MANHAJ DAN PENULISNYA
B. Penafsiran Ayat Kalalah 1.An-Nisa Ayat 12
2. An-Nisa Ayat 176
176
”Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalâlah)20. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
a) Munasabah
Awal surah an-Nisa ini telah menerangkan beberapa hukum mengenai harta kekayaan dan bagaimana mengurus dan mewariskannya; maka pada akhir surah
ini Allah menutupnya dengan keterangan mengenai harta pusaka kalalah , yaitu
harta peninggalan orang yang meninggal yang tidak mempunyai bapak atau
anak.21
b) Asbabun Nuzul
Seketika Jabir bin Andullah sedang sakit, dia diziarahi oleh Rasul saw, ketika itu sakit jabir sedang amat keras sehingga dia tidak saa\darkan dirinya lagi. Rasulullah saw yang dating berziarah itu lagsung mengambil wudhu‟, kemudia dipercikkanya air ke muka Jabir, sehingga sadarlah dia akan dirinya. Waktu Jabir
sadar, bertanyalah dia kepada Rasulullah saw : “Tidak ada yang mewarisku
kecuali kalala, bagaimana cara pembagian warisnya?” Lalu turunlah ayat faraidh ini.22
Jabir pernah berkata : “ Bahwa ayat ini ( ayat mengenai pembagian harta
warisan bagi saudara – saudara perempuan ) berkenaan pula dengan ayat “
YASTAFTUUNAKA, QILILLAAHU YUFTIIKUM FIL KALÂLAH”.23
21
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Tafsirnya , Jakarta : Departemen Agama RI, Hal 344
22
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid ke VI , PT. Pustaka Panjimas, Jakarta 1982, Hal : 97.
23
Al-Imam Jalaludin As-Suyuti, Riwayat turunya ayat – ayat suci Al-Qur’an, Mutiara Ilmu – Surabaya, Hal 200
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa „Umar pernah bertanya kepada
Nabi saw. tentang pembagian waris kalalah. Maka Allah menurunkan Ayat ini
sebagai pedoman pembagian waris24
c) Penafsiran Wahbah Zuhaili
Seorang meninggal tidak punya anak, tapi punya saudara perempuan kandung/saudara dari bapak, maka ia dapat ½ dari bagian. Umar merasa kesulitan
untuk memahami tentang hukum kalâlah yang ia tulis dalam kitab shahihainnya (
Bukhari & Muslim). Tiga perkara yang umar sukai dari baginda Rasulullah saw yakni selalu mengingatkan kepada kami dari 3 perkara itu yang termasuk dalam masalah waris, diantaranya masalah pembagian waris untuk kakek, masalah kalâlah dan masalah riba ( masalah riba disini sebagaimana yang sudah dijelaskan di akhir surat al-baqarah yang menerangkan tentang riba.) Dan Ibnu Majah juga meriwayatkan hadis mengenai 3 perkara ( kalalah, riba, khilafah ) dalam kitabnya.
Makna walad disini meliputi meliputi laki/perempuan, karena pembahasan dalam kalalah orang yang tidak punya anak sama sekali ( baik laki/perempuan) dan tidak punya orang tua.
Maksud saudara perempuan (sekandung/dari bapak) di jelaskan dalam ayat 176 adapun saudara perempuan dari ibu Allah telah menerangkan hukumnya di awal surat an-nisaa dengan kesepakatan para ulama sebagaimana yang telah diterangkan.
24
K.H.Q Shaleh, H.A.A Dahlan , dkk , ASBABUN NUZUL , CV Penerbit Diponegoro , Bandung, cet 10 Hal 180
Saudara perempuan mendapatkan ½ kalau seseorang yang meninggal
mempunyai anak perempuan. Kalau misalnya mepunyai anak laki – laki saudara
perempuan tidak mendapatkan apa-apa. Adapun ayat tersebut menerangkan saudara perempuan yang memperoleh ½ ketika tidak punya anak laki laki/perempuan, maka hal itu bukanlah yang dikehendaki. Dan diisyaratkan pula dalam memperoleh ½ jika sang mayat tidak punya orang tua. Dan syarat ini sudah menjadikan ijma para ulama .
Allah berfirman ( ) yakni saudara laki – laki yang mewarisi tirkah
kepada saudara perempuannya secara keseluruhan dengan ashabah , jika saudara perempuan tersebut tidak punya anak & tidak ada ortu yang menghijabnya dari waris. Maksud saudara disini adalah saudara perempuan kandung / saudara dari bapak . Adapun saudara perempuan dari ibu maka ia tidak bisa dapat secara penuh, tetapi bagiannya hanya 1/6.
Jika saudara perempuan terdapat dua orang ( sekandung/dari bapak bukan ibu) / lebih, maka bagi keduanya dapat 2/3 dari apa yang ditinggalkan saudara laki
– laki. Maksud disini adalah 2 saudara perempuan mendapatkan 2/3 secara
Kalau yang menerima waris beberapa saudara laki/perempuan ( kandung ), maka bagiannya laki - laki seumpama bagian 2 wanita. Adapun beberapa saudara
dari ibu maka mereka mendapatkan sama 2/3.25
C. Analisa
Pendapat Wahbah mengenai Kalâlah adalah seseorang yang
meninggal dan tidak memiliki orang tua serta anak .26 Pendapat Wahbah
mengenai Kalâlah disini memiliki persamaan dengan ulama sebelumnya
yakni Syeikh Asy - Syinqithi dan Buya Hamka yang mendefinisikan
Kalâlah adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak lagi memiliki ( ayah ibu dan seterusnya) dan kerabat yang merupakan cabangnya ( anak dan seterusnya)27, ataupun ( ada orang yang meninggal dan tidak ada lagi ayah – bundanya ( telah meninggal lebih dahulu ), serta tidak pula mempunyai anak yang akan menerima pusakanya.28 Namun M.Quraish Syihab tidak
sependapat dengan Wahbah dalam mendefinisikan Kalâlah yakni seseorang
yang meninggal tidak meninggalkan ayah serta tidak meninggalkan anak,29
dan pendapat Kalâlah menurut M.Quraish Syihab ini memiliki persamaan
dengan ulama sebelumnya yakni Ibnu Katsir yang mendefinisikan Kalâlah
25
Wahbah Az-Zuhaili, , Tafsir munirfi al-Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj , (Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998), cet. I, Jilid IV, Hal.56 - 58
26
Wahbah Az-Zuhaili, , Tafsir munirfi al-Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj , (Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998), cet. I, Jilid IV, Hal.54
27
Syaikh Asy-Syanqithi ; penerjemah Fathurazi, Tafsir Adhwaul Bayan ( Tafsir
Al-qur’an dengan Al-qur’an ), pustaka Azzam Jakarta Selatan , 2006 . Hal : 629
28
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid ke IV , PT. Pustaka PAnjimas, Jakarta 1983. Cet. I , Hal : 285
29
M. Quraish Syihab, Tafsir al - Misbah , Pesan,Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an , Jilid 2 , Hal.348
adalah seseorang yang meninggal dan tidak memiliki anak dan ayah.30 Lain
halnya Syeikh asy – Sya’rawi mempunyai pendapat yang berbeda sendiri
mengenai definisi Kalâlah yakni , ( seseorang yang meninggal dunia , dan
dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perenpuan ).31
Penjelasan mengenai bagian – bagian untuk ahli waris :
Bagian untuk saudara laki – laki dan perempuan ( seibu ) yang
ditinggalkan oleh pewaris
Pada Pembagian ini Wahbah berpendapat bahwa seseorang yang meninggal dan
ia meninggalkan saudara laki – laki atau saudara perempuan dari ibu, maka
masing – masing mendapatkan 1/6 dari tirkah32. Akan tetapi jika jumlah mereka
banyak, maka mereka mendapatkan 1/3 secara bersama – sama. jadi mereka
dihukumi sama atau tidak dibedakan antara laki – laki atau perempuan.33 Pendapat
Wahbah mengenai pembagian ini memiliki persamaan dengan para mufasir
lainnya, baik ulama sebelumnya maupun penerusnya. Pertama, M.Quraish
Shihab berpendapat mengenai pembagian ini jika ada seseorang lelaki meninggal tetapi tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, atau jika ada perempuan yang meninggal tetapi ia mempunyai seorang saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan dari ibu, maka masing-masing dari kedua jenis
30
M.Nasib ar-Rifa‟I, Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, Penerjemah : Syihabuddin, Gema Insai : Hal 865
31 Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi , Tafsir Asy-Sya’rawi tim penerjemah Safir al - Azhar , Duta al - Azhar, , PT ikrar mandiri abadi , Jakarta, hal : 492
32
Wahbah Az-Zuhaili, Pnrjmh abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Fiqih Islam Wa adillatuhu , (Dimasyq : Dar al-Fikri & Jakarta : Gema Insani, Mei 2011 cet I), Jilid 10 Hal : 394
33
Wahbah Az-Zuhaili, , Tafsir munirfi al-Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj , (Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998), cet. I, Jilid III, Hal : 279
saudara itu seperenam bagian dari harta warisan. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang 1/3 itu, dibagi dengan
rata sesudah dipenuhi wasiat yang diwasiatkannya.34 Kedua, Syeikh
Asy-Syanqithi berpendapat mengenai pembagian ini yang dimaksud dengan saudara – saudara dalam ayat ini adalah jika jumlah saudara itu hanya satu orang maka ia akan mendapat seperenam dari harta warisan, sedangkan jika jumlahnya banyak
maka mereka akan bersekutu dalam 1/3 dari harta warisan baik laki – laki maupun
perempuan35. dan Ketiga, Buya Hamka berpendapat mengenai pembagian ini
seseorang lelaki meninggal dalam keadaan tidak meninggalkan orang tua dan tidak meninggalkan anak, atau demikian juga jika ada perempuan yang meniggal tetapi ia mempunyai seorang saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan dari ibu, maka masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam bagian dari
harta warisan. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Buya
Hamka berbeda pendapat, yakni mereka mendapatkan 1/3 dengan ketentuan
yang laki – laki mendapat dua kali bagian perempuan.36
Bagian suami jika istri yang meninggal dan bagian istri jika suami
meninggal
Pada pembagian suami maupun istri, Wahbah berpendapat Suami
mendapatkan ½ dari tirkah yang ditinggalkan oleh istri ketika mayit tidak
meninggalkan anak ( baik anak (laki – laki / perempuan) dari suami/suami lain ),
34
M. Quraish Syihab, Tafsir al - Misbah , Pesan,Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an , Jilid 2 , Hal 349
35
Syaikh Asy-Syanqithi ; penerjemah Fathurazi, Tafsir Adhwaul Bayan ( Tafsir
Al-qur’an dengan Al-qur’an ), pustaka Azzam Jakarta Selatan , 2006 . Hal 628
36
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid ke IV , PT. Pustaka Panjimas, Jakarta 1983. Cet. I , Hal : 286
dan sisa utnuk saudara laki – laki. Tetapi jika terdapat anak ( walaupun bukan dari
istri melainkan dari istri sebelumnya ), maka suami mendapatkan ¼.37 Dan jika
suami yang meninggal, maka istri mendapatkan ¼ apabila tidak mempunyai
anak.38 Pendapat Wahbah tersebut memiliki persamaan pendapat dengan para
mufasir lainnya, baik ulama sebelumnya maupun penerusnya. Pertama
M.Qurasih Syihab berpendapat mengenai pembagian suami dan istri yakni (