• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aliran Arsitektur Modernisme, Kontemporer, Futurisme, Neo- Neo-Futurisme, dan Postmoderisme

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 23-28)

1. Modernisme

Menurut Farrelly (2007), arsitektur aliran Modernisme menghasilkan Gaya bangunan yang memiliki karakteristik yang mirip meliputi penyederhanaan bentuk dan eliminasi dari ornamen dan aksesoris disebut arsitektur modernis. Arsitek modernis mengaplikasikan prinsip

“Form follows function” dan “Ornament as crime”, sehingga bentuk gedung hanya merespon pada fungsinya, tidak memiliki dekorasi yang tidak dibutuhkan, sehingga secara umum memiliki karakteristik “putih dan bersih”. Arsitek dengan aliran Modernisme cenderung merancang bangunan dengan bentuk asimetris, konsep lahan yang terbuka, dengan jendela-jendela besar. Tujuan utama dari arsitektur Modernisme adalah untuk membuat bangunan yang fungsional tanpa elemen apapun yang tidak memiliki fungsi sehingga lebih terbuka, dengan batas tipis antara ruang dalam gedung dan lingkungan di luarnya. Dengan rancangan seperti demikian, eksterior gedung bersifat komplementer dengan lingkungan di sekitarnya.

2. Kontemporer

28 Menurut Chauhan (2018), arsitek dengan aliran Kontemporer merancang gedung dengan trend sebagai faktor penentu utama. Gaya kontemporer melekat kepada apa yang sedang populer pada zamannya, sehingga seringkali berubah. Meskipun demikian, aliran ini tidak tergantung kepada satu gaya saja dan menganggap semua gaya yang sedang populer secara setara sehingga bangunan dengan aliran arsitektur Kontemporer mengambil inspirasi dari banyak gaya arsitektural lain. Namun karena stigma bahwa aliran Kontemporer bergantung kepada trend, mudah dianggap kuno, dan cenderung lebih murah dibandingkan dengan gedung dengan aliran Modernisme.

3. Futurisme

Arsitektur aliran Futurisme merupakan bentuk penentangan aliran arsitektur yang merancang bangunan dengan banyak ornamen seperti kapel dan kastil yang berdiri di Eropa sebelum abad 20. Karakteristik aliran Futurisme yang paling menonjol adalah garis-garis horizontal dan panjang, sudut runcing dengan arah abstrak, dan bentuk segitiga yang memberi gambaran urgensi dan gerakan yang cepat. Pengaruh aliran ini adalah peradaban teknologi yang muncul pada awal abad 20 dan Art Deco, yang pada masanya dianggap memberikan kesan “tanpa batas”. Aliran ini dianggap kuno pada masa Perang Dunia II.

4. Neo-Futurisme

29 Arsitektur aliran Neo-Futurisme muncul di akhir abad 20 sampai awal abad 21 sebagai aliran arsitektur yang terpengaruh besar oleh aliran Futurisme. Aliran ini menerapkan tema dan ide yang sama dengan aliran Futurisme, namun menggunakan teknologi pada zamannya yang lebih canggih sehingga dianggap sebagai pendekatan yang lebih idealis untuk masa depan. Aliran Neo-Futurisme menggabungkan estetika dengan fungsionalitas, dengan mempertimbangkan daerah perkotaan yang terus berkembang. Aliran ini merupakan penentangan dari aliran Postmodernisme.

5. Postmodernisme

Arsitektur aliran Postmodernisme muncul pada akhir tahun 1960-an sebagai reaksi yang menentang aliran Modernisme. Aliran Modernisme menerima kritik mengenai bentuknya yang seragam, formal, dan tidak menunjukkan kesenian dalam konteks kebudayaan sama sekali. Gedung yang dirancang oleh arsitektur dengan aliran Postmodernisme memiliki acuan simbolis dan memiliki kesan lebih ceria dengan mengambil inspirasi dari arsitektur klasik yang memiliki banyak dekorasi, mengutamakan bentuk dan estetika di atas fungsionalitas.

30 2.9. Tempat Umum Sebagai Pencerminan Masyarakat

Berbagai jenis tempat umum diasosiasikan dengan aktivitas spesifik dari kelompok sosial yang menggunakannya. Tempat umum yang tidak digunakan oleh masyarakat sekitarnya mencerminkan masyarakat yang tidak memiliki keperluan menggunakan fungsi dari tempat tersebut, dan sebaliknya. Menurut Silai dan Vitkova (2009), aktivitas manusia memerlukan tempat jelas dan berkualitas, manusia membuat tempat sekalian kualitas tempat itu juga yang mempengaruhi karakter manusia.

Perubahan tempat umum secara fungsi dan fisiknya mencerminkan juga bagaimana masyarakan di sekitarnya berpikir. Sebagai contoh, masyarakat dengan lingkungan sosial yang terbuka, gaya hidup aktif, kaya akan budaya, dan banyak melaksanakan kegiatan sosial cenderung menimbulkan tempat umum yang memiliki banyak perkantoran dan pasar dengan banyak lowongan kerja, bagi pekerja bertalenta karena adanya pula banyak institut pendidikan yang tidak meninggalkan edukasi mengenai kesenian, sehingga timbul juga tempat bagi turis yang berdatangan.

Silai dan Vitskova (2009) mengangkat pula masalah yang muncul karena pembangunan suatu kota yang bersifat sebelah pihak demi menciptakan citra masyarakat yang maju. Di Bratislava, ibukota Slovakia diadakannya proyek

“Šafko“, pembangunan Šafárikovo Square, tempat umum yang lama tak terpakai, dibangkitkan kembali dengan ditambahkannya tempat bermain bagi anak-anak, kafe, toko kesenian dan kriya, dan perbengkelan sepeda. Di suatu sisi, proyek ini

31 mendapatkan respon baik oleh berbagai seniman dan arsitek sekitar. Namun, masalah muncul ketika penghuni yang hidup di sekitar tempat umum tersebut belum bisa menerima proyek itu, sehingga muncul konflik politik juga ketidaksetaraan ekonomi.

2.10. Props

Glimm, sebagaimana dikutip oleh Carlsson (2018) mwnyatakan bahwa props tidak hanya semata-mata berada dalam film atau panggung, melainkan sarana menyampaikan tokoh, plot, dan tema pada cerita. Carlsson (2018) membedakan jenis-jenis prop berdasakran fungsinya. Prop instrumental merupakan objek yang digunakan sesuai dengan kegunaan aslinya pada umumnya. Prop metaforis digunakan untuk menyampaikan pesan secara metaforis, memiliki kegunaan di luar kegunaan aslinya. Prop kultural seperti karya seni, furniture, atau alat yang berasal dari budaya tertentu memiliki makna yang terasosiasikan dengan asalnya.

Prop kontekstual memiliki makna yang dapat berganti di dalam satu cerita sesuai konteks digunakannya, sebagai contoh suatu objek yang berpindah dari kepemilikan suatu tokoh dapat bergeser maknanya apabila sudah dimiliki tokoh lain.

Smuszkiewiecz sebagaimana dikutip oleh Carlsson (2018) menekankan bahwa prop bisa merupakan benda nyata, maupun bersifat mimesis atau hanya cerminan dari bentuk nyatanya. Smuszkiewiecz membedakan prop menjadi dua kategori. Pertama adalah prop yang merupakan objek yang dapat ditemukan di kehidupan nyata maupun dalam cerita fantasi, kedua adalah prop yang merupakan

32 objek yang hanya dapat ditemukan di cerita fantasi, termasuk science fiction. Ia mengangkat contoh film Gothic dan fairytale, yang memiliki prop jenis pertama, objek asli yang dapat ditemukan sehari-hari di dunia nyata namun diberi karakteristik mistis atau fantasi. Sedangkan prop dalam film science fiction memiliki fungsi mengajak audiens untuk melihat dunia yang disampaikan oleh cerita sebagai dunia yang sepenuhnya fantasi sehingga objek asli pasti akan terlihat berbeda dari yang terlihat sehari-hari, didesain sedemikian rupa untuk mendukung setting.

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 23-28)

Dokumen terkait