• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : SISTEM PERADILAN PIDANA TENTANG ANAK

B. Tahap Penuntutan Pada Sistem Peradilan Pidana Anak

Ketentuan dalam pengadilan anak, seseorang yang memiliki wewenang untuk melakukan penuntutan terhadap anak-anak yang diduga melakukan tindak pidana ada pada Jaksa Penuntut Umum, yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan Jaksa Agung. Dalam hal Penuntut Umum berpendapat bahwa hasil penyidikan yang dilakukan oleh anak-anak, maka Jaksa Penuntut Umum dalam waktu singkat membuat surat dakwaan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan kemudian melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan.

Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya mengenai tugas dan wewenang Jaksa, memang tidak ditemukan landasan hukum yang secara khusus mengenai anak

87 Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

yang melakukan pelanggaran hukum pidana. Namun, kewenangan itu terbatas pada Kejaksaaan Agung dan tidak dimiliki oleh Jaksa menangani perkara. Ada beberapa ketentuan internasional yang dapat digunakan, seperti ketentuan The Beijing Rules dan Konvenan Internasional Hak Sipil dan Hak Politik. The Beijing Rules butir ke 11.1 dan 11.2 dapat digunakan sebagai sebagai dasar hukum untuk mengabaikan perkara anak.

Pasal 11.1 yang berisi:

“Consideration shall be given, wherever approprite, to dealing with juvenile offenders without resorting to formal trial by the competent authority, referred to in rule” yang menyatakan bahwa pertimbangan anak diberikan, bilamana layak untuk menangani pelanggar-pelanggar hukum berusia muda tanpa menggunakan pengadilan formal oleh pihak berwenang yang berkompeten.

Pasal 11.2 yang berisi:

“The police, the prosecution or other agencies dealing with juvenile cass shall be empowered to dispose of such cases, at their discretion, without recourse to formal hearings, in accordance with the criteria laid down for that purpose in the respective legal sistem and also accordance with the principles contained in these Rules” yang menyatakan bahwa Penuntut Umum atau badan-badan lain yang menangani perkara-perkara anak akan diberi kuasa untuk memutuskan perkara-perkara demikian, menurut kebijakan mereka, tanpa menggunakan pemeriksaan-pemeriksaan awal yang formal, sesuai dengan kriteria yang

ditentukan untuk tujuan itu di dalam sistem hukum masing-masing dan juga sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam peraturan itu.88

Penanganan perkara anak tidak dibedakan dengan perkara orang dewasa dipandang tidak tepat karena sistem yang demikian akan merugikan kepentingan anak yang bersangkutan, misalnya dapat mempengaruhi sikap mentalnya, atau anak akan dapat merasa sangat ketakutan, merasa stres serta akibat selanjutnya ia menjadi pendiam dan tidak kreatif. Seorang anak di dalam pemeriksaan memiliki keyakinan bahwa dirinya sedang dimarahi oleh pejabat pemeriksa dan merasa pula dirinya dijauhi oleh masyarakat, peradigma yang dirasakan oleh sang anak akan sangat merugikan kepentingannya bahkan pemikiran tersebut terus melekat sampai perkara yang dialami oleh anak telah selesai atau saat anak tersebut sudah kembali kemasyarakat setelah menjalani masa hukuman. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan yang tepat dalam melakukan pemeriksaan terhadap anak agar si anak yang pernah tersangkut tindak pidana dapat bergaul dengan baik kedepannya dan bahkan dapat memberikan sumbangan untuk kemajuan bangsa dan negara.89 Dengan kata lain dalam menangani perkara anak terutama bagi para petugas hukum diperlukan perhatian khusus, pemeriksaannya atau perlakuannya tidak dapat disama ratakan dengan orang dewasa, perlu dengan pendekatan-pendekatan tertentu sehingga si anak yang diperiksa dapat bebas dari rasa ketakutan dan rasa aman.90

88 Irma Setyowati Sumitro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara Jakarta, hal. 89

89 Gatot Supramono, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djamban, Jakarta, hal. 10

90 Ibid, hal. 11

Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

1. telah berpengalaman sebagai Penuntut Umum;

2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah Anak;

dan telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.91

Pelimpahan berkas ke pengadilan mewajibkan Penuntut Umum untuk menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan wakru perkara disidangkan yang disertai surat panngilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. Tugas selanjutnya setelah waktu persidangan dimulai adalah penuntutan, menurut perkara demi kepentingan hukum sebagai Penuntut Umum menurut ketentuan undang-undang ini seperti penetapan Hakim. Penuntut Umum dalam menjalankan tugasnya berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan, penahanan tersebut dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari, apabila dalam jangka waktu tersebut pemeriksaan belum selesai, Penuntut Umum meminta untuk dapat memperpanjang masa penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang paling lama 15 (lima belas) hari. Dalam waktu 25 (dua puluh lima) hari, Penuntut Umum harus melimpahkan berkas perkara, jika belum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.92

Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara dari penyidik, yang dilaksanakan paling lama 30

91 Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

92 Pasal 46 ayat (5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

(tiga puluh) hari dan apabila proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada Ketua Pengadilan Negeriuntuk dibuat penetapan, jika proses Diversi mengalami kegagalan, maka Penuntut Umum wajib menyampaikan berita acara Diversi dan melimpahka perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian ke masyarakatan.93

Pemahaman aparat kejaksaan terhadap Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, belum memadai. Hal ini terlihat dengan beberapa alasan, seperti:

pemahaman tentang pengertian anak, masih ada yang memahami bahwa anak adalah yang berumur 18 (delapan belas) tahun ke bawah, bahkan memahami bahwa anak adalah yang berumur 16 (enam belas) tahun ke bawah. Pemahaman tentang jangka waktu penahanan yang singkat terhadap anak yaitu atas pertimbangan kepentingan pertumbuhan fisik, mental dan sosial anak. Hambatan lainnya adalah kurangnya pemahaman aparat tentang pemeriksaan anak secara rahasia, kurangnya pengetahuan tentang perlindungan anak, kurangnya koordinasi antara instansi yang terkait. Dalam sidang anak, ada kemungkinana penyimpangan perkara, dimana terdapat 2 alasan, yaitu:

a. penympangan perkara berdasarkan asas opportunitas karena alasan demi kepentingan umum;

b. penyimpangan perkara karena alasan demi kepentingan hukum.94

93 Pasal 42 ) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

94 Maidin Gultom, 2014, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hal 141

“Demi hukum” tidak sama pengertiannya dengan “Demi Kepentingan Umum” sebab hukum juga mengatur kepentingan individual selain kepentingan umum. Perkara yang ditutup “demi hukum” tidak di deponir secara defenitif, tetapi masih dapat ditentukan dengan alasan baru, tetapi perkara yang ditutup defenitif demi kepentingan umum, tidak boleh dituntut kembali walaupun cukup alat buktinya.

Terdapat 3 alasan tidak melakukan penuntutan, yaitu:

a. Demi Kepentingan Negara b. Demi Kepentingan Masyarakat

c. Demi Kepentingan Pelaku/Tersangka.95

Kategori Kepentingan Negara apabila dari suatu perkara akan memperoleh tekanan yang tidak seimbang, sehingga kecurigaan rakyat dalam keadaan tersebut menyebabkan kerugian besar bagi negara, maka terhadap pelaku tersebut tidak dilakukan penuntutan. Kategori kepentingan masyarakat, dilakukan atas pemikiran-pemikiran yang telah atau sedang berubah dalam masyarakat. Hukum yang berlaku itu berorientasi pada kenyataan-kenyataan sehari-hari masyarakat, semua kaidah hukum bersenyawa dengan peristiwa hukum dan selalu menyelaraskan tatanan hidup dengan lingkungan sekitarnya.

Kategori kepentingan tersangka/pelaku tidak menghendaki penuntutan karena menyangkut persoalan-persoalan yang merupakan perkara kecil atau jika melakukan tindak pidana telah membayar kerugian, dan dalam keadaan ini

95 Ibid

masyarakat tidak mempunyai cukup kepentingan dengan penuntutan dan penghukuman.

Hak-hak anak dalam proses penuntutan, meliputi hak-hak sebagai berikut:

a. Menetapkan masa tahanan anak Cuma pada susut urgensi pemeriksaan b. Membuat dakwaan yang dimengerti anak

c. Secepatnya melimpahkan perkara ke pengadilan

d. Melaksanakan ketetapan Hakim dengan jiwa dan semangat pembinaan atau mengadakan rehabilitasi

Hak-hak anak pada saat pemeriksaan di kejaksaan sebagai berikut:

a. Hak untuk mendapat keringanan masa/waktu penahanan

b. Hak untuk mengganti status penahanan rumah tahanan negara menjadi berada di dalam tahanan rumah atau tahanan kota

c. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman, penganiayaan, pemerasan dari pihak yang beracara

d. Hak untuk mendapatkan fasilitas dalam rangka pemeriksaan dan penuntutan

e. Hak untuk didampingi oleh penasihat hukum

Menurut ketentuan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang selaras dengan ketentuan Pasal 140 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Penuntut Umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan, dimana surat dakwaan merupakan dasar adanya suatu perkara pidana, yang juga merupakan dasar bagi Hakim melakukan pemeriksaan. Setelah Penuntut Umum

membuat surat dakwaan, di limpahkan ke Pengadilan Negeri dengan membuat surat pelimpahan perkara dilampirkan surat dakwaan, berkas perkara dan surat permintaan agar Pengadilan Negeri yang bersangkutan segera mengadilinya.96

C. Tahap Pesidangan pada Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai Pelaku

Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, merumuskan bahwa pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Hakim yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi dan syarat untuk dapat ditetapkan sebaigai Hakim sebagaimana dimaksud, yaitu:

a. telah berpengalaman sebagai Hakim dalam lingkungan peradilan umum;

b. mempunyai minat, perhatian , dedikasi dan memahami masalah Anak;

dan

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.97

Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat pertama dengan Hakim tunggal. Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara Anak dengan Hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya, pada setiap persidangan Hakim dibantu oleh seorang panitera atau panitera pengganti.

96 Maidin Gultom, Op, Cit, hal. 142

97 Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Menurut ketentua Pasal 47 Undang-Undang Pengadilan Anak, untuk kepentingan pemeriksaan, Hakim sidang peradilan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan anak untuk paling lama 15 (lima belas) hari, jika belum selesai diperpanjang penahanan 30 (tiga puluh) hari. Jangka waktu 45 (empat puluh liam) hari keluar demi kepentingan hukum. Lamanya proses pengadilan seorang anak untuk dibuktikan bersalah atau tidaknya anak berada dalam penahananan menjadi renungan bagi semua pihak untuk memikirkan kembali tentang kondisi kejiwaan dan perkembangan anak. Lamanya proses pengadilan ini membuktikan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak belum sesuai dengan The Beijing Rules sebagai pedoman peradilan anak di dunia. Proses tahapan persidangan yang dilalui anak dalam persidangan menambah panjangnya penderitaan yang dihadapi oleh anak. Mulai dari pembukaan sidang pengadilan, dimana Hakim memanggil terdakwa dan memeriksa identitas terdakwa dengan teliti sampai proses pembacaan putusan.

Sama halnya dengan pemeriksaan perkara pidana kasus orang dewasa, maka setelah terdakwa menerima vonis atau putusan Hakim ia masih memiliki upaya hukum untuk mencari keadilan. Upaya hukum yang dapat ditempuh baik oleh terdakwa maupun korban, yaitu: upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa,98 upaya hukum tersebut dapat berupa memeriksa perkara di tingkat banding, Hakim Banding ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Tinggi yang bersangkutan.99 Syarat untuk menjadi Hakim harus dengan ketentuan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Sistem

98 Marlina, Op,Cit, hal. 108

99 Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Peradilan Anak.100 Hakim Banding Anak dalam perkara sebagai Hakim tunggal, kecuali dalam hal tertentu dan dipandang perlu oleh Ketua Pengadilan Tinggi dapat dilakukan pemeriksaan dengan sidang majelis hakim.101

Pemeriksaan perkara Anak Nakal ditingkat Kasasi, dilakukan oleh Hakim Kasasi ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung,102 syarat pengangkatan Hakim Kasasi anak, disesuaikan dengan ketentuan Pasal 43 ayat (2) Hakim Kasasi memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat kasasi dengan Hakim tunggal.103 Di dalam rangka pemeriksaan persidangan, Pasal 35 Undang-Undang Sistem Peradilan Anak menentukan bahwa dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan disidang pengadilan, Hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari dan atas permintaan Hakim dapat diperpanjang 15 (lima belas) hari oleh Ketua Pengadilan Tinggi. Dalam hal, jangka waktu tersebut telah berakhir dan Hkim Banding belum memberikan putusan maka, anak wajib dikeluarkan demi hukum.104

Pasal 38 Undang-Undang Sistem Peradilan Anak menentukan bahwa dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat Kasasi, Hakim Kasasi dapat melakukan penahanan paling lama 15 (lima belas) hari dan atas permintaan Hakim Kasasi dapat diperpanjang 20 (dua puluh) hari oleh Ketua

100 Pasal 46 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

101 Marlina, Op,Cit, hal. 141

102 Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

103 Pasal 49 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

104 Maidin Gultom, Op, Cit, hal. 147

Mahkamah Agung. Dalam hal jangka waktu tersebut telah berakhir dan Hakim Kasasi belum memberikan putusan maka, anak wajib dikeluarkan demi hukum.

Hakim dalam memberikan keputusan terhadap anak masih menetapkan putusan pidana penjara terhadap anak,105 dimana putusan Hakim anak harus mempertimbangkan mengenai unsur-unsur (bestandellen) pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum anak dalam surat dakwaannya. Unsur-unsur pasal tersebut harus seluruhnya terbukti dan apabila salah satu unsur tidak terbukti, anak akan diputus bebas. Hal ini dikarenakan tuntutan yang dilakukan oleh Penuntut Umum masih mengajukan tuntutan pidana terhadap pelaku anak. Anak pelaku tindak pidana dihindarkan dari pidana penjara dengan mencari alternatif tindakan sebagaimana yang diatur dalam butir 17 angka 1, 2, 3 dan 4 The Beijing Rules.

Putusan pidana berupa pidana penjara dalam jangka waktu tertentu terhadap anak.

Untuk menentukan lamanya pidana (sentencing atau straftoemeting) Hakim anak juga menguraikan tentang keadaan baik yang memberatkan maupun yang meringankan.106 Adapun alasan pengadilan melakukan pemutusan pidana adalah:

1. karena telah terbukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah dituntutkan kepadanya

2. anak telah ditahan selama proses pengadilan, mulai saat penyidikan, penuntutan sampai pada saat persidangan, sehingga dengan diputus pidana maka putusan pidana kurungan dapat dikurangi atau hampir sama dengan masa penahanan yang telah dilakukannya.

105 Pasal 38 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

106 Marlina, Op, Cit, hal. 109

Pertimbangan pemutusan hukum yang dilakukan oleh Hakim dalam proses persidangan, yaitu: jika tindak pidana yang dilakukan oleh anak tergolong ringan, Jaksa menuntut pidana dibawah 1 (satu) tahun terhadap tuntutan Jaksa tersebut, Hakim akan mempertimbangkan berdasarkan bukti dan saksi yang ada. Hakim akan memutuskan pidana penjara terhadap seorang anak seringan-ringannya adalah 4 (empat) bulan, dipotong masa tahanan 3 (tiga) bulan, jadi anak akan menjalankan pidana penjaranya tinggal 1 (satu) bulan lagi.107 Setelah persidangan, anak yang berstatus atau berkedudukan sebagai pelaku memiliki hak meliputi:

a. hak untuk myendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan ide kemasyarakan b. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan merugikan dan

menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja

c. hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang tuanya atau keluarganya.108

Pengembangan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana merupakan suatu hasil interaksi anak dengan keluarga, masyarakat dan penegak hukum yang saling mempengaruhi, dimana perlu adanya peningkatan kepedulian terhadap perlindungan dan memerhatikan hak-hak anak demi kesejahteraan anak.

D. Tahap Lembaga Pembinaan Khusus Anak Pada Sistem Peradilan Pidana Anak Sebagai Pelaku

Ketentuan mengenai penempatan secara terpisah ini sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu antara lain Undang-Undang

107 Ibid

108 Ibid

Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan ( selanjutnya disebut Undang-Undang Pemasyarakatan) yang pada Pasal 4 disebutkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan termasuk Lembaga Pemasyarakatan Anak didirikan disetiap ibukota kabupaten atau kotamadya. Lembaga Pemasyarakatan ini setelah berokutnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnnya disebut Undang-Undang SPPA) berganti istilah menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (selanjutnya disebut LPKA).

Keberadaan anak-anak dalam tempat penahanan dan pemenjaraan bersama orang-orang yang lebih dewasa, menempatkan anak-anak pada situasi rawan menjadi korban berbagai tindak kekerasan. Kondisi Lembaga Pemasyarakatan akan menghambat tercapainya tujuan pembinaan dalam sistem pemasyarakatan bagi Anak yang tercermin dalam Pasal 2 Undang-Undang Pemasyarakatan, yang berbunyi:

“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat juga hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”.

Penjara anak di dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Lembaga Pembinaan Khusus Anak atau disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat anak untuk menjalani

masa pidananya.109 Apabila dalam suatu daerah belum terdapat LPKA, anak dapat ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan yang penempatannya terpisah orang dewasa. Anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan dalam LPKA Anak dalam hal ini memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan,pendampingan, pendidikan dan pelatihan serta hak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hak yang diperoleh anak selama ditempatkan di LPKA diberikan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan. Di dalam pemberian hak tersebut, tetap perlu diperhatikan pembinaan bagi anak yang bersangkutan, antara lain mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental maupun sosial. LPKA juga wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, keterampilan, pembinaan dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Di dalam LPKA anak tersebut akan digolongkan berdasarkan umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau dalam rangka pembinaan.110 LPKA berkewajiban untuk memindahkan anak yang belum selesai menjalani pidana di LPAK dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun ke lembaga pemasyarakatana pemuda.111 Anak yang telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetapi belum selesai menjalani pidana, anak dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan dewasa dengan

109 Pasal 1 ayat (20) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

110 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fe2cc383856d/penerapan-pidana-penjara-bagi anak. Diakses pada tanggal 19 Maret 2020

111 Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

memperhatikan kesinambungan pembinaan anak.112 Apabila tidak terdapat lembaga pemasyarakatan pemuda, kepala LPAK dapat memindahkan anak yang berusia 18 (delapan belas) tahun ke lembaga pemasyarakatan dewasa berdasarkan rekomendasi dari pembimbing masyarakat.113

Di dalam pembinaan Narapidana dan Anak didik Pemasyarakatan dikenal 10 (sepuluh) prinsip pemasyarakatan, yaitu:

a. Ayomi dan berikan bekal agar mereka dapat menjalankan peraturan sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna

b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam oleh negara c. Berikan bimbingan bukan penyiksaan, supaya mereka bertobat

d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana

e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak , napi dan anak didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat

f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan jawaban atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja, pekerjaan dimasyarakat dan menunjang usaha peningkatan produksi

112 Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

113 Pasal 86 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

g. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak harus di didik berdasarkan Pancasila

h. Narapidana dan anak didik sebagai orang tersesat adalah manusia dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia, martabat dan harkatnya sebagai manusia harus dihormati

i. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dapat dialami

j. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi, rehabilitas, koreksi dan edukatif sistem pemasyarakatan.114

Hambatan dalam melakukan pembinaan narapidana adalah kurangnya sumber daya manusia yang profesional, dikarenakan pendidikan yang diemban petugas lembaga pemasyarakatan anak berpengaruh dalam pengalaman penting atau tidaknya perlindungan anak. Pengetahuan dan pemahaman tentang perundang-undangan yang berkaitan dengan Peradilan Pidana Anak, kesejahteraan anak dan peraturan lain yang berkaitan dengan pendidikan yang diemban juga memengaruhi tingkat kemampuan untuk melahirkan ide-ide/kebijakan-kebijakan yang diambil dalam rangka perlindungan anak, terutama apabila peraturan perundang-undangan tidak menentukan secara tegas atau sama sekali tidak mengatur hal-hal tertentu. Kemampuan melakukan pendekatan-pendekatan terhadap Narapidana Anak dalam merubah mental dan perilakunya melalui pembinaan-pembinaan dipengaruhi tingkat pendidikan yang diemban oleh petugas. Jika sumber daya manusia tidak diperhatikan/diperbaiki, maka menimbulkan dampak negatif yang menciptakan narapidana bukan semakin baik

114 Maidin Gultom, Op. Cit, hal. 168

tetapi menjadi monster-monster yang siap melakukan tindak pidana lagi setelah menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan Anak.115

Pembinaan atau pembimbingan merupakan sarana yang mendukung keberhasilan negara menjadikan narapidana anggota masyarakat, dimana lembaga

Pembinaan atau pembimbingan merupakan sarana yang mendukung keberhasilan negara menjadikan narapidana anggota masyarakat, dimana lembaga

Dokumen terkait