• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Amplifikasi Menggunakan Real-Time PCR

Isolat DNA yang didapat kemudian diamplifikasi menggunakan RT-PCR. Proses amplifikasi DNA ini membutuhkan beberapa komponen, yaitu probe dan sepasang primer; isolat DNA sebagai DNA template yang akan diamplifikasi; enzim Taq Polymerase, buffer, MgCl2 dan dNTP (yang terkandung dalam LC 480 Probe Master). Primer yang digunakan diidentifikasi secara in silico dengan bantuan website BLAST NCBI. Berdasarkan hasil BLAST, primer sapi yang digunakan spesifik hanya untuk sapi (Bos taurus) (Lampiran 3). Sedangkan untuk primer babi, terdapat beberapa spesies yang memiliki urutan pasang basa yang mirip, yaitu babi (Sus scrofa), nyamuk (Phlebotomus perniciosus), dan landak afrika (Atherurus

45

africanus) (Lampiran 4). Namun jika dilihat dari spesies dan lokasi adanya spesies tersebut, yang mungkin diambil bagian tubuhnya dan dijadikan sumber gelatin hanya babi (Sus scrofa). Sehingga, primer tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi kandungan babi pada sampel.

Proses amplifikasi DNA dalam penelitian ini dilakukan dengan metode

Hydrolysis Probe. Prinsip kerja metode ini adalah berdasarkan flouresen yang dihasilkan oleh reporter (FAM) yang sebelumnya diredam oleh quencher

(BHQ1). Metode Hydrolysis Probe ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu Pre-Incubation yang berguna untuk mengaktivasi enzim polimerase yang terkandung dalam LC 480 Probe Master, Amplifikasi dari DNA target yang terdiri atas 3 proses (denaturation, annealing, extention), dan Cooling untuk mengembalikan kondisi alat seperti semula. Masing-masing tahapan membutuhkan suhu dan waktu yang berbeda-beda sesuai kondisi optimalnya.

Sebelum melakukan amplifikasi pada RT-PCR, harus disiapkan terlebih dahulu PCR mix yang terdiri atas primer forward, primer reverse, probe, dan LC 480 Probe Master sebanyak 15 µl untuk setiap isolat DNA yang ingin diamplifikasi (perhitungan pembuatan PCR mix tertera pada Lampiran 5).

Gambar 4.4. Hasil Amplifikasi Isolat DNA sampel menggunakan Primer Sapi.

Keterangan: db = daging babi, gb = gelatin babi, sb = simulasi cangkang kapsul babi, ds=daging sapi, gs = gelatin sapi, dan ss = simulasi cangkang kapsul sapi

Amplifikasi pada isolat DNA sampel menggunakan primer sapi dilakukan sebanyak 65 siklus. Jumlah siklus yang digunakan cukup banyak, karena kadar isolat DNA sampel kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa semakin sedikit jumlah DNA yang akan diamplifikasi, maka siklus yang dibutuhkan akan semakin banyak untuk mencapai Cp (Rochec, 2008).

Berdasarkan gambar 4.4, terlihat bahwa daging sapi, gelatin sapi, dan simulasi cangkang kapsul sapi dapat teramplifikasi dengan nilai Cp untuk daging sapi 13.87; gelatin sapi 29.64; dan simulasi cangkang kapsul sapi 30.97. Nilai Cp daging lebih kecil daripada gelatin dan simulasi cangkang kapsul sapi disebabkan karena kadar daging yang lebih besar, yaitu 75.88. Hal ini sesuai dengan penyataan bahwa semakin besar kadar DNA, maka semakin kecil nilai Cp yang didapat. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil kadar DNA, maka semakin besar nilai Cp yang didapat (Rochec, 2008). Sedangkan untuk cangkang kapsul sampel, dapat terlihat bahwa sampel E mengalami amplifikasi dengan nilai Cp 57.82. Artinya, cangkang kapsul pada sampel E mengandung gelatin sapi. Nilai Cp yang sangat tinggi pada sampel E dapat disebabkan karena gelatin yang digunakan untuk formulasi cangkang kapsul tersebut sedikit. Namun pada proses amplifikasi menggunakan primer sapi tersebut, terjadi kenaikan positif untuk daging babi dengan nilai Cp 33.01. Hal ini dapat disebabkan karena proses pengerjaan yang kurang baik, sehingga terjadi kontaminasi.

Selanjutnya, amplifikasi pada isolat DNA sampel dilakukan menggunakan primer babi sebanyak 65 siklus. Sama halnya dengan amplifikasi dengan primer sapi, jumlah siklus yang digunakan cukup banyak karena kadar isolat DNA sampel kecil.

47

Gambar 4.5. Hasil Amplifikasi Isolat DNA sampel menggunakan Primer Babi.

Keterangan: db = daging babi, gb = gelatin babi, sb = simulasi cangkang kapsul babi, ds = daging sapi, gs = gelatin sapi, dan ss = simulasi cangkang kapsul sapi

Berdasarkan gambar 4.5, terlihat bahwa daging babi, gelatin babi, dan simulasi cangkang kapsul babi dapat teramplifikasi dengan nilai Cp untuk daging babi 13.57, gelatin babi 40.08, dan simulasi cangkang kapsul babi 43.51. Nilai Cp daging lebih kecil daripada simulasi cangkang kapsul disebabkan karena nilai kadar daging yang lebih besar, yaitu 59.74. Hal ini sesuai dengan penyataan bahwa semakin besar kadar DNA, maka semakin kecil nilai Cp yang didapat. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil kadar DNA, maka semakin besar nilai Cp yang didapat (Rochec, 2008). Untuk cangkang kapsul sampel, terlihat bahwa sampel B, sampel C, dan sampel E dapat teramplifikasi dengan nilai Cp untuk sampel B 53.79, sampel C 31.72, dan sampel E 50.83. Artinya, cangkang kapsul pada sampel C, sampel E, dan sampel B mengandung gelatin babi.

Sampel A dan sampel D tidak mengalami amplifikasi menggunakan primer sapi maupun primer babi. Artinya cangkang kapsul pada kedua sampel tersebut tidak mengandung gelatin sapi ataupun gelatin babi, melainkan

berasal dari sumber gelatin lainnya seperti ikan atau unggas (Gelatin Manufacturers Institute of America, 2012). Sedangkan untuk sampel E, ia mengalami amplifikasi menggunakan primer sapi dan primer babi. Maka dapat diartikan bahwa cangkang kapsul pada sampel E tersebut berasal dari campuran gelatin sapi dan gelatin babi dengan komposisi gelatin babi lebih banyak daripada gelatin sapi (dilihat dari nilai Cp). Hal ini dapat dilakukan oleh suatu produsen dengan tujuan untuk mendapatkan kualitas cangkang yang bagus dengan harga yang murah.

Amplifikasi menggunakan primer babi menghasilkan kurva yang kurang baik (tidak sigmoid). Hal ini dapat disebabkan karena probe babi yang digunakan sudah lama, sehingga kondisinya kurang bagus. Selain itu, amplifikasi DNA sampel juga menghasilkan kurva yang kurang baik. Hal ini dapat disebabkan karena DNA pada sampel tersebut sudah terfragmentasi akibat proses pembuatan cangkang kapsul. Jika fragmentasi DNA terjadi, jumlah produk amplifikasi dan efisiensi amplifikasi akan menurun. Dengan kondisi DNA yang terfragmentasi, DNA templat yang akan dituju oleh primer menjadi terbatas. Akibatnya proses amplifikasi akan semakin sulit (Edward

BAB V

Dokumen terkait