• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN

D. Analisa Bivariat

Berdasarkan kerangka konsep, maka analisis bivariat akan menguji hubungan antara variabel independen dengan dependen. Variabel independen adalah shalat. Sedangkan variabel dependen adalah tekanan darah sistole dan tekanan darah diastole.

Tabel 5.6

Analisa Hubungan Shalat dengan TDS dan TDD Pasien Hipertensi di Posbindu Anggrek

Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur

Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value

TDS 45 -0,524 0,000

TDD 45 -0,338 0,023

Analisa hubungan antara shalat dengan tekanan darah pasien hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur ini menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian didapatkan koefisien korelasi (r) antara shalat dengan tekanan darah pasien hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur (r) -0,524 untuk TDS dan (r) -0,338 untuk TDD dengan tingkat signifikansi (p) 0,000 untuk TDS dan (p) 0,023 untuk TDD. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara shalat dengan TDS maupun TDD pasien hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur dimana kekuatan atau hubungan negatif, dalam arti semakin tinggi skor shalat pasien hipertensi maka semakin rendah nilai TDS maupun TDD pasien hipertensi tersebut. Dalam hal ini shalat memiliki hubungan atau korelasi sedang (r=-0,518) dengan TDS dan hubungan atau korelasi lemah

(r=-0,338) dengan TDD pasien hipertensi Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur.

1. Hubungan Masing-Masing Aspek dalam Shalat dengan TDS dan TDD Pasien Hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur

Adapun hubungan antara masing-masing aspek shalat dengan TDS dan TDD dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini:

Tabel 5.7

Analisa Hubungan Masing-Masing Aspek Shalat dengan TDS dan TDD Pasien Hipertensi di Posbindu Anggrek

Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur

Variabel Jumlah (n) Korelasi (r) P-value TDS

Waktu Pelaksanaan Shalat 45 -0,350 0,018

Ketepatan Gerakan 45 -0,184 0,227

Kekhusyukan 45 -0,592 0,000

TDD

Waktu Pelaksanaan Shalat 45 -0,222 0,142

Ketepatan Gerakan 45 -0,043 0,782

Kekhusyukan 45 -0,405 0,006

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aspek waktu pelaksanaan shalat dan kekhusyukan dengan tekanan darah sistole (TDS) dengan nilai P-value kurang dari 0,05 (p≤0,05), yaitu sebesar 0,018 untuk waktu pelaksanaan shalat dan sebesar 0,000 untuk kekhusyukan. Nilai koefisien korelasi (r = -0,350) untuk waktu pelaksanaan shalat menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan yang lemah, menunjukkan

bahwa semakin tinggi skor aspek waktu pelaksanaan shalat maka semakin rendah nilai TDS pasien tersebut. Nilai koefisien korelasi (r=-0,592) untuk kekhusyukan menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan yang sedang, menunjukkan bahwa semakin tinggi skor aspek kekhusyukan maka semakin rendah nilai TDS pasien hipertensi tersebut. Aspek ketepatan gerakan menjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek ketepatan gerakan dengan tekanan darah sistole (TDS) pasien hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur dengan nilai P-value sebesar 0,227 (p > 0,05).

Berdasarkan hasil uji statistik tersebut juga diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aspek kekhusyukan dengan tekanan darah diastole (TDD) dengan nilai P-value kurang dari 0,05 (p≤0,05), yaitu sebesar 0,006. Nilai koefisien korelasi (r=-0,405) untuk kekhusyukan menunjukkan pola hubungan antar variabel yang negatif dengan pola hubungan sedang, menunjukkan bahwa semakin tinggi skor aspek kekhusyukan maka semakin rendah nilai TDD pasien hipertensi tersebut. Aspek waktu pelaksanaan shalat dan ketepatan gerakan menjelaskan tidak adanya hubungan yang signifikan antara waktu pelaksanaan shalat dan ketepatan gerakan dengan TDD pasien hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur dengan nilai P-value lebih dari 0,05 (p > 0,05) yaitu sebesar 0,142 untuk waktu pelaksanaan shalat dan 0,782 untuk ketepatan gerakan.

83 BAB VI

PEMBAHASAN

Tujuan penelitian ini sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya yaitu untuk mengidentifikasi dan menghubungkan antara shalat dengan tekanan darah (sistole dan diastole) pasien hipertensi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2013 di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur dengan pengumpulan data menggunakan kuesioner dan alat pengukur tekanan darah (sfigmomanometer dan stetoskop) yang dilakukan oleh peneliti kepada 45 responden. Berikut uraian pembahasan serta keterbatasan penelitian dari hasil penelitian yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.

A. Karakteristik Pasien Hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur

1. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin didapatkan responden penelitian terbanyak adalah perempuan (88,9%). Jenis kelamin perempuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tekanan darah. Perempuan biasanya memiliki tekanan darah yang lebih tinggi setelah menopause (Kozier, et al, 2010). Potter & Perry (2005) menjelaskan bahwa menopause secara khas terjadi antara usia 45-60 tahun. Perubahan yang terjadi pada masa menopause disebabkan oleh penurunan kadar hormon estrogen, sehingga dapat berpengaruh pada masalah yang berhubungan dengan penurunan efisiensi penyempitan

dan pelebaran pembuluh darah. Selain itu, kadar estrogen yang rendah juga dapat menyebabkan darah menjadi lebih kental (Spencer & Brown, 2007).

Applegate (1998) dalam Setyawati (2010) menyatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh pada tekanan darah, yaitu tekanan darah cenderung lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas renin yang lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Namun hasil penelitian ini telah menggambarkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih sedikit dari pada perempuan (11,1%). Hal ini disebabkan usia responden pada penelitian ini yaitu ≥ 45 tahun. Dimana pada usia ini perempuan telah memasuki masa menopause yang menyebabkan perempuan cenderung mengalami peningkatan tekanan darah. Sehingga hasil penelitian sesuai dengan analisa bahwa responden terbanyak adalah perempuan. Selain itu, tingginya responden perempuan yang menderita hipertensi dalam penelitian ini kemungkinnan dikarenakan sebagian besar sampel dalam penelitian ini adalah perempuan.

2. Umur

Palmer & Wiilliams (2007) menyatakan bahwa tekanan darah secara alami cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Bangun (2002) dalam Patminingsih (2010) yang menyatakan bahwa penyakit hipertensi berkembang saat umur seseorang telah mencapai paruh baya yaitu pada umur 40-60 tahun. Applegate (1998) dalam Patminingsih (2010) menyatakan bahwa pada umumnya tekanan darah akan naik dengan pertambahan usia terutama setelah usia 60 tahun. Hal

ini terjadi karena setelah umur 45 tahun dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berasngsur-angsur menyempit menjadi kaku (Anggaraini, 2009). Selanjutnya darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit dari biasanya sehingga akan menyebabkan naiknya tekanan darah (Susalit, 2001).

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata umur pasien hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat timur berada pada dua kategori yang hampir sama, yaitu kategori pralansia (45-59) sebanyak 48,9% dan kategori lansia (≥60) sebanyak 51,1%. Kedua kategori ini hampir sama perbandingannya yaitu 1:1 dalam artian bahwa umur pralansia dan lansia sama-sama berpotensi untuk terjadi peningkatan tekanan darah.

Hasil penelitian yang sesuai dengan kondisi tersebut dilakukan oleh Patminingsih (2010). Dalam peneltiannya didapatkan hasil bahwa responden hipertensi menurut umur paling tinggi berada pada kelompok umur 46-60 tahun.. Hasil penelitian di kota Tainan, Taiwan, menunjukkan bahwa pada usia diatas 65 tahun ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 60,4% (Kuswardhani, 2006). Kedua hasil penelitian di atas sejalan dengan hasil analisa peneliti yang menggambarkan bahwa karakteristik umur responden rata-rata hampir menunjukkan perbandingan 1:1 pada pralansia (45-59 tahun) dan lansia (≥60 tahun).

3. Suku

Kozier dan Erb (2009) menyebutkan bahwa pria Amerika Afrika berusia di atas 35 tahun memiliki takanan darah yang lebih tinggi daripada pria Amerika Eropa dengan usia yang sama. Hal ini dikarenakan hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar (Anggaraini, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden yang berasal dari suku Jawa sebanyak 35,6%, Betawi 55,6%, Sunda 2,2% dan dari suku lain sebanyak 6,7%. Dapat dilihat bahwa di antara suku-suku yang telah disebutkan, suku Betawi memiliki jumlah respoden yang paling banyak. Hal ini dimungkinkan karena tempat yang digunakan dalam penelitian mayoritas penduduknya adalah suku Betawi sehingga sebagian besar sampel yang diperoleh berasal dari suku Betawi.

4. Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden pada penelitian ini memiliki riwayat pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 51,1%. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murti, at al. (2011) yang menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan responden berasal dari tamatan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 50%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan pasien hipertensi di Posbindu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur adalah rendah.

Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa perilaku kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pengetahuan. Dan pengetahuan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu pendidikan. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang didapat maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Oleh sebab itu, bisa disimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah cenderung berisiko pada perilaku kesehatan yang kurang.

Dokumen terkait