TUJUAN EKONOMI EFISENSI/PERTUMUHAN
V. PERKEMBANGAN KAWASAN DAN TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT
5.1. Alokasi Pengeluaran Pemerintah dan Kredit Perbankan Kawasan
5.1.1. Alokasi Pengeluaran Pemerintah Kawasan
Pengeluaran pemerintah daerah terdiri dari pengeluaran rutin dan
pembangunan dengan alokasi seperti disajikan pada Tabel 11. Nilai nominal
pengeluaran pemerintah secara umum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
sesuai dengan perkembangan penerimaan, tetapi dengan laju pertumbuhan yang
berbeda antara pengeluaran rutin dan pembangunan. Laju pertumbuhan
pengeluaran rutin yang lebih besar dibanding pembangunan menyebabkan alokasi
pengeluaran pembangunan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Faktor
yang diduga menjadi penyebab peningkatan alokasi pengeluaran rutin adalah
peningkatan kebutuhan anggaran belanja pegawai seperti gaji dan berbagai
fasilitas lainna serta kemungkinan penyalahgunaan wewenang. Alokasi
pengeluaran pembangunan selama periode sentralisasi (1998 – 2000) mengalami
penurunan setelah implementasi desentralisasi fiskal (2001 – 2003) untuk ketiga
kawasan. Penurunan yang tajam terjadi pada kawasan Bengkulu dari rata-rata
36.78% menjadi 24.18%, dan kawasan Sumatera Barat dari 39.40% menjadi
Tabel 11. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Daerah Sekitar TNKS Selama Periode Sentralisasi (1998 – 2000) dan Desentralisasi (2001 – 2003)
No Kawasan dan sektor
Sentralisasi (1998-2000) Desentralisasi (2001-2003) Perubahan Alokasi (%) Nilai (Juta) Alokasi (%) Nilai (Juta) Alokasi (%) Bengkulu 1 Pertanian 2 237.92 1.57 5 139.60 1.30 -0.27
2 Industri dan dunia Usaha 2 347.81 1.64 5 267.30 1.33 -0.31 3 Transportasi 12 174.03 8.53 18 228.94 4.61 -3.91 4 Pengembangan wilayah 16 063.66 11.25 11 747.86 2.97 -8.28 5 Sumberdaya manusia 6 344.19 4.44 11 551.19 2.92 -1.52 6 Riset dan pengembangan 369.31 0.26 1 264.40 0.32 0.06 7 Kesejahteraan sosial 3 170.85 2.22 6 407.51 1.62 -0.60 8 Lingkungan 2 360.62 1.65 1 612.94 0.41 -1.25 9 Sumberdaya air 246.01 0.17 5 008.32 1.27 1.09 10 Lainnya 7 198.77 5.04 29 328.15 7.42 2.38 Pembangunan 52 513.18 36.78 95 556.21 24.18 -12.60 Rutin 90 253.98 63.22 299 672.10 75.82 12.60 Jumlah 142 767.17 100.00 395 228.30 100.00 Jambi 1 Pertanian 2 534.35 1.93 2 368.83 0.68 -1.25
2 Industri dan dunia Usaha 1 883.46 1.43 7 042.30 2.03 0.60 3 Transportasi 10 933.20 8.32 33 418.48 9.64 1.32 4 Pengembangan wilayah 8 691.34 6.61 14 993.90 4.32 -2.29 5 Sumberdaya manusia 6 074.26 4.62 8 159.02 2.35 -2.27 6 Riset dan pengembangan 421.69 0.32 1 768.69 0.51 0.19 7 Kesejahteraan sosial 1 543.39 1.17 5 541.11 1.60 0.42 8 Lingkungan 2 782.96 2.12 2 611.64 0.75 -1.36 9 Sumberdaya air 580.45 0.44 5 647.29 1.63 1.19 10 Lainnya 6 536.46 4.97 18 621.07 5.37 0.40 Pembangunan 41 981.56 31.94 100 172.31 28.88 -3.06 Rutin 89 466.42 68.06 246 666.01 71.12 3.06 Jumlah 131 447.99 100.00 346 838.32 100.00 Sumbar 1 Pertanian 2 032.62 1.55 3 736.41 1.10 -0.46
2 Industri dan dunia Usaha 1 992.32 1.52 3 838.24 1.13 -0.40 3 Transportasi 16 014.57 12.25 31 641.30 9.28 -2.97 4 Pengembangan wilayah 13 728.44 10.50 9 247.60 2.71 -7.79 5 Sumberdaya manusia 7 617.47 5.83 12 797.89 3.75 -2.07 6 Riset dan pengembangan 282.54 0.22 885.25 0.26 0.04 7 Kesejahteraan sosial 1 969.17 1.51 3 607.26 1.06 -0.45 8 Lingkungan 2 924.61 2.24 2 698.59 0.79 -1.45 9 Sumberdaya air 95.80 0.07 2 204.37 0.65 0.57 10 Lainnya 4 851.22 3.71 18 120.94 5.32 1.60 Pembangunan 51 508.73 39.40 88 777.86 26.04 -13.36 Rutin 79 208.72 60.60 252 139.81 73.96 13.36 Jumlah 130 717.45 100.00 340 917.67 100.00
Penurunan alokasi pengeluaran pembangunan diikuti dengan menurunnya
alokasi pengeluaran seluruh sektor dalam pengeluaran pembangunan, kecuali
sektor industri dan dunia usaha, sektor riset dan pengembangan serta sektor
transportasi (khusus kawasan Jambi). Peningkatan alokasi sektor transportasi pada
kawasan Jambi mengindikasikan masih adanya kesadaran bagi pemerintah daerah
setempat bahwa untuk meningkatkan aktivitas ekonomi melalui peningkatan
infrastruktur jalan. Peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan sektor riset dan
pengembangan seluruh kawasan mengindikasikan adanya upaya peningkatan
produktivitas, sedangkan peningkatan alokasi sektor industri dan dunia usaha
sebagai upaya mendorong transformasi struktural pada pasar output dan tenaga
kerja guna mengurangi ketergantungan terhadap sektor pertanian.
Alokasi pengeluaran pembangunan antar sektor dan perubahan antar
periode dipengaruhi oleh orientasi pembangunan dan kebijakan alokasi
pengeluaran rutin seperti disajikan pada Tabel 12. Secara umum kecenderungan
arah perubahan data aktual dan hasil estimasi menunjukkan arah yang sama
kecuali beberapa sektor pengeluaran pembangunan. Perbedaan arah diduga
disebabkan oleh arah perubahannya sama pada dua kawasan, tetapi secara rata-
rata keseluruhan selama kurun waktu penelitian arah perubahan berbeda. Faktor
lain yang diduga menjadi penyebab perbedaan arah perubahan adalah fluktuasi
alokasi pengeluaran pembangunan seperti sektor pertanian yang sampai awal
krisis masih meningkat tetapi menurun pada saat krisis dan kembali meningkat
pada periode desentralisasi sehingga hasil estimasi menunjukkan kecenderungan
Tabel 12. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alokasi Sektor Pengeluaran Pembangunan
(%)
No Variabel
Sektor pengeluaran pembangunan
Pertanian Industri dan Bisnis Sumberdaya Air Lingkungan Pengembangan Wilayah
Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob
1 Intersep -60.426 0.705 -364.408 0.076 -131.057 0.241 -181.766 0.461 821.987 0.459
2 Rasio rutin – pembangunan 0.096 0.579 -0.565 0.014 -0.245 0.049 -0.064 0.809 -1.576 0.195
3 Struktur penerimaan 4.864 0.644 21.684 0.107 11.037 0.139 5.734 0.724 -41.511 0.571 4 Dummy “Jambi” -0.206 0.280 -0.165 0.481 -0.277 0.042 0.154 0.596 0.199 0.879 5 Dummy “Sumbar” -0.242 0.204 -0.004 0.986 0.102 0.433 0.320 0.274 -0.596 0.647 6 Desentralisasi -0.797 0.038 -0.031 0.946 1.048 0.000 -1.491 0.014 -3.189 0.217 7 Krisis 0.046 0.886 -0.597 0.145 -0.269 0.234 0.311 0.532 6.355 0.009 8 Tahun 0.031 0.699 0.184 0.074 0.066 0.240 0.092 0.459 -0.407 0.464 No Variabel
Sektor pengeluaran pembangunan
Transportasi Sumberdaya Manusia Kesejahteraan Sosial Riset & Pengembangan Sektor lain
Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob
1 Intersep 1697.501 0.061 434.465 0.405 115.868 0.587 -25.729 0.688 -384.226 0.456
2 Rasio rutin – pembangunan -3.736 0.001 -0.962 0.096 -0.676 0.007 -0.105 0.139 -0.415 0.456
3 Struktur penerimaan 81.021 0.167 9.771 0.775 -4.953 0.725 0.098 0.981 -85.935 0.018 4 Dummy “Jambi” 2.295 0.034 0.473 0.442 -1.190 0.000 -0.059 0.439 -1.558 0.016 5 Dummy “Sumbar” 0.293 0.774 0.437 0.476 -0.877 0.002 0.228 0.006 -0.097 0.872 6 Desentralisasi 4.173 0.046 -0.402 0.735 0.639 0.200 0.146 0.327 1.726 0.153 7 Krisis -4.240 0.023 0.737 0.484 0.122 0.777 -0.035 0.790 -0.612 0.556 8 Tahun -0.840 0.063 -0.215 0.412 -0.056 0.600 0.013 0.683 0.197 0.446
Peningkatan alokasi pengeluaran rutin akan mendorong penurunan alokasi
pengeluaran pembangunan hampir seluruh sektor pengeluaran pembangunan
seperti sektor industri dan dunia usaha, sumberdaya air dan irigasi, transportasi,
pengembangan sumberdaya manusia dan kesejahteraan sosial. Implikasi
peningkatan alokasi pengeluaran rutin ini menyebabkan semakin menurunnya
ransangan pemerintah pada sektor-sektor tersebut, sehingga diduga akan
mempengaruhi angka beban ketergantungan, penawaran dan permintaan tenaga
kerja sektoral dan pertumbuhan output, serta kesejahteraan masyarakat.
Alokasi masing-masing sektor pengeluaran tidak mengalami perubahan
nyata dari tahun ke tahun, kecuali sektor industri dan dunia usaha, dan sektor
sumberdaya air dan irigasi yang cenderung mengalami peningkatan nyata.
Perbedaan antar periode baik periode krisis maupun implementasi desentralisasi
fiskal yang tidak nayat mengindikasikan belum adanya perubahan paradigma
dalam alokasi pengeluaran pemerintah daerah untuk lebih menyesuaikan alokasi
anggaran dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Alokasi pengeluaran
pembangunan secara umum cenderung menurun dengan meningkatnya alokasi
pengeluaran rutin, kecuali sektor pertanian yang tetap meningkat. Hal ini
mengindikasikan bahwa ketergantungan ekonomi kawasan terhadap sektor
pertanian yang relatif tinggi mendorong pemerintah daerah untuk tetap
mempertahankan alokasi sektor ini dan cenderung untuk menurunkan alokasi
sektor pengeluaran pembangunan lainnya.
Upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dilakukan dengan
dan sumberdaya air dan irigasi. Peningkatan alokasi sektor industri dan dunia
usaha dilakukan untuk menggali sumberdaya ekonomi non-pertanian dan
peningkatan nilai tambah, sedangkan peningkatan alokasi sektor sumberdaya air
dan irigasi adalah untuk meningkatkan produktivitas komoditas pertanian
terutama pangan. Kedua kebijakan diharapkan mampu meningkatkan output
sektor non-pertanian, sehingga akan meningkatkan penerimaan pemerintah daerah
dari pajak dan restribusi.
Pada kawasan Sumatera Barat alokasi pengeluaran pembangunan sektor
transportasi merupakan yang tertinggi dibanding kawasan lainya, sedangkan
sektor sumberdaya air dan irigasi serta sektor lainnya merupakan yang terendah.
Pada kawasan Jambi sektor pengeluaran riset dan pengembangan merupakan yang
terbesar, sedangkan untuk kawasan Bengkulu adalah sektor kesejahteraan sosial.
Hal ini sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan dimana mobilitas
masyarakat kawasan Sumatera Barat sebagai kawasan yang lebih dahulu
berkembang membutuhkan prasarana transportasi yang lebih besar untuk
membuka aksesibilitas masyarakat, sedangkan kawasan Jambi dengan tingkat
kesejahteraan (output perkapita) terendah dan relatif lebih lambat berkembang
membutuhkan anggaran yang lebih besar untuk pembinaan keluarga dan
mengendalikan laju pertumbuhan penduduk.
Perbedaan antar periode menunjukkan terjadinya penurunan alokasi
pengeluaran pembangunan sektor pertanian dan lingkungan, dan sebaliknya untuk
pembangunan infrastruktur baik irigasi dan transportasi mengalami peningkatan.
meningkatkan infrastruktur pendukung produksi pangan dengan dukungan
peningkatan infrastruktur transportasi. Peningkatan juga diduga akibat
meningkatnya kebutuhan anggaran untuk memperbaiki berbagai fasilitas irigasi
dan jalan raya yang mengalami kerusakan selama periode krisis ekonomi, dan
perubahan harga-harga yang mendorong kenaikan biaya pembangunan dan
pemelihaaan infrastruktur. Hal ini terlihat dengan penurunan alokasi pengeluaran
pembangunan sektor transportasi pada periode krisis yang berimplikasi
menurunnya aggaran pembangunan dan pemeliharaan sarana transportasi.
Perbedaan alokasi antar periode baik krisis maupun desentralisasi ternyata
tidak banyak mendorong perubahan kecenderungan alokasi pengeluaran masing-
masing sektor dari tahun ke tahun. Alokasi sektor pembangunan yang mengalami
peningkatan nyata dari tahun hanya sektor industri dan dunia usaha, dan
sebaliknya alokasi sektor transportasi mengalami penurunan. Peningkatan alokasi
sektor industri dan dunia usaha terkait dengan upaya mendorong peingkatan PAD
dan perubahan struktur ekonomi, sedangkan penurunan alokasi sektor transportasi
terkait dengan upaya peningkatan aksesibilitas lebih dominan untuk pemeliharaan
dibanding dengan pembangunan sarana transportasi.
5.1.2. Distribusi Kredit Perbankan Kawasan
Alokasi pengeluaran pemerintah daerah untuk pembangunan yang
cenderung turun mengindikasikan semakin rendahnya intervensi pemerintah,
sehingga dibutuhkan peran lebih besar sektor swasta. Perilaku pembiayaan sektor
pembiayaan sektor riel berupa penyebaran kredit perbankan baik berdasarkan
sektor, kelompok sasaran maupun jenis penggunaan. Perkembangan nilai kredit,
pertumbuhan dan proporsinya untuk sektor pertanian, investasi dan modal kerja,
serta usaha kecil dan menengah (UKM) disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Perkembangan Nilai dan Penyebaran Kredit pada Periode Sentralisasi dan Desentralisasi
No Jenis Kredit Sentralisasi (1998 – 2000) Desentralisasi (2001 – 2003)
Bengkulu Jambi Sumbar Bengkulu Jambi Sumbar 1 Total kredit
a. Nilai (juta) 302.54 355.87 406.91 378.91 447.41 703.22
b. Pertumbuhan -5.43 1.04 8.48 17.98 15.59 30.05
2 Kredit sektor pertanian
a. Nilai (juta) 197.23 267.48 205.11 177.01 178.19 297.24 b. Pertumbuhan -12.45 -6.28 -12.78 3.98 2.14 53.59
c. Proporsi 65.19 75.16 50.41 46.72 39.83 42.27
3 Kredit Investasi dan Modal Kerja
a. Nilai 263.21 313.35 313.57 264.33 286.85 461.87
b. Pertumbuhan -7.91 -2.72 0.74 9.50 5.84 34.31
c. Proporsi 87.00 88.05 77.06 69.76 64.11 65.68
3 Kredit Usaha Kecil dan Menengah
a. Nilai 94.81 79.03 241.75 139.94 203.20 284.75
b. Pertumbuhan 11.46 8.61 2.99 15.86 38.45 15.83
c. Proporsi 31.34 22.21 59.41 36.93 45.42 40.49
Nilai kredit yang disalurkan sektor perbankan mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun baik pada periode sentralisasi (1998 – 2000) maupun pada periode
desentralisasi (2001 – 2003), kecuali kawasan Bengkulu yang mengalami
penurunan selama periode sentralisasi. Berdasarkan sektor, pertumbuhan nilai
kredit pada periode sentralisasi tidak diikuti oleh meningkatnya nilai kredit sektor
pertanian sehingga proporsi kredit sektor pertanian menurunan, dan pada periode
rendah dibanding nilai kredit non-pertanian, sehingga proporsi kredit sektor
pertanian tetap turun. Kondisi kedua periode ini menyebabkan proporsi kredit
sektor pertanian menurun dari sekitar 60% pada periode sentralisasi menjadi
sekitar 50% pada periode desentralisasi. Kondisi yang sama terjadi pada
penyebaran kredit berdasarkan penggunaan dimana proporsi kredit investasi dan
modal kerja cenderung mengalami penurunan dari sekitar 70% menjadi sekitar
60%, sebagai implikasi laju pertumbuhan kredit produksi ini yang lebih rendah
dibanding pertumbuhan kredit konsumsi.
Kondisi berbeda terjadi pada penyebaran kredit berdasarkan kelompok
sasaran, dimana proporsi kredit usaha kecil dan menengah (UKM) mengalami
peningkatan kecuali pada kawasan Sumatera Barat. Pertumbuhan nilai kredit
UKM yang lebih tinggi dibanding kredit usaha besar merupakan implikasi dari
meningkatnya jenis usaha kecil dan menengah, serta adanya perhatian yang lebih
besar dari pemerintah daerah pada sektor ini. Hal ini akan terlihat pada perilaku
penyebaran kredit dimana peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk
industri dan dunia usaha akan mendorong peningkatan proporsi kredit UKM
seperti disajikan Tabel 14.
Proporsi kredit produksi (investasi dan modal kerja) cenderung mengalami
penurunan disebabkan oleh peningkatan kesejahteraan (rasio pertumbuhan output
terhadap pertumbuhan populasi), dan alokasi pengeluaran pembangunan sektor
industri dan dunia usaha serta aksesibilitas masyarakat. Hal ini mengindikasikan
bahwa semakin meningkatnya kesejahteraan rakyat akibat berkembangnya
meningkatnya kredit konsumsi. Laju pertumbuhan kredit konsumsi yang lebih
cepat dibanding kredit investasi dan modal kerja akan menyebabkan semakin
kecilnya penyebaran kredit sektor industri dan dunia usaha. Peningkatan output
perkapita dari tahun ke tahun termasuk setelah implementasi desentralisasi fiskal
menyebabkan proporsi kredit sektor produksi semakin menurun seiring
meningkatnya kredit konsumsi.
Tabel 14. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Kredit Perbankan
(%)
No Variabel Proporsi kredit produksi Prporsi kredit UKM Proporsi kredit pertanian Koefisien Prob Koefisien Prob Koefisien Prob 1 Intersep 8328.123 0.000 8252.988 0.319 -1408.027 0.653 2 Tingkat suku bunga -0.004 0.954 0.313 0.195 0.002 0.980
3 Kredit produksi - - -1.613 0.063 1.793 0.000
4 Kredit UKM - - - - 0.001 0.995
5 Rasio pert. output - populasi -0.821 0.038 -1.516 0.303 - -
6 Output perkapita 15.686 0.314 - -
7 Pangsa output pertanian 0.794 0.481 0.961 0.801 -0.465 0.752 8 Alokasi PP. pertanian - - - - -1.450 0.570
9 Alokasi PP industri -2.149 0.133 6.087 0.243 - -
10 Alokasi PP transportasi -0.650 0.040 -1.783 0.105 -0.111 0.785 11 Alokasi PP peng. wilayah -0.270 0.374 1.841 0.083 -0.376 0.438 12 Dummy “Jambi” 1.342 0.897 24.601 0.493 -0.271 0.985 13 Dummy “Sumbar” -1.120 0.479 -0.342 0.950 5.275 0.023
14 Desentralisasi -6.605 0.043 -2.538 0.830 4.594 0.356
15 Krisis 1.360 0.678 -10.410 0.356 -2.862 0.498
16 Tahun -4.145 0.000 -4.065 0.322 0.675 0.664
Keterangan: Angka ”Tebal” menunjukkan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85% (P < 0.15)
Laju pertumbuhan kredit sektor produksi untuk UKM lebih rendah
dibanding usaha besar, sehingga peningkatan proporsi kredit sektor produksi
tidak diikuti dengan meningkatnya proporsi kredit UKM. Pada sisi lain
peningkatan aksesibilitas melalui peningkatan alokasi pengeluaran pembangunan
kebutuhan pembiayaan pembangunan melalui kredit usaha besar tumbuh lebih
cepat dibanding UKM. Proporsi kredit UKM akan meningkat jika sektor
pengeluaran pembangunan wilayah meningkat, karena akan mampu mendorong
pertumbuhan UKM pada daerah pedesaan.
Ketergantungan kawasan terhadap sektor pertanian yang masih tinggi
menyebabkan proporsi kredit produksi lebih banyak teralokasi untuk sektor
pertanian. Hal ini terindikasi dengan peningkatan proporsi kredit investasi dan
modal kerja yang diikuti dengan meningkatnya proporsi kredit sektor pertanian
terutama perkebunan. Perkembangan perkebunan komersial di Provinsi Jambi
yang relatif lebih cepat menyebabkan proporsi kredit sektor pertanian pada
kawasan ini relatif lebih besar dibanding dengan kawasan lainnya.