• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

Gambar 4.1 di bawah ini menunjukkan hubungan antara asam lemak bebas

(FFA) terhadap pemakaian minyak goreng bekas (menggoreng tahu, tempe, ikan

basah dan ikan asin).

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 3 4

Banyak Pemakaian (n Kali)

A sam L emak B eb as ( %)

Gambar 4.1 Kurva Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Bekas

Dari Gambar 4.1 diatas dapat dilihat bahwa kadar asam lemak bebas (FFA)

tertinggi terjadi pada minyak goreng bekas 4 kali pemakaian sebesar 1,61% dan kadar

terendah terdapat pada minyak goreng bekas 2 kali pemakaian sebesar 1,06%.

Pada grafik diatas dapat dilihat, bahwa kadar asam lemak bebas perlakuan

kali pemakaian lebih besar kadar asam lemak bebasnya dibandingkan dengan minyak

goreng bekas 2 atau 3 kali pemakaian. Hal ini terjadi dikarenakan selama

penggorengan, minyak goreng bekas 4 kali pemakaian lebih sering mengalami

pemanasan dengan suhu berkisar 1700C dalam waktu 7 menit sehingga bau pada minyak goreng menjadi tengik dan terbentuknya gelembung - gelembung pada

penggorengan menandakan telah terjadinya proses oksidasi dengan tingkat tinggi

(lebih besar) yang mengandung asam lemak tidak jenuh rendah sehingga meghasilkan

banyak asam lemak bebas (FFA) yang ditandai dari rasa getir (rasa pahit, rasa kelat)

pada minyak goreng.

Menurut Ketaren (1986), selama penggorengan minyak goreng yang

mengalami pemanasan pada suhu 1700C - 2050C dalam waktu lama yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi menghasilkan

senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer. Oksidasi minyak

menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa

aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan senyawa polimer

selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi asam lemak tidak jenuh,

terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum (gelembung) di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1986).

Selain itu, minyak goreng mengandung karoten, tokoferol dan alkohol dalam

jumlah yang kecil. Senyawa ini dapat membuat kadar asam lemak bebas menjadi

tinggi jika terurai dan dapat mengganggu kesehatan, untuk mengurangkan senyawa -

Sebagian besar lemak dalam makanan dan minyak goreng berbentuk

trigliserida (asam palmitat/C16, asam oleat/C18F1 dan asam linoleat/C18F2), jika

terurai akan menjadi satu gliserol molekul dan tiga molekul asam lemak bebas yang

banyak maka asam lemak bebas yang dihasilkan akan tinggi (Morton danVarela,

1988).

Ketaren (1986) dan Susinggih (2005) menyatakan, pada proses netralisasi

asam lemak bebas direaksikan dengan NaOH seolah akan terbentuk sabun, namun

sabun yang terbentuk pada awal proses ini tidak dapat larut dalam minyak dan dapat

dipisahkan dengan cara sentrifusi. NaOH yang digunakan pada proses netralisai pada

umumnya NaOH dengan konsentrasi yang kecil (< 25%). Pemucatan yang baik

digunakan adalah karbon aktif dibandingkan dengan adsorben yang lain (bleaching eart) karena karbon aktif harganya lebih murah juga memiliki daya serap warna keruh yang tinggi (optimal) pada minyak goreng bekas sehingga minyak menjadi

lebih jernih dan dapat menghilangkan bau pada minyak goreng bekas.

Selain itu, pengolahan dengan karbon aktif dapat meningkatkan kualitas

minyak karena asam lemak bebasnya akan terserap oleh karbon aktif (Subagio, 1998).

Hubungan antara banyaknya pemakaian karbon aktif terhadap asam lemak

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 2 3 4

Banyak Pemakaian (n Kali)

A sam Lem ak B e bas ( % )

Karbon Aktif 240 mesh = 7.5% Karbon Aktif 240 mesh = 5% Karbon Aktif 280 mesh = 7.5% Karbon Aktif 280 mesh = 5%

Gambar 4.2 Kurva Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif

Pada penelitian ini, untuk menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak

goreng bekas dilakukan proses pemurnian dengan tahap penghilangan bumbu

(despicing), netralisasi, dan pemucatan (bleaching). Penghilangan bumbu bertujuan untuk mengurangkan kotoran-kotoran bumbu makanan yang dimasak terdapat di

dalam minyak goreng bekas dengan menyaringgnya pada kertas saring Whatman

nomor 42 kemudian tahap penetralisasian yang tujuan untuk menurunkan kadar asam

lemak bebas (FFA) pada minyak goreng bekas dengan mereaksikan minyak goreng

bekas tersebut dengan NaOH 15% dan tahap pemucatan (bleaching) dengan menggunakan karbon aktif 240 dan 280 mesh sebanyak 7,5 dan 5 % dari berat

minyak goreng yang digunakan.

Gambar 4.2 di atas setelah dilakukan proses pemurnian, terjadi penurunan

dengan menggunakan karbon aktif 240 mesh sebanyak 7,5% FFA = 0,11%, karbon

aktif 240 mesh sebanyak 5 % FFA = 0,15 %, karbon aktif 280 mesh sebanyak 7,5%

FFA = 0,16%, karbon aktif 280 mesh sebanyak 5 % FFA = 0,20 %.

Selain dengan menggunakan NaOH 15 % pada proses netralisasi, penggunaan

karbon aktif 240 mesh sebanayak 7,5 % dari berat minyak goreng bekas juga dapat

menurunkan kadar asam lemak bebas dan meningkatkan kualitas minyak karena

karbon aktif tersebut dapat menyerap trigliserida berupa asam palmitat/C16, asam

oleat/C18F1 dan asam linoleat/C18F2 yang terurai saat proses pemanasan minyak

goreng pada saat.

Minyak goreng bekas yang digunakan dengan pemakaian lebih sedikit yaitu 2

kali pemakaian mengalami proses oksidasi lebih kecil sehingga minyak goreng bekas

yang dimurnikan dengan NaOH 15% lebih mudah bekerja untuk menurunkan kadar

asam lemak bebas dibandingkan dengan minyak goreng bekas pemakaian 3 dan 4

kali.

Dari Gambar 4.2 di atas, hasil analisa asam lemak bebas minyak goreng hasil

pemurnian ini telah sesuai dengan syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan SNI

06-532-1994 bahwa untuk kadar asam lemak bebas (FFA) < 2,5% (pada Tabel 2.3).

Berdasarkan percobaan Cammarata dan Martin (1993), bahwa minyak goreng

hasil pemurnian yang mengandung kadar asam lemak bebas < 2,5% masih memiliki ±

25% gliserin berfungsi untuk melembabkan, melembutkan dan meminyaki kulit

sedangkan pada industri gliserinnya diambil untuk dijual terpisah karena harganya

lebih mahal.

Hasil minyak goreng bekas yang telah dimurnikan pada percobaan ini

memiliki kadar asam lemak bebas < 2,5% keseluruhannya dapat digunakan sebagai

bahan pembuatan sabun mandi padat melalui proses penyabunan dengan penambahan

NaOH sesuai dari pernyataan Cammarata dan Martin (1993), namun tidak semua

variabel konsentrasi (%) NaOH yang digunakan pada percobaan ini dapat

menghasilkan sabun mandi padat karena NaOH yang pada proses penyabunan tidak

semua terhidrolisis sempurna.

Dokumen terkait