• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DAN INTERPRETASI DATA 4.1Biomekanika

Dalam dokumen Praktikum Biomekanika - Ergonomi Industri (Halaman 37-43)

Waktu istirahat (Menit)

ANALISA DAN INTERPRETASI DATA 4.1Biomekanika

4.1.1 Analisa Hubungan Tiap Segmen Tubuh pada Tiap Posisi dengan Daya Angkat

Berdasarkan data yang didapat, pada :

1. Posisi 1 lengan bawah memberikan gaya yang lebih kecil daripada lengan atas yang keduanya diimbangi dengan gaya yang dihasilkan oleh punggung. Sedangkan momen yang terjadi yaitu lengan bawah menghasilkan momen positif yang sama dengan lengan atas, dan punggung juga menghasilkan momen dengan nilai sama akan tetapi berlawanan arah. Kondisi ini jelas tidak aman karena momen tidak seimbang antara lengan bawah dan atas dengan punggung. Kemungkinan operator akan jatuh ke belakang karena tidak seimbangnya momen yang dihasilkan.

2. Posisi 2 gaya yang dihasilkan pada lengan bawah tetap lebih kecil daripada lengan atas yang kemudian diimbangi oleh punggung. Akan tetapi memiliki perbedaan sedikit pada bagian momen. Lengan bawah menghasilkan momen positif ke arah operator begitu juga punggung. Tapi pada lengan atas dihasilkan momen yang negatif dan menyebabkan tidak seimbang momennya. Kemungkinan ini akan menyebabkan operator jatuh ke belakang.

3. Posisi 3 perbandingan gaya yang dihasilkan di tiap segmen tetap, punggung menghasilkan gaya terbesar. Sedangkan momen yang terjadi, punggung juga menghasilkan momen terbesar dan tidak seimbang sehingga membahayakan operator karena kemungkinan akan jatuh ke depan.

4. Posisi 4 kurang lebih sama perbandingan gaya seperti posisi sebelumnya, punggung mempunyai gaya terbesar untuk menopang tubuh. Sedangkan momennya punggung mempunyai nilai terbesar dan jika diperhitungkan, operator ada kemungkinan jatuh ke belakang karena tidak seimbangnya momen yang dihasilkan.

4.1.2 Analisa Posisi Optimum

Posisi yang memiliki daya angkat optimum adalah posisi yang memiliki nilai FD / MD terbesar. Untuk operator Yanuar, memiliki daya angkat optimum pada posisi 4,yaitu Floor Lift. Pada posisi ini, operator menggunakan berat badan sebagai tumpuan tenaga untuk mengangkat beban, oleh sebab itu, dikarenakan operator memiliki berat badan yang cukup besar, yaitu 91 kg, mampu mengangkat beban dengan daya angkat optimum yang cukup besar dibandingkan posisi lainnya yang menggunakan tumpuan lain. Dan dengan menggunakan punggung

sebagai penopang tubuh, dalam posisi ini operator dapat dengan mudah mengangkat beban, tetapi, dengan posisi ini juga, operator memiliki kekurangan dalam posisi ini, yaitu jika operator tidak dalam keadaan seimbang dengan posisinya, operator memiliki kemungkinan untuk jatuh ke arah belakang karena operator dalam posisi jongkok dan tentu saja posisi ini rawan untuk terjadi kecelakaan dan juga membuat operator lebih cepat lelah dibandingkan posisi yang lainnya.

4.1.3 Analisa Posisi Maksimum

Posisi yang memiliki daya angkat maksimum adalah posisi yang memiliki nilai FD terbesar. Dari operator Yanuar, untuk posisi maksimum, yaitu posisi 3, Leg Lift. Pada posisi ini, tubuh menggunakan punggung sebagai tumpuannya, ditambah pula dengan berat badan sebagai sumber tenaga untuk mengangkat beban, sehingga menghasilkan momen yang lebih besar daripada segmen yang lainnya. Selain menggunakan punggung sebagai tumpuan, kaki operator juga memiliki kegunaan untuk tumpuan badan sehingga operator lebih seimbang untuk posisi belakang tubuh, akan tetapi, untuk bagian depan tubuh, keseimbangan operator masih kurang karena dalam posisi ini, operator sedikit membungkuk ke arah depan, sehingga jika operator kurang hati – hati, bisa mengakibatkan operator jatuh ke arah depan.

4.1.4 Analisa Posisi Aman

Posisi paling aman yaitu posisi yang memiliki nilai MD (momen pada pinggul) terkecil. Dari operator Yanuar, untuk posisi aman, yaitu menggunakan posisi 1, Arm Lift. Posisi ini menggunakan lengan atas dan lengan bawah sebagai tumpuan untuk mengangkat beban dan juga posisi tubuh operator adalah tegak sehingga keseimbangan operator lebih stabil daripada keseimbangan dengan menggunakan posisi yang lain. Akan tetapi, posisi ini meskipun aman bagi operator, memiliki kekurangan yaitu merupakan posisi yang memiliki daya angkat yang paling kecil dibandingkan dengan posisi yang lainnya. Oleh karena itu, posisi ini tidak cocok untuk digunakan oleh operator jika ingin mengangkat beban karena momennya paling kecil.

4.1.5

Analisa Posisi Back Injury

Posisi back injury yaitu posisi yang memiliki nilai MD (momen pada pinggul) terbesar. Untuk operator Yanuar, posisi yang dapat mengakibatkan Back Injury yaitu pada posisi 4,yaitu Floor Lift. Pada posisi ini, posisi tubuh operator sedikit jongkok dan membungkuk. Meskipun pada posisi ini operator memiliki daya angkat yang lebih besar dibandingkan posisi yang lainnya, jika digunakan secara terus menerus akan dapat menyebabkan cedera karena posisi ini menggunakan punggung sebagai titik tumpuannya, selain itu juga, karena dalam posisi jongkok, pinggul dari operator juga mengalami stress yang berat karena harus menopan berat badan tubuh operator saat dalam posisi jongkok.

4.2 Psychological Performance

4.2.1

Analisa Perbandingan Heart Rate Sebelum dan Setelah Aktivitas

melakukan kerja sehingga konsumsi energi yang dibutuhkan lebih tinggi dan akan berpengaruh terhadap kenaikan Heart Rate. Ketika setelah aktivitas Heart Rate operator perlahan menurun menuju kondisi Heart

Rate normalnya, sebab waktu setelah aktivitas konsumsi energi menjadi

sedikit sehingga Heart Rate akan menuju kondisi normal, naumn pada beberapa operator dalam kurun waktu lima menit belum juga mencapai

Heart Rate normalnya, sehingga dibutuhkan waktu lebih dari lima menit

untuk kembali ke Heart Rate normalnya.

4.2.2

Analisa Recovery Time

Pada analisis Recovery Time berdasarkan data Heart Rate setelah aktivitas dapat dilihat bahwa operator mengalami penurunan Heart Rate stabil dari 190 menjadi 123 dalam waktu 5 menit. Selama 5 menit operator belum bisa mencapai Heart Rate normal yaitu 110 dikarenakan waktu istirahat kurang lama atau butuh lebih dari 5 menit.

4.2.3 Analisa Waktu Istirahat

Pada perhitungan waktu istirahat, dapat dilihat bahwa terdapat variasi waktu istirahat antara 0,696 menit hingga 3,238 menit. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan heart rate normal, heart rate pada saat aktifitas serta tingkat konsumsi energi praktikan. Salah satu praktikan juga mendapat nilai negatif dalam perhitungan waktu istirahat, yang diakibatkan tingkat konsumsi energi yang dimiliki lebih rendah dibandingkan konsumsi energi yang direkomendasikan.

4.2.4

Analisa Pengaruh Berat Badan dan Jenis Kelamin terhadap Heart

Rate

Berdasarkan hasil pengamatan, berat badan dan jenis kelamin berpengaruh terhadap intensitas heart rate. Dari data yang didapat, ada dua kelompok berat badan, yakni 33-50 dan 66-80 untuk pria, serta 35-50 dan 51-65 untuk wanita.

Praktikan pria yang memiliki berat antara 35-50 Kg, memiliki heart rate normal yang lebih kecil dibandingkan praktikan pria dengan berat badan 66-80 Kg. Begitupula praktikan wanita yang memiliki berat badan antara 35-50 Kg, memiliki heart rate lebih kecil dibandingan praktikan wanita dengan berat badan 51-65 Kg. Dari segi jenis kelamin, praktikan pria memilki kisaran heart rate antara 98-110, sedangkan praktikan wanita antara 97-103. Jadi, praktikan pria cenderung memiliki heart rate normal yang lebih tinggi dibandingkan praktikan wanita.

Hal ini disebabkan karena semakin tinggi berat badan manusia, maka semakin tinggi pula laju metabolismenya. Laju metabolisme itu sendiri ada kaitannya dengan heart rate yang mereka miliki. Kebutuhan akan energy yang lebih besar, membuat jantung bekerja lebih ekstra pada kondisi normal. Perbedaan jenis kelamin antara pria dan wanita juga membuat perbedaan heart rate, karena pria dan wanita memilki ukuran organ, aktifitas, dan dimensi tubuh yang berbeda. Pria memiliki rata-rata dimensi tubuh yang lebih besar, serta aktifitas harian yang lebih berat dibandingkan wanita. Sehingga, laju heart rate pria, menjadi cenderung lebih besar.

4.2.5 Analisa Pengaruh Berat Badan dan Jenis Kelamin terhadap Konsumsi Energi

Berat badan dan jenis kelamin juga mempunyai pengaruh yang serupa pada konsumsi energi. Dari hasil pengamatan, praktikan pria dengan berat badan 35-50 Kg memliki konsumsi energi yang lebih rendah dibandingkan praktikan dengan berat badan 66-80 Kg dalam margin 2-8. Sedangkan konsumsi energi pada praktikan wanita yang memilki berat badan antara 35-50 Kg cenderung lebih besar dibandingkan praktikan dengan berat badan 51-65 Kg.

Dari segi jenis kelamin, praktikan pria memiliki kisaran konsumsi energi antara 2,6-11,4. Sementara konsumsi energi praktikan wanita berada pada kisaran antara 4,4-10,6. Jadi, praktikan pria cenderung memiliki konsumsi energi yang lebih tinggi, namun lebih variatif dibandingkan praktikan wanita. Perbedaan berat badan terhadap konsumsi energi tidak lepas dari heart rate yang dimiliki. Karena, rumus yang digunakan untuk menghitung konsumsi energi membutuhkan data heart rate. Sehingga logikanya, manusia dengan heart rate yang tinggi akan mempunyai konsumsi energi yang besar pula. Berat badan juga mencerminkan porsi kebutuhan energi tubuh. Dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, berat badan yang lebih besar, cenderung membutuhkan energi yang lebih besar pula untuk metabolisme tubuh.

Pada praktikan wanita, kelompok berat badan 51-65 Kg memilki konsumsi energi yang lebih rendah karena disebabkan variasi heart rate maksimal dan normal yang lebih kecil. Hal ini sedikit berbeda dengan teori karena pada saat pengamatan, banyak faktor yang mempengaruhi, seperti kesehatan praktikan. Selain itu, kelompok berat badan ini hanya diwakilkan oleh satu praktikan saja. Perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi konsumsi energi karena pria cenderung membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan wanita, karena postur tubuh yang lebih besar. Namun variasi konsumsi energi pria pada pengamatan lebih besar dibandingkan wanita. Hal ini disebabkan karena pada saat pengamatan, banyak faktor yang tidak diukur, salah satunya kesehatan praktikan, serta kebiasaan (pola hidup). Yang membuat perbedaan konsumsi energi semakin bervariasi.

4.2.6

Analisa Perbandingan Recovery Time dengan Waktu Istirahat

Berdasarkan data hasil pengamatan, recovery time praktikan cukup bervariasi. Dari 10 detik ke-1,63 hingga 10 detik ke-26,45. Sedangkan perhitungan waktu istirahat berkisar antara -10,78 hingga 3,634 menit.

Pada perhitungan recovery time, data yang digunakan adalah pada saat praktikan mencapai titik heart rate normal. Beberapa praktikan memerlukan recovery time dibawah 2 menit, namun ada pula yang sampai di atas 6 menit. Hal ini diakibatkan oleh kondisi fisik tiap praktikan yang berbeda. Semakin fit kondisi praktikan, maka semakin cepat ia menormalkan denyut jantung.

Sedangkan perhitungan waktu istirahat, berkaitan dengan konsumsi energi untuk tiap praktikan. Pada praktikan ketiga, perhitungan waktu istirahat adalah -10,78 menit. Hal ini dikarenakan konsumsi energi (KE)

4.3 Manual Material Handling

4.3.1 Analisa RWL

Telah dilakukan uji RWL pada operator, dan diperoleh data dari percobaan dan perhitungan tersebut. Data yang diperoleh terdapat dua jenis data yang berbeda, yaitu data RWL Origin dan data RWL Destination. Faktor penting yang membuat perbedaan pada data tersebut adalah jarak VM (Vertikal) dan HM (Horizontal) pada posisi origin maupun destination berbeda. Sedangkan pada data yang lain seperti LC, DM, AM, CM dan FM tetap sama, ini dikarenakan pada posisi origin maupun destination memiliki banyak kesamaan pada data tersebut seperti besar sudut putar dan tingkat genggaman. tingkat genggaman yang didapat pada percobaan kali ini adalah fair. Ini dikarenakan beban yang diangkat, tidak memiliki suatu pegangan yang nyaman, dimana suatu pegangan pada beban akan meningkatkan tingkat genggaman menjadi good. Begitu juga sebaliknya, apabila beban tidak mempunyai pegangan dan ada gangguan yang menghambat pegangan, tingkat pegangan tesebut akan bersifat poor. Setelah melakukan proses perhitungan dengan menggunakan rumus yang telah ditetapkan NIOSH Lifting Index, ditemuan nilai RWL

origin sebesar dan RWL destination sebesar . Nilai RWL sangat

berpengaruh kepada nilai LI yang didapatkan nanti. Karena jika harga suatu nilai RWL besar mendekati harga nilai beban (L), maka nilai LI yang didapatkan akan semakin kecil dan itu akan berakibat baik. Begitu juga sebaliknya apabila harga nilai RWL yang didapatkan kecil, menjauhi nilai beban (L), maka nilai LI yang didapatkan akan semakin besar, dan itu akan berakibat buruk. Jadi, jika nilai RWL makin besar, itu akan menjadi lebih baik. Dan sebaliknya jika RWL makin kecil itu akan berakibat buruk. 4.3.2 Analisa LI

LI (Lifting Index) adalah menyatakan nilai estimasi dari tingkat tegangan dalam suatu kegiatan pengangkatan material secara manual. Perhitungan LI dibagi menjadi dua yakni pada saat mengangkat dan meletakkan beban. Semakin mendekati nilai 1, maka semakin maksimal tingkat tegangan yang dialami oleh pekerja. Sedangkan apabila angka tersebut melebihi dari 1, maka artinya beban yang diangkat sudah melewati dari batas berat yang direkomendasikan (RWL). Nilai LI

destination memiliki nilai lebih daripada 1 ( LI > 1 ) juga berarti posisi

pengangkatan masih memiliki potensi yang menyebabkan cedera yang lebih besar daripada posisi origin. Jadi, di kedua posisi pengangkatan baik

origin dan destination masih salah dan masih perlu perbaikan agar tidak

terjadi cedera

Nilai LI pada saat mengangkat lebih kecil dibandingkan pada saat meletakkan karena nilai RWL saat mengangkat lebih tinggi. Atau dengan kata lain, beban maksimum yang mampu diangkat pada saat awal lebih tinggi. Artinya, estimasi tingkat tegangan pada saat meletakkan beban lebih besar dibandingkan saat mengangkat.

4.3.3 Analisa REBA

Berdasarkan running REBA dengan menggunakan software ERGO Intelligence, nilai REBA yang didapat adalah 3. Dan kegiatan yang dianalisa memiliki resiko kecelakaan yang rendah. Perbaikan sistem

mungkin untuk dilakukan. Perbaikan baru diperlukan ketika nilai reba yang didapatkan di atas 4.

Tabel 4.1 Tabel REBA Score

Dari nilai REBA yang didapat pada setiap bagian tubuh, maka dapat

diidentifikasi bahwa posisi lengan atas, dan posisi badan mendapat nilai 2, bagian ini memerlukan adanya perbaikan.

Action

Level REBA Score Risk Level further assessment)Action (including

0 1 Negligible None necessary

1 2-3 Low May be necessary

2 4-7 Medium Necessary

3 8-10 High Necessary soon

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen Praktikum Biomekanika - Ergonomi Industri (Halaman 37-43)

Dokumen terkait