• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Alih Kode

Indonesia memiliki bahasa Indonesia dan ragam bahasa daerah, dengan demikian kita mengetahui bahwa orang-orang telah mampu berbahasa lebih dari satu bahasa. Seseorang yang akan menggunakan lebih dari satu bahasa tentu disebabkan oleh keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain secara mudah.

Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa di dalam masyarakat dwibahasawan, artinya di dalam masyarakat dwibahasawan hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahasa yang digunakan pada kegiatan sehari-hari, tanpa sedikitpun memanfaatkan bahasa atau unsur lain.

Seseorang dapat menjadi individu bilingual bukan melalui pengajaran dan pembelajaran formal melainkan melalui interaksi langsung dengan kelompok etnik lain yang memiliki bahasa yang berbeda dengan orang itu Fishman (dalam Rahardi, 2010:10).

Alih kode adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain Suwito (dalam Rahardi, 2010:24).

8 2.1.2 Masyarakat di Desa Petapahan Jaya

Menurut KBBI (2008:885) masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.

Masyarakat di desa Petapahan Jaya menggunakan bahasanya sesuai dengan asal daerah masyarakat tersebut. Bahasa yang ada di desa ini berjumlah delapan bahasa. Delapan bahasa yang ada terdiri atas delapan suku yaitu: suku Aceh yang berjumlah 15 orang, suku Batak 255 orang, suku Melayu berjumlah 25 orang, suku Minang berjumlah 20 orang, suku Sunda berjumlah 520 orang, Jawa berjumlah 1.804 orang, Madura berjumlah 10 orang, dan terakhir adalah suku Banjar yang berjumlah 11 orang. Maka, jumlah keseluruhan penduduk di desa Petapahan Jaya berjumlah 2.710 orang.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Peristiwa Tutur

Interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pinggir jalan pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi disebut sebagai peristiwa tutur. Peristiwa tutur juga terjadi pada saat diskusi di kelas antarmahasiswa, rapat Dinas di kantor, sidang pengadilan, dll.

Menurut Dell Hymes (dalam Chaer dan Leonie 2004: 48) Sebuah percakapan dapat dikatakan sebagai peristiwa tutur apabila memenuhi syarat delapan komponen, yaitu:

9

Setting and Scene Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung. Sedangkan scene menjelaskan bagaimana situasi tempat dan waktu percakapan yang dilakukan tersebut.

Participants Orang-orang yang terlibat dalam

peristiwa tutur yang dilakukan, yaitu adanya penutur dan lawan tutur, penyapa dan pesapa dan lainnya.

Ends Maksud dan tujuan pertuturan. Suatu

pertuturan yang kita lakukan tentunya memiliki maksud dan tujuannya.

Act Squence Bentuk ujaran dan isi ujaran. Maksud jenis ujaran merupakan suatu kata-kata yang muncul dalam pertuturan.

Key Nada, cara, dan semangat suatu pesan

yang disampaikan. Seperti mengejek, senang hati, sombong dan sebagainya.

Intrumentalities Jalur bahasa yang digunakan. Seperti jalur lisan, tertulis, dan telepon.

Norm Of Interaction and interpretation

Aturan-aturan dalam berinteraksi.

seperti berhubungan dengan bertanya,

10

berinterupsi dan sebagainya.

Genre Suatu jenis penyampaian. Seperti

narasi, puisi, pepatah, doa dan sebagainya.

2.2.2 Alih Kode

Kontak yang terjadi terus-menerus antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi masyarakat yang bilingual atau multilingual cenderung mengakibatkan gejala kebahasaan yang disebut alih kode. Alih kode menurut Chaer dan Leonie (2004:107) adalah suatu peristiwa pergantian bahasa, atau berubahnya dari ragam santai menjadi ragam resmi, atau ragam resmi ke ragam santai.

Kode dapat didefenisikan sebagai suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya memunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang, penutur, relasi penutur, dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada (Rahardi, 2010:25). Sama halnya Suwito (dalam Rahardi, 2010:25) mengatakan bahwa kode merupakan salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan yang digunakan dalam komunikasi.

Memperkuat mengenai kode, maka penulis mengutip pendapat sarjana Linguistik seperti Kridalaksana (1984:102):

1. Lambang atau sistem ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan makna tertentu. Bahasa manusia adalah sejenis kode.

2. Sistem bahasa dalam masyarakat.

3. Variasi tertentu dalam suatu bahasa.

11

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kode merupakan jenis varian-varian bahasa yang secara nyata digunakan berkomunikasi oleh anggota suatu masyarakat disesuaikan dengan situasi pada setiap suku yang ada. Sedangkan alih kode adalah pertukaran dari satu bahasa ke bahasa lain, atau pertukaran dari satu variasi bahasa ke variasi bahasa lain dalam bahasa yang sama.

2.2.2.1 Jenis-jenis Alih Kode

Suwito dalam Chaer (2004:114) membagi alih kode menjadi dua jenis yaitu, alih kode internal dan alih kode ekternal.

1. Alih kode internal adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri.

Misalnya, bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya.

2. Alih kode eksternal adalah alih kode yang terjadi antara bahasa (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal repertoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing. Misalnya, bahasa Indonesia ke bahasa Inggris.

2.2.2.2 Faktor-faktor Alih Kode

Adapun faktor-faktor terjadinya alih kode menurut Chaer (Chaer dan Leonie 2004:108)

1. Pembicara atau penutur 2. Pendengar atau lawan tutur

3. Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga 4. Perubahan dari formal ke informal

5. Pergantian topik pembicaraan

12

Selain hal lima di atas yang secara umum dikemukakan, maka ada faktor lain terjadinya alih kode. Terjadinya alih kode dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia menurut Widjajakusumah 1981 (Chaer dan Leonie 2004:112) yaitu:

1. Kehadiran orang ketiga

2. Perpindahan topik dari yang nonteknis ke yang teknis 3. Beralihnya suasana bicara

4. Ingin dianggap “terpelajar”

5. Ingin menjauhkan jarak

6. Menghindarkan adanya bentuk kasar dan bentuk halus dalam bahasa Sunda

7. Mengutip pembicaraan orang lain

8. Terpengaruh lawan bicara yang beralih ke bahasa Indonesia 9. Mitra berbicaranya lebih muda

10. Berada di tempat umum

11. Menunjukkan bahasa pertamanya bukan bahasa Sunda 12. Beralihnya media/sara bicara

2.2.3 Bilingualitas

Bilingualitas merupakan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa atau disebut sebagai kedwibahasawanan (Chaer dan Leonie 2004:85). Pengertian bilngualitas berbeda dengan bilingualisme. Sedangkan bilingualisme adalah kebiasaan dalam menggunakan dua bahasa atau disebut sebagai kedwibahasaan.

Dalam suatu bahasa yang akan digunakan, bahwa tidak semua bilingualitas akan mempraktekkan bilingualisme dalam kehidupan sehari-hari. Dapat saja seseorang

13

yang tahu dua bahasa, namun hanya menggunakan satu bahasa saja dalam waktu tertentu dan memakai bahasa yang kedua apabila dia berada di tempat atau keadaan yang lain. Seseorang haruslah memiliki bilingualitas sebelum ia mengerjakan bilingualisme.

2.3 Tinjauan Pustaka

Adanya tinjauan pustaka ini maka penulis berusaha untuk mencari sumber-sumber lainnya yang termasuk ke dalam penelitian ini, di antaranya:

Sugihana (2004) dalam tesisnya yang berjudul Alih Kode Penutur Bahasa Karo Kelurahan SemPakata Kecamatan Medan Selayang. Teori yang digunakan adalah menurut Fishman tentang konsep ranah perilaku bahasa pada masyarakat bilingual. Penelitiannya menjelaskan adanya perbedaan dalam menggunakan bahasa terhadap ayah, ibu dengan anak. Hasil yang didapat ialah bahwa pengguna bahasa Karo pada umumnya usia 21 sampai 50 tahun dan pengguna bahasa Indonesia pada usia 8 sampai 20 tahun.

Apriani (2009) yang berjudul Bilingualisme pada Masyarakat Simalungun di Kecamatan Pematang Raya. Teori yang digunakan yaitu teori bilingualisme menurut Haugen. Hasil dalam penelitian yang dilakukan yaitu bahwa faktor penyebab terjadinya bilingualisme di Desa Sondi Raya dikarenakan perpindahan penduduk, rasa nasionalisme, perkawinan campuran, pendidikan, kemudian pada pemakaian bahasa Simalungun dan bahasa Indonesia terjadi karena adanya lawan bicara, situasi sosial pembicaraan yaitu situasi formal dan situasi nonformal kemudian topik pembicaraan.

14

Sinaga (2009) yang berjudul Alih Kode Antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab di Pondok Pesantren Al-Husna. Teori yang digunakan ialah teori sosiolinguistik dan alih kode. Situasi lingkungan memengaruhi mereka dapat berbahasa Arab sehingga dominan menggunakan bahasa Arab. Adapun hasil skripsi ini karena adanya orang ketiga, pokok pembicaraan, suasana peristiwa, saluran pemakaian bahasa, terpengaruh oleh lawan bicara, merasa kurang jika tidak berbahasa Arab terhadap teman, mengutip pembicaraan dari peristiwa bicara lain, lebih akrab jika mempergunakan bahasa Arab, ketidakmampuan menguasai kode tertentu, kurangnya penguasaan diri, pengaruh frase basa-basi, pepatah, dan peribahasa.

Sari (2011) dalam skripsinya yang berjudul Alih Kode Penutur Bahasa Pesisir di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhan Batu Utara. Teori yang digunakan ialah sosiolinguistik, alih kode dan bilingualisme. Hasil yang didapat yaitu karena faktor adanya penutur, lawan tutur, hadirnya orang ketiga, perubahan topik pembicara, perubahan dari formal ke informal dan jenis alih kode terbagi atas tingkat tutur ngoko ( tidak ada rasa segan), tingkat tutur krama (sopan santun antara sang penutur dengan lawan tutur), dan tingkat tutur madya (sopan tetapi tingkatnya tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah).

Hasil penelitian-penelitian mengenai alih kode sebelumnya dapat menjadi informasi bagi peneliti saat ini. Pada penelitian ini berbeda lokasi, karena lokasi terletak di Provinsi Riau yang umumnya terkenal dengan mayoritas suku Melayu.

Namun, pada salah satu desa di provinsi Riau ini, yang tepatnya di Desa Petapahan Jaya terdapat masyakarat suku Sunda yang merupakan suku terbanyak

15

kedua setelah Jawa bukan suku Melayu tersebut. Perlu diketahui bahwa masyarakat Desa Petapahan Jaya ini tidak menggunakan bahasa Melayu untuk berkomunikasi antara warga satu dengan warga lainnya yang berbeda suku, karena memang suku Melayu di desa Petapahan Jaya ini begitu sedikit jumlah penuturnya. Akan tetapi, mereka menggunakan bahasa Indonesia untuk memermudah dalam berkomunikasi.

16 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Petapahan Jaya Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 26 Mei sampai 26 Juni 2015.

3.2 Sumber Data

Data penelitian ini bersumber dari tuturan lisan masyarakat Desa Petapahan Jaya, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar yang berjumlah 28 orang.

Pemilihan informan ini sebaiknya memenuhi syarat-syarat tertentu (Mahsun, 2004:106). Persyaratan yang dimaksud ialah:

1. Berjenis kelamin pria dan wanita 2. Berusia 25-60 tahun

3. Sudah lama menetap di Desa Petapahan Jaya

4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP) 5. Dapat berbahasa Sunda

6. Dapat berbahasa Indonesia 7. Sehat rohani dan jasmani

17 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 1993:9).

Metode dan teknik pengumpulan data yang sesuai harus diperhatikan karena akan menciptakan penelitian yang terarah untuk mendapatkan data yang diinginkan.

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode simak. Disebut metode simak atau penyimakan karena memang berupa penyimakan : dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Ini dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi dalam ilmu sosial (Sudaryanto, 1993:133).

Metode simak yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik simak libat cakap (SLC) maksudnya bahwa peneliti terlibat langsung dalam suatu percakapan.

Setelah itu teknik lanjutan yang dilakukan ialah dengan menggunakan teknik rekam. Teknik rekam ini dilakukan dengan bantuan alat, yaitu tape recorder. Setiap penelitian yang dilakukan rekaman adalah hal yang utama, karena sebagai bahan bukti peneliti terhadap data yang telah didapat. Pada teknik rekam yang dilakukan ini haruslah tanpa sepengetahuan Participants yang akan dijadikan sebagai sumber data, agar data yang didapat memang benar-benar asli.

Setelah perekaman dilakukan selanjutnya yaitu mencatat data sesuai dengan sasaran yang diinginkan dengan menggunakan alat tulis tertentu.

18 3.4 Metode dan Teknik Pengkajian Data

Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan cara metode padan. Metode padan adalah alat penentunya diluar terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Metode padan yang digunakan ialah berupa metode padan pragmatis (Sudaryanto, 1993:25), karena dalam peristiwa alih kode dianalisis dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain di luar bahasa tersebut.

Metode padan ini selanjutnya adalah dengan menggunakan teknik dasar, yaitu teknik pilah unsur penentu atau teknik PUP. Adapun alatnya ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh seorang peneliti. Sesuai dengan penentunya maka akan dipisah-pisah menjadi berbagai unsur. Kemudian teknik lanjutan menggunakan teknik hubung banDing membedakan (teknik HBB) karena akan membanDingkan peristiwa tutur percakapan oleh para participants yang menggunakan bahasa Sunda dan bahasa Indonesia.

Berikut ini analisis metode padan alih kode di Desa Petapahan Jaya : (2) Peristiwa Tutur

Aa Iyan : Teu ningali Jarkep di SP 2 mang ? Enggak melihat jarkep PREP SP 2 mang?

Tidak melihat jarkep di SP 2 paman?

Mang Ipul : Ningali kumaha Yan, loba kitu barudak nu Melihat bagaimana Yan, banyak begitu anak-anak yang ngarental band.

ngerental band.

19

Bagaimana melihat Yan, begitu banyak anak-anak yang ngerental band.

Aa Iyan : Anggotana kamana atuh mang. Loba cenah nu ningali.

Anggotanya kemana lah paman. Banyak katanya yang melihat teh mang

PART mang.

Kemana anggotanya mang. Katanya banyak yang melihat mang.

Ya kan Dit, rame kan yang nonton jarkep di SP 2?

Adit : Iya bang. Kek mana gak rame bang, pemainnya aja dari Pekanbaru.

Setting and Scene Di depan rumah Aa Iyan RT 12 RW 05. Pada tanggal 26 April 2015, pukul 13:30 WIB.

Participants Syaipulloh berasal dari Ciamis, Jawa Barat, Mulyana Yusuf berasal dari Cirebon, Jawa Barat dan Aditya Wahyudi berasal dari Padang, Sumatera Barat.

Ends Membahas mengenai menonton jarkep.

Act Squence Percakapan sehari-hari.

Key Santai dan akrab.

Intrumentalities Bahasa lisan.

20 Norm Of Interaction and interpretation

Norma interaksi begitu baik terjadi antara participants dalam bertanya dan menjawab.

Genre Percakapan menggunakan kalimat

informal.

Participants yaitu adanya Mang Ipul dan Aa Iyan. Mang Ipul merupakan asli penutur bahasa Sunda dari Ciamis Jawa Barat, selain bahasa Sunda Mang Ipul dapat berbahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Apabila bertemu dengan orang Jawa Mang Ipul berusaha mengimbangi dengan menggunakan bahasa Jawa, walaupun pemakaian bahasa Jawa Mang Ipul begitu pasif digunakan. Aa Iyan juga penutur asli bahasa Sunda namun, berasal dari Cirebon Jawa Barat dan dapat menggunakan bahasa Indonesia. Sedangkan Adit merupakan asli orang Minang yang dapat berbahasa Minang, Jawa dan bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa pada peristiwa tutur yang terjadi merupakan jenis alih kode internal, yaitu alih kode yang terjadi antara bahasa Sunda ke bahasa Indonesia.

Sedangkan faktor yang terjadi ialah karena hadirnya penutur ketiga, yang tidak mengerti bahasa Sunda. Jadi agar komunikasi berjalan lancar, maka Aa Iyan menanyakan kepada Adit menggunakan bahasa Indonesia.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Pengkajian Data

Setelah analisis dilakukan, maka selanjutnya akan dihasilkan penyajian dalam bentuk kaidah. Penulisan hasil analisis data ini untuk memprasyratkan

21

adanya kelayakan baca, dan kelayakan baca yang dimaksud adalah demi pemanfaatan yang terikat pada tujuan tertentu.

Pada penyajian hasil analisis data ini, maka digunakan adalah metode dengan penyajian informal. Metode informal dimaksudkan sebagai cara penyajian hasil dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145). Dengan demikian, penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini tidak memanfaatkan berbagai lambang, tanda, singkatan, seperti yang biasa digunakan dalam metode penyajian hasil analisis data secara formal.

22 BAB VI PEMBAHASAN

4.1 Jenis-Jenis Alih Kode Bahasa Sunda ke Bahasa Indonesia di Desa Petapahan Jaya Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar

Penggunaan bahasa dalam kegiatan sehari-hari sering terjadi alih kode.

Alih kode yang terjadi merupakan ketergantungan bahasa di dalam masyarakat dwibahasawan. Daerah yang ada di Indonesia mempunyai berbagai macam bahasa daerah. Salah satu bahasa yang ada di Desa Petapahan Jaya, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar adalah bahasa Sunda. Kemudian bahasa Sunda tersebut beralih kode ke bahasa Indonesia. Adapun jenis alih kode bahasa Sunda ke bahasa Indonesia yang terjadi di Desa Petapahan Jaya, yaitu:

4.1.1 Alih Kode Internal

Alih kode bahasa Sunda ke bahasa Indonesia yang terjadi di Desa Petapahan Jaya, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, yaitu alih kode internal.

Alih kode internal merupakan alih kode yang terjadi antarbahasa sendiri, yaitu bahasa Sunda ke bahasa Indonesia. M<?>MN<>>

Data 3

Setting and Scene Di depan rumah bi Dewi pada tanggal 14 Juni 2015, pukul 14:00 WIB.

Participants Dewi Tomini berasal dari Karawang, Jawa Barat dan Nunung berasal dari Garut, Jawa Barat.

23

Ends Pembahasan mengenai hapalan surat

untuk MTQ MDA.

Act Squence Percakapan sehari-hari.

Key Sedikit kesal karena anaknya

menggantikan Siska untuk menghapal surat al-quran.

Intrumentalities Bahasa lisan.

N orm Of Interaction and interpretation

Norma interaksi begitu baik terjadi antara participants dalam bertanya dan menjawab.

Genre Percakapan menggunakan kalimat

informal.

Ikut. Ada lima orang dari sini, si Pipit, si Patir, si Saras

Ari teu mangkat kumaha, si Siska dadakan wae

Kalau tidak pergi bagaimana, si Siska mendadak aja

24 bicarana.

bicaranya

Kalau tidak pergi bagaimana, si Siska memberitahunya mendadak.

Atuh si Ribka sapepeuting ngapal ayat-ayat teh, aya Ya, si Ribka semalaman ngapal ayat-ayat PART, ada

lima belas surat manehna, tadi na mah dua puluh.

lima belas surat 3TG taDinya PART dua puluh.

Ribka satu malam menghapal ayat-ayat, yang dipilih hanya lima belas dari dua puluh surat.

Bi Nunung : Mereunan siskana hapalanna teu acan lancar.

Kemungkinan Siskanya hapalannya belum lancar.

Kemungkinan menghapalnya Siska belum lancar.

Ehh bi, punggahan tanggal berapa? Ada yang bilang selasa ada rabu?

Bi Dewi : Hari Selasa kalau kata bu Dul tuh.

Participants Bi Dewi pada kesehariannya menggunakan bahasa Sunda, Jawa dan bahasa Indonesia. Namun lebih dominan menggunakan bahasa Sunda.

Karena kedua orang tua, mertua, suami dan tetangga sekitar adalah penutur bahasa Sunda. Bahasa Jawa jarang digunakan, karena hanya beberapa orang yang menggunakan bahasa Jawa dilingkungan itu, sedangkan bi Nunung hanya dapat menguasai bahasa Sunda dan bahasa Indonesia saja.

25

Pada peristiwa tutur yang terjadi pada awalnya Bi Nunung menanyakan keikutsertaan anak Bi Dewi dalam MTQ MDA ( Lomba mengaji sekolah Madrasah Diniyah Awaliyah) dengan menggunakan bahasa Sunda. Bi Dewi pun menjawab dengan menggunakan bahasa Sunda. Setelah bi Dewi menjelaskan siapa-siapa saja yang ikut serta dalam kegiatan MTQ tersebut. Setelah itu Bi Nunung pun ikut menjelaskan, dan Bi Nunung menanyakan sesuatu mengenai kapan diadakan punggahan (Menyambut hari puasa) dengan menggunakan bahasa Indonesia seperti pada kalimat “Ehh bi, punggahan tanggal berapa? Ada yang bilang selasa ada rabu?”. Kemudian Bi Dewi menjawab dengan menggunakan bahasa Indonesia, karena penutur ( Bi Nunung) telah menggunakan bahasa Indonesia.

Peristiwa tutur yang terjadi pada alih kode ini termasuk alih kode internal, yaitu alih kode dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia. Sedangkan Faktor terjadinya alih kode karena pergantian topik pembicaraan, yaitu pada awalnya membahas mengenai anak bi Dewi yang mengikuti acara MTQ di sekolahnya dan beralih pembicaraan mengenai punggahan untuk menyambut bulan suci ramadhan.

Data 4

Setting and Scene Di depan rumah mang Herman pada tanggal 13 Juni 2015, pukul 15:35 WIB.

26

Participants Herman berasal dari Garut, Jawa Barat dan Ujang Mulyadi berasal dari Garut, Jawa Barat.

Ends Mengenai anak Ujang Mulyadi yang

ingin menaiki sisingaan dan berganti topik mengenai makanan untuk para penari.

Act Squence percakapan sehari-hari.

Key Ramai, karena acara sedang

berlangsung. Percakapan berlangsung dengan suara agak sedikit keras.

Intrumentalities Bahasa lisan Norm Of Interaction and

interpretation

Norma interaksi begitu baik terjadi antara participants dalam bertanya dan menjawab.

Genre Percakapan menggunakan kalimat

informal.

PeristiwaTutur

Ujang Mulyadi : Her, Ribka teh hayang Dinaikkeun ka sisingaan.

Her, Ribka PART ingin Dinaikkan ke Sisingaan.

Her, Ribka ingin Dinaikkan ke Barongan.

27

Manehna ceurik wae eta. Urang mah bisi tiguling 3TG menangis aja DET. 1TG PART takut nanti terguling budak teh.

anak PART.

Dianya menangis saja. Saya takut anak itu nanti terguling.

Herman : Yeee kunaon teu nyarios ti tadi atuh.

Yeee kenapa tidak bicara PREP tadi lah Yeee kenapa tidak bicara dari tadi.

Si Fajar mah seuri wae geus di sisingaan teh.

Si Fajar PART tertawa aja udah di sisingaan PART.

Si Fajar saja tertawa di barongan.

Ujang Mulyadi : Lamun ceurik mah hese cicing.

Kalau menangis PART susah diam.

Kalau menangis susah diam.

Da cicingna mah dahar coklat wae eta oge.

Lantaran diamnya PART makan coklat aja DET juga.

Jika diam makan coklat saja.

Man makannya jam berapa yang nari-nari itu?

Herman : Ya habis jarang kepanglah, sebentar lagi.

Kedua participants sama-sama dapat menguasai bahasa Sunda, Jawa dan bahasa Indonesia. Namun keduanya lebih dominan menggunakan bahasa Sunda dan bahasa Indonesia, karena Nenek, Ibu, Istri dan tetangga sering menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya.

28

Pada peristiwa tutur yang terjadi bahwa Alih kode ini termasuk alih kode internal, yaitu alih kode dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia.

Adapun faktor terjadinya alih kode ialah karena pergantian topik pembicaraan. Pada awalnya membicarakan anak Ujang Mulyadi yang ingin menaiki barongan menggunakan bahasa Sunda dan berubah pembicaraan mengenai makanan untuk para penari barongan tersebut, seperti pada kalimat

Adapun faktor terjadinya alih kode ialah karena pergantian topik pembicaraan. Pada awalnya membicarakan anak Ujang Mulyadi yang ingin menaiki barongan menggunakan bahasa Sunda dan berubah pembicaraan mengenai makanan untuk para penari barongan tersebut, seperti pada kalimat

Dokumen terkait