• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anak Didik yang Ideal dalam Pembelajaran Membaca Al-Q ur’an Anak didik merupakan faktor yang penting dalam interaksi

A. Pembelajaran Membaca Al-Q ur’an

3. Anak Didik yang Ideal dalam Pembelajaran Membaca Al-Q ur’an Anak didik merupakan faktor yang penting dalam interaksi

b. Membangkitkan semangat belajar pada anak didik. c. Menumbuhkan bakat dan sikap anak didik yang baik. d. Mengatur proses belajar mengajar dengan baik.

e. Memperhatikan perubahan-perubahan kecenderungan yang mempengaruhi proses mengajar.

f. Menciptakan hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.17 Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, maka kehadiran guru yang berkualitas dan professional serta memiliki pikiran-pikiran yang kreatif dan terpadu itu sangat dibutuhkan, khusunya seorang guru yang berkompeten dalam mengajarkan membaca Al-Qur’an. Dalam hal ini ada beberapa macam sifat dan sikap guru yang ideal dalam mengajarkan membaca Al-Qur’an diantaranya yaitu hendaknya guru mengajarkan membaca Al-Qur’an sesuai tingkat kemampuan intelektual dan daya serap anak didiknya sehingga tidak membebankan siswa yang memang memiliki daya serap lemah, memiliki kesabaran dan kesungguh-sungguhan dalam mengajar, berperilaku sopan santun dan bertutur kata yang baik, memiliki pengetahuan yang mendalam tentang materi yang akan diajarkan yakni pengetahuan tentang ilmu Al-Qur’an diantaranya yaitu ilmu tajwid, makhraj huruf, qira’at serta dapat menanamkan kecintaan terhadap Al-Qur’an ke dalam jiwa anak didik sehingga mereka semakin rajin membaca Al-Qur’an dan dapat mengamalkan ajaran Islam.

3. Anak Didik yang Ideal dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Anak didik merupakan faktor yang penting dalam interaksi belajar-mengajar. Karena tujuan dari interaksi edukatif adalah membantu siswa dalam mengarahkan perubahan tingkah laku secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan.

17

Muhaimin, dkk, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahnman Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam, (Pustaka Dinamika, 1999), Cet. I, h. 114

Imam Al-Ghazali menggunakan istilah anak dengan beberapa kata, seperti As-Shabiy (kanak-kanak), al-muta‟allim (pelajar), dan thalabul

„ilmi (penuntut ilmu pengetahuan). Oleh sebab itu, istilah anak didik dapat diartikan sebagai anak yang sedang mengalami perkembangan jasmani dan rohani sejak awal terciptanya dan merupakan obyek utama dari pendidikan (dalam arti yang luas).18

Dilihat dari kedudukannya, menurut Abudin Nata bahwa anak didik adalah:

Makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menuju fitrahnya masing-masing. Dalam pandangan yang lebih modern, anak didik tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek pendidikan. Yakni dengan cara melibatkan mereka dalam proses kegiatan belajar mengajar.19

Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa serta faktor sifat yang dimiliki siswa.

Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin, tempat kelahiran, tempat tinggal, tingkat sosial ekonomi keluarga dan lain sebagainya. Misalnya saja siswa yang berasal dari keluarga yang tidak biasa menerapkan anaknya untuk mencintai dan mempelajari Al-Qur’an sejak kecil, maka siswa tersebut akan kesulitan ketika mengikuti pembelajaran Al-Qur’an. Sedangkan melihat dari sifat anak didik, Wina sanjaya berpendapat bahwa:

Di lihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan dan sikap. Tidak disangkal bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda, yang dapat dikelompokkan kepada siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Hal ini tentunya akan menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam pengelompokan siswa maupun perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar.20

Demikian pula halnya mengenai tingkat pengetahuan anak didik. Seorang anak didik yang memiliki pengetahuan mengenai dasar ilmu Al-Qur’an (ilmu tajwid) misalnya akan memudahkan proses pembelajaran

18

Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali…, h. 64 19

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. I, h. 79

20

mereka, dibandingkan dengan anak didik yang belum memiliki pengetahuan dasar ilmu Al-Qur’an. “Dalam pandangan Islam hakikat ilmu berasal dari Allah sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada guru. Karena ilmu itu dari Allah maka membawa konsekuensi perlunya seorang anak didik mendekatkan diri kepada Allah dan menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik.”21

Dalam hubungan ini muncullah aturan normatif tentang perlunya kesucian jiwa bagi seseorang yang sedang menuntut ilmu. Asma Hasan Fahmi menyebutkan beberapa akhlak yang harus dimiliki oleh peserta didik, diantaranya yaitu:

a. Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut ilmu.

b. Harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat keutamaan dan mendekatkan diri kepada Allah

c. Peserta didik harus sabar dalam memperoleh ilmu.

d. Seorang peserta didik harus menghormati guru dan selalu berusaha untuk memperoleh kerelaan dan keridhoan dari guru atas ilmu yang sudah diberikannya.22

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa seorang anak didik yang hendak menuntut ilmu khususnya menuntut ilmu Al-Qur’an mereka harus menyiapkan diri dan hati mereka dengan meluruskan niat untuk benar-benar menuntut ilmu, memiliki kesabaran karena belajar itu butuh proses untuk menjadi sukses dan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik sehingga ilmu yang akan kita pelajari akan mudah difahami dan diamalkan dalam kehidupan.

4. Lingkungan yang Ideal dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Lingkungan sebagai salah satu sumber belajar. “Lingkungan adalah tempat atau ruangan yang dapat mempengaruhi belajar siswa.”23

Menurut

21

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam…, h. 80 22

Oemar Hamalik lingkungan adalah “segala sesuatu di sekitar yang bermakna/ memberikan pengaruh terhadap individu, baik positif atau negatif.” 24

Menurut sartain, sebagaimana yang dikutip oleh Ngalim Purwanto dalam bukunya psikologi pendidikan beliau membagi lingkungan menjadi beberapa bagian diantaranya yaitu: lingkungan alam atau luar (eksternal or physical environment) dan lingkungan sosial (social environment).25

a. Lingkungan alam atau luar

Yang dimaksud dengan lingkungan alam atau luar ialah “segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini yang bukan manusia.”26

Hal-hal yang termasuk lingkungan alam atau luar diantaranya yaitu gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa.

Lingkungan alam atau luar dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran Al-Qur’an, misalnya saja kurangnya pencahayaan dan suasana yang bising akan mengakibatkan terganggunya siswa dalam menerima pembelajaran Al-Qur’an. Suasana yang menyenangkan dapat membangkitkan semangat belajar siswa. Sedangkan kurangnya pencahayaan pada gedung dan suasana yang bising dapat menghambat efektifitas pembelajaran membaca Al-Qur’an.

Di dalam menciptakan lingkungan atau iklim belajar yang menyenangkan, perlu diperhatikan beberapa hal. Diantaranya pencahayaan harus terang, sarana dan prasarana memadai, jauh dari kebisingan.

b. Lingkungan sosial

Yang dimaksud dengan lingkungan sosial menurut Ngalim Purwanto yaitu:

23

Abudin Nata, Persepektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), Cet. I, h. 298

24

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran…, h. 98 25

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. 16, h. 72

26

Semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan sosial ada yang kita terima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara langsung seperti pergaulan dengan orang lain, dengan keluarga, teman-teman, kawan sekolah, dan sebagainya. Sedangkan pengaruh tidak langsung, melalui radio, telivisi, dan sebaginya dan dengan berbagai cara.27

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar anak didik. Seorang guru yang selalu memperlihatkan suri tauladan yang baik khususnya dalam kecintaannya dalam mempelajari Al-Qur’an dapat menjadi daya dorong positif bagi kegiatan belajar anak didik.

Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial siswa seperti keluarga, masyarakat, perkumpulan dan juga teman-teman sepermainan disekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat yang terus melestarikan pelajaran Al-Qur’an seperti dilanggar atau di masjid, hal itu juga dapat mempengaruhi aktivitas dan memotivasi anak didik untuk mempelajari dan semakin mencintai Al-Qur’an.

Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar Al-Qur’an siswa adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. “Keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang paling dikenal oleh anak didik. Oleh karena itu, keluarga disebut sebagai primary community yaitu sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama.”28

Sifat dan perilaku orang tua dapat memberikan dampak baik maupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai siswa. Contoh: kebiasaan yang diterapkan orang tua membaca Al-Qur’an setelah shalat misalnya, secara tidak langsung akan ditiru oleh anak, sehingga anak akan berusaha untuk senantiasa membaca dan mencintai Al-Qur’an. lingkungan keluarga merupakan dasar dari pendidikan anak. Hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat.

27

Ngalim Purwanto, Imu Pendidikaan Teoritis dan Praktis…, h. 73 28

M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 22