BAB II : PENGATURAN MENGENAI DIVERSI MENURUT
D. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pelaksanaan Diversi pada
2. Anak dan Orangtua / Walinya
Anak yang dimaksud adalah anak yang berkonflik dengan hukum yang telah berumur 12 (dua belas) tahun namun belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Anak korban adalah anak yang menjadi korban tindak pidana yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 1 angka 4 memberi pengertian orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat, sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pada Pasal 1 angka 16 menyebutkan keluarga yaitu orangtua yang terdiri atas ayah, ibu dan/atau anggota keluarga lain yang dipercaya oleh Anak. Pengertian wali di dalam
64 Pasal 105 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada Pasal 1 angka 17 adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
Penjelasan bagian umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyatakan bahwa orangtua/walinya anak dilibatkan dalam musyawarah proses penyelesaian melalui diversi. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, orangtua/wali dapat menjamin bahwa anak tidak akan melarikan diri atau dilarikan diri, tidak akan mengulangi tindak pidana sehingga penahanan anak tidak dilakukan. Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, orangtua/wali berhak untuk mendampingi anak waktu pemeriksaan di persidangan dan mendapat kesempatan untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi anak.
Pada saat penangkapan anak, orangtua/walinya harus segera diberitahu tentang penangkapan tersebut dan bilamana pemberitahuan itu tidak dimungkinkan, orangtua/walinya harus diberitahu dalam jangka waktu sesingkat mungkun setelah penangkapan tersebut.
3. Korban atau Anak dan Orangtua/Walinya
Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisi, mental dan/atau kerugian ekonomi yang
disebabkan oleh tindak pidana.65 Anak korban dan/atau Anak Saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak tersebut, yaitu:
a.Upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga.
b. Jaminan keselamatan, baik fisik, mental maupun sosia, dan.
c. Kemudian dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
Orangtua dan wali korban yang dilibatkan dalam proses diversi dalam hal korban adalah anak.66orangtua dan/atau wali dilibatkan untuk mendampingi anak dalam proses diversi sebagai orang yang dipercaya anak. Apabila orangtua/wali tidak diketahui keberadaannya maka dapat digantikan oleh pembimbing kemasyarakatan sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Pada Tingkat Penuntutan.
4. Pembimbing Kemasyarakatan
Ditinjau dari aspek yuridis,Pembimbing Kemasyarakatan itu adalah petugas kemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang melakukan bimbingan pada warga binaan pemasyarakatan. Pembimbing pemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian
65 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
66 Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan.67
Syarat untuk dapat diangkat sebagai Pembimbing Kemasyarakatan, yaitu:
a. Berijazah paling rendah diploma tiga (D-3) bidang ilmu sosial atau yang setara atau telah berpengalaman bekerja sebagai pembantu Pembimbing Kemasyarakatan bagi lulusan:
1) Sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan sosial berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun; atau
2) Sekolah menengah atas dan berpengalaman di bidang pekerjaan sosial paling singkat 3 (tiga) tahun.
b. Sehat jasmani dan rohani;
c. Pangkat/golongan ruang paling rendah Pengatur Muda Tingkat I/II/b;
d. Mempunyai minat, perhatian dan dedikasi di bidang pelayanaan dan bimbingan pemasyarakatan serta perlindungan anak; dan
e. Telah mengikuti pelatihan teknis Pembimbing Kemasyarakatan dan memiliki sertifikat.
Telah terdapatnya Pembimbing Kemasyarakatan yang memenuhi persyaratan, maka tugas Pembimbing Kemasyarakatan dapat dilaksanakan oleh petugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) atau Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) atau belum terbentuknya LPKA atau LPAS dilaksanakan oleh petugas rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan sesuai
67 M. Nasir Djamil, Op,Cit., hal 169
dengan Paal 64 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Adapun yang menjadi tugas pembimbing kemasyarakatan, yaitu:
a. membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap Anak selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan;
b.membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidik, penuntut dan persidangan dalam perkara Anak, baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan LPKA;
c. enentukan program perawatan Anak di LPAS dan pembinaan anak di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya;
d. melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap Anak yang brdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan;
e. melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap Anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat.
5. Pekerja Sosial Profesional
Diversi dilakukan dengan cara bermusyawarah untuk mendapat kesepakatan bersama. Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dinyatakan bahwa “dalam hal diperlukan, musyawarah dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat”. Tenaga kerja sosial adalah seseorang yang didik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik lembaga pemerintah maupun swasta, yang ruang lingkup kegiatan di bidang kesejahteraan sosial anak.68
Pekerja sosial itu bisa merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada lingkungan Depertemen Sosial dan Unit Pelayanaan Kesejahteraan Sosial pada instansi lainnya.69
Pekerja Sosial Profesional sebagai pihak dalam diversi memiliki tugas yang diatur dalam Pasal 68 ayat (1) UU SPPA, yaitu:
a. Membimbing, membantu, melindungi dan mendampingi anak yang melakukan konsultasi sosial dan menegmbalikan kepercayaan diri anak;
68 Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
69 Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hal. 110
b. Memberikan pendampingan dan advokasi sosial;
c. Menjadi sahabat anak dengan mendengarkan pendapat anak dan menciptakan suasana kondusif;
d. Membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku anak;
e. membuat dan menyampaikan laporan kepada Pembimbing Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan;
f. memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi sosial anak;
g. mendampingi penyerahan anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, atau lembaga masyarakat;
h. melakukan pndekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali anak di lingkungan sosialnya.
6. Mayarakat
Masyarakat dapat berperan serta dalam perlindungan anak mulai dari pencegahan sampai dengan reintegrasi sosial anak, sehingga dalam menjalankan Undang-Undang SPPA ini bukan hanya menjadi kewajiban penegak hukum tetapi termasuk kepada kita masyarakat umum diberikan ruang dan gerak untuk ikut aktif melaksanakan perintah Undang-Undang SPPA tersebut.
Adapun masyarakat yang dimaksud terdiri atas:
a. tokoh agama, b. guru,
c. Pendamping; dan/atau Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum.
Peran serta masyarakat pada saat proses diversi dilaksanakan di setiap tingkatan dapat dihadirkan perwakilan masyarakat (tokoh masyarakat) yang dapat dimintai pendapat oleh fasilitator baik di tingkat penyidikan, penuntutan dan pada saat proses di Pengadilan Negeri mengenai hal yang terbaik kepada si anak (pelaku).70
Peran serta masyarakat yang dimaksud terdapat dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal tersebut menyebutkan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam perlindungan anak mulai dari pencegahan sampai dengan reintegrasi sosial anak dengan cara:
a. menyampaikan laporan terjadinya pelanggaran hak anak kepada pihak yang berwenang,
b. mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan anak,
c. melakukan penelitian dan pendidikan mengenai anak,
d. berpartisipasi dalam penyelesaian perkara anak melalui diversi dan pendekatan keadilan restoratif,
e. berkontribusi dalam rehabilitasi dan reintegrasi sosial anak, anak korban dan/atau anak saksi melalui organisasi kemasyarakatan, f. melakukan pemantauan terhadap kinerja aparat penegak hukum
dalam penanganan perkara anak,
70 http://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/163-era-baru-sistem-peradilan-pidana-anak. Diakses pada tanggal 7 Maret pukul 12.17 Wib
g. melakukan sosialisasi mengenai hak anak serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak.
BAB III
SISTEM PERADILAN ANAK SEBAGAI PELAKU DALAM HUKUM PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012
TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
A. Penyidikan Pada Sistem Peradilan Pidana Anak Sebagai Pelaku
Penanganan awal tindak pidana pada sistem peradilan pidana anak memiliki kesamaan dengan peradilan umum, yaitu dimulai dari adanya proses penyelidikan karena adanya laporan dari korban kepada pihak Kepolisian. Proses penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian merupakan suatu hal yang penting untuk kelanjutan proses peradilan pidana untuk anak, sebab dalam penyelidikan tersebut dapat diketahui sudah terjadinya suatu perbuatan yang diduga tindak pidana atau telah terjadi perbuatan yang bukan tindak pidana.
Kepolisian diberi wewenang diskresi dalam menjalankan tugasnya, yang dimaksud dengan kewenangan diskresi adalah wewenang legal dimana kepolisisan berhak untuk meneruskan atau tidak meneruskan suatu perkara.
Kewenangan diskresi yang dimiliki oleh Kepolisian apabila dikaitkan dengan anak yang berkonflik dengan hukum, dapat berbentuk suatu hak untuk dapat mengalihkan perkara yang terjadi pada si anak diluar pengadilan agar anak tidak perlu berhadapan dengan penyelesaian pengadilan pidana secara formal, proses penanganan perkara tindak pidana anak, tidak jauh berbeda dengan penanganan perkara tindak pidana dewasa, hanya saja ada perlakuan khusus
dalam penanganannya.71 Adapun tata urutan proses penanganan tindak pidana dengan pelaku anak di tingkat Kepolisian adalah:
a. Penyelidikan dan penyidikan
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.72 Polisi dalam melakukan penyelidikan terhadap anak pelaku tindak pidana harus memperhatikan berbagai ketentuan mengenai upaya penanganan anak mulai dari penangkapan sampai proses penempatan.
Tahap penyelidikan dalam HIR disebut dengan istilah pemeriksaan permulaan (vooronderzoek), akan tetapi dalam KUHAP digunakan istilah penyelidikan dan/atau penyidikan. KUHAP menyebutkan bahwa bahwa penyelidikan didasari dengan motivasi perlindungan HAM dan pembatasan ketat terhadap penggunaan upaya paksa, dimana upaya paksa baru digunakan sebagai tindakan yang terpaksa dilakukan. Penyelidikan mendahului tindakan-tindakan lain yaitu untuk menentukan apakah suatu peristiwa yang diduga tindak pidana dapat dilakukan penyidikan atau tidak.73
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk memulai penyelidikan didasarkan pada hasil penilaian terhadap informasi atau data-data yang diperole, sedangkan
71 Rika Saraswati, 2015, Hukum Perlindungan anak di Indonesia, PT Citra Bakti, Bandung, hal. 121
72 Pasal 1 ayat (5) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
73 Moch. Faisal Salam, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hal 30
informasi atau data-data yang diperlukan untuk melakukan penyelidikan diperoleh melalui:
1) Sumber-sumber tertentu yang dapat dipercaya
2) Adanya laporan langsung kepada penyidik dari orang yang mengetahui telah terjadi suatu tindak pidana
3) Hasil berita acara yang dibuat oleh penyelidik.74
Tujuan yang akan dicapai dari suatu penyelidikan, yaitu agar mendapatkan atau mengumpulkan keterangan, bukti atau data-data yang dipergunakan untuk:
1) Menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan suatu tindak pidana atau bukan
2) Siapa yang dapat dipertanggung jawabkan (secara pidana) terhadap tindak pidana tersebut
3) Merupakan persiapan untuk melakukan pemidanaan.75
Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, kemudian dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi sekaligus menemukan tersangka atau pelaku tindak pidananya.76penyidikan dilakukan oleh pejabat kepolisian yang minimal memiliki jabatan pembantu letnan II dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang berkoodinasi dengan Polisi untuk mengumpulkan bukti guna menemukan apakah
74 Ibid
75 R. Soesilo, 1979, Hukum Acara Pidana (Prosedur penyelesaian Perkara Pidana Bagi Penegak Hukum), Politea, Bogor, hal 32
76 Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan Penerapan KUHAP, penyidikan dan penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, hal 109
suatu peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa pidana, dengan penyidikan juga ditujukan untuk menemukan pelakunya.77
Seorang Polisi yang menyelidiki perkara anak dalam menjalankan tugasnya akan mendapat buku panduan yang memuat panduan penanganan terhadap anak, seperti:
a. Tindakan penangkapan diatur dalam Pasal 16 sampai 19 KUHAP Memuat Pasal 16 untuk kepentingan penyelidikan, penyelidikan atas perintah penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan. Penyidikan dilakukan satu hari.
b. Khusus tindak pidana penangkapan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, Polisi memperhatikan hak-hak anak yang melakukan tindakan perlindungan terhadap anak.
Salah satu tahap yang sangat penting dalam penanganan perkara anak berada pada tahap wawancara. Wawancara terhadap anak tersangka perkara tindak pidana harus dilakukan secara beriringan/bersamaan antara orang tua, saksi, dan orang-orang yang diperlukan yang berkaitan dengan kasus tersebut.
Teknik wawancara yang dilakukan seorang polisi terhadap pelaku anak pertama kali adalah menginformasikan kepada orang tua atau wali anak sesegera sebelum wawancara dimulai, selanjutnya polisi juga menginformasikan bahwa anak berhak mendapatkan bantuan hukum dari pihak penasihat hukum atau advokat.
Selanjutnya Polisi dalam pemeriksaan terhadap anak, memperlakukan anak
77 Marlina, Op, Cit, hal 85
dengan pertimbangan keterbatasan kemampuan ataupun verbal dibandingkan dengan orang dewasa bahkan dibandingkan dengan diri Polisi itu sendiri.78
Sesuai dengan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah:
a. Penyidikan terhadap perkara anak dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
b. Pemeriksaan terhadap anak korban atau anak saksi dilakukan oleh penyidik
c. Dimana syarat-syarat untuk menjadi seorang penyidik dalam kasus anak, yaitu:
1. telah berpengalaman sebagai penyidik;
2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah Anak;
3. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.79
Penyidik dalam melakukan penyidikan wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan sesaat setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan. Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial Profesional atau
78 Marlina, Op, Cit, hal. 89
79 Pasal 32 -Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Tenaga Kesejahteraan Sosial dan tenaga lainnya, bahkan dalam melakukan pemeriksaan terhadap anak korban dan anak saksi, penyidik wajib memintalaporan sosial dari pekerja sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan, kemudian setelah hasil dari penelitian Kemasyarakatan selesai, laporan tersebut wajib diserahkan oleh Bapas kepada Penyidik dalam waktu paling lama 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam setalah permintaan penyidik diterima.80
b. Penangkapan dan Penahanan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, mengatur wewenang polisi dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan yang selanjutnya diatur dalam petunjuk dan pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) kepolisian.81 Tindakan penangkapan tidak diatur secara rinci dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa:
a. Penangkapan terhadap anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam
b. Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruangan pelayanan khusus anak
c. Dalam hal ruang pelayanan khusus anak belum ada di wilayah yang bersangkutan, anak dititipkan di LPAS.
d. Penangkapan terhadap wajib dilakukan secara manusiawi dengan memerhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya
80 M. Nashir Djamil, 2012, Anak bukan untuk dihukum, PT SinarGrafika, Jakarta, hal. 154
81 Marlina, Op, Cit, hal. 86
e. Biaya bagi setiap anak ditempatkan di LPAS dibebankan pada anggaran kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang sosial.82
Upaya penangkapan yang dilakukan oleh seorang penyidik terhadap anak harus menerapkan asas praduga tidak bersalah dalam rangka menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat anak dan juga harus dipahami sebagai orang yang belum mampu memahami masalah hukum yang terjadi pada dirinya.
Melakukan penangkapan terhadap anak yang diduga melakukan tindak pidana haruslah didasarkan pada bukti yang cukup dan jangka waktu terbatas dalam satu hari. Seorang penyidik yang melakukan upaya penangkapan selain menerapkan sas praduga tidak bersalah harus juga memperhatikan hak-hak anak sebagai tersangka seperti, hak mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan oleh Undang (Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).83 Prosedur yang dilakukan setelah upaya penangkapan dilaksanakan berlanjut pada upaya penahanan. Penahanan adalah upaya penempatan tersangka atau terdakwa ke tempat tertentu oleh Penyidik Anak atau Penuntut Umum Anak atau Hakim Anak dengan penetapan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, menentukan bahwa tersangka atau terdakwa dapat ditahan. Penggunaan istilah “dapat” ditahan menunjukkan makna bahwa penahanan anak tidak selalu harus dilakukan, sehingga dalam hal ini penyidik diharapkan betul-betul mempertimbangkan apabila melakukan
82 http://www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/163-era-baru-sistem-peradilan-pidana-anak. Diakses pada tanggal 10 Maret 2020 pukul 21.23 WIB
83 Romli Atmasasmita, Op,Cit, hal. 166
penahanan anak. Penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana. Penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih;
b. Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.
Seorang anak yang menjalani proses penahanan harus tetap terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial, selain itu keamanan anak juga harus terpenuhi yang diberikan dalam bentuk penempatan anak di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang diatur dalam Pasal 32 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak atau dapat dilakukan penahanan melalui Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS).84 Pasal 33 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa penahanan yang dirumuskan dalam ketentuan Pasal 32 untuk kepentingan penyidikan dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari, jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas permintaan penyidik dan dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 8 (delapan) hari, kemudian dalam ketentuan ayat (2) jika jangka waktu telah berakhir, maka anak yang menjalani proses penahanan wajib dikeluarkan demi hukum.
84 M. Nasir Djamil, Op,Cit, hal 157
Penahanan yang dilakukan oleh Penuntut Umum dilakukan dalam rangka memperlancar upaya penuntutan, akan tetapi jangka waktu penahanan tersebut dilakukan paling lama selama 5 (lima) hari. Jangka waktu penahanan atas permintaan Penuntut Umum dapat diperpanjang oleh Hakim Pengadilan Negeri paling lama 5 (lima) hari, kemudian apabila jangka waktu 5 (lima) hari telah berakhir, anak wajib dikeluarkan demi hukum (Pasal 34 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak).
Proses pemeriksaan dimuka pengadilan juga mengisyaratkan terdakwa untuk ditahan dalam rangka memperlancar proses pemeriksaan, Hakim dapat melakukan penahanan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari, jangka waktu atas permintaan Hakim tersebut dapat diperpanjang dengan melakukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri paling lama 15 (lima belas) hari, apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari telah berakhir dan Hakim telah memberikan putusan, maka anak wajib dikeluarkan demi hukum (Pasal 35 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak), kemudian saat proses pemeriksaan berlangsung terdapat pengajuan barang bukti, maka terhadap penyitaan barang bukti dalam perkara anak harus ditetapkan paling lama 2 (dua) hari oleh Ketua Pengadilan (Pasal 36 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak).
Pasal 37 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa dalam hal penahanan yang dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat banding, Hakim Banding dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari, kemudian atas permintaan Hakim Banding dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi paling lama 15 (lima belas) hari. Jangka waktu 15 (lima
belas) hari dan ayat (2) telah berakhir dan Hakim Banding belum memberikan putusan, anak wajib dikeluarkan demi hukum.
Penahanan terpaksa dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan ditingkat kasasi, Hakim Kasasi dapat melakukan penahanan paling lama 15 (lima belas) hari dan dapat diperpanjang 20 (dua puluh) hari atas permintaan Hakim Kasasi oleh Ketua Mahkamah Agung. Dalam hal ini jangka waktu tersebut telah berakhir dan Hakim Kasasi belum memberikan putusan, anak wajib dikeluarkan demi hukum (Pasal 38 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak).
Keseluruhan tahapan pada proses Peradilan Pidana Anak memperkenankan melakukan penahanan terhadap anak, hal ini didasarkan kepada adanya dugaan keras melakukan tindak pidana dan berdasarkan bukti permulaan yang cukup. KUHAP sebagai salah satu pedoman dalam pelaksanaan proses peradilan pidana tidak menjelaskan secara rinci mengenai bukti permulaan yang cukup sehingga ketentuan ini dianggap sangat tidak baik dalam upaya
Keseluruhan tahapan pada proses Peradilan Pidana Anak memperkenankan melakukan penahanan terhadap anak, hal ini didasarkan kepada adanya dugaan keras melakukan tindak pidana dan berdasarkan bukti permulaan yang cukup. KUHAP sebagai salah satu pedoman dalam pelaksanaan proses peradilan pidana tidak menjelaskan secara rinci mengenai bukti permulaan yang cukup sehingga ketentuan ini dianggap sangat tidak baik dalam upaya