• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI S-T Melakukan sosialisas

4.5.2 Alternatif Strateg

Berdasarkan perumusan alternatif strategi yang di dapat dari Matriks SWOT maka disusun struktur hierarki yang terdiri dari lima tingkat seperti yang digambarkan pada Gambar 16. Dimana pada tingkat pertama adalah ultimate goal, tingkat kedua adalah faktor- faktor yang mempengaruhi penyusunan strategi pengendalian risiko pembiayaan, tingkat ketiga adalah aktor yang berperan dan mempengaruhi dalam penyusunan strategi manajemen risiko, tingkat keempat adalah tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pengendalian risiko pembiayaan, dan tingkat kelima adalah alternatif- alternatif strategi yang dapat dipilih oleh BMT untuk mengendalikan risiko pembiayaan. Fokus Faktor Aktor Tujuan Alternatif Strategi

Gambar 16. Struktur hierarki pemilihan strategi pengendalian risiko pembiayaan

1. Tingkat 1 : Fokus yang menjadi inti permasalahan yang ingin dipecahkan dengan metode AHP (Ultimate Goal).

2. Tingkat 2 : Hal-hal yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penyebab meningkatnya tingkat risiko pembiayaan (Faktor).

Strategi Manajemen Risiko KBMT Wihdatul Ummah dalam Mengatasi Peningkatan Risiko Pembiayaan

F1

F2

F3

A3

A2

A1

T2

T1

a. F1 : Isu kenaikan harga BBM ancaman terhadap kelancaran angsuran.

Berdasarkan hasil SWOT, faktor eksternal ini mendapatkan skor yang paling tinggi. Pada awal tahun 2012 pemerintah memberikan kebijakan bahwa harga BBM akan dinaikkan. Hal ini masih merupakan isu karena kebijakan ini baru akan diberlakukan. Didukung oleh hasil forecast pada pembahasan sebelumnya bahwa nilai NPF pada tahun 2012 sebesar 7,47% maka dapat diperkirakan kelancaran angsuran akan terancam. Pada tahun 2006, NPF KBMT Wihdatul Ummah sebesar 12% yang juga disebabkan oleh kenaikan BBM.

b. F2 : Memorandum Analisis Pembiayaan (MAP) sebagai dasar penilaian kelayakan mitra.

Berdasarkan hasil SWOT, faktor internal ini memiliki skor yang paling tinggi. KBMT Wihdatul Ummah telah memiliki suatu dasar penilaian kelayakan mitra yang disebut dengan Memorandum Analisis Pembiayaan (MAP). MAP ini sudah cukup lengkap dan mewakili aspek penilaian 5 C. Sehingga apabila terjadi peningkatan risiko pembiayaan, BMT sudah dapat memperkirakan risiko yang terjadi. Tetapi MAP ini masih memiliki kekurangan. Account Officer (AO) yang berperan dalam mengisi MAP masih belum optimal dan maksimal. Banyak variabel-variabel yang belum terisi oleh AO. Oleh karena itu, MAP yang baik ini akan menjadi masalah dalam peningkatan risiko pembiayaan apabila AO belum ditingkatkan kompetensinya.

c. F3 : Peningkatan jumlah pembiayaan dan portofolio.

Berdasarkan hasil SWOT, faktor internal ini memiliki skor yang paling tinggi. Tren menunjukkan bahwa pembiayaan mengalami peningkatan dari segi demand dan supply. Tetapi, tren ini akan menjadi masalah apabila BMT tidak prudent dalam menganalisis kelayakan mitranya.

3. Tingkat 3 : Aktor-aktor yang berperan dalam pengambilan keputusan strategi manajemen risiko.

a. A1 : Account officer

Account officer pada KBMT Wihdatul Ummah berperan dalam melayani pengajuan pembiayaan, melalui analisis kelayakan serta memberikan rekomendasi atas pengajuan pembiayaan sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan.

b. A2 : Kabag Marketing

Kabag Marketing pada KBMT Wihdatul Ummah berperan dalam merencanakan, mengarahkan serta mengevaluasi target financing serta memastikan strategi yang digunakan sudah tepat dalam upaya mencapai sasaran, termasuk dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.

c. A3 : Manajer

Manager pada KBMT Wihdatul Ummah berperan dalam merencanakan, mengkoordinasi, dan mengendalikan seluruh aktivitas lembaga yang meliputi penghimpunan dana dari pihak ketiga dan penyaluran dana yang merupakan kegiatan utama lembaga serta kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas utama tersebut dalam upaya mencari target. 4. Tingkat 4 : Tujuan yang ingin dicapai untuk mengendalikan

peningkatan risiko kredit.

a. T1 : Menciptakan penilaian kelayakan mitra yang lebih prudent dan tepat sasaran.

Peningkatan risiko pembiayaan akan dapat dikendalikan apabila sistem penilaian mitra lebih prudent dan tepat sasaran. BMT nantinya akan memprediksi kemampuan calon mitra apabila terjadi permasalahan yang menimpa mitra

b. T2 : Meningkatkan kesiapan dalam peningkatan pembiayaan, portofolio, serta peramalan NPF.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, tren dan peramalan menunjukkan peningkatan. Tren pembiayaan dan portofolio

yang meningkat akan menjadi suatu risiko pembiayaan apabila BMT tidak siap. Peramalan NPF pun menunjukkan peningkatan, untuk itu BMT harus benar-benar siap menghadapi kejadian yang akan terjadi di masa yang akan datang.

5. Tingkat 5 : Pilihan strategi yang telah dirumuskan dengan matriks SWOT yang akan direkomendasikan sebagai hasil untuk mencapai tujuan penelitian.

a. AS1 : Strategi SO

Memperketat penilaian persyaratan BMT dan penilaian character mitra.

b. AS2 : Strategi WO

Memberikan pelatihan yang intensif mengenai analisa kelayakan mitra kepada para tenaga marketing agar lebih siap dan kompeten dalam menghadapi peningkatan pengajuan pembiayaan.

c. AS3 : Strategi ST

Melakukan sosialisasi kepada mitra dan calon mitra bahwa KBMT Wihdatul Ummah merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang melaksanakan MAP dengan transparan, tepat nilai, dan tepat sasaran.

d. AS4 : Strategi WT

Menggunakan software untuk menilai kelayakan mitra seperti MAP dan memberikan pelatihan pada account officer cara mengoperasikannya.

Struktur hierarki yang telah disusun kemudian dibuat kuesioner untuk dihitung bobot prioritasnya sehingga akan dirumuskan suatu strategi manajemen risiko yang efektif untuk peningkatan risiko pembiayaan. Kuesioner disebarkan kepada empat expert, diantaranya ketua pengurus Yayasan Peramu, manajer KBMT Wihdatul Ummah, kabag marketing KBMT Wihdatul Ummah dan akademisi keuangan IPB. Keempat expert tersebut membandingkan dari setiap elemen- elemen mana yang paling penting. Perbandingan tersebut

menggunakan pairwise comparison. Hasil dari perbandingan para expert digabungkan dengan perkalian geometrik dan disusun suatu matriks pembobotan gabungan pendapat. Kemudian diolah menggunakan super decisions.

a. Hasil Pengolahan Data secara Horizontal

Hasil pengolahan horizontal menunjukkan hubungan antara elemen-elemen dalam satu hierarki dengan elemen-elemen lainnya di tingkat hierarki yang berbeda. Dari pengolahan horizontal akan terlihat tingkat pengaruh antara satu faktor terhadap sejumlah faktor lainnya pada tingkat hierarki dibawahnya.

1. Faktor

Tabel 29. Bobot dan prioritas hasil pengolahan pada tingkat 2

UG/Faktor F1 F2 F3 CR

UG 0,474046 0,285468 0,240486 0,0204

Dari Tabel 29 terlihat bahwa isu kenaikan harga BBM ancaman terhadap kelancaran angsuran (F1) merupakan prioritas utama dengan mendapat bobot paling tinggi, yaitu sebesar (0,474046). Nilai CR sebesar (0,0204) yang berarti penilaian dianggap konsisten karena CR < 0,1.

2. Aktor

Tabel 30. Bobot dan prioritas hasil pengolahan pada tingkat 3

Faktor/Aktor A1 A2 A3 CR

F1 0,164684 0,241193 0,594123 0,0804

F2 0,380060 0,289766 0,330174 0,0013

F3 0,399729 0,391109 0,209161 0,0822

Dari Tabel 30 terlihat bahwa pada F1, manajer (A3) merupakan prioritas utama dengan bobot paling tinggi, yaitu sebesar (0,594123) dan nilai CR sebesar (0,0804). Pada F2, account officer (A1) merupakan prioritas utama dengan bobot paling tinggi, yaitu sebesar (0,380060) dan nilai CR sebesar (0,0013). Pada F3, account officer (A1) juga merupakan prioritas utama dengan bobot paling tinggi, yaitu sebesar (0,399729) dan nilai CR sebesar (0,0822). Semua penilaian dianggap konsisten karena CR < 0,1.

3. Tujuan

Tabel 31. Bobot dan prioritas hasil pengolahan pada tingkat 4

Aktor/Tujuan T1 T2 CR

A1 0,632798 0,367202 0,0000

A2 0,285204 0,714796 0,0000

A3 0,140377 0,859623 0,0000

Dari Tabel 31 terlihat bahwa pada A1, menciptakan penilaian kelayakan mitra yang lebih prudent dan tepat sasaran (T1) merupakan prioritas utama dengan bobot paling tinggi, yaitu sebesar (0,632798) dan nilai CR sebesar (0,0000). Pada A2, meningkatkan kesiapan dalam peningkatan pembiayaan, portofolio serta peramalan NPF (T2) merupakan prioritas utama dengan bobot paling tinggi, yaitu sebesar (0,714796) dan nilai CR sebesar (0,0000). Pada A3, meningkatkan kesiapan dalam peningkatan pembiayaan, portofolio serta peramalan NPF (T2) merupakan prioritas utama dengan bobot paling tinggi, yaitu sebesar (0,859623) dan nilai CR sebesar (0,0000).

4. Alternatif Strategi

Tabel 32. Bobot dan prioritas hasil pengolahan pada tingkat 5

Tujuan/ Alternat if Strategi

AS1 AS2 AS3 AS4 CR

T1 0,329234 0,388638 0,194500 0,087628 0,0618

T2 0,103559 0,408776 0,334605 0,153059 0,0603

Dari Tabel 32 terlihat bahwa pada T1, memberikan pelatihan yang intensif mengenai analisa kelayakan mitra kepada para tenaga marketing agar lebih siap dan kompeten dalam menghadapi peningkatan pengajuan pembiayaan (AS2) merupakan prioritas utama dengan bobot paling tinggi, yaitu sebesar (0,388638) dan nilai CR sebesar (0,0618). Pada T2, memberikan pelatihan yang insentif mengenai analisa kelayakan mitra kepada para tenaga marketing agar lebih siap dan kompeten dalam menghadapi peningkatan pengajuan pembiayaan (AS2) juga merupakan prioritas utama dengan bobot paling tinggi, yaitu sebesar (0,408776) dan nilai CR sebesar (0,0603).

b. Hasil Pengolahan Data secara Vertikal

Dari pengolahan data secara vertikal akan menunjukkan besarnya tingkat alternatif dari strategi yang dapat dipilih disertai dengan bobot yang dikandung oleh masing-masing elemen di dalam hierarki. Hierarki dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Hasil perhitungan data secara vertikal

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada elemen faktor, prioritas pertama adalah isu kenaikan harga BBM ancaman terhadap kelancaran angsuran (F1) dengan bobot (0,28269). Hal ini disebabkan data historis menjelaskan bahwa pada tahun 2006 NPF meningkat disebabkan oleh kenaikan harga BBM dan faktor ini merupakan faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh pihak KBMT Wihdatul Ummah. Prioritas kedua adalah Memorandum Analisis Pembiayaan (MAP) sebagai dasar penilaian kelayakan mitra (F2) dengan bobot (0,28547). Prioritas ketiga adalah peningkatan peningkatan jumlah pembiayaan dan portofolio (F3) dengan bobot (0,42049).

Strategi Manajemen Risiko KBMT Wihdatul Ummah dalam Mengatasi Peningkatan Risiko Pembiyaan

F1 0,47405 F2 0,28547 F3 0,24049 A3 0,42620 A2 0,29111 A1 0,28269 T2 0,67826 T1 0,32174 AS1 0,17617 AS2 0,42620 AS3 0,28953 AS4 0,13201

Pada elemen aktor, prioritas pertama adalah manajer (A3) dengan bobot (0,42620). Manajer dipilih sebagai pemeran utama di dalam melakuakan strategi manajemen risiko untuk mengendalikan risiko pembiayaan, karena penyusunan strategi merupakan tugas dari manajer. Prioritas kedua adalah kabag marekting (A2) dengan bobot (0,29111). Prioritas ketiga adalah account officer (A1) dengan bobot (0,28269).

Pada elemen tujuan, prioritas pertama adalah meningkatkan kesiapan dalam peningkatan pembiayaan, portofolio serta peramalan NPF (T2) dengan bobot (0,67826). Prioritas kedua adalah menciptakan penilaian kelayakan mitra yang lebih prudent dan tepat sasaran (T1) dengan bobot (0,32174). Tujuan kedua menjadi prioritas karena sudah menjadi tren bahwa pembiayaan dan portofolio selalu meningkat dengan asumsi tingkat kemiskinan di Indonesia tetap dan peramalan menunjukkan NPF yang meningkat sehingga tujuan yang dipilih adalah mempersiapkan tren dan peramalan tersebut.

Pada elemen alternatif strategi dapat dipilih strategi mana yang paling penting. Prioritas utama adalah AS2 dengan bobot sebesar (0,42620) yaitu memberikan pelatihan yang intensif mengenai analisa kelayakan mitra kepada para tenaga marketing agar lebih siap dan kompeten dalam menghadapi peningkatan pengajuan pembiayaan. Prioritas kedua adalah AS3 dengan bobot sebesar (0,28953), yaitu melakukan sosialisasi kepada mitra dan calon mitra bahwa KBMT Wihdatul Ummah merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang melaksanakan MAP dengan transparan, tepat nilai, dan tepat sasaran. Prioritas ketiga adalah AS1 dengan bobot sebesar (0,17617), yaitu memperketat penilaian persyaratan BMT dan penilaian character mitra. Prioritas keempat adalah AS4 dengan bobot sebesar (0,13201), yaitu menggunakan software untuk menilai kelayakan mitra seperti MAP dan

memberikan pelatihan pada account officer cara mengoperasikannya.

Data disimpulkan bahwa para expert memilih strategi memberikan pelatihan yang intensif mengenai analisa kelayakan mitra kepada para tenaga marketing agar lebih siap dan kompeten dalam menghadapi peningkatan pengajuan pembiayaan karena memang sebenarnya sistem penilaian kelayakan mitra dengan MAP sudah sangat baik penyusunannya, hanya saja sumber daya manusia belum optimal menjalankannya. Tenaga marekting memerlukan waktu yang lama untuk bisa mengisi MAP. Apabila terjadi peningkatan terus menurus sedangkan mereka belum juga handal dalam pengisian, maka risiko pembiayaan tidak dapat dikendalikan karena mitra tidak dinilai dengan baik. Oleh karena itu, sebaiknya pelatihan dilakukan secara intensif, seperti setiap dua minggu sampai satu bulan sekali. Namun, selebihnya strategi mana yang pada akhirnya dijalankan dikembalikan lagi pada pihak-pihak KBMT Wihdatul Ummah dalam menyikapi kondisi dan perkembangan yang terjadi di lingkungan eksternal dan internal BMT.