• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.2. Perbandingan pembekuan jamur merang menggunakan freezer dan

4.2.3. Analisa mutu jamur merang

Jamur merang memiliki beberapa parameter mutu penting. Pada percobaan tahap kedua diamati parameter mutu dalam kondisi beku dan pasca

thawing. Pada kondisi beku hanya diamati perubahan bobot dan pada pasca

thawing diamati kandungan protein, warna, kekerasan, pH, aroma, perubahan bobot pasca thawing, serta histologinya. Selain itu juga dilakukan pengujian secara subyektif menggunakan uji organoleptik untuk mengukur tingkat kesukaan konsumen.

Kandungan protein jamur merang

Secara umum, pembekuan berpengaruh terhadap penurunan kandungan protein, seperti dapat dilihat pada Gambar 13. Pada Gambar 13 terlihat bahwa kandungan protein jamur merang mengalami penurunan dengan adanya perlakuan pembekuan dan thawing.

36

Gambar 13 Kandungan protein jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice, dan jamur merang segar.

Kandungan protein pada pembekuan menggunakan freezer mengalami penurunan sebesar 7%, sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice hanya 1%. Kondisi ini dapat disebabkan karena adanya denaturasi protein pada bahan pangan. Dari hasil analisis ragam pada Lampiran 5, menunjukkan bahwa kandungan protein jamur merang segar tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan jamur merang pasca thawing yang dibekukan menggunakan freezer dan

dry ice. Menurut Rahman, 2007, denaturasi protein pada proses pembekuan bahan pangan yang banyak mengandung protein akan terjadi walaupun perubahannya tidak terlalu nyata.

Warna jamur merang

Warna jamur merang dinyatakan dengan nilai L (Lightness/ kecerahan), nilai a, dan nilai b. Nilai L menyatakan tingkat kecerahan mulai dari angka 0 untuk warna hitam dan angka 100 untuk warna putih, sehingga bila terjadi penurunan nilai L, tingkat kecerahannya akan mendekati warna hitam atau menjadi lebih kusam. Warna jamur merang pada pembekuan menggunakan

freezer mengalami penurunan nilai L sebesar 7,19%, sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice mengalami penurunan nilai L sebesar 4,76%. Secara lebih jelas, tingkat kecerahan jamur merang dapat dilihat pada Gambar 14, yang menunjukkan bahwa pembekuan menggunakan freezer memiliki nilai L yang paling rendah, yang menandakan bahwa perlakuan tersebut memiliki warna yang

37

paling kusam atau paling gelap. Sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice memiliki nilai L yang lebih tinggi, menandakan bahwa warna jamur merang pada perlakuan tersebut lebih cerah daripada perlakuan menggunakan freezer,

namun masih lebih kusam dibandingkan tingkat kecerahan jamur merang segar. Dari hasil analisis ragamnya pada Lampiran 4, tingkat kecerahan dari masing-masing perlakuan memiliki perbedaan yang nyata.

Gambar 14 Nilai L (Kecerahan/Lightness) pada warna jamur merang

Nilai a dari pengamatan warna jamur merang menyatakan warna hijau untuk angka 0 hingga -80 dan warna merah untuk angka 0 hingga 70, sehingga bila terjadi peningkatan nilai a positif, menandakan bahwa warna jamur merang mendekati warna merah. Hasil pengamatan nilai a untuk warna jamur merang dapat dilihat pada Gambar 15.

38

Warna jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer mengalami peningkatan nilai a sebesar 0,96% dan pada pembekuan menggunakan dry ice

sebesar 0,83%. Peningkatan nilai a menjadi lebih berwarna kemerahan yang terjadi sangat kecil dan didukung dengan hasil analisis ragam (Lampiran 4), menyatakan bahwa semua perlakuan tidak memiliki perbedaan nilai a yang nyata pada warna jamur merang.

Nilai b dari warna jamur merang menyatakan warna kuning untuk nilai 0 hingga 70 dan warna biru untuk nilai 0 hingga -70, sehingga bila terjadi peningkatan nilai b positif, menandakan bahwa warna jamur merang mendekati warna kuning. Warna jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer

mengalami peningkatan nilai b sebesar 4,01% dan pada pembekuan menggunakan

dry ice sebesar 6,7%. Peningkatan nilai b pada warna jamur merang dapat dilihat pada Gambar 16, dimana pembekuan menggunakan dry ice memiliki warna yang lebih kekuningan dibandingkan dengan pembekuan menggunakan freezer. Dari hasil analisis ragam (Lampiran 4) didapatkan hasil bahwa semua perlakuan menggunakan freezer dan dry ice serta jamur merang segar memiliki nilai b yang saling berbeda nyata.

Gambar 16 Nilai b pada warna jamur merang

Menurut Fellows (2000) perubahan warna yang terjadi pada proses pembekuan karena pada pembekuan dan pendinginan tidak dapat menginaktivasi enzim. Menurut Julianti (1997), perubahan warna pada penyimpanan jamur merang masih dapat terjadi walaupun sudah dikontrol dengan penggunaan suhu rendah. Menurut Chang et al. (1982) jamur merang banyak mengadung enzim

39

enzim polifenol oksidase. Enzim tersebut bila terpapar oksigen akan mengkatalisa oksidasi komponen fenolik menjadi quinon yang berwarna coklat, kemudian bergabung dengan asam amino derivatif membentuk kompleks melanoidin yang berwarna coklat dan disebut dengan enzymatic browning atau pencoklatan enzimatis. Selain itu, perubahan warna pada jamur merang pasca thawing

merupakan salah satu indikator terjadinya kerusakan dingin pada jamur merang. Warna jamur merang yang dinyatakan dalam nilai L, a, dan b dapat dikonversi menjadi nilai X, Y, dan Z (Lampiran 11) seperti disajikan pada Tabel 14 dan dapat digambarkan dalam grafik CIE Lab pada Gambar 17.

Tabel 14 Nilai XYZ warna jamur merang

Nilai Freezer Dry ice Segar

X 24.72 27.36 32.79

Y 24.75 27.35 32.58

Z 18.65 19.91 26.02

x 0.363 0.367 0.359

y 0.363 0.366 0.356

Gambar 17 Warna jamur merang dalam nilai X, Y pada grafik CIE Lab = jamur merang dengan

perlakuan freezer = jamur merang dengan

perlakuan dry ice = jamur merang segar

40

Pencoklatan enzimatis dapat terjadi dengan cepat, terutama bila terjadi kerusakan pada bahan pangan, baik pada saat penanganan segar ataupun pada saat pengolahan. Bahan pangan yang mengalami kerusakan, sel-selnya yang pecah akan mengeluarkan enzim polifenol oksidase yang akan tercampur dengan oksigen dan substrat sehingga menghasilkan warna kecoklatan (Salunkhe, 1976), seperti dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Jamur Merang Pasca Thawing pada Pembekuan menggunakan (A)

Freezer, (B) Dry ice, dan (C) Jamur Merang Segar

Pada pembekuan jamur merang menggunakan freezer, pencoklatan enzimatis sudah terjadi pada saat pembekuan di dalam freezer saat kontak dengan oksigen. Sedangkan pada jamur merang yang dibekukan dengan dry ice, pencoklatan enzimatis saat proses pembekuan dapat dihambat, karena oksigen yang terdapat di dalam kotak styrofoam tergantikan oleh karbondioksida yang terbentuk dari hasil sublimasi dry ice. Karbodioksida memiliki bobot yang lebih berat daripada oksigen, sehingga mampu mengurangi kadar oksigen dalam kotak Styrofoam. Kondisi ini dapat mengurangi terpaparnya jamur merang dengan oksigen, sehingga memperlambat perubahan warna.

Berdasarkan SNI 01-6945-2003, warna jamur merang segar berwarna putih bersih, sedangkan jamur merang pasca thawing berwarna kecoklatan. Kondisi ini menyatakan bahwa jamur merang pasca thawing tidak sesuai dengan SNI.

Kekerasan Jamur Merang

Tekstur merupakan salah satu kriteria kualitas jamur merang yang penting. Nilai kekerasan jamur merang pada perlakuan menggunakan freezer mengalami penurunan sebesar 71,18% dan perlakuan menggunakan dry ice sebesar 71,95%. Jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice terlihat memiliki tingkat

C B

41

kekerasan yang paling rendah, atau paling lunak, seperti dapat dilihat pada Gambar 19. Jamur merang segar memiliki tingkat kekerasan paling tinggi dan perlakuan menggunakan freezer memiliki tingkat kekerasan di bawahnya. Dari hasil analisis ragam (Lampiran 5) diketahui bahwa kekerasan jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer dan dry ice memiliki perbedaan yang nyata dengan kekerasan jamur merang segar. Sedangkan kekerasan jamur merang pasca

thawing tidak memiliki perbedaan yang nyata satu sama lain.

Kekerasan jamur merang pasca thawing yang sudah dibekukan akan menjadi lebih lunak dan kenyal. Hal ini menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan dan hilangnya tekanan turgor pada jamur merang.

Gambar 19.Nilai kekerasan jamur merang

Jaringan jamur merang disusun oleh sel yang merupakan bagian terkecil, yang integritasnya sangat mempengaruhi kualitas tekstur. Integritas dari komponen sel (dinding sel dan lamela tengah) dan tekanan turgor sel ditentukan oleh kandungan air dalam vakuola (Chassagne-Berces et al., 2009). Menurut Delgado et al. (2005) tekanan turgor sel sangat mempengaruhi tingkat kekerasan, dimana vakuola dan mebran sel dapat mencegah terjadinya osmosis.Pada pembekuan terjadi perubahan kandungan air menjadi kristal es. Bila terjadi pertumbuhan kristal es yang lebih cepat daripada pembentukan inti kristal es, maka akan terjadi osmodehidrasi pada sel, yang mampu merusak vakuola dan dinding sel sehingga menyebabkan kerusakan struktur sel dan penurunan tingkat kekerasan sel. Akibat rusaknya jaringan jamur merang, menyebabkan hilangnya

42

water holding capacity yang menghasilkan cairan atau drip, yang tidak dapat diserap kembali oleh jaringan jamur merang,

Secara umum, pembekuan mempengaruhi penurunan tingkat kekerasan jamur merang, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Chassagne-Berces et al. (2009), bahwa pembekuan apel menyebabkan penurunan tingkat kekerasan sebesar 54% untuk pembekuan pada suhu -80˚C, 79% untuk pembekuan pada

suhu -20˚C, dan 99% untuk pembekuan cepat menggunakan nitrogen cair pasca thawing. Selain itu Jaworska (2010) juga menyebutkan bahwa pembekuan menurunkan tingkat kekerasan jamur Boletus edulis sebesar 88%.

pH Jamur Merang

Hasil pengamatan pH jamur merang disajikan pada Gambar 20. Gambar 20 memperlihatkan bahwa jamur merang segar memiliki pH 8.28, berada pada kondisi basa. pH merupakan derajat keasaman yang dinyatakan oleh konsentrasi ion hidrogen (H+) dan kondisi basa oleh ion hidroksil (OH-) Jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice terlihat mengalami peningkatan pH yang cukup tinggi dibandingkan dengan pembekuan menggunakan freezer.

Dari hasil analisis ragam (Lampiran 5) diketahui bahwa pH jamur merang segar tidak berbeda nyata dengan pH jamur merang yang dibekukan dengan

freezer, sedangkan pH jamur merang yang dibekukan menggunakan dry ice

berbeda nyata dengan kedua perlakuan sebelumnya.

43

pH jamur merang yang dibekukan dengan dry ice menjadi lebih tinggi sebesar 6.5%. Hal ini dapat disebabkan karena jamur merang tersebut sudah terpapar oleh dry ice yang akan menyublim menjadi gas CO2, sehingga mampu menaikkan pH jamur merang menjadi lebih tinggi. pH pada jamur merang berhubungan dengan aroma pada kondisi pasca thawing. Aroma yang menyimpang pada kondisi thawing dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang mampu menurunkan pH. Kondisi ini menyatakan bahwa jamur merang pasca thawing tidak mengalami kerusakan akibat mikroorganisme. Bobot Jamur Merang Beku dan Pasca Thawing

Perubahan bobot jamur merang berhubungan dengan perubahan kandungan air, yang dapat terjadi pada proses pembekuan dan thawing. Pengukuran bobot jamur merang dilakukan pada kondisi segar, kondisi beku, dan pasca thawing setelah ditiriskan dari cairan drip, dimana hasil pengamatannya disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Perubahan bobot jamur merang beku dan pasca thawing

Perlakuan Perubahan Bobot (%) Jamur Merang Beku Jamur Merang Perubahan Bobot (%)

Thawing

Pembekuan freezer 0.53a -15.76a Pembekuan dry ice -0.12b -19.65b Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa bobot jamur merang beku pada pembekuan menggunakan freezer mengalami peningkatan sebesar 0.53%, sedangkan pada pembekuan menggunakan dry ice mengalami penurunan sebesar 0,12%. Penambahan bobot jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer

dapat disebabkan karena terjadi penyerapan uap air dari lingkungan freezer yang memiliki kelembapan tinggi dengan RH sekitar 85-95%. Sedangkan penurunan bobot pada jamur merang yang dibekukan menggunakan dry ice dapat terjadi karena adanya dehidrasi secara osmosis pada jamur merang akibat perbedaan kelembapan antara jamur merang dan dry ice. Menurut FAO (2009), kondisi penyimpanan yang disarankan untuk jamur adalah pada RH 95%. Jamur merang memiliki kadar air yang cukup tinggi, sedangkan dry ice tidak memiliki kelembapan sama sekali (http://www.dryice.gr/faq_en.php) sehingga menyebabkan air yang terkandung oleh jamur merang tertarik keluar untuk

44

membuat kondisi equilibrium dengan lingkungannya. Kandungan air pada jamur merang yang tertarik keluar secara osmosis akan langsung membeku saat berada di permukaan jamur merang karena karena kontak dengan dry ice sehingga menghasilkan butiran-butiran kristal es pada pemukaannya. Kondisi ini hanya terjadi pada permukaan jamur merang yang dibekukan dengan dry ice seperti terlihat pada Gambar 21.

Gambar 21 (A) Jamur merang beku pada pembekuan menggunakan freezer dan (B) Butiran-butiran es yang terbentuk pada permukaan jamur merang beku pada pembekuan menggunakan dry ice

Kemasan digunakan sebagai pelindung bagi produk yang dikemas dari keruskan mekanik maupun untuk mengurangi terjadinya susut bobot. Plastik polietilen walaupun memiliki permeabilitas yang cukup tinggi terhadap CO2, namun merupakan penahan yang baik terhadap uap air. Pada proses pembekuan yang dilakukan dengan dry ice, digunakan kemasan plastik polietilen yang berlubang, sehingga dehidrasi masih dapat terjadi. Menurut Dirim et al. (2004), laju uap air makin tinggi bila menggunakan kemasan yang berlubang.

Menurut Fellows (2000), susut bobot dapat disebabkan oleh dehidrasi, yaitu kehilangan kehilangan kelembapan selama proses pembekuan ataupun penyimpanan beku. Hal ini dapat disebakan karena bahan pangan yang tidak dikemas ataupun terjadi perbedaan kelembapan yang cukup tinggi antara bahan pangan dengan lingkungan. Rahman et al. (2007) juga menyatakan bahwa pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi, sehingga menyebabkan susut bobot.

Pada kondisi pasca thawing, jamur merang mengalami penurunan bobot sebesar 15,76% untuk pembekuan menggunakan freezer dan 19,65% untuk pembekuan menggunakan dry ice. Pada kondisi thawing, penyusutan bobot yang

terjadi dapat disebabkan oleh keluarnya cairan „drip‟ dari jamur merang. Cairan „drip‟ adalah cairan yang berasal dari kristal es yang meleleh di dalam jaringan

45

jamur merang, namun tidak dapat diserap kembali oleh jaringan tersebut. Makin rusak jaringan, maka makin banyak cairan „drip‟ yang dihasilkan. Hasil pengamatan penyusutan bobot jamur merang disajikan pada Gambar 22.

Gambar 22 Perubahan bobot jamur merang beku dan pasca thawing

Gambar 22 menunjukkan bahwa penyusutan bobot jamur merang pasca

thawing pada pembekuan menggunakan dry ice lebih besar daripada menggunakan freezer. Hal ini dapat disebabkan karena pada proses pembekuan menggunakan dry ice, jaringan jamur merang sudah mengalami kehilangan cairan akibat dehidrasi, sehingga jaringan kurang mampu menyerap kembali cairan dari kristal es yang meleleh dibandingkan dengan menggunakan freezer, terlebih lagi sudah ada sebagian kristal es yang berada di luar jamur merang dan menyebabkan

kehilangan cairan „drip‟ yang lebih banyak, seperti terlihat pada Gambar 23.

Dengan hilangnya cairan, maka bobot jamur merang pasca thawing akan mengalami penyusutan.

Gambar 23 Cairan drip yang dihasilkan dari jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan (A) freezer dan (B) dry ice

0,53 -15,76 -0,12 -19,65 -25 -20 -15 -10 -5 0 5

Jamur Merang Beku Jamur Merang Thawing

P er ub ah an B ob ot ( % ) Freezer Dry ice B A Jamur merang pasca thawing

46

Menurut penelitian Alvarez (1997) cairan drip yang dihasilkan oleh jaringan kentang beku yang sudah di-thawing dipengaruhi oleh laju pembekuan, makin cepat laju pembekuan, makin sedikit cairan drip yang dihasilkan, walaupun tidak berbeda nyata secara statistik.

Pengujian organoleptik.

Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan konsumen terhadap parameter-parameter mutu jamur merang, yaitu warna, kekerasan, dan aroma. Uji kesukaan digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk (Setyaningsih et al., 2010).

Warna

Secara subyektif, warna jamur merang juga diuji untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen, dimana hasil pengujiannya ditampilkan pada Tabel 16. Dari Tabel 16 diketahui bahwa warna jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice lebih disukai daripada menggunakan freezer. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 6, diketahui bahwa warna jamur merang pada perlakuan menggunakan dry ice tidak berbeda nyata dengan warna jamur merang segar, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan menggunakan freezer, namun warna jamur merang pada perlakuan yang menggunakan freezer berbeda nyata dengan warna jamur merang segar. Kondisi ini menjelaskan bahwa walaupun warna jamur merang yang paling disukai adalah warna jamur merang segar, namun warna jamur merang pada perlakuan lainnya masih dapat diterima oleh konsumen.

Tabel 16 Hasil uji organoleptik warna

Perlakuan Nilai Deskripsi Kesukaan

Thawing setelah pembekuan freezer 4.15a Netral

Thawing setelah pembekuan dry ice 4.55ab Netral-agak disukai

Segar 5.01b Agak disukai

Kekerasan

Hasil pengujian organoleptik kekerasan jamur merang disajikan pada Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17, dapat diketahui bahwa pembekuan mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen terhadap kekerasan jamur merang

47

pasca thawing. Kekerasan jamur merang segar adalah yang paling disukai, dibandingkan dengan kekerasan jamur merang pasca thawing. Dari hasil analisis ragam pada Lampiran 6, dapat diketahui bahwa kekerasan jamur merang yang dibekukan berbeda nyata dengan kekerasan jamur merang segar, sedangkan kekerasan pada jamur merang yang dibekukan tidak berbeda nyata satu sama lain

dengan nilai „netral‟.

Tabel 17 Uji organoleptik kekerasan

Perlakuan Nilai Deskripsi Kesukaan

Thawing setelah pembekuan freezer 4.43a Netral

Thawing setelah pembekuan dry ice 4.13a Netral

Segar 5.38b Agak disukai

Kondisi ini menjelaskan bahwa walaupun kekerasan jamur merang segar paling disukai oleh panelis, namun kekerasan jamur merang yang sudah dibekukan dan di thawing masih dapat diterima oleh konsumen. Kekerasan merupakan salah satu parameter mutu yang penting, namun bukan yang utama bila akan melalui proses pengolahan, sehingga walaupun sudah terjadi perubahan tingkat kekerasan yang cukup tinggi, tapi masih dalam batas dapat diterima oleh konsumen.

Aroma

Aroma merupakan salah satu parameter mutu yang sangat penting bagi jamur merang. Jamur merang memiliki komponen aroma volatil berupa limonene, octa-1,5-dien-3-ol, 3-octanol,1-octen-3-ol, 1-octanol, and 2-octen-1-ol, dengan senyawa utama berupa 1-octen-3-ol, sebesar 71,6−83,1% (Mau et al, 1997). Aroma jamur merang sangat khas dan paling baik berada pada fase pemanjangan dan dewasa saat tudungnya sudah mekar. Hasil pengujian organoleptik aroma disajikan pada Tabel 18. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa aroma jamur merang yang paling disukai oleh konsumen adalah aroma jamur merang segar, sedangkan aroma jamur merang pada pembekuan menggunakan

freezer sudah tidak disukai oleh konsumen. Aroma jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice masih dapat diterima oleh konsumen, karena belum mencapai nilai 3,5. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 6, diketahui bahwa aroma jamur merang segar tidak berbeda nyata dengan aroma

48

jamur merang dengan perlakuan menggunakan dry ice. Sedangkan aroma jamur merang dengan perlakuan menggunakan freezer berbeda nyata dengan aroma jamur merang pada dua perlakuan lainnya.

Tabel 18 Hasil Uji Organoleptik Aroma Jamur Merang

Perlakuan Nilai Deskripsi Kesukaan

Thawing setelah pembekuan freezer 3.39a Agak tidak suka

Thawing setelah pembekuan dry ice 3.75b Agak tidak suka-netral Segar 3.86b Agak tidak suka-netral

Aroma jamur merang segar ataupun pasca thawing memiliki nilai di bawah netral, atau cenderung kurang disukai. Hal ini dapat disebabkan karena jamur merang memiliki aroma yang khas. Sebagian konsumen mencari aroma khas tersebut, namun ada pula yang kurang menyukai aroma tersebut.

Pembobotan Nilai Organoleptik

Pembobotan nilai organoleptik digunakan untuk melihat preferensi umum dari masing-masing parameter mutu, yaitu warna, kekerasan, dan aroma. Perhitungan nilai kepentingan dan pembobotan pada pengujian organoleptik dapat menyatakan perlakuan yang paling disukai oleh konsumen (Setyaningsih et al., 2010). Pada Tabel 19 disajikan dasar pertimbangan kepentingan dan nilai kepentingan dari pengujian organoleptik

Tabel 19 Penilaian kepentingan pada pengujian kesukaan

Parameter Dasar Pertimbangan kepentingan Nilai Warna berpengaruh terhadap kriteria mutu jamur merang Warna merupakan kesan pertama yang akan 5 Aroma Aroma merupakan parameter mutu yang cukup

penting karena dapat mengindikasikan kerusakan 3 Kekerasan Kekerasan akan diamati setelah warna dan aroma jamur merang 2

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa warna memiliki bobot paling tinggi karena dianggap merupakan faktor utama yang menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap jamur merang, kemudian dilanjutkan dengan parameter aroma. Bila pada kedua parameter tersebut tidak ditemukan penyimpangan mutu,

49

parameter kekerasan menjadi faktor penting berikutnya. Hasil perhitungan nilai kepentingan pembobotan disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 Nilai total pembobotan uji organoleptik

Parameter Preferensi Umum

Freezer Dry ice Segar

Warna 2.08 2.28 2.51

Kekerasan 1.30 1.24 1.61

Aroma 0.68 0.75 0.77

TOTAL 4.06 4.26 4.89

Tabel 20 menyatakan bahwa dari perhitungan preferensi umum dapat diketahui bahwa jamur merang pada pembekuan menggunakan dry ice lebih disukai daripada jamur merang pada pembekuan menggunakan freezer, walaupun jamur merang segar adalah yang paling disukai.

Histologi Jamur Merang

Pengamatan histologi jamur merang sangat berguna untuk mengamati stuktur jaringan jamur merang dan mempelajari pengaruh dari perlakuan pembekuan dan thawing, yang dapat merupakan penjelasan mengenai nilai-nilai yang didapatkan dari hasil pengukuran menggunakan instrumen. Hal yang paling penting dalam pengamatan menggunakan teknik mikroskopi adalah penyiapan sampel yang benar, sehingga akan menghasilkan suatu visual yang menggambarkan pengaruh pembekuan sebenarnya. Pengamatan histologi untuk jamur merang dilakukan setelah mencapai suhu -18˚C dan dilakukan thawing.

Dari hasil pengamatan jaringan jamur merang yang disajikan pada Gambar 24 dan 25, terlihat bahwa jaringan jamur merang segar penuh dan kompak dimana ruang intersel dan intrasel yang terlihat buram, karena terisi penuh oleh cairan.

50

Gambar 24 Histologi jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan (A) freezer, (B) dry ice dan (C) jamur merang segar

(A1) (A2)

(B1) (B2)

(C1) (C2)

Gambar 25 Histologi jamur merang pasca thawing pada pembekuan menggunakan (A) freezer, (B) dry ice dan (C) jamur merang segar di bagian (1) tepi dan (2) tengah

C B

51

Sedangkan pada jaringan jamur merang pasca thawing, terjadi perluasan pada ruang interselnya, membentuk rongga-rongga kosong di antara jaringan yang makin membesar dengan warnanya yang terlihat lebih jelas dan tajam. Kondisi ini dapat disebabkan karena hilangnya cairan interseluler dari jamur merang, hingga ikatan interselnya berkurang, dan membesar. Jaringan terlihat mengalami penyusutan sehingga terjadi penempelan sel dan menyisakan ruang-ruang interseluler yang sangat besar. Kehilangan cairan tersebut dapat disebabkan karena pada proses pembekuan, kristal es yang terbentuk di ruang interseluler memiliki tekanan uap air yang lebih rendah dibandingkan air di dalam sel, sehingga air dari dalam sel keluar untuk menuju ke kristal es yang sedang