• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH MENTER

2.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Tutupan Hutan

Menurut FAO (1996) lahan (land) didefinisikan sebagai suatu areal

permukaan bumi yang secara komprehensif dan terintegrasi mengacu pada suatu

kesatuan yang luas dari sumberdaya alam, yaitu berupa suatu profil atmosfir di

atas permukaan sampai beberapa meter di bawah permukaan daratan. Atribut

utama sumberdaya alam terdiri dari iklim, jenis lahan, tanah, air, vegetasi dan

fauna (Wolman, 1987). Definisi yang lebih terinci dan holistik yang sering

digunakan berasal dari dokumen Convention to Combat Desertification, yang

menyatakan bahwa lahan adalah seluruh areal yang berada di atas dan bawah

permukaan teresterial bumi termasuk permukaan tanah, air (danau, sungai, dan

rawa), lapisan sedimentasi, dan terkait dengan cadangan sumber air tanah,

MANAJEMEN TAMAN

KOORDINATOR PERSONIL

KEPALA ADMI NI STRASI

KOORDINATOR FINANSIAL KOORDINATOR FASILITAS DAN PERLENGKAPAN KOORDINATO R HUKUM KOORDINATOR EKOTURISME KOORDINATOR PROTEKSI KOORDINATOR PERENCANAAN & MANAJEMEN DATA KOORDINATOR PENDIDIKAN KONSERVASI DAN INFORMASI Regional I Seksi Konservasi Provinsi Jambi Regional II Seksi Konservasi Provinsi Bengkulu Regional III Seksi Konservasi Provinsi Sumsel Regional IV Seksi Konservasi Provinsi Sumbar STAF FUNGSIONAL Sumber: ICDP (2002)

populasi hewan dan tumbuhan, perkampungan manusia dan hasil pengolahan fisik

dan aktivitas manusia masa lalu dan sekarang (terasering, cadangan atau struktur

drainase air jalan dan bangunan) (FAO 1995).

Hoover and Giarratani (1984) menyatakan bahwa lahan merupakan suatu

ruang dengan kualitas lahan mencakup berbagai atribut topografi, struktur,

pertanian, dan kekayaan mineral yang ada di dalamnya, kemampuan menyediakan

udara dan air bersih, serta sejumlah karakteristik iklim seperti kesejukan,

penampilan estetika dan lain-lain. Agenda 21 Bab 10 menyatakan bahwa definisi

lahan yang biasa digunakan adalah suatu entitas fisik yang terkait dengan

topografi dan ruang alami yang sering berhubungan dengan nilai ekonomi dan

diekspresikan dalam harga yang terbentuk pada suatu transfer kepemilikan (FAO

1995). Lahan sebagai sumberdaya merupakan faktor input yang dapat

dikombinasikan dengan faktor lain guna memproduksi barang atau jasa (Hartwick

dan Olewiler, 1986).

Isu penting dalam pengelolaan sumberdaya lahan di Indonesia adalah

hampir seluruh lahan yang cocok untuk pertanian telah dimanfaatkan untuk

aktivitas usaha tani, dan areal hutan tersisa hanya pada dataran tinggi dan daerah

yang ditujukan untuk konservasi. Konversi lahan hutan dan lahan sekitar aliran

sungai untuk dijadikan areal budidaya pertanian terutama oleh petani yang tidak

memiliki lahan (World Bank, 1994). Sumberdaya lahan di Indonesia dengan luas

hutan dan sisanya 43.6% (88 juta Ha) merupakan lahan pertanian, padang rumput,

rawa dan lainnya (Badan Litbang Pertanian, 1985 dalam Puslittan, 1993).

Studi perubahan penggunaan lahan tidak selalu berkaitan dengan definisi

kondisi lahan, perubahan penggunaan dan tutupan lahan, tetapi lebih bervariasi

sesuai dengan aplikasi dan konteks yang digunakan (Briassoulis, 2004).

Penggunaan lahan (land use) dan tutupan lahan (land cover) bukan dua hal yang

sama (synonymous) dan berdasarkan berbagai literatur perbedaan definisi ini

tergantung pada kebutuhan studi tentang perubahan penggunaan dan tutupan lahan

(Briassoulis, 2004). Tutupan lahan merupakan suatu status biofisik permukaan

bumi dan menjadi sub-bagian permukaan lahan (Turner et al. 1995), atau dengan

kata lain dideskripsikan sebagai status fisik permukaan lahan seperti lahan

pertanian, pegunungan dan hutan (Meyer, 1995 dan Moser, 1996). Selanjutnya

Meyer and Turner (1994) menyatakan bahwa permukaan lahan mencakup jumlah

dan jenis permukaan vegetasi, air, dan material bumi. Istilah pertama tidak hanya

menunjukkan jenis vegetasi yang terdapat pada permukaan lahan, tetapi juga

mencakup hal lebih luas berupa perubahan struktural oleh aktivitas manusia,

seperti gedung atau bangunan, dan aspek lain yang menyangkut lingkungan fisik,

seperti tanah, keragaman hayati, permukaan dan sumber air tanah (Moser 1996).

Penggunaan lahan merupakan cara yang ditempuh oleh manusia untuk

mencapai tujuan dengan memanfaatkan lahan dan sumberdaya (Meyer, 1995

dalam Moser, 1996). Secara ringkas penggunaan lahan menunjukkan tempat

menurut Skole (1994) adalah areal bekerja manusia pada suatu jenis permukaan

lahan, yang berarti areal aktivitas manusia yang menghasilkan produksi primer

dan selanjutnya menjadi faktor penentu sosial ekonomi yang kompleks.

Penggunaan lahan berhubungan dengan fungsi atau tujuan dimana lahan tersebut

digunakan oleh manusia sekitar, dan dapat didefinisikan sebagai aktivitas manusia

yang secara langsung berkaitan dengan lahan, menggunakan sumberdaya tersebut

dan memiliki dampak terhadap kehidupan manusia (FAO 1995).

Menurut Briassoulis (2004) dalam analisis perubahan penggunaan dan

tutupan lahan, maka yang pertama dibutuhkan secara konseptual adalah

pengertian dari perubahan tersebut untuk melihat situasi pada dunia nyata. Pada

tingkat sangat dasar, maka perubahan penggunaan dan tutupan lahan berarti

perubahan secara kuantitatif bentuk penggunaan dan tutupan lahan pada suatu

kawasan (meningkat atau menurun), dan perhitungan perubahan tergantung pada

skala spasial dengan pengertian dan konsep perubahan sangat luas. Pada kasus

perubahan tutupan lahan terdapat dua bentuk perubahan yang relevan, yaitu

konversi dan modifikasi (Turner et al, 1995). Konversi tutupan lahan merupakan

perubahan dari suatu bentuk permukaan menjadi permukaan lain, sedangkan

modifikasi tutupan lahan merupakan alterasi struktur dan fungsi tanpa ada

perubahan dari suatu bentuk ke bentuk lainnya seperti perubahan produktivitas,

biomassa atau phenologis (Skole, 1994).

Perubahan tutupan lahan dapat terjadi akibat proses alamiah seperti variasi

pada masa sekarang lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia seperti

penggunaan lahan untuk pertanian dan tempat tinggal (Turner et al, 1995). Secara

spesifik Meyer dan Turner (1996), menyatakan bahwa penggunaan lahan (sengaja

atau tidak) merupakan perubahan tutupan lahan yang dapat dilakukan melalui tiga

cara yaitu konversi (conversion) permukaan lahan atau perubahan secara kualitas

(qualitaty), modifikasi (modifying) atau perubahan secara kuantitatif tanpa adanya

konversi penuh, dan memelihara (maintaining) suatu kondisi dalam menghadapi

perilaku perubahan alamiah.

Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu fenomena mendasar dalam

sistem bumi yang dinamis, dimana pada negara sedang berkembang ekspansi

pertanian, logging kehutanan, pengembangan industri pada waktu bersamaan

berlangsung sangat intensif (World Bank, 1997). Perubahan penggunaan lahan

mencakup konversi dari suatu bentuk penggunaan ke penggunaan lain, seperti

perubahan pola penggunaan suatu areal lahan, modifikasi bentuk penggunaan

lahan tertentu seperti perubahan dalam intensitas penggunaan sehingga mengubah

karakteristik lahan termasuk perubahan dari pemukiman masyarakat

berpendapatan rendah menjadi pemukiman masyarakat berpendapatan tinggi,

perubahan dari hutan negara menjadi hutan kota untuk sarana rekreasi (Brissoulis,

2004). Pada kasus penggunaan lahan pertanian bentuk-bentuk perubahan

penggunaan lahan secara kualitatif mencakup intensifikasi, ekstensifikasi,

Menurut Berger (2003) faktor pendorong perubahan penggunaan lahan

sebagai predeposisi bagi proses deforestasi dapat dikelompokkan atas faktor

pendorong sosial dan faktor pendorong biofisik. Hubungan antara pelaku, proses

dan faktor pendorong perubahan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 3.

Faktor pendorong sosial internal (the on-site social drivers) perubahan

penggunaan lahan mencakup nilai lahan (land values), struktur dan ukuran rumah

tangga (structure and size of families), pembagian tenaga kerja (division of

labour), kemampuan dan keahlian tenaga kerja (availability and skill of labour),

derajat pemberdayaan (degree of empowerment), dan tingkat upah (wage rates).

Faktor pendorong internal ini berinteraksi dengan faktor sosial ekonomi eksternal

(external socio-economic factors) dan faktor biofisik (on-site biophysical) seperti

PELAKU DAN PROSES