• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANHAJ DAN PENULISNYA

B. Tafsir Al- Munir

2. Pengertian Kalâlah

Kalâlah berarti berasal dari akar kata yang tersusun dari huruf-huruf

kaf (ك) dan lam (ل). Menurut Ibnu Faris, makna dasar kata ini berkisar pada tiga

1

Prof.T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, FIQHUL MAWARIS, Hukum – hukum warisan

dalam syari‟at Islam, Bulan Bintang : Jakarta , Hal : 17

2

Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Prespektif Islam, Adat, & BW, Refika Aditama : Bandung , Hal : 3

hal, yaitu : “tumpul (lawan tajam)”, “melingkari sesuatu dengan sesuatu”, dan “salah satu organ tubuh (dada)‟. Yang pertama, seperti ungkapan kalla as-saifu

( = pedang itu menjadi tumpul), dan kalil ( = pedang tumpul). Yang

kedua, seperti iklil ( ) yang berarti ikat kepala atau mahkota. Dinamai demikian

karena melingkari kepala. Selain tiga makna ini, Sayyid Thanthawi, memberikan makna lain lagi, yaitu “hilangnya kekuatan karena lelah”. Makna ini

disimpulkannya dari syair Al-A‟sya yang mengatakan : alaitu la urtsi laha min

kallin ( ) yang maksudnya : “saya jadi tidak meratapinya lagi

karena lelah.”3

Demikianlah, makna dasar dari kata kalalah. Adapun secara

terminologis, seperti diungkapkan oleh Az-Zamakhsyari4 dalam tafsirnya,

Al-Kasyyaf 5, kata kalâlah mencakup tiga hal, yaitu : pertama, orang yang mati, tanpa

meninggalkan anak dan bapak; kedua, ahli waris selain anak dan bapak; dan ketiga, kerabat yang tidak berasal dari jalur anak dan bapak. Kerabat demikian, dinamakan kalalah karena pertaliannya dengan pewaris lemah tau tumpul ( tidak

3

Sahabuddin, dkk, ed. Ensiklopedia alqur’an : kajian kosakata. Jakarta: Lentera Hati, cet.I, 2007hal.422

4

Nama lengkap Az-Zamakhsyari adalah Abu al-Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Khawarizmi Az-Zamakhsyari. Ia lahir pada hari Rabu tanggal 27 Rajab 467 H, bertepatan dengan tahun 1074 M di Zamakhsyar. Ia seorang ulama dan imam besar dalam bidang bahasa dan retorika.

5

Kitab tafsir al-Kasyaf ini, menurut sejarahnya, disusun oleh al-Zamakhsyari selama tiga tahun, mulai dari tahun 526 H sampai dengan 528 H, di Makkah al-Mukarramah, metode penafsiran al-Kasyaf adalah bahwa al-Zamakhsyari menggunakan metode dialog. Artinya, ketika al-Zamakhsyari hendak menjelaskan makna sebuah kata atau kalimat atau kandungan suatu ayat. Ia selalu menggunakan kata “ناتلق” yang berarti “jika engkau bertanya”. Tafsir al-Kasyaf merupakan salah satu tafsir yang menggunakan corak al-tafsir bi al-ra‟yi.

tajam). Atau Karena mereka mengelilingi pewaris dari tepian, bukn dari tengah. Seperti ikat kepala yang melingkari tepian kepala sedang tengah-tengahnya kosong.

Dalam Al-Qur‟an,kata kalâlah tersebut dua kali. Yang semuanya dalam

surah An-Nisa [4] . yang pertama ayat 12 dan yang kedua ayat 176, ayat terakhir dari surah itu.

Ayat pertama membicarakan ketentuan kewarisan orang yang meninggal dunia dan tidak memiliki ahli waris utama, tetapi memiliki saudara

atau saudari seibu. Bahkan Sa‟ad bin abu Waqqash telah membaca firman Allah

tersebut dengan bacaan “Wa lahu akhun au ukhtun min ummin” ( tetapi

mempuyai seorang saudara laki-laki atau seorang saudara wanita seibu saja).6

Secara garis besar, ayat ini menetapkan dua ketentuan terkait bagian saudara dan saudari almarhum tersebut, yaitu: pertama, satu orang saudara atau saudari mendapatkan seperenam jika sendirian; dan kedua , mendapatkan bagian bersama sebesar sepertiga jika jumlah mereka banyak, tanpa mempertimbangkan jenis

kelamin; laki-laki dari perempuan.7

Ayat kedua yang menyebutkan kata kalâlah biasa disebut dengan ayat

“musim panas”. Ayat itu memang turun pada saat musim panas. Seperti kita singgung di atas, kandungannya mengenai ketentuan pembagian warisan orang yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan ahli waris utama: hanya

6

Syaikh Asy-Syanqithi ; penerjemah Fathurazi, Tafsir Adhwaul Bayan ( Tafsir

Al-qur’an dengan Al-qur’an ), pustaka Azzam Jakarta Selatan , 2006 . Hal 629

7

Sahabuddin, dkk, ed. Ensiklopedia alqur’an : kajian kosakata. Jakarta: Lentera Hati, cet.I, 2007 hal.422

meninggalkan saudara atau saudari seayah atau seayah seibu. Dikatakan demikian karena sebab turunnya ayat 176 ini mengenai pertanyaan Jabir bin Abdullah pada

ayat terakhir surat an-Nisa‟ ini berkenaan dengan hubungan darah dari pihak

ayah.8 Jika dibaca, secara saksama, sedikitnya ada empat ketentuan yang

terkandung dalam ayat ini, yaitu :

a. Bila yang meninggal laki-laki dan meninggalkan satu orang saudari, maka

bagiannya adalah separoh, sedang separohnya yang lain untuk ashabah (asabat), kalau ada, atau dia ambil semua, jika tidak ada ashabah (asabat).

b. Bila yang meninggal perempuan dan meninggalkan seorang saudara

laki-laki, maka bagiannya adalah seluruh harta.

c. Bila yang meninggal laki-laki dan meninggalkan dua orang saudari, maka

bagian mereka dua pertiga.

d. Jika yang ditinggalkan sejumlah saudara dan saudari, maka ketentuannya,

bagian saudara dua kali lipat bagian saudari .9

Dalam pembahasan lain Arti kalâlah telah dijelaskan oleh Allah sendiri

dalam Surah Al-nisa‟ : 176, yaitu, jika seorang mati dengan tidak ada baginya

walad” (inimru’un halaka laisa lahu walad) sehingga definisi itu baru jelas jika

telah diketahui apa maksudnya walad”. Dalam surati al-nisa‟ : 11 dijumpai bentuk

jama‟ dari walad yaitu awlad dan disana tegas dinyatakan bahwa awlad itu

mungkin anak laki – laki, mungkin anak perempuan, mungkin bergandengan

kedua jenis anak – anak itu dan mungkin pula tidak, seperti dalam bagian kalimat

8

Syekh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi , Tafsir Asy-Sya’rawi tim penerjemah Safir al - Azhar , Duta al - Azhar, , PT ikrar mandiri abadi , Jakarta, hal : 491

9

Sahabuddin, dkk, ed. Ensiklopedia alqur’an : kajian kosakata. Jakarta: Lentera Hati, cet.I, 2007 .. hal.422

“fa’in kunna nisa’an” maka teranglah bahwa arti walad setiap macam anak boleh

anak laki – laki, boleh anak perempuan, sehingga arti kalâlah dalam surah al-nisa

: 12 dan al-nisa‟ : 176 ialah keadaan seseorang yang mati dengan tidak ada

baginya seorang anakpun, baik anak laki – laki maupun anak perempuan”.

Dihubungkan dengan arti mawali dalam surah al-nisa : 33, maka arti anak mesti

pula diperluas dengan keturunan, sehingga arti kalâlah selengkapnya ialah

keadaan seseorang yang mati punah, artinya mati dengan tidak berketurunan”. Dalam sistim bilateral yang dianut oleh Qur‟an maka keturunan artinya setiap

orang digaris ke bawah, tidak peduli apakah garis itu melalui laki – laki atau

perempuan.10

B. Penafsiran Ayat Kalalah

Dokumen terkait