• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak alokasi pengeluaran pemerintah daerah terhadap deforestasi kawasan dan degradasi Taman Nasional Kerinci Seblat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak alokasi pengeluaran pemerintah daerah terhadap deforestasi kawasan dan degradasi Taman Nasional Kerinci Seblat"

Copied!
327
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH

TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI

TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT

ARDI NOVRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ARDI NOVRA. Dampak Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap Deforestasi Kawasan dan Degradasi Taman Nasional Kerinci Seblat (YUSMAN SYAUKAT sebagai Ketua, BUNASOR SANIM dan BONAR M. SINAGA

sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Kebijakan pembangunan bidang perlindungan hutan dan pelestarian kawasan konservasi merupakan bagian tidak terpisahkan dari pembangunan regional. Desentralisasi fiskal dan kesepakatan pemerintah daerah sekitar, pada dasarnya merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelestarian Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Penelitian secara umum bertujuan untuk menganalisis berbagai alternatif dampak kebijakan pengeluaran pemerintah daerah terhadap deforestasi kawasan dan degradasi TNKS. Penelitian menggunakan data pool yaitu gabungan time series tahun 1994–2003 dan cross section tiga kawasan. Model ekonometrika terdiri dari 58 persamaan yang terbagi 7 blok dan diestimasi menggunakan Seemingly Unrelated Regressions (SUR) dan Two Stage Least Squares (2SLS). Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi dan meramalkan dampak kebijakan terhadap aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. Pengolahan dan analisis data menggunakan program MS Excel dan SAS 6.12.

Realokasi pengeluaran rutin yang diprioritaskan untuk peningkatan pengeluaran pembangunan sektor sumberdaya manusia memenuhi kriteria untuk pembangunan berkelanjutan, yaitu (1) aspek ekonomi, mampu mendorong transformasi struktural pembangunan ekonomi, meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat serta memperbaiki distribusi pendapatan antar sektor pertanian (pedesaan) dan non-pertanian (perkotaan), (2) aspek sosial, mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan meningkatnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan menurunnya tingkat pengangguran terbuka, (3) aspek ekologis, mampu mengurangi tekanan terhadap sumberdaya lahan dan hutan dengan menurunnya laju deforestasi kawasan dan degradasi hutan zona penyangga, serta peningkatan aktivitas perekonomian kawasan tidak mendorong peningkatan degradasi taman nasional. Kebijakan pembangunan sektor sumberdaya manusia akan tercapai jika didukung dengan upaya perbaikan aksesibilitas kawasan dan terciptanya iklim kondusif bagi perkembangan dunia usaha, serta dilakukan secara konsisten oleh pemerintah daerah.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai pembangunan berkelanjutan diperlukan penataan kembali alokasi pengeluaran pemerintah daerah baik antar pengeluaran rutin dan pembangunan maupun antar sektor pembangunan dengan prioritas pengembangan sumberdaya manusia.

(3)

ARDI NOVRA. The Impact of the Local Government Expenditure Allocation on the Regional Deforestation and Kerinci Seblat National Park Degradation (YUSMAN SYAUKAT as Chairman, BUNASOR SANIM and BONAR M. SINAGA as Members of Advisory Committee)

Conservation areas protection policies have been integrated with the regional development program. This program can be support by fiscal decentralization and regional government agreement on the Kerinci Seblat National Park (KSNP).

The general objective of the research was to analyze impact of the local government expenditure allocation alternatives on the regional deforestation and KSNP degradation. The research using pooling data time series (1994 – 2003) and cross section on three regions. Econometric model consist 58 equations can be divided into 7 blocks, and estimated using Seemingly Unrelated Regressions (SUR) and Two Stage Least Squares (2SLS). The model simulation was to find out the balancing allocation of the local government expenditure, is based on three aspects that is economic, social and ecological. Data processing and analyze using MS Excel and SAS 6.12 software.

The regional sustainable development can be achieved by the policy combination that was reallocated from the routine expenditure to increase the human resource development sector. Fulfills the criteria of the sustainable development, that is (1) economic aspects, will be driven factor to structural economics transformation, support to increase the output growth rate, output per caput, and improving the sectors output distribution, (2) social aspects, will be supported factor to increase the rate of public participation on the regional development, that likely increase of the rate of labor force participation, and decline the rate of un-employment, (3) ecological aspects, will have to decline the pressure of land and forest resources, that is decline of the regional deforestation, and national park degradation. The supporting factors to achieve there policies targeting that is effort to improve of the regional accessibilities and business climate, and the local government consistency to applied this policy.

Based on the research, we can conclude that to achieve the regional sustainable development, the local governments need to redesign the routine and development expenditure ratio, and human resources development as a priority sector.

(4)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam

disertasi yang berjudul:

DAMPAK ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TAMAN

NASIONAL KERINCI SEBLAT

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan

Komisi Pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini

belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di

perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara jelas dan diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2007

ARDI NOVRA

(5)

©

Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor

tahun 2007

Hak Cipta dilindungi

(6)

DAMPAK ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH

TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI

TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT

se b a g a i sa la h sa tu sya ra t untuk m e m pe ro le h g e la r Do kto r

pa da

Pro g ra m Studi Ilm u Eko no m i Pe rta nia n

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN

DEGRADASI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT

Nama Mahasiswa : ARDI NOVRA

Nomor Pokok : A161020021

Program Studi : Ekonomi Pertanian

Menyetujui:

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H. Yusman Syaukat, M.Ec. Ketua

Prof. Dr. Ir. H. Bunasor Sanim, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA.

Anggota Anggota

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(8)

Penulis adalah putra keempat dari delapan bersaudara pasangan H. Adlis Z

dan Hj. (Alm) Baidalis, dilahirkan di Payakumbuh tanggal 26 November 1968.

Pada tahun 1981 Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 3

Payakumbuh dan tahun 1984 pendidikan Sekolah Menengah Lanjutan Pertama

(SMP) Negeri 1 Payakumbuh serta pada tahun 1987 pendidikan Sekolah

Menengah Lanjutan Atas (SMA) Negeri 1 Payakumbuh. Pada tahun 1987 Penulis

diterima melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada

Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Jambi.

Pada tahun 1994 diterima sebagai staf pengajar pada Fakultas Peternakan

Universitas Jambi dan tahun 1996 mendapat kesempatan mengikuti tugas belajar

melalui beasiswa BPPS pada Program Magister (S-2) Ilmu Ekonomi Pertanian di

Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung. Pada tahun 2002

kembali mengikuti tugas belajar melalui beasiswa BPPS pada Program Doktor

(S-3) Ilmu Ekonomi Pertanian di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

(IPB), Bogor.

Penulis menikah dengan Evayanti dan dikarunia dua orang putra-putri

(9)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

berkah Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan disertasi program Doktor

dengan judul “DAMPAK ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH

DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT”.

Ucapan terima kasih atas suppor dan pengertian dari keluarga tercinta dan

semua pihak yang telah ikut andil dalam memberikan berbagai saran dan kritik

demi kesempurnaan laporan disertasi ini. Ucapan terima kasih diucapkan kepada:

1. Dr. Ir. H. Yusman Syaukat, MEc., selaku ketua komisi pembimbing serta Prof.

Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc dan Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku

anggota komisi pembimbing. Kepedulian dan rasa kekeluargaan yang telah

Bapak-bapak berikan selama proses bimbingan disertasi merupakan modal

utama bagi Penulis dalam menghadapi berbagai kendala mulai dari

penyusunan proposal sampai penulisan disertasi ini.

2. Prof. Dr. Kuntjoro, Prof. Dr. Syafri Mangkuprawira dan Dr. Ir. Hermanto

Siregar, MEc atas saran-saran selama Prelim II, serta Dr. Ir. Nunung Kusnadi,

MS dan Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MSc yang banyak memberikan masukan saat

(10)

kesempatan kepada Penulis untuk menempuh pendidikan pada program

Doktor (S3) Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

4. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB serta Ketua Program Studi Ilmu

Ekonomi Pertanian yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk

menuntut ilmu pada Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

5. Bapak/Ibuk staf pengajar khususnya pada Program Studi Ilmu Ekonomi

Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB Bogor yang telah memberikan bekal ilmu

pengetahuan dan menjadi dasar ilmiah dalam penyusunan disertasi ini.

6. Dr. Ir. Harry Santoso, MS, dan Dr. Ir. Kirsfianti Ginoga, MSc., selaku penguji

luar komisi Ujian Terbuka, atas saran dan kesediaannya untuk membagi ilmu

pengetahuan dan pengalaman guna perbaikan tulisan disertasi ini.

7. Direktorat Jenderal Pendidikan (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional yang

telah memberikan bantuan beasiswa BPPS program doktor (S-3) pada Sekolah

Pascasarjana IPB Bogor.

8. Kepala dan Staf Balai Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang telah

dengan sepenuh hati membantu penyediaan data, terutama data hasil

intepretasi citra landsat perkembangan tutupan hutan pada kawasan penyangga

dan taman nasional.

9. Rekan-rekan Program Studi EPN khususnya angkatan 2002, Tim Hibah Pasca

(11)

maupun selama pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian disertasi ini.

10.Keluarga H. Saum dan Hendra Budiman sebagai tetanngga terdekat yang telah

begitu banyak membantu keluarga Penulis serta pihak-pihak lain yang tidak

dapat Penulis sebutkan satu persatu atas semua bantuannya diucapkan terima

kasih.

Disertasi dan gelar Doktor ini Penulis persembahkan buat Ibunda Hj.

Baidalis tercinta yang telah berpulang ke Rahmatullah ketika Penulis sangat

membutuhkan dorongan serta kasih dan sayangnya. Illahi telah lebih dulu

memanggil Bunda dan asa untuk mempersembahkan gelar tertinggi ini buat

Bunda terasa sirna, tetapi Ananda sangat yakin di surga sana Bunda akan merasa

bangga dan bahagia. Sekarang satu yang Ananda mohon, maafkan semua

keterlambatan ini dan ketidak mampuan Ananda untuk memenuhi janji kepada

Bunda guna menyaksikan Ananda menerima gelar pendidikan tertinggi ini. Buat

Papa H. Adlis Z, kerja keras dan keyakinan Papa merupakan motivasi dan

pendorong ketika ananda menghadapi berbagai kendala. Kerja keras Papa dan

kelembutan Bunda telah menjadikan kami delapan saudara mampu meraih gelar

sarjana dan bekal ilmu pengetahuan itu sekarang menjadi warisan yang paling

berharga dalam kehidupan kami. Selanjutnya buat Papa (alm) H. Dinar dan

Mama Hj. Lisdinar terima kasih atas doa dan pengertiannya yang telah diberikan

(12)

tercinta semoga gelar ini menjadi kebahagian kita bersama.

Untuk yang teramat spesial dan selalu mendampingi Penulis dalam suka

dan duka, isteri tercinta Evayanti dan ananda tersayang Abivanny Ayutri Evardi

dan Abie Habibie Evardi. Ayahnda persembahkan disertasi ini untuk kalian dan

semoga dengan ini kita bisa bersama memulai lagi langkah baru untuk menggapai

kehidupan yang lebih baik di masa depan. Kemanjaan dan keusilan kalian dalam

kebersamaan merupakan obat paling mujarab pelepas lelah dan menjadi motivasi

Ayahnda untuk secepat mungkin memberikan yang terbaik bagi kalian. Semoga

Allah, SWT melimpahkan berkah dan rahmahNya bagi kita semua dalam

mencapai keluarga Sakinah, Mawadah dan Warrahmah, amin.

Bogor, Februari 2007

(13)

i

Tujuan dan Manfaat Penelitian ………...…………..

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ...

1

4

9

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Taman Nasional ………..

Perubahan Penggunaan Lahan dan Tutupan Hutan ………….

Faktor Penggerak Deforestasi ………..

Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan ………....

Penduduk dan Tenaga Kerja ………

Studi Empiris Perubahan Penggunaan Lahan...

Studi Empiris Deforestasi ...

Studi Empiris Degradasi Taman Nasional dan Kawasan Lindung ...

Perubahan Penggunaan Lahan ...

Penggunaan Lahan Pertanian ...

Penggunaan Lahan Non-Pertanaian ...

Pilihan Komoditas Budidaya ...

(14)

ii

Pendekatan Pasar ...

Output dan Tenaga Kerja ...

Degradasi Zona Penyangga dan Taman Nasional ...

Kerangka Operasional ………..………...

Sub-Model Alokasi Fiskal ...

Sub-Model Alokasi Kredit ...

Sub-Model Penggunaan Lahan ...

Sub-Model Pilihan Komoditas ...

Sub-Model Struktur Output ...

Sub-Model Ekonomi dan Tenaga Kerja ...

Sub-Model Degradasi Zona Penyangga dan Taman Nasional ...

Hubungan Antara Sub-Model Penelitian ...

Model Persamaan Struktural dan Metode Estimasi ...

64

Waktu dan Lokasi Penelitian ………...

Jenis dan Sumber Data ……….

Spesifikasi Model ………..

Blok Ekonomi dan Tenaga Kerja ...

Blok Degradasi Zona Penyangga dan Taman Nasional

Identifikasi Model dan Metode Estimasi ………..

Validasi Model ………....

Simulasi Dampak Kebijakan ...

Simulasi Historis ...

Simulasi Peramalan ...

101

(15)

iii

V. PERKEMBANGAN KAWASAN DAN TAMAN NASIONAL

KERINCI SEBLAT

Perilaku Alokasi Pengeluaran Pemerintah dan Kredit Perbankan Kawasan ...

Alokasi Pengeluaran Pemerintah Kawasan ...

Distribusi Kredit Perbankan Kawasan ...

Pola Penggunaan Lahan Kawasan ...

Pola Budidaya Komoditas Kawasan ...

Perkembangan Struktur Output Kawasan ...

Perkembangan Ouput dan Sektor Tenaga Kerja Kawasan ...

Tingkat Degradasi Hutan Zona Penyangga dan Taman Nasional...

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI

PENGELUAR-AN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003

Hasil Validasi Model ...

Evaluas Dampak Krisis dan Desentralisasi Fiskal ...

Evaluasi Dampak Kebijakan Peningkatan Alokasi Sektor Pengeluaran Pembangunan Prioritas ...

Evaluasi Dampak Kebijakan Realokasi Pengeluaran Rutin untuk Pembangunan ...

Evaluasi Dampak Kombinasi Kebijakan Realokasi Pengeluaran Rutin dan Peningkatan Sektor Pembangunan Prioritas ...

Evaluasi Dampak Kebijakan Realokasi Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Transportasi ...

Evaluasi Dampak Kebijakan Realokasi Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Pengembangan Wilayah .... ...

Evaluasi Dampak Kebijakan Realokasi Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Sumberdaya Manusia ..

Kebijakan Kombinasi Realokasi Pengeluaran Rutin dan Sektor

(16)

iv

182

Evaluasi Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Berkelanjutan pada Aspek Ekonomi ..

Evaluasi Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Berkelanjutan pada Aspek Sosial ...

Evaluasi Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Berkelanjutan pada Aspek Lingkungan ...

VII. RAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI

PENGE-LUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORES-TASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 2007-2010

Ramalan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah ...

Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Berkelanjutan Periode Tahun 2007 – 2010 ....

Ramalan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah untuk Pembangunan Berkelanjutan ...

Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pem-bangunan Berkelanjutan pada Aspek Ekonomi..

Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pem-bangunan Berkelanjutan pada Aspek Sosial ...

Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pem-bangunan Berkelanjutan pada Aspek Lingkungan ...

Ramalan Dampak Perubahan Kecenderungan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Terhadap Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Tahun 2007 – 2010 ...

Ramalan Dampak Perubahan Kecenderungan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Terhadap Aspek Ekonomi ...

Ramalan Dampak Perubahan Kecenderungan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Terhadap Aspek Sosial ...

Ramalan Dampak Perubahan Kecenderungan

(17)

v

Ikhtisar ... 215 219

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kesimpulan ...

Implikasi Kebijakan ...

Saran Penelitian Lanjutan ...

220

221

222

DAFTAR PUSTAKA ………

LAMPIRAN ………...

224

(18)

vi

Nomor Halaman

1. Perubahan Tutupan Hutan dan Laju Degradasi Taman Nasional Kerinci Seblat dan Zona Penyangga Tahun 1995 - 2001 ...

2. Penggunaan Lahan untuk Budidaya Masyarakat dalam Taman Nasional Kerinci Seblat Tahun 1992 ...

3. Penyebaran Luas Taman Nasional Pada Masing-masing Kawasan di Indonesia ...

4. Sebaran Luas TNKS untuk Masing-masing Region Berdasarkan Surat Pernyataan Mentan No. 736 Tahun 1982 dan Intepretasi Citra 2002 ...

5. Pelaku Deforestasi dan Kaitannya dengan Deforestasi …………....

6. Pengaruh Peningkatan Variabel Eksogen Terhadap Laju Deforestasi ...

7. Efek Peningkatan Variabel Eksogen Terhadap Ekspansi Penggunaan Lahan Menggunakan Pendekatan Sub-sisten dan Market ………...

8. Pengaruh Peningkatan Variabel Eksogen Terhadap Ekspansi Penggunaan Lahan Pertanian ………...

9. Metode Estimasi untuk Masing-masing Bentuk Sistem Persamaan.

10. Variabel Indikator dan Kriteria Umum yang Digunakan Dalam Evaluasi Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah ...

11. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Daerah Sekitar TNKS Selama Periode Sentralisasi (1998 – 2000) dan Desentralisasi (2001 – 2003) ...

12. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alokasi Sektor Pengeluaran Pembangunan ...

(19)

vii

15. Perkembangan Penggunaan Lahan dan Laju Deforestasi Kawasan pada Periode Sentralisasi dan Desentralisasi ...

16. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Lahan Kawasan ...

17. Hasil Estimasi Hubungan Antara Berbagai Jenis Bentuk Penggunaan Lahan ...

18. Rataan dan Perkembangan Luas Areal Budidaya Tanaman Pangan (Lahan Basah dan Kering) pada Masing-masing Kawasan ...

19. Rataan dan Perkembangan Luas Areal Budidaya Tanaman Perkebunan pada Masing-masing Kawasan ...

20. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pilihan Komoditas Pangan Kawasan ...

21. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pilihan Komoditas Perkebunan Kawasan ...

22. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pilihan Komoditas Perikanan Kawasan ...

23. Perkembangan Nilai dan Pangsa Sub-sektor Pertanian dalam Pembentukan PDB Riel Masing-masing Kawasan ...

24. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Share Sub-Sektor Pertanian Kawasan ...

25. Perkembangan Indikator Ekonomi dan Tenaga Kerja Masing-masing Kawasan ...………..

26. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Output dan Output Perkapita Kawasan ...

27. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja Kawasan ...

28. Perkembangan Tutupan Hutan Zona Penyangga dan Taman Nasional Masing-masing Kawasan ...

(20)

viii

30. Distribusi Indikator Kelayakan Model Berdasarkan Hasil Validasi Model Alokasi Pengeluaran Pemerintah ...

31. Evaluasi Dampak Krisis Ekonomi dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Alokasi Pembiayaan Pembangunan ...…………...

32. Evaluasi Dampak Krisis Ekonomi dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan ...

33. Evaluasi Dampak Peningkatan Alokasi Pengeluaran Sektor Prioritas Terhadap Alokasi Pengeluaran Sektor Lain ...

34. Evaluasi Dampak Peningkatan Alokasi Pengeluaran Sektor Prioritas Terhadap Penyebaran Kredit Perbankan ...

35. Evaluasi Dampak Peningkatan Alokasi Pengeluaran

Pembangunan Sektoral Masing-masing Kawasan ...

36. Evaluasi Dampak Realokasi Pengeluaran Rutin untuk Pembangunan Terhadap Alokasi Pengeluaran Sektor-sektor Pembangunan ...

37. Evaluasi Dampak Realokasi Pengeluaran Rutin untuk Pembangunan Terhadap Distribusi Kredit Perbankan ...

38. Evaluasi Dampak Realokasi Pengeluaran Rutin untuk Pembangunan pada Masing-masing Kawasan ...

39. Evaluasi Dampak Realokasi 15% Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Transportasi Terhadap Distribusi Pembiayaan Pembangunan ...

40. Evaluasi Dampak Realokasi 15% Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Transportasi Terhadap Indikator Sosial, Ekonomi dan Lingkungan ...

(21)

ix

Sosial, Ekonomi dan Lingkungan ...

43. Evaluasi Dampak Realokasi 15% Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Sumberdaya Manusia Terhadap Distribusi Pembiayaan Pembangunan ...

44. Evaluasi Dampak Realokasi 15% Pengeluaran Rutin dengan Prioritas Sektor Sumberdaya Manusia Terhadap Indikator Sosial, Ekonomi dan Lingkungan ...

45. Perubahan dan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah untuk Pembangunan Berkelanjutan ...

46. Evaluasi Dampak Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah untuk Pembangunan Berkelanjutan Terhadap Struktur Perekonomian Kawasan ...

47. Evaluasi Dampak Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah untuk Pembangunan Berkelanjutan Terhadap Pasar Output ...

48. Hubungan Antara Struktur Output dengan Laju Pertumbuhan Output dan Output Perkapita Kawasan Pada Pembangunan Berkelanjutan ...

49. Evaluasi Dampak Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah untuk Pembangunan Berkelanjutan Terhadap Pasar Tenaga Kerja Kawasan ...

50. Evaluasi Dampak Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah untuk Pembangunan Berkelanjutan Terhadap Permintaan Sumberdaya Lahan dan Hutan Kawasan ...

51. Ramalan Perkembangan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Pada Periode Tahun 2004 – 2010 ...

52. Ramalan Perkembangan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Tanpa Perubahan Kebijakan Periode Tahun 2004 – 2010 ...

176

53. Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah untuk Pembangunan Berkelanjutan Terhadap Distribusi

(22)

x

Tahun 2007 – 2010 ...

55. Ramalan Kecenderungan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah untuk Pembangunan Berkelanjutan Tahun 2007 – 2010 ....

56. Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Berkelanjutan Terhadap Struktur Perekonomian Kawasan Tahun 2007 – 2010 ...

57. Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Berkelanjutan Terhadap Pasar Output Kawasan Tahun 2007 – 2010 ...

58. Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Berkelanjutan Terhadap Pasar Tenaga Kerja Kawasan Tahun 2007 – 2010 ...

59. Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Berkelanjutan Terhadap Deforestasi Kawasan dan Degradasi Zona Penyangga Tahun 2007 – 2010 ...

60. Ramalan Dampak Peningkatan Realokasi Rutin Terhadap Alokasi Pengeluaran Pembangunan Masing-masing Sektor ...

61. Ramalan Dampak Peningkatan Alokasi Pengeluaran Pem-bangunan Terhadap Aspek Ekonomi Tahun 2007 – 2010 ...

62. Ramalan Dampak Peningkatan Alokasi Pengeluaran Pem-bangunan Terhadap Aspek Sosial Tahun 2007 – 2010 ...

63. Ramalan Dampak Peningkatan Alokasi Pengeluaran Pem-bangunan Terhadap Aspek Lingkungan Tahun 2007 – 2010 ...

200

201

203

204

206

207

211

212

214

(23)

xi

Nomor Halaman

1.Bagan Alir Hipotesis Pengambilan Keputusan dalam Lembaga Pelestraian Alam ...

2.Struktur Organisasi Pengelola Taman Nasional Kerinci Seblat ...

3.Faktor Pendorong Perubahan Penggunaan Lahan ...

4.Kekuatan Penggerak Deforestasi ...

5.Proses Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indoensia ...

6.Hubungan Antara Perekonomian dan Kondisi Lingkungan ………...

7.Kerangka the Future Agricultural Resources Model ………

8.Skema Keadaan Penduduk Suatu Negara Dengan Segala Potensinya Untuk Menghasilkan ……….………...

9.Hubungan Antara Tiga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ...

10.Klasifikasi Alokasi Kredit Perbankan dalam Penelitian ...

11.Penentuan Total Jasa Tenaga Kerja Tersedia ………..

12.Kerangka Konseptual Penyebab Deforestasi ...

13.Klasifikasi Alokasi Pengeluaran Pembangunan dalam Penelitian ...

14.Kerangka Operasional Sub-model Alokasi Pengeluaran Pembangunan ………...

15.Kerangka Operasional Sub-model Alokasi Kredit ………..

16.Kerangka Operasional Sub-Model Dinamika Pola Penggunaan ...

17.Kerangka Operasional Sub-Model Pilihan Komoditas ...

18.Kerangka Operasional Sub-Model Ekonomi dan Tenaga Kerja ...

(24)

xii

20.Hubungan Alokasi Pengeluaran Pembangunan dan Kredit Perbankan dengan Degradasi Taman Nasional Kerinci Seblat ...

21.Hubungan Antar Blok dan Variabel dalam Penelitian ...

22.Pola Konversi Hutan dan Penggunaan Lahan ………..

23.Hubungan Alokasi Pengeluaran Pembangunan dan Degradasi Hutan Taman Nasional ...

24.Elastisitas Output Terhadap Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja ...

25.Ramalan Dampak Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pembangunan Berkelanjutan Terhadap Taman Nasional Tahun 2007 – 2010 ...

26.Ramalan Respon Degradasi Taman Nasional Terhadap Perubahan Kecenderungan Alokasi Pengeluaran Pembangunan ...

79

101

127

153

191

209

(25)

xiii

Nomor Halaman

1. Jenis Variabel Pada Penelitian Dampak Alokasi Pengeluaran Pemerintah ...

2. Data Perkembangan Variabel Sosial, Ekonomi dan Lingkungan dalam Penelitian ...

3. Program Estimasi Blok Alokasi Pengeluaran Pembangunan Menggunakan Metode Seemingly Unrelated Regressions (SUR) .

4. Program Estimasi Blok Alokasi Penggunaan Lahan

Menggunakan Metode Seemingly Unrelated Regressions (SUR).

5. Program Estimasi Blok Pilihan Komoditas Menggunakan Metode Seemingly Unrelated Regressions (SUR) ……….

6. Program Estimasi Blok Struktur Output Menggunakan Metode Seemingly Unrelated Regressions (SUR) ...

7. Program Estimasi Blok Alokasi Kredit, Ekonomi dan Tenaga Kerja serta Degradasi Taman Nasional Menggunakan Metode Two Stage Least Squares (2SLS)...

8. Hasil Estimasi Metode Seemingly Unrelated Regressions (SUR) dan Two Stage Least Squares (2SLS) ...

9. Program Simulasi Dampak Kebijakan Pembiayaan

Pembangunan Terhadap Degradasi Taman Nasional ...

10. Hasil Validasi Model Ekonometrika ...

11. Hasil Simulasi Dampak Krisis dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Perkembangan Kawasan dan Taman Nasional ...

12. Hasil Simulasi Dampak Masing-masing Skenario Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah pada Kawasan Bengkulu ...

13. Hasil Simulasi Dampak Masing-masing Skenario Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah pada Kawasan Jambi ...

(26)

xiv

Alokasi Pengeluaran Pemerintah pada Kawasan Sumatera Barat .

15. Program Peramalan Variabel Eksogen Tahun 2004 – 2010 Menggunakan Metode Stepart Trend 2 ...

16. Hasil Peramalan Variabel Eksogen Tahun 2004 – 2010 Menggunakan Metode Stepart Trend 2 ...

17. Program Simulasi Peramalan Variabel Endogen Tahun 2004 – 2010 Menggunakan Prosedur SIMNLIN ...

18. Hasil Simulasi Peramalan Nilai Dasar dan Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Kawasan Bengkulu Tahun 2007 – 2010 ...

19. Hasil Simulasi Peramalan Nilai Dasar dan Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Kawasan Jambi Tahun 2007 – 2010 ...

20. Hasil Simulasi Peramalan Nilai Dasar dan Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Daerah Kawasan Sumatera Barat Tahun 2007 – 2010 ...

316

319

322

326

333

337

(27)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Nasional (National Park) merupakan kawasan lindung untuk

tujuan konservasi ekosistem dan rekreasi atau secara lebih luas berarti gabungan

sistem dalam pengelolaan suaka alam, taman wisata, taman laut, sampai kepada

pengelolaan hutan produksi dengan manajemen yang terpadu. Taman nasional

berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 bersama dengan taman hutan raya dan taman

wisata alam ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Alam dengan fungsi sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman satwa

dan tumbuhan serta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari satwa dan

tumbuhan serta ekosistemnya (Dirjen PHPA, 2002). Luas taman nasional di

Indonesia mencapai 15 juta Ha dan berdasarkan fungsinya terbagi dua yaitu

75.49% berupa taman nasional daratan dan sisanya 24.51% berupa taman nasional

laut (GOI, 1985).

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan penggabungan dari

kawasan-kawasan Cagar Alam Inderapura dan Bukit Tapan, Suaka Margasatwa

Rawasa Huku Lakitan-Bukit Kayu Embun dan Gedang Seblat. Hutan lindung dan

produksi terbatas di sekitarnya berfungsi sebagai hidro-orologis dan merupakan

Daerah Aliran Sungai (DAS) yang meliputi DAS Batanghari, DAS Musi dan DAS

wilayah Pesisir Bagian Barat yang berperan penting dalam memenuhi kebutuhan

(28)

Nasional Sedunia di Bali pada tanggal 4 Oktober 1982 gabungan kawasan tersebut

dideklarasikan sebagai Taman Nasional Kerinci Seblat.

TNKS ditetapkan berdasarkan SK. Menhur No. 901/Kpts-II/95 tanggal 14

Oktober 1995 dan merupakan rangkaian pegunungan Bukit Barisan Selatan. Luas

taman nasional ini mencapai 1.37 juta Ha dan tersebar pada 4 provinsi yaitu

Sumatera Barat 353.78 ribu Ha (25.86%), Jambi 422.19 ribu Ha (30.86%),

Bengkulu 310.91 ribu Ha (22.73%), dan Sumatera Selatan 281.12 ribu Ha

(20.55%). Perkembangan sosial ekonomi wilayah sekitar menyebabkan tekanan

terhadap taman nasional meningkat, sehingga degradasi tidak hanya terjadi pada

zona penyangga (buffer zone), tetapi juga kawasan taman nasional. Selama kurun

waktu 1995 - 2001 tutupan hutan kedua areal ini berkurang sebesar 21.69 ribu Ha

dengan laju degradasi 0.16% pertahun seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perubahan Tutupan Hutan dan Laju Degradasi Taman Nasional Kerinci Seblat dan Zona Penyangga Tahun 1995 sampai 2001

No Lokasi Luas Tutupan Hutan (Ha) Degradasi Pertahun

1995 2001 Ha %

1 Taman Nasional 1 268 610 1 249 390 3 203 0.04 2 Zona Penyangga 975 637 864 721 18 486 0.32

Total 2 244 247 2 114 111 21 689 0.16

Sumber: Laporan Tahunan Balai TNKS (2003)

Areal taman nasional yang mengalami degradasi ini dimanfaatkan oleh

masyarakat sekitar yang sebagian besar petani tradisional untuk pemukiman dan

budidaya perkebunan seperti karet, kulit manis, kopi dan cengkeh. Berdasarkan

data Badan Pertanahan Nasional (1992) komoditas utama yang dibudidayakan

(29)

sekitar 48.95% dari kawasan non-hutan di dalam kawasan TNKS. Luas lahan

terdegradasi yang dimanfaatkan untuk budidaya mencapai 50.02 ribu Ha atau

3.71% dari luas TNKS dengan pola penggunaan lahan dan jenis komoditas seperti

pada Tabel 2.

Tabel 2. Penggunaan Lahan untuk Budidaya Masyarakat di dalam Taman Nasional Kerinci Seblat Tahun 1992

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Proporsi (%)

1 Pemukiman 154 0.31

2 Sawah 3 923 7.81

3 Kebun Campuran 2 560 5.10

4 Tegalan 1 684 3.36

5 Ladang 1 448 2.88

6 Perkebunan a. Kopi b. Karet c. Kulit Manis

d. Cengkeh, Jahe, Kelapa Sawit dll

4 134 3 381 24 395 6 678

8.24 6.73 48.59 13.31

7 Tebangan 1 846 3.67

JUMLAH 50 203 100.00

Sumber: Badan Pertanahan Nasional (1992) dalam Balai TNKS (1995).

Kebijakan pembangunan daerah yang tidak seimbang baik antar sektor

maupun wilayah, menjadi salah satu penyebab tidak terkendalinya eksploitasi

sumberdaya lahan. Pertumbuhan output dengan distribusi output yang tidak

merata menyebabkan konsentrasi kemiskinan pada sektor pertanian (pedesaan),

kebutuhan pendidikan dasar masyarakat yang tidak terpenuhi sampai pada

penegakan hukum menjadi pendorong terjadi ekspansi lahan pada kawasan sekitar

taman nasional. Kebijakan alokasi sumberdaya yang bijaksana dan berimbang

termasuk pengeluaran pemerintah daerah diperlukan untuk mengintegrasikan

upaya-upaya peningkatan kesejahteraan, pemerataan pembangunan dan

(30)

pembangunan daerah diharapkan memperhatikan aspek efisiensi (efficiency),

dampak sosial ekonomi (social and economic impact), dan keberlanjutan ekologi

(ecological sustainability). Aspek efisiensi yaitu alokasi sumberdaya lahan untuk

berbagai alternatif penggunaan, aspek dampak sosial dan ekonomi yaitu dampak

pembangunan terhadap masyarakat yang kehidupannya bergantung pada

sumberdaya alam dan aspek keberlanjutan ekologi yaitu keterkaitan penggunaan

lahan dengan ekosistem sekitarnya (World Bank, 1997).

Berdasarkan hal tersebut di atas dan didukung dengan adanya komitmen

pelestarian TNKS dan implementasi kebijakan desentralisasi fiskal maka perlu

dilakukan suatu analisis model alokasi pembiayaan pembangunan yang mampu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa menyebabkan tekanan lebih besar

terhadap Taman Nasional Kerinci Seblat.

Perumusan Masalah

Undang-undang No. 33 tahun 2004 (revisi UU. No 22 tahun 1999)

memberikan wewenang fiskal lebih besar bagi daerah. Implementasi dari

kebijakan desentralisasi fiskal yang mulai efektif pada tahun 2001 memberikan

perubahan berarti dalam penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah. Pada

sisi penerimaan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang digunakan sebagai indikator

keberhasilan pembangunan menyebabkan tekanan lebih besar terhadap

sumberdaya lahan termasuk kawasan konservasi. Wewenang besar dalam

pengelolaan hutan yang tidak diiringi perbaikan dalam manajemen pembangunan,

serta lebih berorientasi pada peningkatan PAD berpotensi mendorong terjadinya

(31)

meningkatnya konversi kawasan hutan menjadi penggunaan lain terutama untuk

budidaya dan meningkatnya degradasi berbagai kawasan konservasi.

Pada sisi pengeluaran, peningkatan pengeluaran rutin yang tinggi

menyebabkan semakin tidak seimbangnya rasio antara pengeluaran rutin dan

pembangunan. Alokasi pengeluaran pembangunan mengalami penurunan dari

40.29% tahun 1994 menjadi 28.95% tahun 2003, dan kondisi ini mengindikasikan

semakin menurunnya stimulus pembangunan oleh pemerintah daerah.

Perekonomian daerah tidak dapat bekerja sesuai dengan kapasitasnya sehingga

pertumbuhan output tidak mampu menutupi meningkatnya pertumbuhan tenaga

kerja sehingga pengangguran semakin meningkat. Tingkat kesejahteraan yang

rendah dan semakin tingginya tingkat pengangguran terbuka membuka peluang

terjadinya eksploitasi sumberdaya lahan yang tidak terkendali.

Masalah lain pada sisi pengeluaran pemerintah daerah adalah belum

responsifnya pengambil kebijakan dalam penyusunan anggaran pembangunan,

karena masih mengacu pada pola anggaran semasa periode sentralisasi.

Kewenangan lebih besar dalam fiskal belum dimanfaatkan untuk mengalokasikan

anggaran agar lebih responsif dan sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi

daerah bersangkutan. Orientasi ekonomi jangka pendek dalam alokasi

pengeluaran pembangunan masih dominan dibanding dengan sosial dan ekologi.

Kondisi ini juga menjadi penyebab tidak optimalnya pertumbuhan output dan

sering menciptakan berbagai masalah sosial dan lingkungan seperti distribusi

(32)

pengangguran terbuka dan ekspansi lahan yang mendorong terjadinya deforestasi

atau konversi kawasan hutan.

Tingkat kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi serta rendahnya

pemahaman masyarakat tentang pentingnya kelestarian lingkungan menyebabkan

mereka mudah terpengaruh untuk melakukan praktek eksploitasi sumberdaya

hutan secara ilegal. Perilaku yang didorong oleh pihak luar sebagai pemilik modal

ini tidak hanya terjadi pada zona penyangga tetapi juga dalam kawasan taman

nasional berupa pembalakan dan pengumpulan hasil hutan seperti rotan dan

gaharu yang dapat dilakukan secara terorganisasi dan individual. Degradasi hutan

akibat aktivitas ini menyebabkan semakin menurunnya luas tutupan hutan pada

kawasan TNKS dan zona penyangganya. Pada sisi lain ekspansi perkebunan skala

besar akibat adanya insentif pemerintah menyebabkan semakin tingginya konversi

hutan dan mengurangi aksesibilitas masyarakat lokal terhadap hutan.

Berkurangnya aksesibilitas terhadap lahan, rendahnya pengetahuan dan tidak

tersedianya kesempatan kerja alternatif menjadi faktor pendorong berbagai

aktivitas eksploitasi sumberdaya hutan pada areal taman nasional (ICDP, 2002).

Peningkatan laju degradasi kawasan konservasi ini mendorong berbagai

pihak termasuk pemerintah daerah yang sebagian wilayahnya merupakan kawasan

TNKS untuk bekerjasama. Kerjasama ini diawali dengan ditandatangani 11 butir

nota kesepakatan pelestarian TNKS tanggal 27 Pebruari 2002 di Sungai Penuh

Kabupaten Kerinci dengan disaksikan Menteri Negara Lingkungan Hidup, serta

anggota DPRD 4 provinsi dan 9 kabupaten. Salah satu butir dalam kesepakatan

(33)

kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan

mengurangi ketergantungan mereka terhadap sumberdaya lahan dan

meminimalisir pengaruh pihak luar dalam eksploitasi sumberdaya hutan seperti

pembalakan liar di dalam kawasan taman nasional.

Implementasi dari kesepakatan mengurangi tekanan terhadap kawasan

konservasi ini perlu didukung dengan peningkatan peran pemerintah daerah dalam

perencanaan pembangunan termasuk dalam alokasi sumberdaya pembangunan.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah kebijakan alokasi pengeluaran

pemerintah yang mampu mendorong transformasi struktural guna mengurangi

ketergantungan yang tinggi terhadap lahan. Ketergantungan ini terlihat dari

rata-rata pangsa sektor pertanian dalam pembentukan PDB dan penyerapan tenaga

kerja kawasan selama periode 1994 – 2003 yang mencapai 41.56% dan 71.06%.

Transformasi struktural perekonomian akan lebih efektif mendukung kebijakan

pemerintah dalam pembangunan kawasan konservasi yang merupakan bagian

tidak terpisah dari pembangunan regional dan implementasinya membutuhkan

koordinasi dan kerjasama pihak terkait (Dirjen PHPA dalam FWI/GFW, 2001).

Konsep pelestarian kawasan konservasi secara bijaksana pada hakekatnya

mengandung dua prinsip utama, yaitu kebutuhan akan rencana pengelolaan

berdasarkan inventarisasi yang akurat, dan kebutuhan akan upaya perlindungan

guna menjamin kelestarian sumberdaya tersebut. Pemberdayaan masyarakat

sekitar melalui berbagai program dan proyek pembangunan yang lebih bersifat

jangka pendek baik melalui anggaran pemerintah pusat (domestik), maupun

(34)

kegiatan tidak luas dan berkelanjutan. Untuk itu dalam jangka panjang dibutuhkan

suatu alokasi pengeluaran pemerintah yang lebih berimbang antara aspek sosial,

ekonomi dan ekologi. Perimbangan pengeluaran rutin dan pembangunan, serta

antar sektor pengeluaran pembangunan diharapkan mampu menghasilkan

pembangunan berkelanjutan (Sustainability Development), sehingga pelestarian

kawasan konservasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terintegrasi.

Berdasarkan latar belakang dan masalah di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hubungan antara alokasi pengeluaran pemerintah daerah

dengan deforestasi kawasan dan degradasi TNKS?.

2. Bagaimanakah dampak perubahan kebijakan alokasi pengeluaran pemerintah

daerah terhadap deforestasi kawasan dan degradasi TNKS?.

3. Bagaimanakah alokasi pengeluaran pemerintah daerah untuk pembangunan

kawasan yang terintegrasi dengan upaya pelestarian TNKS?.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah untuk menganalisis dampak alternatif

kebijakan alokasi pengeluaran pemerintah daerah terhadap deforestasi kawasan

dan degradasi hutan TNKS. Secara khusus penelitian bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi perilaku dan pengaruh alokasi pengeluaran pemerintah

daerah terhadap deforestasi kawasan dan degradasi hutan TNKS.

2. Mengevaluasi dampak perubahan kebijakan alokasi pengeluaran pemerintah

(35)

3. Memilih suatu alternatif alokasi pengeluaran pemerintah daerah yang mampu

memberikan keseimbangan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dalam

pembangunan berkelanjutan.

4. Meramalkan dampak kebijakan alokasi pengeluaran pemerintah daerah yang

berimbang antara aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan

berkelanjutan di kawasan sekitar TNKS.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan acuan bagi semua

pihak terutama pemerintah daerah dalam mencegah degradasi taman nasional

sebagai dampak negatif dari perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Hasil

penelitian juga diharapkan mampu mendorong semakin terjalinnya koordinasi

pengelolaan taman nasional baik antar pemerintah daerah, maupun antara

pemerintah dan manajemen taman nasional serta pihak terkait lain.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup yang menjadi batasan pembahasan dalam penelitian

didasarkan pada definisi istilah teknis yang digunakan, yaitu:

1. Pengeluaran Pemerintah Daerah mencakup pengeluaran rutin yang digunakan

untuk belanja pegawai, barang dan lainnya, pemeliharaan dan perjalanan dinas

serta bantuan keuangan dan pengeluaran lain, dan pengeluaran pembangunan

yang berdasarkan Publikasi Statistik Keuangan Daerah terdiri atas 21 sektor,

tetapi dalam penelitian diagregasi menjadi 10 sektor pengeluaran.

2. Deforestasi merupakan penebangan tutupan hutan dan konversi lahan secara

permanen untuk penggunaan lainnya, sehingga lahan hutan yang telah

(36)

karena pada prinsipnya pohon-pohon masih mungkin akan tumbuh kembali

(FAO, 1996 dalam FWI/GWF, 2001). Deforestasi dalam penelitian

diasumsikan hanya setelah lahan dikonversi secara permanen guna

kepentingan lain yang bukan hutan, sehingga digunakan data penggunaan

lahan sebagai proksi luas hutan kawasan.

3. Kawasan merupakan wilayah yang berada di luar taman nasional termasuk

zona penyangga, sehingga memungkinkan terjadinya deforestasi berupa

konversi hutan untuk penggunaan lain (alih fungsi hutan), dan degradasi hutan

berupa perubahan tutupan hutan.

4. Degradasi hutan merupakan suatu penurunan kerapatan pohon dan/atau

meningkatnya kerusakan hutan yang menyebabkan hilangnya hasil-hasil hutan

dan berbagai layanan ekologi yang berasal dari hutan (FAO, 1996 dalam

FWI/GWF, 2001). Pada penelitian degradasi hutan diukur menggunakan data

perkembangan luas tutupan hutan pada taman nasional dan zona penyangga

hasil intepretasi citra landsat, dan tidak mencakup layanan ekologi hutan.

5. Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan kawasan hutan konservasi yang

dirancang untuk perlindungan hidupan liar atau habitatnya, dan secara resmi

tidak dapat dikonversi secara permanen menjadi penggunaan lain.

Penelitian menggunakan data pool yaitu gabungan cross section pada tiga

kawasan (provinsi) hasil agregasi dua kabupaten, yaitu Provinsi Jambi (Kerinci

dan Sarolangun Bangko), Sumatera Barat (Solok dan Pesisir Selatan), dan

Bengkulu (Rejang Lebong dan Bengkulu Utara) dan time series dengan rentang

(37)

seperti persepsi tentang pemanfaatan zona penyangga dan tingkat ancaman

terhadap taman nasional. Pemilihan tahun didasarkan pada tiga periode yang

mempengaruhi perkembangan kawasan yaitu periode sebelum krisis (1994 –

1996), krisis ekonomi dan sebelum desentralisasi (1997 – 2000) dan periode

desentralisasi (2001 – 2003).

Keterbatasan dalam penelitian terutama berkaitan dengan ketersediaan

data antara lain:

1. Hasil interpretasi citra dengan menggunakan metode berbeda antara tahun

pengamatan menyebabkan terjadi perbedaan luas tutupan hutan kawasan, dan

mengatasi hal tersebut dilakukan penyesuaian data menggunakan proporsi.

2. Peta citra landsat yang ada hanya pada tahun 1985, 1995, 1998, 2000, 2001

dan 2002, sehingga untuk mengisi data tahun kosong dilakukan interpolasi

data dengan menggunakan metoda trend sesuai periode penelitian.

3. Data anggaran pemerintah pusat dan lembaga donor lainnya tidak tersedia

lengkap dan dapat didisagregasi perkawasan, sehingga pembahasan penelitian

lebih fokus pada angaran pemerintah daerah yang pengaruhnya bersifat tidak

langsung terhadap taman nasional.

4. Variabel penjelas dalam persamaan degradasi taman nasional masih terbatas

pada variabel makro dan kurang mengambarkan variabel mikro, sehingga

digunakan asumsi bahwa pembangunan daerah juga akan mempengaruhi

(38)

2.1. Perkembangan Taman Nasional

Penetapan kawasan cagar alam, hutan lindung, taman nasional, dan taman

laut merupakan wujud dari upaya pelestarian sumberdaya alam hayati. Penentuan

cagar alam dapat bersifat botanis, faunis dan estetis yang menonjolkan keindahan

alam, tetapi pada kenyataannya tidak ada pemisahan tegas, dan biasanya dimana

fauna dilindungi maka habitatnya berupa berbagai flora dan alam sekitarnya juga

terlindungi dengan sendirinya. Pada saat ini terdapat lebih dari 2.6 ribu kawasan

lindung di dunia yang meliputi daerah hampir seluas 4 juta km2 pada 124 negara

(McKinnon et al., 1993). Selama tahun 1970an, jumlah kawasan lindung

meningkat 46% dengan total luas kawasan meningkat lebih 80% yang sebahagian

besar terdapat di negara-negara tropika (Harrison et al., 1984). Kawasan lindung

berdasarkan kategori IUCN (World Conservation Union) dapat diklasifikasikan

atas enam kategori yaitu:

1. Cagar Alam yaitu kawasan lindung yang dikelola khususnya untuk

kepentingan ilmu pengetahuan, dan Suaka Alam yaitu kawasan lindung yang

dikelola khusus untuk perlindungan alam,

2. Taman Nasional yaitu kawasan lindung yang dikelola khusus untuk

konservasi ekosistem dan rekreasi,

3. Monumen Alam yaitu kawasan lindung yang dikelola untuk kepentingan

(39)

4. Kawasan Pengelolaan Habitat/Species yaitu kawasan lindung yang dikelola

khususnya untuk konservasi melalui intervensi pengelolaan,

5. Kawasan Perlindungan Alam/Laut yaitu kawasan lindung yang dikelola

khusus untuk konservasi dan rekreasi laut/alam dan

6. Kawasan Perlindungan Pengelolaan Sumberdaya Alam yaitu yaitu kawasan

lindung yang dikelola untuk pemanfaatan ekosistem alam secara lestari.

Hutan konservasi adalah hutan yang dirancang untuk perlindungan

hidupan liar atau habitatnya, biasanya berada dalam taman-taman nasional dan

kawasan-kawasan lindung lainnya, sedangkan hutan lindung merupakan kawasan

hutan yang ditujukan untuk menjalankan fungsi-fungsi lingkungan, khususnya

untuk memelihara tutupan vegetasi dan stabilitas tanah pada lereng-lereng curam

dan melindungi daerah aliran sungai (FWI/GWF, 2001). Taman nasional berarti

gabungan sistem pengelolaan suaka alam, taman wisata, taman laut, sampai

kepada pengelolaan hutan produksi dengan manajemen terpadu, dan berdasarkan

UU No. 5 tahun 1990 bersama dengan taman hutan raya dan taman wisata alam

ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam. Kawasan-kawasan ini berfungsi

sebagai sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman satwa dan

tumbuhan serta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari satwa dan tumbuhan

serta ekosistemnya. Kriteria dan batasan serta pengertian sebuah taman nasional

menurut Dirjen PHPA (2002) adalah sebagai berikut:

• Suatu taman nasional harus cukup luas dan mempunyai sumberdaya alam

yang khas dan unik baik flora, fauna, ekositem, maupun gejala alam yang

(40)

• Tidak terjadi perubahan, baik yang disebabkan kegiatan eksploitasi, maupun

pemukiman penduduk, dengan pengelolaan dibawah kebijakan dan sistem

suatu departemen berkompeten dan bertanggungjawab.

• Memberikan kesempatan bagi pengembangan objek wisata alam, sehingga

terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan

pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam, dan rekreasi.

• Wisata alam adalah bentuk kegiatan yang memanfaatkan potensi sumberdaya

alam dan tata lingkungan, serta memiliki potensi dan daya tarik bagi

wisatawan dan untuk upaya pembinaan cinta alam, baik dalam keadaan alami

maupun setelah budidaya. Pola kegiatan yang diijinkan dalam kawasan ini

adalah pariwisata, pendidikan, penelitian, kebudayaan dan cinta alam.

• Konservasi adalah pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati

secara bijaksana, berdasarkan prinsip kelestarian dan jaminan kesinambungan

persediaan, serta dipelihara untuk peningkatan kualitas dan keragamannya.

• Sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati dalam alam bersama-sama

dengan unsur non-hayati yang secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Ekosistem adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik

hayati maupun non-hayati yang saling tergantung dan saling mempengaruhi.

• Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik darat

maupun perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga

kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, serta satwa dan

(41)

• Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik darat

maupun perairan dengan fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan

keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistem.

• Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas tumbuhan,

satwa, dan ekosistem serta perkembangannya diserahkan kepada alam.

• Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa

keragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang kelangsungan hidupnya dapat

dilakukan melalui pembinaan habitatnya.

• Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem

zonasi yang terdiri atas zona inti dan zona lain yang dimanfaatkan untuk

tujuan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi, dan pendidikan.

• Hutan wisata adalah kawasan hutan yang disebabkan keadaan dan sifat

wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan dengan tujuan untuk

pengembangan pendidikan/penyuluhan, rekreasi, dan olah raga.

Taman Nasional memiliki peran sebagai wahana pendidikan, ilmu

pengetahuan/teknologi, penelitian, budaya, penunjang budidaya, rekreasi dan

pariwisata alam, dan menurut (Mc Kinnon et al, 1993) dibagi atas beberapa

bagian dengan tujuan pemanfaatan berbeda, yaitu;

Daerah inti adalah kawasan yang memiliki kemurnian flora dan fauna

alamiah, sehingga tidak boleh diganggu kecuali untuk kegiatan penelitian.

Daerah rimba adalah kawasan hutan yang berfungsi sebagai pelindung daerah

(42)

Daerah pemanfaatan merupakan daerah yang dipersiapkan sebagai daerah

wisata.

Daerah penyangga adalah kawasan hutan bagian luar taman nasional yang

dapat dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan, atau hutan produksi.

Luas total taman nasional di Indonesia sampai Agustus 2002 mencapai

15.03 juta Ha dan penyebarannya berdasarkan kawasan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penyebaran Luas Taman Nasional Pada Masing-masing Kawasan di Indonesia

No Kawasan Jumlah (unit) Luas

Ha %

1 Sumatera 9 3 711 517.87 24.70

2 Sulawesi 6 2 631 139.00 17.51

3 Kalimatan 7 3 177 259.00 21.14

4 Maluku dan Irian 4 4 561 910.00 30.36

5 Jawa, Bali dan Nusteng 15 946 578.18 6.30

Total (Indonesia) 41 15 028 404.05 100.00

Sumber: Hasil olahan data Departemen Kehutanan RI. 2003.

Hal-hal administratif yang berkaitan dengan kawasan yang dilindungi

menurut McKinnon et al, (1993) mencakup organisasi administrasi dengan tipe

organisasi yang bervariasi sesuai dengan luas, kebutuhan dan tujuan pelestarian,

posisi otoritas pengelola kawasan yang dilindungi dalam pemerintahan, struktur

administrasi otorita pengelola kawasan, dan prosedur organisasi. Perluasan

peranserta dan kerjasama dalam pengelolaan kawasan lindung memerlukan

(43)

dengan otorita setempat dan memperkuat hubungan dengan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) serta keterlibatan masyarakat setempat. Proses pengambilan

keputusan dalam upaya pelestarian alam disajikan pada Gambar 1.

Secara geografis kawasan TNKS terletak pada posisi 1005’ - 3027’

Lintang Selatan, dan 100035’-102045’ Bujur Timur dan secara administratif

terletak pada 4 provinsi dan 9 kabupaten. Luas TNKS mencapai 1.48 juta Ha

berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/1982, ternyata

PEMERINTAH MENTERI

KEPUTUSAN

DIREKTORAT

Konvensi Internasional Opini Masyarakat

Badan Pemerintah Lain Keterbatasan Ekonomi Urutan Keputusan Utama

(Strategis)

Keterbatasan Kebijakan Politik

REGIONAL

PENJAGA PAKAR PERMASALAHAN Urutan Keputusan Kedua

(Koordinasi)

Urutan Keputusan Ketiga (Proteksi)

Kawasan yang dilindungi

Sumber: Bell (1983) dalam MacKinnon et al. (1993)

Gambar 1. Bagan Alir Hipotesis Pengambilan Keputusan dalam Lembaga Pelestarian Alam

Keterangan:

(44)

sangat berbeda dengan hasil intepretasi citra landsat 2003. Perbandingan luas dan

proporsi untuk masing-masing provinsi/region antara SP Mentan 1982 dan

intepretasi citra landsat 2002, seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sebaran Luas TNKS untuk Masing-masing Region Berdasarkan Surat Pernyataan Mentan No. 736 Tahun 1982 dan Intepretasi Citra 2002

No. REGION SP Mentan 1982 Interpretasi Citra 2002 Luas (Ha) Proporsi (%) Luas (Ha) Proporsi (%)

1 Jambi 588 460 39.64 417 603 30.89

2 Sumatera Barat 375 930 25.32 346 356 25.62 3 Sumatera Selatan 310 580 14.12 246 079 18.20

4 Bengkulu 209 680 20.92 342 004 25.30

JUMLAH 1 484 650 100.00 1 352 042 100.00 Sumber: Balai TNKS (2005).

Perubahan strutur dalam organisasi pada Balai Taman Nasional Kerinci

Seblat berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 tanggal 10 Juni

2002 dibagi atas empat region masing-masing dipimpin oleh kepala areal

konservasi, yaitu areal konservasi I untuk Provinsi Jambi di Bangko (Merangin),

areal konservasi II untuk Bengkulu di Curup (Rejang Lebong), areal konservasi

III untuk Provinsi Sumatera Barat di Painan (Pesisir Selatan) dan areal konservasi

IV untuk Provinsi Sumatera Selatan di Lubuk Linggau (ICDP, 2002).

Masing-masing areal konservasi ini terbagi dalam rayon yang membawahi beberapa

kabupaten dan pimpinan setiap rayon ditunjuk oleh Kepala Balai Taman Nasional

(45)

2.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Tutupan Hutan

Menurut FAO (1996) lahan (land) didefinisikan sebagai suatu areal

permukaan bumi yang secara komprehensif dan terintegrasi mengacu pada suatu

kesatuan yang luas dari sumberdaya alam, yaitu berupa suatu profil atmosfir di

atas permukaan sampai beberapa meter di bawah permukaan daratan. Atribut

utama sumberdaya alam terdiri dari iklim, jenis lahan, tanah, air, vegetasi dan

fauna (Wolman, 1987). Definisi yang lebih terinci dan holistik yang sering

digunakan berasal dari dokumen Convention to Combat Desertification, yang

menyatakan bahwa lahan adalah seluruh areal yang berada di atas dan bawah

permukaan teresterial bumi termasuk permukaan tanah, air (danau, sungai, dan

rawa), lapisan sedimentasi, dan terkait dengan cadangan sumber air tanah, MANAJEMEN TAMAN

KOORDINATOR PERSONIL

KEPALA ADMI NI STRASI

KOORDINATOR

(46)

populasi hewan dan tumbuhan, perkampungan manusia dan hasil pengolahan fisik

dan aktivitas manusia masa lalu dan sekarang (terasering, cadangan atau struktur

drainase air jalan dan bangunan) (FAO 1995).

Hoover and Giarratani (1984) menyatakan bahwa lahan merupakan suatu

ruang dengan kualitas lahan mencakup berbagai atribut topografi, struktur,

pertanian, dan kekayaan mineral yang ada di dalamnya, kemampuan menyediakan

udara dan air bersih, serta sejumlah karakteristik iklim seperti kesejukan,

penampilan estetika dan lain-lain. Agenda 21 Bab 10 menyatakan bahwa definisi

lahan yang biasa digunakan adalah suatu entitas fisik yang terkait dengan

topografi dan ruang alami yang sering berhubungan dengan nilai ekonomi dan

diekspresikan dalam harga yang terbentuk pada suatu transfer kepemilikan (FAO

1995). Lahan sebagai sumberdaya merupakan faktor input yang dapat

dikombinasikan dengan faktor lain guna memproduksi barang atau jasa (Hartwick

dan Olewiler, 1986).

Isu penting dalam pengelolaan sumberdaya lahan di Indonesia adalah

hampir seluruh lahan yang cocok untuk pertanian telah dimanfaatkan untuk

aktivitas usaha tani, dan areal hutan tersisa hanya pada dataran tinggi dan daerah

yang ditujukan untuk konservasi. Konversi lahan hutan dan lahan sekitar aliran

sungai untuk dijadikan areal budidaya pertanian terutama oleh petani yang tidak

memiliki lahan (World Bank, 1994). Sumberdaya lahan di Indonesia dengan luas

(47)

hutan dan sisanya 43.6% (88 juta Ha) merupakan lahan pertanian, padang rumput,

rawa dan lainnya (Badan Litbang Pertanian, 1985 dalam Puslittan, 1993).

Studi perubahan penggunaan lahan tidak selalu berkaitan dengan definisi

kondisi lahan, perubahan penggunaan dan tutupan lahan, tetapi lebih bervariasi

sesuai dengan aplikasi dan konteks yang digunakan (Briassoulis, 2004).

Penggunaan lahan (land use) dan tutupan lahan (land cover) bukan dua hal yang

sama (synonymous) dan berdasarkan berbagai literatur perbedaan definisi ini

tergantung pada kebutuhan studi tentang perubahan penggunaan dan tutupan lahan

(Briassoulis, 2004). Tutupan lahan merupakan suatu status biofisik permukaan

bumi dan menjadi sub-bagian permukaan lahan (Turner et al. 1995), atau dengan

kata lain dideskripsikan sebagai status fisik permukaan lahan seperti lahan

pertanian, pegunungan dan hutan (Meyer, 1995 dan Moser, 1996). Selanjutnya

Meyer and Turner (1994) menyatakan bahwa permukaan lahan mencakup jumlah

dan jenis permukaan vegetasi, air, dan material bumi. Istilah pertama tidak hanya

menunjukkan jenis vegetasi yang terdapat pada permukaan lahan, tetapi juga

mencakup hal lebih luas berupa perubahan struktural oleh aktivitas manusia,

seperti gedung atau bangunan, dan aspek lain yang menyangkut lingkungan fisik,

seperti tanah, keragaman hayati, permukaan dan sumber air tanah (Moser 1996).

Penggunaan lahan merupakan cara yang ditempuh oleh manusia untuk

mencapai tujuan dengan memanfaatkan lahan dan sumberdaya (Meyer, 1995

dalam Moser, 1996). Secara ringkas penggunaan lahan menunjukkan tempat

(48)

menurut Skole (1994) adalah areal bekerja manusia pada suatu jenis permukaan

lahan, yang berarti areal aktivitas manusia yang menghasilkan produksi primer

dan selanjutnya menjadi faktor penentu sosial ekonomi yang kompleks.

Penggunaan lahan berhubungan dengan fungsi atau tujuan dimana lahan tersebut

digunakan oleh manusia sekitar, dan dapat didefinisikan sebagai aktivitas manusia

yang secara langsung berkaitan dengan lahan, menggunakan sumberdaya tersebut

dan memiliki dampak terhadap kehidupan manusia (FAO 1995).

Menurut Briassoulis (2004) dalam analisis perubahan penggunaan dan

tutupan lahan, maka yang pertama dibutuhkan secara konseptual adalah

pengertian dari perubahan tersebut untuk melihat situasi pada dunia nyata. Pada

tingkat sangat dasar, maka perubahan penggunaan dan tutupan lahan berarti

perubahan secara kuantitatif bentuk penggunaan dan tutupan lahan pada suatu

kawasan (meningkat atau menurun), dan perhitungan perubahan tergantung pada

skala spasial dengan pengertian dan konsep perubahan sangat luas. Pada kasus

perubahan tutupan lahan terdapat dua bentuk perubahan yang relevan, yaitu

konversi dan modifikasi (Turner et al, 1995). Konversi tutupan lahan merupakan

perubahan dari suatu bentuk permukaan menjadi permukaan lain, sedangkan

modifikasi tutupan lahan merupakan alterasi struktur dan fungsi tanpa ada

perubahan dari suatu bentuk ke bentuk lainnya seperti perubahan produktivitas,

biomassa atau phenologis (Skole, 1994).

Perubahan tutupan lahan dapat terjadi akibat proses alamiah seperti variasi

(49)

pada masa sekarang lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia seperti

penggunaan lahan untuk pertanian dan tempat tinggal (Turner et al, 1995). Secara

spesifik Meyer dan Turner (1996), menyatakan bahwa penggunaan lahan (sengaja

atau tidak) merupakan perubahan tutupan lahan yang dapat dilakukan melalui tiga

cara yaitu konversi (conversion) permukaan lahan atau perubahan secara kualitas

(qualitaty), modifikasi (modifying) atau perubahan secara kuantitatif tanpa adanya

konversi penuh, dan memelihara (maintaining) suatu kondisi dalam menghadapi

perilaku perubahan alamiah.

Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu fenomena mendasar dalam

sistem bumi yang dinamis, dimana pada negara sedang berkembang ekspansi

pertanian, logging kehutanan, pengembangan industri pada waktu bersamaan

berlangsung sangat intensif (World Bank, 1997). Perubahan penggunaan lahan

mencakup konversi dari suatu bentuk penggunaan ke penggunaan lain, seperti

perubahan pola penggunaan suatu areal lahan, modifikasi bentuk penggunaan

lahan tertentu seperti perubahan dalam intensitas penggunaan sehingga mengubah

karakteristik lahan termasuk perubahan dari pemukiman masyarakat

berpendapatan rendah menjadi pemukiman masyarakat berpendapatan tinggi,

perubahan dari hutan negara menjadi hutan kota untuk sarana rekreasi (Brissoulis,

2004). Pada kasus penggunaan lahan pertanian bentuk-bentuk perubahan

penggunaan lahan secara kualitatif mencakup intensifikasi, ekstensifikasi,

(50)

Menurut Berger (2003) faktor pendorong perubahan penggunaan lahan

sebagai predeposisi bagi proses deforestasi dapat dikelompokkan atas faktor

pendorong sosial dan faktor pendorong biofisik. Hubungan antara pelaku, proses

dan faktor pendorong perubahan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 3.

Faktor pendorong sosial internal (the on-site social drivers) perubahan

penggunaan lahan mencakup nilai lahan (land values), struktur dan ukuran rumah

tangga (structure and size of families), pembagian tenaga kerja (division of

labour), kemampuan dan keahlian tenaga kerja (availability and skill of labour),

derajat pemberdayaan (degree of empowerment), dan tingkat upah (wage rates).

Faktor pendorong internal ini berinteraksi dengan faktor sosial ekonomi eksternal

(external socio-economic factors) dan faktor biofisik (on-site biophysical) seperti PELAKU DAN PROSES

REGION

Jaringan Pasar, Jasa dan Proses Daerah Kota dan Desa

Infrastruktur, Intensifikasi dan Ekstensifikasi, Pengurasan Air Tanah

LANDSCAPE

Budaya Ekologis Pedesaan dan Batas Perairan

Lokasi, Parit irigasi dan Erosi

UNIT PRODUKSI

Rumah Tangga dan Perusahaan Agribisnis Pembersihan lahan dengan pembakaran, upaya peningkatan kesuburan lahan, dan

pengurasan lahan

Sumber: Berger (2003)

(51)

iklim mikro (micro-climate), kegemburan dan kesuburan tanah (soil moisture and

fertility). Pada beberapa kasus peningkatan pertumbuhan populasi menyebabkan

semakin cepatnya perubahan penggunaan lahan dan sumberdaya air, seperti di

Senegal dimana migran dari daerah tetangga mempengaruhi lingkungan lokal

yang berkaitan dengan keputusan penggunaan lahan (Stephene, 2000).

Perubahan penggunaan dan tutupan lahan saling terkait karena dampak

perubahan penggunaan lahan dan kontribusinya dalam perubahan lingkungan

global melalui perubahan tutupan lahan. Analisis keterkaitan antara keduanya,

membutuhkan suatu pengujian dimana penggunaan lahan terkait dengan

perubahan tutupan lahan pada berbagai level spasial dan temporal yang lebih

terinci. Menurut Brissoullis (2004) spesifikasi level spasial dan temporal yang

terinci merupakan syarat penting yang krusial untuk analisis kedua perubahan

tersebut seperti petunjuk untuk memilih bentuk penggunaan dan permukaan lahan

yang akan dianalisis, menentukan penggerak dan proses perubahan yang dapat

dideteksi, dan identifikasi pengaruh dan menjelaskan keterkaitan antara

penggunaan dan tutupan lahan dengan suatu kerangka spasial-temporal tertentu.

Perubahan penggunaan lahan pada level lokal mungkin tidak menunjukkan

hubungan yang signifikan dengan perubahan tutupan lahan dan lingkungan lokal

seperti konversi lahan pertanian di perkotaan yang diakibatkan adanya keputusan

individual pemilik lahan. Perubahan penggunaan lahan lebih bersifat kualitatif

dibanding kuantitatif dan pada level lebih rendah bersifat spasial dan temporal

(52)

2.3. Faktor Penggerak Deforestasi

Perubahan tutupan lahan terjadi akibat proses alamiah seperti variasi iklim,

letusan gunung berapi, perubahan aliran sungai atau permukaan laut, tetapi pada

masa sekarang lebih sering disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penggunaan

lahan untuk pertanian dan tempat tinggal (Turner et al., 1995). Deforestasi

merupakan penebangan pohon dari suatu areal hutan dan mengkonversinya secara

permanen untuk penggunaan lain terutama untuk penggunaan lahan budidaya

pertanian (van Kooten, 2000 dalam Brissoullis, 2004). Menurut FWI/GFW (2001)

deforestasi adalah penebangan hutan dan konversi lahan secara permanen untuk

berbagai manfaat lainnya. Berdasarkan definisi tataguna lahan dari FAO yang

diadopsi oleh pemerintah Indonesia, lahan hutan yang telah ditebang bahkan yang

telah ditebang habis tidak dianggap sebagai kawasan yang dibalak karena pada

prinsipnya pohon-pohon mungkin akan kembali tumbuh atau ditanami kembali.

Pada sisi lain degradasi hutan didefinisikan sebagai suatu penurunan kerapatan

pohon dan/atau meningkatnya kerusakan terhadap hutan yang menyebabkan

hilangnya hasil hutan dan berbagai jasa ekologi hutan.

Deforestasi umumnya terjadi di negara tropis yaitu dengan menyusutnya

secara cepat areal hutan (Myer, 1994). Deforestasi hutan tropis merupakan isu

global karena nilai dari hutan tropis dalam konservasi biodiversity dan mengatasi

efek rumah kaca (Angelsen et al., 1999). Menurut Pearce dan Brown (1994) dua

faktor utama yang diidentifikasi mempengaruhi deforestasi yaitu adanya

(53)

pada lahan hutan, yang secara substansial terlihat melalui konversi lahan hutan

untuk penggunaan lain seperti pertanian, infrastruktur, pembangunan perkotaan

dan industri, dan gagalnya kerja suatu sistem ekonomi untuk merefleksikan nilai

sebenarnya dari lingkungan seperti beberapa fungsi hutan tropis yang

non-marketed dan diabaikan dalam menyusun suatu insentif kebijakan.

Kegagalan suatu sistem ekonomi menurut Panayotou dan Parasuk (1990)

dapat diklasifikasikan atas tiga, yaitu:

1. Kegagalan pasar (market failure), yaitu kegagalan yang terjadi karena tidak

adanya regulasi pada ekonomi pasar sehingga harga pasar yang terbentuk

tidak merefleksikan biaya dan benefit sosial dari penggunaan sumberdaya,

serta timbulnya kesalahan informasi tentang kelangkaan sumberdaya.

2. Kegagalan kebijakan atau distorsi pasar (policy failure or market distortion),

yaitu kegagalan yang terjadi akibat dari suatu kebijakan atau intervensi

pemerintah yang menyebabkan keberadaan sumberdaya menjadi lebih buruk

(worse off), dan

3. Kegagalan penyesuaian global (global appropriation failure), yaitu kegagalan

yang terjadi pada alokasi pasar sumberdaya seperti kurangnya kesadaran akan

keuntungan dari upaya perlindungan biodiversiti hutan tropis untuk

pengembangan obat-obatan dan pengendalian hama penyakit.

Pelaku deforestasi dapat berupa individu, korporasi, agen pemerintah atau

Gambar

Gambar 1. Bagan Alir Hipotesis Pengambilan Keputusan dalam Lembaga
Gambar 2. Struktur Organisasi Pengelola Taman Nasional Kerinci Seblat
Gambar 3. Faktor Pendorong Perubahan Penggunaan Lahan
Tabel 6. Pengaruh  Peningkatan  Variabel Eksogen Terhadap Laju
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, nikmat, serta hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan Kuliah

Dari waktu yang disediakan oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa selama 2 jam ( 09.00 s/d 11.00 Wita ), tidak ada penyedia yang meminta penjelasan terhadap dokumen kualifikasi paket

[r]

yang berjalan saat ini pada SMP Muhammadiyah 2 Sidoarjo dilakukan dengan cara manual, berupa pencatatan di kertas, yaitu menggunakan formulir penerimaan siswa

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pasien asma bronkial yang berobat jalan di Poliklinik Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode Desember 2012 didapatkan

PSH adalah saluran pembelajaran sepanjang hidup yang utama bagi seseorang individu, oleh itu sistem pendidikan negara berjalan bermula daripada peringkat prasekolah, sekolah rendah,

Dan peneliti merasa bahwa Melalui Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran lempar cakram dengan media alternatif modifikatif merupakan salah satu cara yang

Dengan demikian, melalui konsep kepemimpinan bersahabat yang terlihat dalam karakter pemimpin bersahabat, para pemimpin di tengah komunitas gereja-gereja Kristen di Indonesia