cooper dan Berstein 2000), betina sebagai anggota tetap dalam kelompok matrifokal saling menelisik satu sama lain dan dengan anak-anak lebih sering daripada antarjantan dan antara jantan dan anak-anak. Sebaliknya, jantan menelisik betina lebih sering dan lebih lama daripada betina menelisik jantan. Jantan dan betina lebih sering menelisik anak-anak daripada sebaliknya. Anak-anak lebih lama menelisik yang lebih tua daripada sebaliknya. Penelitian pada monyet Assam (M. assamensis), menelisik lebih berfungsi dalam memantapkan dan memelihara ikatan sosial afiliatif daripada sebagai mekanisme spesifik untuk kawin dan fungsi resiprok (Cooper dan Berstein 2000).

2.4. Pendekatan

Pendekatan mencakup frekuensi pendekatan dan arah pendekatan (Chaffin et al 1995). Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan non-agonistik per jam observasi fokus. Pendekatan didefinisikan sebagai pergerakan satu individu untuk jarak yang tercapai tangan terhadap individu lain dari berbagai arah.

Hasil pendekatan dibuat skor sebagai positif/netral jika salah satu dari diad melakukan kontak tubuh positif (menelisik, berimpitian, atau kontak non-agonistik lainnya), atau duduk dalam jangkauan tangan selama 10 detik (pendekatan netral). Tanpa pendekatan jika penuju meninggalkan proksimitas dalam 10 detik dan tidak membuat kontak. Pendekatan negatif jika tertuju menjauh, ancaman gigi oleh salah satu partisipan, dan atau ancaman oleh tertuju. Jika penuju mengancam, perjumpaan diberi skor sebagai ancaman. Arah pendekatan adalah tendensi pendekatan oleh dominan vs. subordinan yang ditunjukkan dengan indeks atas/bawah (Chaffin et al. 1995).

Definisi Istilah

1. Aspek karakteristik kelompok

1) Ukuran kelompok: jumlah individu dalam suatu kelompok (Chalmer 1980).

2) Komposisi kelompok: jumlah individu setiap kelompok umur dan jenis kelamin pada suatu kelompok (Chalmer 1980).

3) Pertumbuhan kelompok: perubahan ukuran kelompok selama waktu tertentu karena faktor natalitas, mortalitas, dan migrasi (Alikodra 2002).

4) Daerah jelajah: luas area yang dijelajahi monyet (kelompok monyet) selama hidup kelompok tersebut (Collinge 1993).

5) Jelajah harian: jarak yang ditempuh monyet (kelompok monyet) dalam satu hari (Collinge 1993).

2. Aspek Karakteristik Dominansi

1) Dominansi: kemampuan untuk mengintimidasi individu lain dalam suatu konflik dan kemampuan untuk mendapatkan prioritas yang lebih untuk akses terhadap berbagai sumber, seperti pakan, ruang, dan kawin (Collinge 1993, Bramblett 1994). Individu yang memperoleh akses terhadap sumber lebih banyak dibandingkan dengan individu lain disebut dominan, sedangkan yang memperoleh akses lebih sedikit disebut subordinan (Collinge 1993).

2) Sistem sosial despotik: sistem sosial dengan keuntungan dalam memanfaatkan sumber secara kuat dimiliki oleh individu peringkat tinggi, dengan interaksi sosial bersifat asimetris (Matsumura 1998, Hemelrijk 1999).

3) Sistem sosial egaliter: sistem sosial dengan keuntungan dalam memanfaatkan sumber tersebar merata pada semua peringkat dan interaksi sosialnya bersifat simetris (Matsumura 1998, Hemelrijk 1999).

4) Hierarki dominansi: keseluruhan susunan individu dominan dan subordinan dalam kelompok (Martin dan Bateson 1999).

3. Aspek tingkah laku sosial

1) Tingkah laku agonistik: tingkah laku yang berkaitan dengan agresi (Collinge 1993). Dalam tingkah laku agresif, individu dibedakan menjadi dua, yaitu penyerang dan korban. Agresi mencakup agresi ringan (ancaman dengan membuka mulut, ancaman dengan suara, serangan mendadak) dan agresi berat (mengusir, memukul, mencakar, menggigit) (perry 1996, Matsumura 1998).

2) Frekuensi agresi: frekuensi ancaman dan serangan per jam (Chaffin et al. 1995). Mengancam didefinisikan sebagai menatap dengan berbagai tingkah laku yang

menyertainya, seperti membuka mulut, merendahkan kepala, telinga diarahkan ke belakang, vokalisasi deheman. Terjangan kurang dari dua meter dimasukkan sebagai mengancam Menyerang mencakup mengusir, menampar atau menggigit, atau menggigit dengan ganas. Menggigit dengan ganas didefinisikan sebagai menggigit non-ritual dan intensitasnya tinggi, diberi skor jika tingkah laku agresif ini dilakukan dengan gerakan kepala yang berulang menghasilkan luka pada lawan.

3) Rekonsiliasi: afiliasi yang dilakukan oleh penyerang dan korban segera setelah terjadinya konflik (Kutsukake dan Castles 2001).

4) Tendensi berekonsiliasi: tendensi pihak pertama untuk berasosiasi dengan pihak kedua, diukur sebagai persentase dari pasangan yang berasosiasi (Chaffin et al.

1995).

5) Aliansi/koalisi: kerjasama dalam agresi oleh dua individu atau lebih dalam menghadapi pihak ketiga (Perry 1996). Koalisi kadang-kadang terjadi pada dua individu yang mengusir atau menunjukkan muka mengancam dengan mulut terbuka terhadap individu ketiga. Secara umum, partner koalisi berada dalam kontak fisik satu sama lain mengancam pihak ketiga. Mereka berdampingan, berangkulan, atau melakukan suatu punjian. Punjian didefinisikan sebagai satu atau lebih individu berdiri di atas kepala yang lain, menatap/mengancam individu lain. Anggukan didefinisikan sebagai seekor monyet memajukan kepalanya ke arah partner koalisi dan kemudian menatap atau mengancam lawan; anggukan merupakan tingkah laku umum yang digunakan untuk merekrut partner.

6) Pada aliansi tipe konservatif: dua individu dominan melawan individu subordinan (http://life.bio.sunysb.edu/bio359/4_26_02. html).

7) Aliansi tipe jembatan: individu dominan bekerja sama dengan individu subordinan melawan individu peringkat menengah (http://life.bio.sunysb.edu /bio359/4_26_02.html).

8) Aliansi tipe revolusioner: individu-individu subordinan melawan individu dominan (http://life.bio.sunysb.edu/bio359/4_26_02. html).

9) Menelisik: tindakan mengambil kotoran atau lainnya dari rambut dan kulit dengan menggunakan jari atau gigi (Rasmussen 1993). Menelisik merupakan bentuk komunikasi sentuhan yang secara intensif sudah dipelajari karena mempunyai peranan yang menonjol dalam kehidupan harian kebanyakan spesies primata (Collinge 1993). Individu yang menelisik individu lain disebut penelisik, sedangkan individu yang ditelisik (resipien) disebut tertelisik (Chalmer 1980). Penelisikan yang dilakukan sendiri disebut menelisik diri, sedangkan yang dilakukan untuk individu lain disebut menelisik silang (Chalmer 1980).

10)Pendekatan: pergerakan satu individu untuk jarak yang tercapai tangan terhadap individu lain dari berbagai arah (Martin dan Bateson 1999). Individu yang mendekati disebut penuju, sedangkan individu yang didekati disebut tertuju. Pendekatan disebut positif jika salah satu dari diad melakukan kontak tubuh positif (penelisikan, berimpitian, atau kontak non-agonistik lainnya). Pendekatan disebut netral jika diad duduk dalam jangkauan tangan selama 10 detik. Pendekatan disebut negatif jika tertuju menjauh, ancaman gigi oleh salah satu partisipan, dan atau ancaman oleh tertuju. Tanpa pendekatan terjadi jika penuju meninggalkan proksimitas dalam 10 detik dan tidak membuat kontak (Martin dan Bateson 1999). 11)Arah pendekatan: tendensi untuk mendekati individu dominan versus subordinan,

ditunjukkan sebagai indeks atas/bawah (Chaffin et al. 1995). 4. Aspek reproduksi

1) Pemilihan pasangan kawin: pola tingkah laku pada satu jenis kelamin yang dapat meningkatkan probabilitas perkawinan fertil dengan individu tertentu pada jenis kelamin yang berbeda (Soltis et al. 1997).

2) Gangguan: gangguan terhadap aktivitas kawin oleh anak dari induk yang sedang kawin (Dixson 1977).

Dokumen terkait