• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 ALOKASI SPEKTRUM DAN PERENCANAAN PITA

Dalam dokumen Alokasi Frekuensi KEBIJAKAN DAN PERENCAN (1) (Halaman 127-130)

BROADBAND WIRELESS ACCESS (BWA)

2 ALOKASI SPEKTRUM DAN PERENCANAAN PITA

Alokasi spektrum untuk Broadband Wireless Access (BWA), secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

 Perencanaan pita frekuensi yang ditentukan berdasarkan peraturan radio internasional oleh sidang ITU sebagai seperti IMT (International Mobile Telecommunication),

 Perencanaan pita frekuensi yang ditetapkan melalui standar IEEE maupun pita frekuensi yang non standar (pr opr i t ar y), yang belum ditetapkan sebagai standar ITU.

Contoh dari Perencanaan pita fekuensi yang didefinisikan secara internasional melalui ITU antara lain :

 Pita IMTcore-band (1920 -1980 MHz, 2110 -2170 MHz), ditetapkan dalam sidang WRC-1992.

 Pita IMT extended band ((WRC-2003) : 806 -960 MHz, 1710 – 1920 MHz,

2500 -2700 MHz, ditetapkan dalam sidang WRC-2000..

 Pita IMT-2000Advanced: 450 MHz, 470 – 860 MHz, 2.3-2.4 GHz, 3.4 – 4.9 GHz, yang ditetapkan dalam sidang WRC-2007.

Beberapa pita frekuensi seperti 2.3-2.4 GHz, 2.5 – 2.7 GHz, 3.4 – 3.7 GHz serta 5.8 GHz, ditetapkan oleh Wimax Forum, suatu forum industry penentuan standar Wimax. Pada sidang Radiocommunication Assembly (RA) ITU-R telah berhasil memasukkan standar Wimax supaya diakui menjadi standar IMT.

116 Dalam Peraturan Menkominfo Nomor: 07/PER/M.KOMINFO/01/2009 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio Untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (Wi r el ess Br oadband) telah ditetapkan pita frekuensi 300 MHz, 1.5 GHz, 2 GHz, 2.3 GHz, 3.3 GHz dan 10.5 GHz. Izin penggunaan frekuensi tersebut berdasarkan izin pita frekuensi radio. Sedangkan untuk pita frekuensi 2.4 GHz dan 5.8 GHz, izin penggunaan frekuensinya berdasarkan izin kelas.

3. KONDISI EKSISTING

Beberapa permasalahan penggunaan frekuensi BWA di Indonesia yang ditemukan antara lain diakibatkan regulasi dan kebijakan serta pemberian izin sebelum tahun 2005 yang kurang tepat.

Izin penggunaan alokasi frekuensi BWA diberikan melalui mekanisme evaluasi kepada sejumlah penyelenggara telekomunikasi seperti kepada ISP, NAP, penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet swi t ched & penyelenggara multimedia, tanpa ada suatu landasan kebijakan, kriteria serta komitmen pembangunan yang jelas. Sejumlah penyelenggara yang telah mendapatkan alokasi frekuensi BWA tidak memanfaatkan spektrum frekuensi yang diberikan secara optimal. Yang lebih menyulitkan lagi bahwa beberapa izin alokasi penggunaan frekuensi diberikan tanpa ada batasan yang jelas baik dari sisi wilayah cakupan izin maupun pita frekuensi yang digunakan.

Selain itu, karena perkembangan teknologi BWA yang belum matang, maka standar perangkat BWA lama yang digunakan sejumlah penyelenggara belum menggunakan standar terbuka, sehingga menyulitkan dalam implementasi pengembangannya. Dalam pekembangaannya, sesuai dengan semangat memajukan industri dalam negeri, Pemerintah c.q Ditjen Postel telah mendorong penyelenggara BWA untuk memenuhi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sesuai dengan Permenkominfo No. 7 Tahun 2009.

Pada pita 3.4 – 3.7 GHz (ext-C band), izin BWA diberikan dengan status sekunder terhadap sistem satelit, artinya sistem BWA tidak boleh mengganggu dan tidak mendapatkan proteksi dari sistem satelit. Akan tetapi pada prakteknya, penggunaan bersama/sharing antara operasional BWA eksisting dengan stasiun bumi sistem satelit (V-SAT) tidak dapat berjalan dengan baik. Dengan diterbitkannya Permenkominfo No. 9 Tahun 2009, penyelenggara eksisting BWA di pita frekuensi 3.4 – 3.7 GHz diwajibkan untuk melakukan migrasi ke pita frekuensi 3.3 GHz dengan syarat dan ketentuan yang berlaku sesuai dengan Permenkominfo tersebut yang pengaturannya dapat diunduh di

www.postel.go.id di bagian Regulasi Frekuensi.

Dengan telah ditetapkannya kebijakan regulasi dan perizinan, permohonan

izin baru BWA dengan menimbang pada ketersediaan spektrum frekuensi

untuk layanan BWA sangat terbatas, sesuai dengan regulasi yang berlaku, pemberian izin alokasi frekuensi BWA yang eksklusif akan diberikan melalui proses seleksi.

117 Sejak awal tahun 2006, Ditjen Postel berusaha menyusun kerangka kebijakan dan regulasi BWA secara komprehensif. Pada bulan Mei 2006 dan November 2006 dilakukan konsultasi publik dengan berbagai pihak terkait, penyelenggara eksising, calon pemohon, vendor, manufaktur, dsb. Pada bulan November 2006 disusun suatu dr af t whi t e paper Penataan Frekuensi BWA dan juga dilakukan konsultasi publik.

Ditjen Postel kemudian juga telah melakukan konsultasi publik dengan menerbitkan whi t e paper ke dua tentang penataan pita frekuensi BWA pada medio Oktober 2008. Dari masukan konsultasi publik tersebut, bulan Januari 2009 telah ditetapkan Peraturan Menkominfo yang dapat dilihat melalui

website Ditjen Postel, www.postel.go.id, mengenai BWA yang dapat

memberikan landasan bagi industri telekomunikasi di tanah air.

Tujuan dari penataan frekuensi BWA sendiri secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut :

 mempercepat peningkatan teledensitas akses telekomunikasi dan

informasi serta penyebaran jasa internet kecepatan tinggi secara merata ke seluruh wilayah Indonesia

 membangkitkan pertumbuhan industri manufaktur dan riset

telekomunikasi dan informatika dalam negeri.

 mendorong penggunaan standar BWA yang terbuka sehingga dapat

memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.

 pengoptimalan pemanfaatan spektrum frekuensi melalui pemberian izin

pita dan pendistribusian wilayah layanan BWA menjadi 15 zone wilayah layanan BWA sehingga dapat mendorong penyebaran jaringan BWA. 15 zone wilayah layanan tersebut yaitu:

 Zona 1, yaitu wilayah Sumatera Bagian Utara;

 Zona 2, yaitu wilayah Sumatera Bagian Tengah;

 Zona 3, yaitu wilayah Sumatera Bagian Selatan;

 Zona 4, yaitu wilayah Banten, Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan

Bekasi;

 Zona 5, yaitu wilayah Jawa Bagian Barat kecuali Bogor, Depok dan

Bekasi;

 Zona 6, yaitu wilayah Jawa Bagian Tengah;

 Zona 7, yaitu wilayah Jawa Bagian Timur;

 Zona 8, yaitu wilayah Bali dan Nusa Tenggara;

 Zona 9, yaitu wilayah Papua;

 Zona 10, yaitu wilayah Maluku dan Maluku Utara;

 Zona 11, yaitu wilayah Sulawesi Bagian Selatan;

 Zona 12, yaitu wilayah Sulawesi Bagian Utara;

 Zona 13, yaitu wilayah Kalimantan Bagian Barat;

 Zona 14, yaitu wilayah Kalimantan Bagian Timur;

118

4. PENATAAN FREKUENSI BWA

Secara garis besar bahwa dalam penataan frekuensi BWA dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :

 Penyesuaian perizinan bagi pemegang izin alokasi frekuensi eksisting yang dberikan sebelum Mei 2005.

 Persiapan pemberian izin pita frekuensi BWA di pita frekuensi dan

wilayah layanan yang belum diduduki.

Penataan frekuensi BWA dan masa transisinya terdapat pada gambar 6 dan gambar 7.

Dalam dokumen Alokasi Frekuensi KEBIJAKAN DAN PERENCAN (1) (Halaman 127-130)

Dokumen terkait