• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Alokasi Anggaran Pembangunan

Suparmoko (2000) memberikan pengertian anggaran (Budget) yakni, suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu (yang biasanya adalah satu tahun).

Dalam Budget atau anggaran dari pengertian tersebut di atas, dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. Pada sisi penerimaan terdapat sumber penerimaan rutin atau penerimaan dalam negeri dan sumber penerimaan pembangunan, penerimaan rutin terdiri dari penerimaan pajak langsung, pajak tidak langsung dan penerimaan bukan dari pajak (non tax revenues).

Menurut Suparmoko (2000), menjelaskan bahwa penerimaan pembangunan terdiri dari bantuan program dan bantuan proyek. Bantuan program adalah bantuan yang tidak berkaitan pada proyek-proyek tertentu, yang berperan sebagai sumber tambahan bagi pembiayaan import, barang modal, bahan baku, bahan pangan guna memantapkan pembangunan. Sedangkan dari sisi pengeluaran atau belanja negara dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom serta pembayaran bungan cicilan utang, sedangkan pengeluaran pembangunan diperinci menjadi pengeluaran untuk program pengembangan untuk program pembangunan dan pengeluaran bantuan proyek.

Pada konteks lain Suparmoko (2000) memberi pemahaman bahwa, pada pokoknya budget harus mencerminkan politik pengeluaran pemerintah yang rasional baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif sehingga akan terlihat bahwa:

1. Ada pertanggungjawaban atas pemungutan pajak dan pungutan lainnya oleh pemerintah, misalnya untuk memperlancar proses pembangunan.

2. Adanya hubungan yang erat antara fasilitas penggunaan dana dan penarikannya.

3. Adanya pola pengeluaran pemerintah yang dapat dipakai sebagai pertimbangan di dalam menentukan pola penerimaan pemerintah yang pada akhirnya menentukan pula tingkat distribusi penghasilan dalam perekonomian.

Melalui anggaran (budget) umumnya dapat dipakai sebagai untuk mempengaruhi kecepatan peningkatan penghasilan nasional. Adapun mengenai

budget yang dipakai tergantung pada keadaan perekonomian yang dihadapi. Dalam

keadaan deflasi biasanya dipergunakan budget yang defisit, dalam keadaan inflasi yang dipergunakan budget yang surplus dan dalam keadaan normal dipergunakan

budget yang seimbang, jadi jelasnya budget di sini dapat dipergunakan sebagai alat

politik fiskal (Suparmoko, 2000). 2.2.2. Perencanaan Keuangan

Alokasi anggaran untuk pembangunan sektoral yang tersusun dalam Anggaran Belanja Daerah merupakan perencanaan keuangan yang berlaku untuk masa satu tahun anggaran. Perencanaan keuangan ini dimaksudkan untuk membiayai proyek-proyek Pemerintahan Daerah yang telah direncanakan sebelumnya.

Menurut Arsyad (1999), dalam perencanaan keuangan, pembiayaan ditetapkan bentuk dan perkiraan dimuat di atas dasar berbagai hipotesis yang mencakup pertumbuhan pendapatan nasional, konsumsi, impor, dan sebagainya. Untuk menutupi pembiayaan tersebut melalui perpajakan, tabungan dan peningkatan penguasaan uang kontan. Hal ini dapat dicapai dengan menciptakan keseimbangan antara pendapatan masyarakat-upah, pendapatan petani dan lain-lainnya dengan

jumlah barang konsumsi yang akan tersedia bagi masyarakat. Selanjutnya perencanaan ini juga harus menciptakan keseimbangan antara bagian dari pendapatan masyarakat yang akan dipakai untuk investasi swasta dengan jumlah barang investasi barang yang disediakan bagi sektor swasta.

Untuk mewujudkan keseimbangan yang dimaksud, pemerintah perlu melakukan berbagai upaya dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan barang-barang yang bersifat sosial yang dapat menjadi faktor pendukung bagi kelancaran aktivitas perekonomian masyarakat.

Dalam konteks itu, menurut Arsyad (1999), pada sektor pemerintah keseimbangan harus diciptakan antara dan keuangan yang disediakan bagi tujuan investasi dengan jumlah barang investasi yang akan diproduksi atau diimpor. Di samping keseimbangan yang demikian itu, perlu juga diciptakan keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Perencanaan keuangan dengan demikian dianggap menjamin keseimbangan antara permintaan dengan penawaran, menghindari inflasi menghasilkan stabilitas ekonomi.

Namun demikian, menurut Arsyad (1999) pendangan di atas nampaknya berlebihan bagi NSB, karena di NSB perencanaan keuangan ini mempunyai beberapa keterbatasan yaitu:

1. Kebijakan mobilitas sumber keuangan melalui perpajakan dapat berpengaruh pada kecenderungan menabung.

2. Di NSB terdapat banyak sekali sektor non-keuangan di bidang pangan (subsisten) dan sedikit sekali sektor keuangan yang terorganisasi jadi, ada ketidakseimbangan antara kedua sektor tersebut. Ini akan mengakibatkan kelangkaan dalam penawaran dan kondisi inflasioner. Akibatnya, secara fisik bisa terganggu.

3. Ada kemungkinan penawaran dapat ditingkatkan melalui impor, tetapi hal demikian akan mempersulit neraca pembayaran NSB.

4. Agar berhasil perencanaan keuangan harus bebas dari segala kemacetan, khususnya kondisi yang inflasioner. Perencanaan seperti ini lebih tepat dipergunakan pada perencanaan sektoral daripada perencanaan menyeluruh. 5. Perencanaan keuangan tidak sesuai untuk NSB, yang berarti tidak saja

kehilangan pendapatan potensial tetapi juga merupakan ancaman bagi sifat pembangunan sosial yang berimbang. Perencanaan ini tidak dapat menyediakan lapangan kerja yang memadai pada tingkat upah rata-rata dengan kenaikan penduduk dan dengan demikian dapat meningkatkan ketimpangan antara mereka yang beruntung memperoleh pekerjaan dengan mereka yang belum mendapatkan pekerjaan.

Memperhatikan pendapat di atas, mestinya alokasi anggaran untuk pembangunan sektoral yang direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara, terutama untuk memperluas lapangan kerja, telah memperhitungkan berbagai sektor yang dapat mempengaruhi nila-nilai output dan outcomes alokasi anggaran tersebut.

Dengan demikian, perencanaan alokasi anggaran untuk pembangunan sektoral dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah tidak hanya berfungsi menumbuhkan pendapatan masyarakat melalui berbagai usaha dan perluasan lapangan kerja, tetapi dapat meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah.

2.2.3. Perencanaan Fisik

Diterimanya suatu pengajuan anggaran pembangunan sektoral menjadi kebijakan keuangan Daerah tentu telah didasarkan pada suatu konsep perencanaan program yang mencakup berbagai aspek perencanaan fisik.

Perencanaan fisik adalah suatu usaha untuk menjabarkan usaha pembangunan melalui pengalokasian faktor-faktor produksi dan hasil produksi sehingga

memaksimalkan pandapatan dan pekerjaan. Keseimbangan fisik hanya dapat dicapai perkiraan yang tepat terhadap hubungan antara investasi dengan output (Arsyad, 1999).

Oleh karena itu, koefisien investasi dapat dihitung. Koefisien ini menunjukkan jumlah investasi dan juga komposisi investasi tersebut dapat artian berbagai barang yang dibutuhkan dalam rangka memperoleh kenaikan output suatu produk dengan jumlah tertentu. Sebagai contoh, berapa banyak besi, berapa banyak batu bara, berapa tenaga listrik yang diperlukan untuk memproduksi satu ton tambahan baja. Atas dasar ini, kenaikan output yang direncanakan untuk berbagai produk tersebut disesuaikan dengan jumlah dan jenis investasi. Output dari berbagai produk tersebut disesuaikan dengan jumlah dan jenis investasi. Output dari berbagai sektor perekonomian juga perlu diseimbangkan, karena output dari suatu cabang perekonomian merupakan

input untuk memproduksi output cabang lainnya. Perencanaan keuangan hanyalah

alat untuk mencapai tujuan ini. Kurangnya dan untuk melaksanakan proyek investasi di NSB biasanya tidak menggambarkan kurangnya sumber daya fisik, tetapi karena kegagalan menggunakan sumber daya riil dengan cara yang benar (Arsyad, 1999).

Di dalam perencanaan fisik, taksiran menyeluruh dibuat berdasarkan sumber daya nyata yang tersedia seperti bahan mentah tenaga kerja, dan sebagainya, dan bagaimana sumber daya tersebut diperoleh sehingga tidak muncul kemacetan selama pelaksanaan rencana tersebut. Perencanaan fisik memerlukan penetapan fisik yang menyangkut produksi pertanian dan industri, jasa angkutan, investasi perekonomian. Di antara berbagai masalah yang ditetapkan tersebut harus ada keseimbangan yang

tepat. Lebih dari itu, perencanaan fisik harus dilihat sebagai perencana jangka panjang yang menyeluruh dan bukan perencanaan jangka pendek secara pasial.

Namun demikian, menurut Arsyad (1999), di NSB perencanaan fisik mempunyai beberapa kelemahan yaitu:

1. Sebagian besar masalah ekonomi terletak pada lengkapnya data statistik dan informasi sumber tentang sumber daya fisik yang tersedia, jika sasaran fisik yang ditetapkan melebihi tersedianya sumber daya karena data yang tidak akurat, perencanaan akan berakhir dengan kegagalan.

2. Masalah lain adalah bagaimana membuat keseimbangan antara berbagai bagian perekonomian. Mencapai konsistensi internal bertaraf tinggi di NSB adalah tidak mungkin karena adanya kesulitan strukrual yang inheren. Negara mungkin belum mencapai tingkat teknologi yang diperlukan guna mencapai sasaran yang telah ditentukan. Mungkin saja panen tiba-tiba gagal sehingga persediaan barang-barang pertanian menjadi terbatas. Atau, produksi industri mungkin jatuh karena langkanya cadangan tenaga listrik. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan seperti itu. Lange menyarankan konsumsi dilengkapi dengan persediaan cadangan tertentu.

3. Kelangkaan sasaran fisik seperti itu, pasti mengakibatkan tekanan inflasioner. Bagi perekonomian yang masih terbelakang dengan tingkat pendapatan dan hubungan yang sangat rendah tekanan inflasioner sangat berbahaya. Dalam situasi seperti itu, dianjurkan diadakannya pengawasan dan alokasi fisik. Menyadari beratnya beban dan kesukaran yang terkandung di dalam pengawasan dan pendistribusian tersebut, perlu pula ditekankan bahwa pengawasan ini jangan dianggap dengan sendiri memadai dan karena itu harus serentak dibarengi dengan langkah-langkah untuk meningkatkan penawaran. 4. Bagi NSB perencanaan fisik tanpa perencanaan keuangan selalu merupakan

negasi bagi perencanaan jika rencana disusun atas dasar sumber daya fisik tanpa memperhatikan tersedianya sumber daya keuangan, sasaran rencana tak pernah dapat terpenuhi.

Beranjak dari uraian pendapat di atas, maka keberhasilan pembangunan ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tidak hanya ditentukan kekayaan sumber daya alam, tetapi lebih banyak ditentukan oleh kemampuan Pemerintah. Daerah dalam merumuskan kebijakan-kebijakan strategis pembangunan ekonomi.

Dokumen terkait