• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.8. Indeks Pembangunan Manusia

IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari 3 (tiga) indeks yang menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihan-pilihan, yaitu:

1. Indeks Harapan Hidup. 2. Indeks Pendidikan.

3. Indeks Standar Hidup Layak.

Rumus umum yang dipakai adalah sebagai berikut: IPM =1/3 (X1 + X2 + X3) di mana:

X1 = Indeks Harapan Hidup X2 = Indeks Pendidikan

X3 = Indeks Standar Hidup Layak

Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung indeksnya sehingga bernilai antara 0 (terburuk) dan 1 (terbaik). Untuk memudahkan dalam analisa biasanya indeks ini dikalikan 100. Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut:

IPM =

3 1 I Ii ; Ii = i i i i X Min X Max X Min X   Di mana:

Ii = Indeks komponen IPM ke i di mana i = 1,2,3 Xi = Nilai indikator komponen IPM ke i

MaxXi = Nilai maksimum Xi Min Xi = Nilai minimum Xi 2.8.1. Indeks Harapan Hidup

Indeks Harapan Hidup menunjukkan jumlah tahun hidup yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per tahun variabel e0 diharapkan akan mencerminkan rata-rata lama hidup sekaligus hidup sehat masyarakat. Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel). Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin. Secara singkat, proses penghitungan angka harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan cara menstandarkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya.

2.8.2. Indeks Pendidikan

Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS). Populasi yang digunakan adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas karena pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah sehingga belum pantas untuk rata-rata lama sekolahnya. Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan

harapan dapat mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), di mana Lit merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk. MYS dihitung secara tidak langsung, pertama-tama dengan memberikan Faktor Konversi pada variabel “Pendidikan yang Ditamatkan”. Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai dengan bobotnya.

MYS =

i i i f s x f Di mana:

MYS = Rata-rata lama sekolah

fi = Frekuensi penduduk berumur 10 tahun ke atas pada jenjang pendidikan i, i = 1,2,…,11

si = Skor masing-masing jenjang pendidikan

Angka melek huruf pengertiannya tidak berbeda dengan definisi yang telah secara luas dikenal masyarakat, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Pengertian rata-rata lama sekolah, secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut: misalkan di Provinsi Sumatera Utara ada 5 orang tamatan SD, 5 orang tamatan SMP, 5 orang tamatan SMA, 5 orang tidak sekolah sama sekali, maka rata-rata lama sekolah di Provinsi Sumatera Utara adalah {5 (6) + 5 (9) +5 (12) +5 (0)} : 20 = 6,25 tahun.

Setelah diperoleh nilai Lit dan MYS, dilakukan penyesuaian agar kedua nilai ini berada pada skala yang sama yaitu antara 0 dan 1. Selanjutnya kedua nilai yang telah disesuaikan ini disatukan untuk mendapatkan indeks pendidikan dengan perbandingan bobot 2 untuk Lit dan 1 untuk MYS, sesuai ketentuan UNDP. Dengan demikian untuk menghitung indeks pendidikan digunakan rumus:

IP = 2/3 Indeks Lit + 1/3 Indeks MYS 2.8.3. Purchasing Power Parity/Paritas Daya Beli (PPP)

Untuk mengukur dimensi standar hidup layak (daya beli), UNDP menggunakan indikator yang dikenal dengan real per kapita GDP adjusted. Untuk perhitungan IPM sub nasional (provinsi atau kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita karena PDRB per kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM. Untuk mengukur daya beli penduduk antarprovinsi di Indonesia, BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar bisa dibandingkan antardaerah dan antarwaktu yang disesuaikan dengan indeks PPP dengan tahapan sebagai berikut (berdasarkan ketentuan UNDP):

a. Menghitung rata-rata pengeluaran konsumsi perkapita per tahun untuk 27 komoditi dari SUSENAS Kor yang telah disesuaikan (=A).

b. Menghitung nilai pengeluaran riil (=B) yaitu dengan membagi rata-rata pengeluaran (A) dengan IHK tahun yang bersangkutan.

c. Agar indikator yang diperoleh nantinya dapat menjamin keterbandingan antar daerah, diperlukan indeks “Kemahalan wilayah” yang biasa disebut dengan daya beli per unit (= PPP/Unit). Metode penghitungannya disesuaikan dengan metode yang dipakai International Comparsion Project (ICP) dalam menstandarkan GNP per kapita suatu negara. Data yang digunakan adalah data kuantum per kapita per tahun dari suatu basket komoditi yang terdiri dari 27 komoditi yang diperoleh dari Susenas Modul sesuai ketetapan UNDP (Tabel 6). Penghitungan PPP/unit dilaksanakan dengan rumus:

PPP/unit = Ri = ) , ( ) , ( ) , ( 27 1 27 1 j i Q j i P j i E j j

Di mana:

E (i,j) = Pengeluaran untuk komoditi j di Provinsi i P (i,j) = Harga komoditi j di Provinsi i

Q (i,j) = Jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di Provinsi i

Untuk kuantitas sewa rumah ditentukan berdasarkan Indeks Kualitas Rumah yang dihitung berdasarkan kualitas dan fasilitas rumah tinggal 7 (tujuh) yang diperoleh dari daftar isian Susenas.

1. Lantai : keramik, marmer, atau granit = 1, lainnya = 0 2. Luas lantai perkapita : > 10 m2 = 1, lainnya = 0 3. Dinding : tembok = 1, lainnya = 0

4. Atap : kayu/sirap, beton = 1, lainnya = 0 5. Fasilitas penerangan : Listrik = 1, lainnya = 0 6. Fasilitas air minum : Ledeng = 1, lainnya = 0 7. Jamban : Milik sendiri = 1, lainnya = 0 8. Skor awal untuk setiap rumah = 1

Indeks Kualitas Rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu rumah tangga tinggal dan bernilai antara 1 s/d 8. Kualitas dari rumah yang di konsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kualitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit (=C).

d. Untuk mendapatkan nilai pengeluaran riil yang dapat dibandingkan antar waktu dan antar daerah maka nilai B dibagi dengan PPP/unit (=C).

e. Menyesuaikan nilai C dengan Formula Aktinson sebagai upaya untuk mengestimasi nilai marginal utility dari C (=D). Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil, dinyatakan sebagai berikut (berdasarkan ketentuan UNDP):

D = C Jika C ≤ Z

= Z + 2(C– Z)(1/2) Jika Z < C ≤ 2Z

= Z + 2(Z)(1/2) + 3(C-2Z)(1/3) Jika 2Z < C ≤ 3Z

Di mana:

C = konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit

Z = threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai batas kecukupan yang ditetapkan Rp 1.040.250,- per kapita setahun atau Rp 2.850,- per hari (BPPS, 2005).

2.9. Penelitian Terdahulu

Noorbakhsh (1999), dalam penelitiannya tentang, “Analisis Pengaruh Restrukturisasi Hutang yang Diselenggarakan Bank Dunia (World Bank) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (human development index = HDI) negara-negara sedang berkembang. Penelitian dilakukan terhadap 86 negara sedang berkembang pada tahun 1992. Noorbakhsh menyusun model menurut klasifikasi negara-negara yang dikeluarkan World Bank, yakni: (a) restrukturisasi intensif (early-intensive

adjustment lending = EAL), (b) restrukturisasi (other adjustment lending = OAL) dan

(c) non restrukturisasi (non-adjustment lending = NAL). Dengan menggunakan analisis regressi maka metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: HDI = á0 + á1d1 + á2d2 + á3dLI + 1GDP + 2(d1GDP) + 3(d2GDP) + 4(dLIGDP) + u

Hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa negara-negara yang termasuk kategori EAL tidak signifikan mempengaruhi HDI. Ini menjadi pukulan bagi World

terhadap pembangunan manusianya. Dalam penelitian ini, Indonesia termasuk dalam kategori negara OAL – middle income.

Ranis dan Stewart (2004) dalam penelitiannya tentang “Pengaruh Timbal-Balik antara Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth) dan Pembangunan Manusia (Human Development) di Negara-negara Amerika Latin”. Mereka menggunakan model regressi dengan persamaan simultan, masing-masing untuk persamaan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Pembangunan manusia dengan proksi tingkat kematian bayi (HD) dipengaruhi oleh variabel-variabel tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita (GDP growth rate = GDP), persentase belanja pemerintah untuk pendidikan terhadap PDB (public expenditure on education as a

percentage of GDP = PEE) dan tingkat partisipasi kasar sekolah tingkat dasar

perempuan (gross female primary school enrollment rate = FPS). Metode penelitian yang digunakan adalah regressi berganda. Beliau menyimpulkan pembangunan manusia tidak signifikan dipengaruhi pertumbuhan ekonomi, sehingga penelitian ini memiliki kelemahan dalam menjelaskan pengaruh timbal-balik antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi. Hanya variabel FPS di luar dummy yang signifikan menjelaskan pembangunan manusia di negara-negara Amerika Latin. Penggunaan tingkat kematian bayi sebagai proksi pembangunan manusia diperkirakan sebagai penyebab tidak baiknya hasil estimasi. Terutama dikaitkan dengan PEE yang relatif tidak berhubungan dengan tingkat kematian bayi. Akan lebih baik jika menggunakan variabel pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan.

Brata (2004), dalam penelitiannya tentang “Hubungan Timbal-Balik Antara Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Kabupaten/Kota di Indonesia. Brata dalam model penelitiannya menggunakan variabel-variabel output regional (Y) proksi kinerja ekonomi, angka harapan hidup (LER) proksi pembangunan manusia, persentase rumah tangga yang memiliki air bersih (WATER) proksi distribusi pendapatan, dummy untuk daerah penghasil migas (dOIL) dan dummy untuk daerah perkotaan (dCITY). Dengan menggunakan metode regressi berganda, ditemukan dua variabel penjelas yang berpengaruh signifikan di luar dummy, yaitu WATER dan Y.

WATER berpengaruh negatif terhadap LER. Secara teoritis antara distribusi

pendapatan dan pembangunan manusia berlaku hubungan positif, sehingga ada kemungkinan bahwa WATER masih kurang tepat sebagai proksi variabel distribusi pendapatan. Sementara koefisien positif dari variabel Y menunjukkan bahwa kinerja ekonomi yang baik memungkinkan pembangunan manusia yang baik pula. Aloysius Gunadi Brata (2005), dalam penelitiannya tentang “Pengaruh pengeluaran Pemerintah Daerah Khususnya bidang Pendidikan dan Kesehatan (IPP), Investasi Swasta (IS) dan Distribusi Pendapatan Proksi Indeks Gini (IG) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam Konteks Regional (Antarprovinsi) di Indonesia. Dengan menggunakan metode regressi berganda, beliau menemukan variabel pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan manusia. Semakin besar alokasi pengeluaran bidang pendidikan dan kesehatan semakin baik pula IPM dicapai. Variabel investasi swasta berpengaruh negatif terhadap IPM. Hal ini dimungkinkan karena karakteristik investasi swasta

tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia. Variabel IG berpengaruh positif terhadap IPM, artinya semakin merata distribusi pendapatan semakin baik pula pembangunan manusia. Variabel lagIG menunjukkan pengaruh negatif yang berarti pada jangka panjang akan semakin sulit meningkatkan kualitas SDM melalui distribusi pendapatan.

Charisma (2008) dalam penelitiannya tentang, “Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia”, dengan menggunakan metode regressi berganda mengatakan bahwa secara parsial (T-Statistik) menunjukkan variabel pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan (PRM) berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia di Indonesia, variabel pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan (PRB) berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia di Indonesia, variabel Pemerintah untuk Pendidikan (PPD) berpengaruh positif terhadap perkembangan pembangunan manusia, variabel Rasio Penduduk Miskin (RPM) negatif terhadap pembangunan nasional di Indonesia, variabel krisis ekonomi (D) berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia di Indonesia. Hasil uji stimultan (F-statistik) menunjukkan secara bersama-sama (serempak), variabel-variabel bebas (PRM, PRB, RPM, PPD dan D) berpengaruh terhadap variabel terikat (IPM). Hasil estimasi telah memenuhi uji kesesuaian model untuk uji serempak, sehingga hasil estimasi dapat digunakan untuk analisis.

Dokumen terkait