• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.7 Alokasi Alat Tangkap

Kegiatan pra produksi (identifikasi dan estimasi sumberdaya ikan; penyediaan sarana penangkapan ikan; dan prasarana pelabuhan), produksi (operasi penangkapan ikan) dan pasca produksi (pengolahan dan pemasaran produk hasil perikanan) merupakan suatu kegiatan usaha perikanan tangkap yang kompleks. Komponen utama dari sistem perikanan tangkap adalah sumberdaya ikan, unit penangkapan ikan, masyarakat (nelayan), prasarana pelabuhan, sarana penunjang (galangan kapal, bahan alat tangkap ikan, dan mesin kapal), unit pengolahan dan unit pemasaran (Kesteven (1973) dan Monintja (2001)). Komponen perikanan tangkap tersebut sangat menentukan dalam pengembangan perikanan tangkap yang berkelanjutan sebagaimana yang terdapat dalam kode etik perikanan yang bertanggung jawab (Code of Conduct

for Responsible Fisheries/CCRF) yang dikeluarkan oleh FAO tahun 1995.

Apabila dalam pengembangan perikanan tangkap tidak memperhatikan kaidah-kaidah berkelanjutan, maka pembangunan perikanan tangkap akan mengarah ke degradasi lingkungan, tangkapan berlebih dan praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak (Fauzi dan Anna (2005)). Keinginan untuk memenuhi kepentingan sesaat atau masa kini yang memicu, sehingga tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan diarahkan sedemikian rupa untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dalam waktu yang singkat. Kepentingan lingkungan pun diabaikan dan penggunaan teknologi yang menghasilkan secara cepat (quickly yielding) yang sering bersifat merusak dapat terjadi.

Pengembangan perikanan tangkap pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan dan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta lingkungannya. Sebagaimana yang terdapat dalam UU Perikanan No.31 tahun 2004 pasal 3, yaitu meningkatkan taraf hidup nelayan, meningkatkan penerimaan dan devisa negara, mendorong perluasan kerja, meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan, mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan dan meningkatkan produktivitas. Apabila pengaturan armada penangkapan telah dilakukan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan potensi sumberdaya ikan yang tersedia maka hal tersebut akan tercapai.

Pengaturan terhadap armada penangkapan di suatu perairan dilakukan dengan melakukan pendekatan melalui model optimasi. Model optimasi digunakan untuk memperkirakan jumlah armada optimum yang dapat beroperasi

dengan jenis dan ukuran tertentu sehingga potensi yang ada di perairan tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik. Selain itu, penggunaan model optimasi juga dapat membantu pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan terkait dengan perizinan dan pengaturan zona penangkapan bagi nelayan.

Tujuan model optimasi adalah untuk mengetahui kombinasi jumlah unit usaha penangkapan ikan secara optimal di Provinsi Sumatera Selatan. Perumusan model optimasi dilakukan dengan menggunakan metode linear goal

programming. Model optimasi linear goal programming dibentuk dengan cara

menentukan variabel-variabel keputusan untuk merumuskan fungsi tujuan dan formulasi kendala dari ketersediaan sumberdaya atau disebut dengan fungsi kendala.

Berdasarkan hasil analisis potensi sumberdaya, terdapat 4 jenis ikan yang menjadi komoditi unggulan di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu udang, rajungan, manyung dan golok-golok. Tujuan utama yang hendak dicapai dalam optimalisasi pengalokasian jumlah alat tangkap ikan, yaitu mengoptimumkan pemanfaatan komoditi ikan unggulan yang meliputi komoditi udang, rajungan, ikan manyung, dan ikan golok-golok. Variabel keputusan fungsi optimalisasi yaitu semua jenis unit penangkapan ikan eksisting yang digunakan untuk menangkap 4 jenis komoditi unggulan disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25 Variabel keputusan model optimasi jumlah unit alat tangkap ikan eksisting di Provinsi Sumatera Selatan

No. Jenis Alat Tangkap ikan Variabel (Xj)

1. Trammel net X1

2. Jaring insang hanyut X2

3. Jaring insang tetap X3

4. Jaring insang lingkar X4

5. Pancing X5

6. Bagan X6

7. Perangkap X7

8. Jaring klitik X8

4.7.1 Fungsi kendala

Fungsi kendala merupakan faktor pembatas dalam pengambilan keputusan yang didasarkan pada keterbatasan sumberdaya yang dimiliki dan kendala pembatas produksi lainnya. Faktor-faktor kendala yang digunakan dalam

model optimasi ini meliputi ketersediaan jumlah sumberdaya ikan dari 4 jenis ikan unggulan yaitu udang, rajungan, ikan manyung, dan ikan golok-golok.

Secara matematis, tujuan-tujuan utama yang hendak dicapai dan sekaligus juga merupakan batasan yang harus dipenuhi dalam mengoptimumkan alokasi unit penangkapan ikan terhadap pemanfaatan 4 jenis sumberdaya ikan (SDI) unggulan di perairan Provinsi Sumatera Selatan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Komoditi Udang

Nilai estimasi produksi optimum atau JTB untuk udang di perairan Provinsi Sumatera Selatan yaitu sebesar 5038,39 ton per tahun. Komoditi udang di perairan ini dapat ditangkap oleh 4 jenis teknologi penangkapan yaitu unit penangkapan trammel net (X1), jaring insang tetap (X3), perangkap (X7) dan jaring klitik (X8). Kemudian, nilai produktivitas rata-rata dari setiap unit alat tangkap terhadap hasil tangkapan udang yaitu alat tangkap trammel net (X1) sebesar 2,265 ton per tahun, jaring insang tetap (X3) sebesar 3,158 ton per tahun, perangkap (X7) sebesar 1,916 ton per tahun dan jaring klitik (X8) sebesar 0,242 ton per tahun. Untuk menyusun persamaan kendala tujuan

(goal constrain) maka nilai TAC dikurangi dengan produksi rata-rata,

sehingga fungsi kendala pemanfaatan sumberdaya udang secara optimal menjadi sebagai berikut:

DB1 - DA1 + 2,265 X1 + 3,158 X3 + 1,916 X7 + 0,242 X8 = 501,89

b) Komoditi Rajungan

Nilai estimasi produksi optimum atau JTB untuk komoditi kepiting di perairan Sumatera Selatan adalah sebesar 1564,78 ton per tahun. Komoditi kepiting di perairan Provinsi Sumatera Selatan dapat ditangkap oleh alat tangkap jaring insang hanyut (X2), jaring insang tetap (X3) dan perangkap (X7). Rata- rata produktivitas tangkapan rajungan masing-masing alat tangkap yaitu: jaring insang hanyut (X2) sebesar 0,870 ton per tahun, jaring insang tetap (X3) sebesar 0,716 ton per tahun dan perangkap sebesar 0,866 ton per tahun. Persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan sumberdaya udang secara optimal menggunakan batasan nilai TAC yang dikurangi dengan nilai pemanfaatan eksisting sumberdaya kepiting, sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut:

DB2 – DA2 + 0,870 X2 + 0,716 X3 + 0,866 X7 = 266,48

c) Komoditi Manyung

Nilai estimasi produksi optimum atau JTB untuk ikan manyung di perairan Sumatera Selatan adalah sebesar 3590,45 ton per tahun. Komoditi ikan manyung di perairan ini dapat ditangkap oleh alat tangkap trammel net (X1), jaring insang hanyut (X2), jaring insang tetap (X3), pancing (X5) dan bagan (X6). Rata-rata produktivitas penangkapan komoditi ikan manyung menurut masing-masing alat tangkap yaitu Trammel net (X1) sebanyak 0,68 ton per tahun, jaring insang hanyut (X2) sebanyak 1,824 ton per tahun, jaring insang tetap (X3) sebanyak 1,185 ton per tahun, pancing (X5) sebanyak 0,772 ton per tahun dan bagan (X6) sebanyak 0,762 ton per tahun. Nilai TAC kemudian dikurangi dengan nilai pemanfaatan eksisting sumberdaya ikan manyung, sehingga persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan sumberdaya ikan manyung sebagai berikut:

DB3 – DA3 + 0,680 X1 + 1,824 X2 + 1,185 X3 + 0,772 X5 + 0,762 X6 = 281,55

d) Komoditi Golok golok

Nilai estimasi produksi optimum atau JTB untuk ikan golok-golok di perairan Sumatera Selatan adalah sebesar 2974,95 ton per tahun. Di perairan ini, komoditi golok-golok dapat ditangkap oleh 7 jenis teknologi penangkapan yaitu: trammel net (X1), jaring insang hanyut (X2), jaring lingkar (X4), pancing (X5), bagan (X6), perangkap (X7) dan jaring klitik (X8). Produktivitas rata-rata masing-masing alat tangkap terhadap hasil tangkapan ikan golok-golok yaitu

trammel net (X1) sebanyak 0,617 ton per tahun, jaring insang hanyut (X2)

sebanyak 2,003 ton per tahun, jaring lingkar (X4) sebanyak 0,636 ton per tahun, pancing (X5) sebanyak 0,240 ton per tahun, bagan (X6) sebanyak 0,593 ton per tahun, perangkap (X7) sebanyak 0,099 ton per tahun dan jaring klitik (X8) sebanyak 0,672 ton per tahun. Sehingga persamaan kendala tujuan (goal constrain) untuk pemanfaatan sumberdaya ikan golok-golok menggunakan nilai TAC yang telah dikurangi dengan nilai produksi eksisting sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut:

DB4 – DA4 + 0,617 X1 + 2,003 X2 + 0,636 X4 + 0,240 X5 + 0,593 X6 + 0,099 X7 + 0,672 X8 = 460,25

Secara lebih ringkas, data jumlah tangkapan ikan yang dapat diperbolehkan (TAC) dari keempat jenis sumberdaya ikan unggulan, berikut nilai produktivitas penangkapan rata-rata dari 8 jenis alat tangkap eksisting terhadap 4 jenis sumberdaya ikan unggulan di Provinsi Sumatera Selatan disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26 Jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan potensi 4 jenis sumberdaya ikan unggulan serta nilai produktivitas rata-rata alat tangkap ikan eksisting di Provinsi Sumatera Selatan.

Komoditas Ikan Unggulan Alat Tangkap TAC (ton/th) Tram- mel net Jaring Insang hanyut Jaring In- sang Tetap Jaring ling- kar Pan- cing Bagan Perang kap Jaring Klitik X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 Udang 2.265 0.000 3.158 0.000 0.000 0.000 1.916 0.205 5038.39 Rajungan 0.000 0.870 0.716 0.000 0.000 0.000 0.866 0.000 1564.78 Manyung 0.680 1.824 1.185 0.000 0.772 0.762 0.000 0.000 3590.45 Golok- golok 0.617 2.003 0.000 0.636 0.240 0.593 0.099 0.620 2974.95 4.7.2 Fungsi tujuan

Fungsi tujuan yang dirumuskan bertujuan untuk mengetahui kombinasi optimal dari tiap alat tangkap ikan di Provinsi Sumatera Selatan. fungsi tujuan pada model linier goal programming merupakan fungsi minimal dari batasan masing-masing kendala sumberdaya. Berdasarkan faktor kendala tujuan tersebut di atas maka fungsi tujuan model optimasi linear goal programming pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan dapat ditulis sebagai berikut:

Min Z = DB1 + DA1 + DB2 + DA2 + DB3 + DA3 + DB4 + DA4

4.7.3 Optimalisasi jumlah unit penangkapan ikan

Berdasarkan hasil pengolahan dari input model optimasi yang telah dirumuskan maka dapat ditentukan jumlah kombinasi unit usaha penangkapan ikan yang optimal dikembangkan di Provinsi Sumatera Selatan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Lindo versi 6.1. Output hasil pengolahan dengan program komputer LINDO ditunjukkan pada Lampiran 13. Jumlah unit usaha penangkapan ikan optimal yang dapat dikembangkan di Provinsi Sumatera Selatan secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27 Alokasi jumlah armada penangkapan yang optimum di Provinsi Sumatera Selatan

No. Unit penangkapan ikan Jumlah

(Unit)

1. Trammel net (X1) 53

2. Jaring insang hanyut (X2) 135

3. Jaring insang tetap (X3) 0

4. Jaring insang lingkar (X4) 0

5. Pancing (X5) 0

6. Bagan (X6) 0

7. Perangkap (X7) 173

8. Jaring klitik (X8) 210

Jumlah 571

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas dapat diketahui bahwa terdapat 4 jenis alat tangkap ikan eksisting yang perlu dikembangkan untuk mengelola 4 jenis sumberdaya ikan unggulan di Provinsi Sumatera Selatan yaitu

trammel net, jaring insang hanyut, perangkap dan jaring klitik. Alokasi jumlah unit

alat tangkap ikan yang dapat dikembangkan di Provinsi Sumatera Selatan seluruhnya berjumlah 571 unit. Unit penangkapan ikan yang paling banyak untuk dikembangkan di Provinsi Sumatera Selatan yaitu alat tangkap jaring klitik (X8) dengan jumlah sebanyak 210 unit. Jenis alat tangkap ikan terbanyak kedua yang dapat dikembangkan yaitu alat tangkap perangkap (X7) sebanyak 173 unit. Selanjutnya secara berurut diikuti oleh alat tangkap jaring insang hanyut (X2) dengan jumlah yang dialokasikan sebanyak 135 unit dan trammel net (X1) sebanyak 53 unit.

Sementara itu, alat tangkap ikan eksisting tedapat di Provinsi Sumatra Selatan yang perkembangannya perlu dibatasi agar pengelolaan 4 jenis sumberdaya ikan unggulan dapat optimal yaitu alat tangkap jaring insang tetap, jaring insang lingkar, pancing dan bagan. Hal ini dapat ditunjukkan dari nilai optimasi keempat jenis alat tangkap tersebut bernilai nol seperti yang terlihat pada tabel di atas. Alokasi alat tangkap yang bernilai nol berarti alat tangkap tersebut sebaiknya tidak ditambah lagi sehingga pemanfaatan sumberdaya ikannya dapat optimal.

Penyesuaian komposisi jumlah dari 8 unit alat tangkap ikan eksisting terdapat di Provinsi Sumatera Selatan perlu dilakukan bila dilakukan perbandingan hasil analisis alokasi dengan jumlah unit penangkapan yang ada. Jenis unit penangkapan yang dapat ditambah atau ditingkatkan sebanyak 4 jenis, yaitu: unit penangkapan trammel net sebanyak 53 unit, jaring insang hanyut

sebanyak 135 unit, perangkap sebanyak 175 unit dan jaring klitik sebanyak 210 unit. Sementara itu, untuk 4 jenis alat tangkap ikan berikutnya jumlah yang ada saat ini sedapat mungkin dipertahankan. Secara lebih rinci, perbandingan jumlah optimum dan eksisting dari 8 jenis alat tangkap ikan di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 28

Tabel 28 Perbandingan jumlah optimum dan eksisting pada tahun 2007 dari 8 jenis unit penangkapan ikan terpilih di Provinsi Sumatera Selatan

No. Unit penangkapan ikan

Jumlah yang ada pada tahun

2007 (unit)

Estimasi

jumlah yang

optimum

(unit)

Peluang Penambahan 1. Trammel net (X1) 789 842 53

2. Jaring insang hanyut (X2) 480 615 135

3. Jaring insang tetap (X3) 696 696 0

4. Jaring lingkar (X4) 101 101 0 5. Pancing (X5) 1422 1422 0 6. Bagan (X6) 790 790 0 7. Perangkap (X7) 936 1109 173 8. Jaring klitik (X8) 407 617 210 Jumlah 5621 6192 571

Nilai parameter yang digunakan untuk analisis pengalokasian unit penangkapan mempengaruhi penambahan jumlah alat tangkap, yaitu: jumlah potensi sumberdaya ikan, jumlah tangkapan ikan maksimum yang diperbolehkan (JTB) dan nilai produktivitas dari masing-masing unit penangkapan. Nilai produktivitas yang digunakan pada analisis ini adalah tingkat produktivitas ideal usaha yang menguntungkan, yang nilainya ini nyata lebih tinggi dari nilai produktivitas aktual sekarang, sehingga secara logika jumlah unit penangkapan yang dialokasikan jelas lebih sedikit dari yang ada. Namun, secara komposisi jumlah lima unit penangkapan tersebut ada yang disarankan untuk ditingkatkan dan ada yang disarankan untuk dipertahankan jumlahnya. Hal ini disebabkan oleh pengalokasian yang memperhitungkan beberapa aspek, yaitu aspek efektivitas dam ketersediaan SDI.

Penambahan jumlah unit penangkapan harus dilakukan secara hati-hati dan melalui pengawasan yang terkoordinasi dengan baik untuk mencegah terjadinya konflik di lapangan. Penambahan unit penangkapan yang tidak terkendali dapat mengancam kelestarian sumberdaya dan justru akan mengurangi nilai ekonomi yang diperoleh. Selain itu, penambahan unit tersebut juga sebaiknya difokuskan pada armada penangkapan dengan ukuran GT yang

lebih tinggi. Semakin besar ukuran kapal maka daya jelajahnya menjadi lebih jauh sehingga mampu menangkap dalam jarak tempuh yang lebih ke perairan lepas pantai. Menurut Yulistyo et al. (2006), salah satu upaya pengembangan usaha penangkapan di perairan pantai yang masih potensial adalah melalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan. Motorisasi tersebut diarahkan untuk kapal penangkap ikan berukuran antara 5-10 GT, 10-30 GT dan > 30 GT untuk menjangkau wilayah perairan diatas 12 mil yang sebagian besar belum dieksploitasi (under exploited).

Perbedaan kemampuan tangkap masing-masing jenis alat tangkap menyebabkan alokasi optimum masing-masing alat tangkap berbeda. Untuk alat tangkap jaring insang tetap, jaring insang lingkar, pancing dan bagan, hasil optimasi menunjukkan bahwa keempat jenis alat tangkap ini sebaiknya dipertahankan jumlahnya. Namun dalam pelaksanaannya, tingkat kesulitan mempertahankan jumlah unit alat tangkap tersebut sangat tinggi. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan unit penangkapan yang melebihi dari jumlah optimumnya. Padahal jumlah unit penangkapan eksisting yang telah melebihi alokasi optimum sebaiknya dikurangi agar sumberdaya yang ada dapat dipertahankan (Syahailatua 2006).

Jenis bagan yang ada saat ini adalah bagan tancap yang secara teknis menggangu terhadap alur pelayaran. Oleh karena itu, sebaiknya penggunaan bagan lebih diarahkan kejenis bagan apung karena memiliki keunggulan teknis yang lebih baik. Selain mudah dipindahkan ke daerah penangkapan ikan yang lebih potensial, bagan apung juga tidak mengganggu alur pelayaran serta lebih mudah dalam pemeliharaan. Pertimbangan teknis tersebut menyebabkan bagan apung lebih menguntungkan dibandingkan bagan tancap.

Kemampuan armada penangkapan yang relatif beragam antar jenis alat tangkap dapat menimbulkan konflik antar nelayan. Oleh karena itu perlu adanya peraturan dan sanksi yang tegas sehingga potensi konflik akibat perebutan DPI atau hasil tangkapan tertentu dapat diminimalisir. Selain itu, adanya konsep pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis komunitas yang partisipatif dapat dijadikan solusi maupun masukan yang berharga dalam bidang pemanfaatan perikanan pantai (Murdiyanto 2002).

Dokumen terkait