• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.3 Analisa dan Pembahasan

Pada sub bab ini dijelaskan satu persatu dari hasil perhitungan dan penentuan pada program K3, serta beberapa penjabaran dan solusi pemecahan dari hal–hal yang menyebabkan bahaya.

4.3.1 Analisa Perhitungan Tingkat Implementasi Program K3

I 78,60% Pel 83,60% KBT 81,50% KS 82,70% P 83,35% UP 85,10% APD 75,25% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 1 2 3 4 5 6 7 Program K3 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 4.3.Grafik tingkat implementasi program K3 Keterangan :

1. Penggunaan APD. 2. Upaya pencegahan. 3. Penyelidikan 4. Kordinasi sekuriti. 5. Kordinasi bidang teknik. 6. Pelatihan.

Berdasar penilaian terhadap tingkat implementasi K3 yang melalui kuisioner yang telah dihitung. Pencapaian tingkat implementasi program K3 di PT. Iga Abadi., diperoleh angka 82% dengan cara merata–rata dari angka pencapaian satu persatu program K3. Nilai pencapaian ini termasuk kategori Kuning karena berada pada range 60% - 84%. Yang berarti bahwa pencapaian dari suatu indikator kinerja belum mencapai target.

Namun apabila diperinci perprogram K3 masih terdapat salah satu kategori penilaian yang belum memenuhi pencapaian yang maksimal, ini terdapat pada program penggunaan APD berkategori Kuning yang nilainya sebesar 75,25%

pada program penggunaan APD Nilai ini mengindikasikan bahwa pencapaian dari suatu indikator kinerja belum tercapai. Jadi pihak manajemen harus berhati–hati dengan adanya berbagai macam kemungkinan untuk menjamin keberhasilan program K3 terutama dalam hal program penggunaan APD. Pihak manajemen bertanggung jawab untuk menghimbau serta menekankan kepada karyawan untuk memakai alat- alat pelindung diri (APD), agar tidak terjadi kecelakaan kerja dimasa yang akan datang.

Dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dengan beberapa karyawan serta pihak manajemen K3, kekurangan yang terdapat pada penggunaan APD yaitu karena karyawan kurang merasa nyaman menggunakan alat pelindung diri (APD), ini bisa terlihat dari angka kecelakaan yang terjadi belum mencapai zero accident. Hal ini juga kurangnya disiplin personel dalam menggunakan APD, nampak bahwa kurangnya kehati–hatian dalam bekerja, serta kurangnya koordinasi dengan pihak teknik. Contoh kasus ada operator yang tidak paham cara

mengganti suku cadang mesin, namun tidak minta bantuan / berkoordinasi dengan pihak lain yang lebih kompeten.

Upaya pencegahan mempunyai nilai pencapaian kinerja yang baik yakni sebesar 85,1% bekategori Hijau hal ini karena PT. Iga Abadi. sudah mempunyai sistem pencegahan yang baik, karena didukung oleh tim khusus menganalisa penyebab kecelakaan yang terjadi untuk nantinya dapat menghilangkan agar kecelakaan tidak terulang sehingga tidak menimbulkan kerugian dan korban yang besar.

Penyelidikan terhadap kecelakaan mempunyai nilai kinerja sebesar 83,35%

dengan kategori kuningpendataan di PT. Iga Abadi. sudah belum tersusun dengan baik sesuai dengan target sehingga belum cukup membantu dalam proses penyelidikan terhadap terjadinya kecelakaan. Data sebuah kecelakaan dapat digunakan sebagai bahan koreksi dan perbaikan dimasa yang akan datang. Dengan pelaporan kecelakaan yang cepat dan akurat dampak dari kecelakaan akan lebih mudah diatasi dan korban kecelakaan dapat mendapat pertolongan dengan segera.

Hubungan koordinasi dengan pihak security berkinerja sebesar 82,7%

dengan kategori kuning ini menunjukkan koordinasi pihak manajemen K3 dengan pihak security berjalan dengan cukup baik. Karena security tidak hanya menjaga keamanan dari pencurian atau menjaga keluar - masuknya karyawan tapi juga harus memantau siapa saja yang akan memasuki area berbahaya. Salah satu pemantauan yang dimaksud adalah mereka yang membawa barang – barang yang mampu menimbulkan bahaya. Contohnya korek api atau barang yang dapat menimbulkan kebakaran atau ledakan, minuman keras, benda tajam, dll.

Hubungan koordinasi dengan pihak teknik berkinerja sebesar 81,5%

kategori kuning. PT. Iga Abadi. merupakan salah satu perusahaan yang menggunakan teknologi cukup modern, sehingga diperlukan teknisi yang cukup kompeten sehingga mampu menghilangkan tingkat kecelakaan dengan begitu produktivitas kerja bisa meningkat. Perawatan serta perbaikan dari mesin atau peralatan harus dirancang dengan baik agar hazards yang mungkin timbul karena berkurangnya kemampuan mesin dan keausan peralatan sebagai akibat dari korosi yang terjadi. Penanganan perbaikan harus direspon dengan baik agar tidak terjadi kecelakaan.

Pada implementasi program K3 pelatihan atau training berkinerja sebesar

83,6 % kategori kuning nilai cukup baik, karena PT. Iga Abadi. sudah menerapkan dengan rutin. Pelatihan ini mempunyai maksud untuk mereduksi

hazards yang mungkin timbul. Faktor terbesar yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja berasal dari manusia. Hal ini disebabkan karena pekerja tidak mengetahui bahaya yang mungkin timbul atau tidak tahu bagaimana penanganan dan pengoperasian mesin dengan benar. Dengan diadakannya pelatihan diharapkan karyawan mampu mengoperasikan mesin dan memberikan penanganan pertama terhadap kecelakaan dengan tepat hingga tenaga bantuan medis datang.

Inspeksi dalam implementasi program K3 berkinerja sebesar 78,6% dengan kategori kuning. Dalam PT. Iga Abadi. inspeksi belum dilaksanakan dengan baik sesuai dengan target. Inspeksi ini merupakan salah satu tugas dari manajemen K3 dalam menjaga kinerja perusahaan, khususnya dalam mencegah timbulnya kecelakaan dan bahaya yang dapat menimbulkan korban serta kerugian.

4.3.2 Analisa Penentuan Kategori Kecelakaan Kerja

Dari data kecelakaan kerja yang diperoleh selama tahun 2010, terjadi 7 (tujuh) kecelakaan di PT. Iga Abadi. Dari ketiga kecelakaan tersebut semuanya termasuk dalam kategori kuning. Karena telah terjadi kecelakaan kerja dalam kategori Kuning, maka secara keseluruhan ditentukan bahwa kategori kecelakaan kerja di PT. Iga Abadi tahun 2010 adalah termasuk kategori kuning. Suatu kecelakaan kerja dikategorikan hijau bila kecelakaan tersebut tidak menyebabkan pekerja kehilangan hari kerjanya. Walaupun pada kenyataannya pekerja tersebut kehilangan beberapa jam kerja dikarenakan mendapat perawatan medis sederhana atau pertolongan pertama, namun karena pekerja tersebut kembali mengerjakan tugas regulernya setelah terjadinya kecelakaan maka tidak ada hari kerja yang hilang yang dihitung.

Sedangkan suatu kecelakaan kerja dikategorikan kuning apabila kecelakaan tersebut membutuhkan perawatan medis yang intensif, sehingga pekerja harus meninggalkan tugas regulernya selama satu hari kerja penuh atau lebih (mengakibatkan hari kerja hilang). Namun kecelakaan fatal dan cacat seumur hidup tidak dikategorikan sebagai kasus hilangnya hari kerja, karena sesungguhnya pekerja tersebut tidak akan bekerja lagi. Untuk kasus tersebut dikategorikan dalam kategori merah.

Dari ketiga kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Iga Abadi., semuanya disebabkan oleh perilaku pekerja yang membahayakan. Yang pertama adalah kasus kecelakaan yang terjadi tanggal 12 februari 2010 saat memasukkan kayu kemesin moulding sehingga jari tangan kiri luka sobek . Pada kecelakaan yang kedua terkena mesin jumping crousout tangan tersangkut dan mengakibatkan

tangannya terseret mengikuti kayu yang akan masuk kemesin sehingga jari kiri tangan retak. Pada kasus ini perilaku pekerja karena belum mengerti akan SOP (Standart Operating Procedure) ketika bekerja tidak melepas gelang ditangan sehingga menyangkut pada kayu dan mengakibatkan jarinya terluka. Serta pekerja tersebut tidak menggunakan sarung tangan sebagai antisipasi untuk mengurangi dampak akibat kecelakaan kerja. Pada kasus ketiga terjadi tanggal 11 Agustus 2010 terkena mesin single rip saw sehingga jari tangan terluka gores dan mengalami bengkak. Pada kasus ini perilaku pekerja yang kurang hati – hati, ia tidak fokus terhadap apa yang dikerjakannya sehingga terjadilah kecelakaan yang mengakibatkan jarinya tergores. Sedangkan yang terjadi terkena mesin jumping crousout mengakibatkan jari retak yang mengalami luka yang cukup berat dibandingkan luka yang lainya . Pada kasus ini perilaku pekerja yang tidak mentaati standart operasi kerja yang tidak menggunakan sarung tangan sangat berbahaya dan sangat dilarang.

Dengan demikian ketiga kecelakaan tersebut dapat dicegah agar tidak terulang kembali dengan cara meningkatkan kedisiplinan pekerja dan memelihara tempat kerja agar selalu dalam kondisi aman dan nyaman untuk bekerja.

4.3.3 Analisa Penentuan Risk Level / Tingkat Implementasi Program K3

Telah ditentukan pada bab sebelumnya bahwa kategori tingkat implementasi program K3 adalah kuning dan kategori kecelakaan kerja adalah kuning, maka berdasar gambar 2.1. level / tingkat implementasi program K3 di PT. Iga Abadi. berada pada level 2 (cukup aman). Dapat dilihat pada gambar 2.1. level ini mengindikasikan bahwa proses implementasi kurang baik (karena tingkat

implementasi telah berada pada kategori kuning). Namun demikian ada yang masih perlu dibenahi pada program penggunaan APD.

4.3.4 Analisa dari Identifikasi dan Pengkategorian Hazards

Identifikasi sumber bahaya (hazards) dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung (observasi) terhadap sumber – sumber bahaya yang tampak (bahaya fisik, mekanis, kimia, ergonomi, dan lingkungan sekitar) maupun bahaya yang tidak tampak (bahaya tingkah laku) di PT. Iga Abadi. dan melakukan wawancara dengan beberapa karyawan serta pihak HS (Healthy Safety).

Hazards yang telah diidentifikasi kemudian dikategorikan dengan menggunakan acuan tabel 2.4. Parameter yang digunakan untuk menentukan kategori dari suatu hazards adalah severity (luas dampak yang ditimbulkan) dan

probability (peluang terjadinya kecelakaan).

Dari penilaian tersebut didapatkan sumber bahaya (hazards) yang termasuk dalam kategori high risk (beresiko tinggi) ada 1 (satu) yaitu kegiatan mengoperasikan mesin jumping crousout. Mengoperasikan jumping crousout

dikategorikan beresiko tinggi karena diantara semua mesin yang dimiliki PT. Iga

Abadi mesin jumping crousout yang paling besar ukurannya dan untuk

pengoperasiannya harus dibantu dengan seorang operator dan setiap operator yang mengoperasikan mesin ini dituntut untuk lebih fokus terhadap pekerjaan di stasiun ini karena jika tidak fokus dan tidak mematuhi standart operasi prosedur dapat mengakibatkan luka pada tangan operator yang mengoperasikannya serta dampaknya yang dapat menimbulkan kecelakaan fatal yaitu luka pada tangan bahkan bisa mengakibatkan kecacatan sebagian tubuh. Oleh karena itu nilai dari

severity dari sumber bahaya (hazards) ini dikategorikan Fatal dapat menyebabkan kecacatan. Dan nilai dari probability adalah 3 (mungkin dapat terjadi), karena

pada sisi-sisi mesin jumping crousout tidak dilengkapi cara-cara

pengoperasiannya sehingga setiap operator yang akan mengoperasikannya harus melakukan training terlebih dahulu agar dapat mengerti akan bahayanya mesin tersebut dan dapat mengoperasikannya secara maksimal dan juga hati-hati. Karena memiliki probability mungkin dapat terjadi maka sumber bahaya (hazards) ini dikategorikan beresiko tinggi (high risk), karena nilai risk levelnya-nya 2. Pencegahan lain yang telah dilakukan yaitu dengan memasang tanda peringatan bahaya, seperti bahaya ledakan, dilarang merokok.

Namun secara umum interaksi dengan mesin-mesin, peralatan produksi dan lingkungan sekitar beresiko timbulnya kecelakaan kerja. Bentuk kecelakaan kerja yang secara umum bisa berupa terluka, terjepit, keracunan gas, tergores, terpotong pisau, tersengat listrik, terpeleset, kurangnya indera pendengaran maupun penglihatan, bahkan paling fatal kematian dan lain-lain. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menginstruksikan kehati-hatian dalam bekerja, serta berdisiplin tinggi. Metode pencegahan lain adalah berasal dari pekerja sendiri. Saat mengikuti training, pekerja harus memperhatikan simulasi “bekerja dengan baik” secara sungguh-sungguh saat terjun dilapangan/bekerja sehingga mereka mengerti akan karakteristik mesin atau lingkunan yang dihadapi. Serta menjalankan SOP (Standart Operating Procedure) akan dapat meminimalkan bahkan menghilangkan kecelakaan kerja untuk mewujudkan program dari zero accident. Solusi pencegahan dari sumber-sumber bahaya yang telah diidentifikasi

kemudian diambil beberapa tindakan pencegahan, agar tidak sampai terjadi dan mengakibatkan kecelakaan.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan data – data dan analisa dan pengolahan data yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pencapaian Tingkat keberhasilan implementasi program K3 di PT. Iga Abadi sebesar 82 %, sehingga termasuk dalam kategori kuning. Yang berarti bahwa pencapaian dari tingkat keberhasilan implementasi program K3 masih belum mencapai target yang maksimal.

2. Usulan perbaikan dan pencegahan kecelakaan kerja di PT. Iga Abadi adalah dengan mengadakan training produksi, menjalankan SOP dengan baik, menggunakan APD/ alat pelindung diri dengan baik (eye glass, glove, masker) dan juga menggunakan hand lift untuk mengengkat barang dan menurunkan barang yang berat serta Training “material handling”

5.2. Saran

Setelah melakukan penelitian di PT. Iga Abadi, maka saran yang dapat diberikan adalah :

1. Hendaknya pembenahan dilakukan pada implementasi penggunaan APD, dan inspeksi karena masih pada nilai rata- rata implementasi yang rendah dengan kategori kuning.

2. Hendaknya dilakukan pengontrolan (controlling) pelaksanaan program, pengawasan (supervisi), dan penegakan disiplin penggunaan APD (Alat

Pelindung Diri) serta kepatuhan terhadap SOP (Standar Operation Procedure), karena tingkat kecelakaan masih berada pada kategori kuning. 3. Alangkah baiknya melakukan penyempurnaan metode identifikasi sumber

bahaya yang selama ini digunakan oleh PT. Iga Abadi, selain itu perlu dilakukan penilaian resiko / perangkingan sumber bahaya (hazards) agar dapat diprioritaskan sumber bahaya yang terjadi, sehingga dapat diambil tindakan pengendalian untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan kerugian.S

4. Hendaknya melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian yang tepat terhadap setiap sumber bahaya (hazards) yang telah diidentifikasi pada penelitian ini, dengan prioritas pada sumber bahaya (hazards).

A.M. Sugeng Budiono, 2005. “Pengenalan Potensi Bahaya Industrial Dan

Analisis Kecelakaan Kerja”. (DalamArtikel) Depnaketrans.

Ashfal, C, Ray, 1999. “Industrial safety And Health Management”. Fourth Edition. Prentice-Hall, Inc., New Jersey.

Hammer, Willie, 1989. “ Occupational Safety Management And Engineerin”. Fourth Edition. Prentice Hall, Inc., New Jersey.

Kurniadi Heru Prabowo, 2005. “Pengukuran Tingkat Kinerja Implementasi

Lingkungan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja (LK3) dan Perangkingan Hazards dengan Pendekatan Risk Assessment”

(studikasus: Instalasi Surabaya Grup-Unit Pemasaran V Pertamina Surabaya).,ITS, Surabaya.

Peraturan Menteri Tenaga KerjaNomer : PER.05/MEN/1996. Tentang “Sistem

Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja”.

Rudi, Suardi, 2005. “ Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja,

Panduan Penerapan Berdasarkan OHSAS18001 Dan Permenaker 05/1996”.

Suma’mur, 1986. “Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kebakaran”, Jakarta, Gunung Agung.

Triekens, J.H, Hvolby, H.H, 2000. “Performance Measurement and

Improvement in Supply Chain”. Ciney Conference.

Wickens, et.al 1998. D, Gordon, Sallie. E and Liu, Pili, 1998, “An Introductionto

Human Factor Engineering”. Adisson Wesley Educational Publisher

Dokumen terkait