• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Analisa Deskriptif

a. Analisa Deskriptif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di JawaTengah

PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah (BPS).

77 Gambar 4.1 PDRB

Sumber : Lampiran1

Pertumbuhan PDRB di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah mengalami fluktuasi selama pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2003-2011. Pertumbuhan PDRB tertinggi pada Kabupaten Cilacap pada tahun 2009. Untuk kota Salatiga hasil PDRB nya rendah dibandingkan dengan kabupaten/kota lain dan untuk Kabupaten Banjarnegara dari tahun ke tahun terus meningkat menunjukkan kinerja ekonomi yang baik.

Faktor-faktor yang menyebabkan bervariasinya Pendapatan Regional Bruto Daerah di masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah juga cukup bervariasi, antara lain pengembangan sektoral yang berbeda antar daerah, jumlah penduduk dan tenaga kerja yang berbeda antar daerah.

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Purbalingga Banjarnegara Kebumen Wonosobo Wonogiri Rembang Batang Salatiga

78 b. Analisa Deskriptif Pendapatan Asli Daerah di JawaTengah

Menurut Mardiasmo (2002:132), ―pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah‖.

Gambar 4.2 PAD

Sumber : Lampiran1

Pertumbuhan PAD yang diperoleh pada saat pelaksanaan desentralisasi fiskal di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003-2011 mengalami fluktuasi. Hal ini menunjukkan bahwa pemungutan yang dilakukan oleh lembaga terkait di Provinsi Jawa Tengah cukup baik. Meningkatnya realisasi PAD ditopang oleh besarnya pendapatan pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah disektor 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Purbalingga Banjarnegara Kebumen Wonosobo Wonogiri Rembang Batang Salatiga

79 Pajak Daerah yang memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap PAD.

Semakin tinggi PAD yang diperoleh suatu daerah maka akan semakin tinggi pertumbuhan PDRB di daerah tersebut. Brata (2004) yang dikutip oleh Adi dan Harianto (2007) menyatakan bahwa terdapat dua komponen penerimaan daerah yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan PDRB daerah yaitu PAD serta bagian sumbangan dan bantuan.

c. Analisa Deskriptif Dana Alokasi Khusus di JawaTengah Dana alokasi khusus (DAK) adalah salah satu mekanisme transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antarbidang (Ahmad Subekan, 2012:88). Dana alokasi khusus merupakan dana yang dialokasikan dari APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan juga prioritas nasional antara lain: kebutuhan kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi atau prasarana.

80 Gambar 4.3 DAK

Sumber : Lampiran1

Pelaksanaan desentralisasi fiskal tahun 2003-2011 penerimaan daerah yang bersumber dari dana perimbangan yang berupa Dana Alokasi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun pertumbuhan PDRB justru mengalami fluktuasi. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya DAK yang tinggi, ketergantungan daerah terhadap DAK menjadi sangat tinggi dan kemandirian daerah menurun sehingga pertumbuhan PDRB yang diharapkan meningkat justru mengalami fluktuasi.

d. Analisa Deskriptif Dana Bagi Hasil di JawaTengah

Pengoptimalan perolehan Dana Bagi Hasil yang dianggap sebagai modal bagi kepentingan pembangunan daerah akan mempercepat pertumbuhan PDRB (Pujiati, 2008).

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Purbalingga Banjarnegara Kebumen Wonosobo Wonogiri Rembang Batang Salatiga

81 Gambar 4.4 DBH Pajak dan Bukan pajak

Sumber : Lampiran1

Dana Bagi Hasil yang diterima setiap daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa tengah tahun 2003-2011 berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme bagi hasil berdasarkan kapasitas Sumber Daya Alam dan/atau pusat bisnis yang dimiliki daerah.

2. Estimasi Model Data Panel a. Pooled Least Square (PLS)

Pengolahan data yang pertama dilakukan dengan metode Pooled Least Square, sebagai salah satu syarat untuk melakukan uji F-restricted. Dari hasil pengolahan E-Views 7.0 didapatkan hasil seperti tampilan sebagai berikut:

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Purbalingga Banjarnegara Kebumen Wonosobo Wonogiri Rembang Batang Salatiga

82 Tabel 4.1 Pooled Least Square

R-squared 0.106807

Adjusted R-squared 0.080917 Sumber: data diolah. Lampiran 2

b. Model Efek Tetap (Fixed Effect Model)

Setelah itu dilakukan pengolahan data dengan metode Fixed Effect Model untuk dibandingkan dengan metode Pooled Least Square pada uji F-Restricted. Dari hasil pengolahan E-Views 7.0 didapatkan hasil seperti tampilan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Fixed Effect Model

R-squared 0.993723

Adjusted R-squared 0.991591 Sumber: data diolah. Lampiran 3

c. PLS vs FEM (Uji Chow)

Untuk Mengetahui model panel yang akan digunakan, maka digunakan uji F-Restricted dengan cara membandingkan statistik dan tabel. Sebelum membandingkan Statistik dan F-tabel terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : Model PLS (Restricted)

H1 : Model Fixed Effect (Unrestricted)

Dari hasil regresi berdasarkan metode Fixed Effect Model dan Pool Least Square diperoleh F-statistik yakni sebagai berikut:

83 Tabel 4.3 F-Restricted

Redundant Fixed Effects Tests Pool: FEM

Test cross-section and period fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 341.595950 (7,53) 0.0000

Cross-section Chi-square 275.844214 7 0.0000 Sumber: Data diolah. Lampiran 5

Dari tabel 4.3 di atas diperoleh nilai F-statistik adalah 341.595950 dengan nilai F-tabel pada d.f (7,53) α = 5% adalah 2,01 sehingga nilai F-statistik > F-tabel, maka Ho ditolak, sehingga model data panelyang dapat digunakan adalah Fixed Effect Model.

d. Model Efek Random ( Random Effect Model )

Setelah itu dilakukan penegolahan data dengan metode Random Effect Model untuk dibandingkan dengan metode Fixed Effect Model pada uji Hausman. Dari hasil pengolahan E-Views 7.0 didapatkan hasil seperti tampilan sebagai berikut:

Tabel 4.4 Random Effect Model

R-squared 0.655783

Adjusted R-squared 0.640597 Sumber: Data diolah. Lampiran 4

84 e. FEM vs REM (Uji Hausman)

Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka digunakan uji F-Chi-square dengan cara membandingkan Chi-square statistik dan Chi-square tabel. Sebelum membandingkan F Chi-square statistik dan Chi-square tabel terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : Model Random Effect

H1 : Model Fixed Effect

Dari hasil regresi berdasarkan metode diperoleh nilai F-statistik yakni sebagai berikut:

Tabel 4.5 Chi Square Hausman test for fixed versus

random effects Chi-Sq.d.f chi-sqr(3) = 8.1507066 3 p-value = 0.0429976 Sumber: Data diolah: Data diolah. Lampiran 6

Dari tabel 4.5 di atas diperoleh nilai Chi-Sq Statistic adalah 8.1507066 dengan nilai Chi square tabel pada d.f (3) α = 5% adalah 7,81 sehingga nilai Chi square statistik > dengan Chi Square tabel, maka H0 ditolak , sehingga model data panel yang digunakan

85 3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Untuk menguji, apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan membandingkan nilai Jarque-Bera dengan nilai Chi-tabel. Jika nilai Jarque Bera < dari nilai Chi tabel, maka data dalam penelitian berdistribusi normal. (Winarno, 2007:5.37).

Gambar 4.5 Normalitas

Sumber : Lampiran 7

Pada gambar 4.5 diperoleh nilai JB hitung sebesar 1,03, dan nilai Chi Square tabel df(3), α = 5% adalah 7,81. Sehingga nilai Chi Square (tabel) > JB hitung, maka H0 diterima sehingga data

dalam penelitian ini berdistribusi normal. 0

1 2 3 4

-1.5e-10 -1.0e-10 -5.0e-11 5.0e-16 5.0e-11 1.0e-10 1.5e-10

Series: Residuals Sample 2003 2011 Observations 9 Mean 7.88e-12 Median 3.90e-11 Maximum 1.14e-10 Minimum -1.34e-10 Std. Dev. 9.18e-11 Skewness -0.594984 Kurtosis 1.846578 Jarque-Bera 1.029901 Probability 0.597530

86 b. Uji Multikolinieritas

Tabel 4.6 Correlation Matrix

C PAD? DAK? DBH?

C 5.76E+09 -37650.67 -32285.94 -98630.27 PAD? -37650.67 0.817107 0.213904 -0.255652 DAK? -32285.94 0.213904 0.868071 -0.343479 DBH? -98630.27 -0.255652 -0.343479 4.327764 Sumber: Data diolah. Lampiran 8

Dari Tabel 4.6, dapat diketahui bahwa tidak ada masalah multikolinearitas hal ini dikarenakan nilai matiks korelasi (correlation matrix) dari semua variabel adalah kurang dari 0,8.

Multikolinearitas biasanya terjadi pada estimasi yang menggunakan data runtut waktu. Dengan mengkombinasikan data time series dengan cross section mengakibatkan masalah multikolinearitas secara teknis dapat dikurangi. Penelitian ini menggunakan data panel, jadi sebenarnya secara teknis sudah dapat dikatakan masalah multikolinearitas sudah tidak ada. Hal tersebut sudah diperkuat dengan hasil estimasi model semua variabel yang digunakan signifikan dan nilai R2 yang tinggi, sehingga dengan sendirinya model ini sudah terbebas dari multikolinearitas, hasil penelitian Pujiati Amin(2008).

c. Uji Heterokedastisitas

Masalah Heterokedastisitas dapat dilihat dengan terlebih dahulu mengestimasi model ke GLS (Cross section weight), kemudian dengan membandingkan Sum Resid pada Weight Statistic dengan Sum Resid Unweight Statistic. Jika Sum Resid

87 pada Weight Statistic lebih kecil dari Sum Resid pada Unweight Statistic, maka terjadi heterokedastisitas.

Pada hasil regresi didapatkan bahwa Sum Resid pada Weight Statistic bernilai 5.21E+11 sedangkan Sum Resid pada Unweight Statistic bernilai 5.46E+11. Nilai Sum Resid pada Weight Statistic lebih kecil dibandingkan dengan Sum Resid pada Unweight Statistic. Maka dari itu, diduga regresi memiliki masalah heterokedastisitas, dan untuk menanggulanginya adalah dengan mengestimasi model pada GLS dengan White Cross-section pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.7 Uji White Cross-Section Weight Statistics

Sum squared resid 70.26765

Durbin-Watson stat 2.155346

Unweight Statistics

Sum squared resid 5.36E+11

Durbin-Watson stat 0.918442

Sumber : Lampiran 9

Dari Tabel 4.7 diketahui tidak terdapat masalah heterokedastisitas karena Sum Resid Weight Statistic lebih besar dari Sum Resid pada Unweight Statistic, 70.26765 > 5.36E+11 maka data dalam penelitian ini terbebas dari heterokedastisitas. d. Uji Autokorelasi

Masalah autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson statistik yaitu sebesar 0.927185 pada tabel 4.7, di mana DW (0.927185) < Du 1,66 yang berarti menolak H0, dimana korelasi

88 serial positif, sehingga model ini memiliki autokorelasi. Untuk menanggulanginya adalah dengan mengestimasi model dengan cross section SUR.

Sehingga hasil estimasi terakhir dari model dengan menggunakan metode Fixed Effect Model (FEM) cross-section (SUR) nilai Durbin Watson stat adalah 2.155346 yang berarti menolak H0, dimana korelasi tidak tahu. Dan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.8 Uji Autokorelasi setelah disetimasi dengan Cross-section SUR

Variable Coefficient Indv effect Prob

C 1542261 0.0000

PAD? 3.642156 0.0049

DAK? 4.796611 0.0000

DBH? 6.805791 0.3503

Fixed Effect (Cross)

PURBALINGGA – C 76993.06 BANJARNEGARA – C 423582.5 KEBUMEN – C 448732.1 WONOSOBO – C -378779.2 WONOGIRI – C 520100.9 REMBANG – C -58646.36 BATANG – C 94167.41 SALATIGA – C -1126150 Weight Statistics

Sum squared resid 70.26765

Durbin-Watson stat 2.155346

Unweight Statistics

Sum squared resid 5.36E+11

Durbin-Watson stat 0.918442

89 4. Pengujian Hipotesis

a. Uji – t dan Interpretasi Hasil Analisis

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel bebas (pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil pajak/ bukan pajak) berpengaruh secara parsial terhadap variabel terikatnya (pdrb), yaitu dengan membandingkan masing-masing nilai t-statistik dari regresi dengan t-tabel dalam menolak atau menerima hipotesis. Pada tingkat keyakinan α = 5%, maka diperoleh t-tabel 2,132.

a = PAD (2.937047) b = DAK (7.423624) c = DBH (0,942384)

1) Variabel PAD memiliki t-statistik > t-tabel yang berarti Ho diterima, yang berarti pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap produk domestik bruto

2) Variabel DAK memiliki t-statistik > t-tabel yang berarti Ho diterima, yang berarti dana alokasi khusus berpengaruh signifikan terhadap produk domestik bruto

3) Variabel DBH memiliki t-statistik < t-tabel yang berarti Ho ditolak, yang berarti dana bagi hasil pajak/bukan pajak berpengaruh tidak signifikan terhadap produk domestik bruto

90 b. Uji – F Dan Interpretasi Hasil Analisis

Untuk menguji apakah variabel bebas berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikatnya, maka digunakan uji F dengan cara membandingkan F-statistik dengan F-tabel. Dari hasil regresi diperoleh nilai F- statistik 466.1071. Pada tingkat keyakinan α = 5%, k = 4, n 72, sehingga diperoleh F-tabel dengan nilai df yaitu 2,08.

Maka terlihat bahwa F-statistik > F-tabel, maka Ho ditolak, artinya bahwa variabel bebas ( pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil pajak/bukan pajak) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel terikatnya (produk domestik regional bruto) pada tingkat kepercayaan 95 persen (α =5%).

c. Uji Koefisien Determinasi dan Interpretasi Hasil Analisis Berdasarkan hasil pengolahan data dalam tabel, koefisien determinasi sebesar 0,991591. Hal ini terlihat bahwa 99,16% produk domestik regional bruto di 8 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus dan bagi hasil pajak/bukan pajak. Sedangkan 0,84 persen variabel produk domestik regional bruto dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

91 Tabel 4.9 Interpretasi Fixed Effect Model

Variable Coefficient Indv effect Prob

C 1645525 0.0000

PAD? 2.654913 0.0049

DAK? 6.916613 0.0000

DBH? 1.960468 0.3503

Fixed Effect (Cross)

PURBALINGGA – C 76993.06 1722518.1 BANJARNEGARA – C 423582.5 2069053.5 KEBUMEN – C 448732.1 2094275.1 WONOSOBO – C -378779.2 1266745.8 WONOGIRI – C 520100.9 2165625.9 REMBANG – C -58646.36 1059062.6 BATANG – C 94167.41 1739692.4 SALATIGA – C -1126150 519375 Sumber: lampiran3

Dapat kita lihat pada tabel 4.9 bahwa kabupaten dan kota di 8 propinsi di Jawa Tengah memiliki pengaruh individu yang berbeda-beda untuk setiap perubahan pada jumlah pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak. a. Kabupaten Purbalingga

Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Purbalingga adalah 76993.06 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli

92 daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Purbalingga akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 1.722.518 Rupiah

b. Kabupaten Bajarnegara

Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Banjarnegara adalah 423582.5 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Banjarnegara akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 2.069.053 Rupiah

c. Kabupaten Kebumen

Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Kebumen adalah 448732.1 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Kebumen akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 2.094.275 Rupiah.

d. Kabupaten Wonosobo

Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Wonosobo adalah -378779.2 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini

93 mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Wonosobo akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 1.266.745 Rupiah

e. Kabupaten Wonogiri

Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Wonogiri adalah 520100.9 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Wonogiri akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 2.165.625 Rupiah

f. Kabupaten Rembang

Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Rembang adalah -58646.36 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Rembang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 1.059.062 Rupiah

94 g. Kabupaten Batang

Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Batang adalah 94167.41 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten Batang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 1.739.692 Rupiah

h. Kota Salatiga

Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Salatiga adalah -1126150 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kota Salatiga akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 519.375 Rupiah

i. Kabupaten Bajarnegara

Nilai koefisien Fixed Effect pada Kabupaten Purbalingga adalah 423582.5 sedangkan nilai C adalah 1645525, ini mengartikan bahwa terdapat perubahan pada pendapatan asli daerah, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak/bukan pajak baik antar daerah maupun antar waktu, maka kabupaten

95 Banjarnegara akan mendapatkan pengaruh individu terhadap PDRB sebesar : 2.069.053 Rupiah

- Pendapatan Asli Daerah

Berdasarkan estimasi Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB dengan tingkat signifikasi 5 %, dimana nilai koefisiennya adalah sebesar 2.654913 yang berarti bahwa apabila pendapatan asli daerah meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah PDRB sebesar 2.654.913 rupiah.

- Dana Alokasi Khusus

Berdasarkan estimasi Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB dengan tingkat signifikasi 5 % dimana nilai koefisiennya adalah sebesar 6.916613 yang berarti bahwa apabila dana alokasi khusus meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah PDRB sebesar 6.916.613 rupiah.

- Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak

Berdasarkan estimasi Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB dengan tingkat signifikasi 5 % dimana nilai koefisiennya adalah sebesar 1.960468 yang berarti bahwa apabila dana bagi hasil pajak/bukan pajak meningkat 1 juta, maka akan menaikkan jumlah PDRB sebesar 1.960.468 rupiah.

96 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait