• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.9 Strategi Pengembangan Perikanan

4.9.2 Analisis hierarki proses

Penentuan prioritas alternatif kebijakan dalam rangka pengembangan kegiatan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan dilakukan dengan menggunakan analisis AHP (Analytical Hierarchy Process). Alasan dipilihnya metode AHP karena metode ini lebih dapat tergambar secara jelas berbagai variabel pengambilan keputusan yang diambil dalam menentukan prioritas alternatif pengembangan kebijakan perikanan tangkap. Dalam menentukan variabel keputusan yang dianalisis menggunakan AHP, pertimbangan yang digunakan adalah dengan mengutamakan strategi yang telah dihasilkan dalam analisis SWOT. Variabel yang digunakan adalah alokasi sarana dan prasarana perikanan, alokasi alat tangkap, memperluasan daerah penangkapan ikan ke perairan > 12 mil dan menambah unit pengolahan untuk meningkatkan akses pasar komoditas unggulan. Hal ini sesuai dengan prioritas strategi yang dihasilkan dari analisis SWOT dan kebutuhan eksisting pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan. Variabel-variabel keputusan yang digunakan untuk pengembangan kebijakan perikanan tangkap di Sumatera Selatan dapat digambarkan dalam diagram hierarki keputusan AHP seperti yang disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Diagram hierarki keputusan AHP dalam penentuan kebijakan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan

Diagram hierarki pengambilan keputusan dalam pemilihan pengembangan kebijakan perikanan tangkap disusun dalam tiga level. Level pertama yang menjadi fokus analisis yakni kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan. Level kedua diagram hierarki yaitu variabel masalah yang berpengaruh terhadap pengembangan perikanan tangkap. Terdapat empat masalah pokok yang terpilih meliputi sarana dan prasarana, aktivitas kegiatan usaha penangkapan ikan, pengolahan serta pemasaran produk hasil perikanan.

Berdasarkan pada kriteria masalah tersebut dapat dirumuskan alternatif kebijakan pada level ketiga. Secara garis besar terdapat empat alternatif kebijakan yang dapat dipilih yaitu:

1) Menambah alokasi unit alat tangkap untuk dapat memanfaatkan sumberdaya komoditas unggulan secara optimum.

2) Menambah unit pengolahan untuk meningkatkan akses pasar komoditas unggulan.

3) Menambah prasarana pelabuhan yang dilengkapi dengan pabrik es, galang kapal dan stasiun pengisian bahan bakar.

4) Memperluas jangkauan daerah penangkapan ikan hingga di atas 12 mil. Tahapan proses pengolahan data pada analisis AHP ada 2, yaitu pengolahan secara horisontal dan pengolahan secara vertikal. Pengolahan horisontal yaitu membandingkan antar elemen yang menjadi variabel dari setiap

Pengembangan Perikanan Tangkap di Provinsi Sumatera Selatan

Sarana dan prasarana 0,483 Aktivitas usaha penangkapan 0,276 Pengolahan 0,101 Pemasaran 0,141 Meningkatkan jumlah unit alat

tangkap 0,350 Menambah unit pengolahan 0,205 Memperluas jangkauan daerah penangkapan di atas12 mil 0,069 Menambah prasarana pelabuhan 0,376 Level 1: Fokus Level 2: Masalah Level 3: Alternatif Kebijakan

variabel elemen di atasnya, dan bobot nilai elemen diatasnya tersebut tidak dihitung. Sedangkan pengolahan secara vertikal dihitung dengan membandingkan antar semua elemen dalam satu level, dan perhitungan bobot nilai setiap elemen diatasnya akan berpengaruh terhadap nilai setiap elemen pada level berikutnya. Analisis secara vertikal merupakan hasil akhir bobot nilai dari setiap elemen variabel pengambilan keputusan.

1) Analisis Hasil Pengolahan Horizontal

Analisis pengolahan horizontal dilakukan terhadap setiap level yang dibuat dalam diagram hierarki AHP. Terdapat tiga level hierarki pengambilan keputusan yang telah disusun yaitu pada level pertama sebagai fokus utama; level kedua didasarkan pada masalah; dan level ketiga merupakan alternatif kebijakan.

Pada level pertama hanya terdapat satu-satunya elemen fokus yaitu pengembangan kebijakan perikanan tangkap, sehingga elemen tersebut merupakan satu-satunya hasil pengolahan horisontal pada level pertama.

Pengolahan horisontal pada level kedua dilakukan terhadap berbagai elemen masalah menurut setiap masalah yang ditetapkan sebagai kriteria penilaian dalam kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan. Hasil analisis pengolahan data pada level kedua dapat dilihat pada Tabel 43.

Hasil pengolahan horisontal level kedua (elemen masalah)

Tabel 43 Bobot nilai hasil pengolahan horisontal elemen masalah pada level kedua

No Masalah Bobot Nilai

1 Sarana dan prasarana 0,483

2 Usaha Penangkapan 0,276

3 Pengolahan 0,101

4 Pemasaran 0,141

Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,08

Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui bahwa elemen masalah sarana dan prasarana merupakan elemen masalah yang paling penting dengan bobot nilai sebesar 0,483. Selanjutnya diikuti oleh elemen masalah usaha penangkapan dengan bobot nilai 0,276. Elemen masalah pemasaran dan

pengolahan memiliki bobot nilai masing-masing sebesar 0,141 dan 0,101. Hasil penilaian responden seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas telah cukup konsisten yang ditandai dengan nilai rasio inkonsistensi (RI) sebesar 0,08, berada dibawah nilai 0,1.

No .

Hasil pengolahan horisontal level ketiga (elemen alternatif kebijakan)

Pengolahan horisontal pada level ketiga bertujuan untuk memilih alternatif kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan didasarkan pada 4 elemen masalah yang telah ditetapkan pada level ketiga. Secara lebih lengkap hasil analisis pengolahan horisontal pada level ketiga disajikan pada Tabel 44.

Tabel 44 Susunan bobot dan prioritas hasil pengolahan horisontal elemen alternatif kebijakan pada level ketiga

Sub masalah Alternatif Kebijakan RI

Alt.1 Alt2 Alt3 Alt4

1. Sarana dan pasarana 0,305 0,094 0,534 0,067 0,08

2. Usaha penangkapan 0,548 0,109 0,274 0,070 0,05

3. Pengolahan 0,152 0,523 0,240 0,085 0,02

4. Pemasaran 0,271 0,544 0,122 0,064 0,07

Keterangan :

Alternatif 1 : Menambah alokasi unit alat tangkap untuk dapat memanfaatkan sumberdaya komoditi unggulan secara optimum.

Alternatif 2 : Menambah unit pengolahan untuk meningkatkan akses pasar komoditas unggulan.

Alternatif 3 : Menambah prasarana pelabuhan .yang di lengkapi dengan pabrik es, galangan kapal dan stasiun pengisian bahan bakar.

Alternatif 4 : Memperluas jangkauan daerah penangkapan ikan di atas 12 mil. Berdasarkan analisis pengolahan horisontal AHP seperti yang disajikan pada tabel di atas dapat dilihat bahwa bobot penilaian dari setiap alternatif kebijakan memiliki distribusi bobot yang hampir merata bagi alternatif kebijakan pertama, kedua dan ketiga. Sedangkan bobot nilai untuk alternatif kebijakan keempat memiliki bobot nilai yang paling rendah dipandang dari seluruh elemen masalah yang telah ditetapkan.

Alternatif kebijakan ketiga yaitu melengkapi sarana dan prasarana pendukung menjadi prioritas utama berdasarkan penilaian masalah sarana dan prasarana. Bila ditinjau berdasarkan aspek masalah usaha penangkapan maka alternatif kebijakan pertama yakni menambah alokasi jumlah armada

penangkapan yang menjadi prioritas utama. Sedangkan prioritas utama kebijakan yang dipilih berdasarkan aspek pengolahan dan pemasaran yaitu alternatif kebijakan kedua yakni menambah unit pengolahan untuk meningkatkan akses pasar komoditas unggulan. Hasil penilaian responden seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas telah cukup konsisten yang ditandai dengan semua nilai rasio inkonsistensi (RI) sebesar berada dibawah nilai 0,1.

2) Analisis Hasil Pengolahan Vertikal

Pengolahan vertikal adalah menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Pengolahan vertikal dilakukan setelah matriks pendapat diolah secara horisontal dan memenuhi syarat rasio inkonsistensi. Berdasarkan hasil analisis horisontal di atas dapat diketahui bahwa nilai inkonsistensi yang paling besar yang sebesar 0,08 artinya nilai tersebut masih berada dibawah 0,1 sehingga dapat dianggap masih memiliki nilai konsistensi yang baik. Analisis pengolahan vertikal dari model hierarki keputusan pemilihan alternatif kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan juga dilakukan pada setiap tingkat seperti pada pengolahan horisontal.

Hasil analisis pengolahan vertikal pada level pertama memiliki nilai 1, karena hanya terdapat satu elemen variabel fokus kegiatan yaitu pengembangan kebijakan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan.

Pengolahan vertikal pada level kedua adalah untuk mengetahui permasalahan yang paling berpengaruh terhadap pemilihan alternatif kebijakan pengembangan perikanan tangkap. Hasil analisis pengolahan vertikal level kedua disajikan pada Tabel 45.

Hasil pengolahan vertikal level kedua (elemen masalah)

Tabel 45 Bobot nilai hasil pengolahan vertikal pada level kedua

No. Kriteria Bobot Nilai Ranking

1. Sarana dan prasarana 0,483 1

2. Usaha Penangkapan 0,276 2

3. Pengolahan 0,101 4

4. Pemasaran 0,141 3

Hasil pengolahan vertikal pada level kedua memberikan hasil yang sama dengan hasil pengolahan horisontal pada tingkat yang sama, karena pada tingkat

ini langsung berada di bawah tingkat pertama atau fokus dari model hierarki sistem keputusan. Dari Tabel 45 dapat dilihat bahwa permasalahan utama yang paling berpengaruh terhadap penentuan kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan yaitu masalah sarana dan prasarana merupakan elemen masalah yang paling penting dengan bobot nilai sebesar 0,483. Selanjutnya secara berurut diikuti oleh elemen masalah usaha penangkapan dengan bobot nilai 0,276. Elemen masalah pemasaran dengan bobot nilai sebesar 0,141, sedangkan elemen masalah pengolahan hasil perikanan memiliki bobot yang paling rendah yaitu sebesar 0,101.

Hasil analisis pengolahan vertikal pada level kedua menunjukkan bahwa kegiatan pengembangan usaha perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan memiliki ketergantung yang relatif besar terhadap kondisi sarana dan prasarana. Dukungan sarana dan prasarana yang baik akan berdampak pada berkembangnya usaha pada sektor perikanan tidak hanya pada on farm yakni usaha penangkapan, tetapi juga akan berdampak pada pengembangan usaha off farm yakni usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Adanya infrastruktur yang baik akan menciptakan kondisi usaha menjadi lebih efisien.

Hasil Pengolahan Vertikal pada Level Ketiga

Analisis pengolahan pada level ketiga dilakukan untuk menentukan alternatif kebijakan yang akan dipilih berdasarkan kriteria masalah dan sub masalah yang telah ditetapkan. Hasil analisis pengolahan vertikal pada level ketiga dapat dilihat pada Tabel 46.

Tabel 46 Bobot nilai hasil pengolahan vertikal pada level ketiga (elemen alternatif)

No. Alternatif Kebijakan Bobot Nilai Ranking

1. Menambah alokasi unit alat tangkap untuk dapat

memanfaatkan sumberdaya komoditas unggulan secara optimum

0,350 2

2. Menambah unit pengolahan untuk meningkatkan akses pasar

komoditas unggulan. 0,205 3

3. Menambah prasarana pelabuhan yang dilengkapi dengan pabrik es, galang kapal dan stasiun pengisian bahan bakar.

0,376 1

4. Memperluas jangkauan daerah

penangkapan ikan diatas 12 mil 0,069 4

Rasio Inkonsistensi = 0,08

Hasil pengolahan vertikal level keempat menunjukan bahwa prioritas kebijakan utama dalam rangka pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan adalah melengkapi sarana dan prasarana pendukung operasional usaha perikanan dengan bobot nilai mencapai sebesar 0,376. Prioritas alternatif berikutnya yaitu menambah alokasi jumlah unit alat tangkap secara optimum dengan bobot nilai 0,350. Prioritas alternatif yang ketiga yaitu menambah unit pengolahan untuk meningkatkan akses pasar komoditas unggulan dengan bobot nilai 0,205. Sedangkan alternatif kebijakan memperluas jangkauan daerah penangkapan ikan di atas 12 mil menjadi prioritas terakhir dengan optimum dengan bobot nilai 0,069

Rasio inkonsistensi yang diperoleh dari pengolahan vertikal pada level keempat sebesar 0,08. Nilai rasio inkonsistensi ini menunjukan bahwa kualitas informasi yang diperoleh dari para stakeholder yang menjadi responden dalam kajian ini sangat baik dan mencerminkan konsistensi responden dalam menilai berbagai kriteria yang berpengaruh dalam penyusunan kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Sumatera Selatan.

Prioritas utama alternatif strategi kebijakan pengembangan perikanan di Provinsi Sumatera Selatan yaitu dengan meningkatkan sarana dan prasarana pendukung operasional usaha perikanan. Hal ini dimungkinkan mengingat bahwa pengembangan perikanan di Sumatera Selatan memiliki ketergantung yang

cukup besar terhadap permasalahan sarana dan prasarana tersebut. Dukungan dari fasilitas pendukung dan infrastruktur yang baik, maka kegiatan usaha perikanan baik penangkapan, pengolahan maupun pemasaran dapat menjadi lebih efisien dan menjadi poin penting meningkatkan keunggulan produk perikanan di Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu, pengembangan jumlah unit armada penangkapan akan menjadi lebih baik dengan tersedianya sarana dan prasarana pendukung di pelabuhan terlebih dahulu. Ketersediaan fasilitas di pelabuhan akan berdampak pada kegiatan operasi penangkapan ikan menjadi lebih optimum.

Kebijakan lain yang tidak kalah penting adalah pemanfaatan sumberdaya ikan pada wilayah perairan > 12 mil, antara lain wilayah Laut Cina Selatan. Untuk dapat memanfaatkan SDI di perairan tersebut maka dibutuhkan dukungan armada yang besar dan keterampilan nelayan yang lebih baik. Laut cina selatan masih memiliki potensi perikanan yang besar sehingga peluang pengembangan perikanan ke daerah ini masih cukup besar. Berdasarkan hasil penelitian Riddo

et al. (2002) bahwa distribusi ikan demersal di Laut Cina Selatan terkonsentrasi

pada kedalaman antara 13-75 m, dan konsentrasi paling tinggi berada disekitar estuaria. Sementara itu menurut Masrikat (2003), perairan Laut Cina Selatan memiliki densitas ikan paling tinggi dilapisan pada kedalaman 5-25 m dan terkonsentrasi pada bagian selatan perairan yang dangkal dibandingkan dengan bagian utara yang relatif dalam.

4.10 Rancang Bangun Pengembangan Perikanan Tangkap di Provinsi

Dokumen terkait