PEMANFAATAN MINYAK GORENG BEKAS MENJADI
SABUN MANDI PADAT
T E S I S
Oleh
NUR ASYIAH DALIMUNTHE
067022008/TK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN MINYAK GORENG BEKAS MENJADI
SABUN MANDI PADAT
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Kimia
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
NUR ASYIAH DALIMUNTHE
067022008/TK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PEMANFAATAN MINYAK GORENG BEKAS MENJADI SABUN MANDI PADAT
Nama Mahasiswa : Nur Asyiah Dalimunthe Nomor Pokok : 067022008
Program Studi : Teknik Kimia
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Rumondang Bulan, MS) (Maulida, ST, M.Sc) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal : 02 Maret 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
K e t u a : Dr. Rumondang Bulan, MS A n g g o t a : 1. Maulida, ST, M.Sc
2. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia
ABSTRAK
Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, terutama di dalam rumah tangga. Konsumsi minyak goreng biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan pangan dan penambah cita rasa. Banyaknya penggunaan minyak goreng menyebabkan minyak goreng bekas dalam jumlah tinggi, menyadari adanya bahaya konsumsi minyak goreng bekas menyebabkan berbagai penyakit maka dilakukan upaya untuk memanfaatkannya agar tidak terbuang dan mencemari lingkungan dengan mengolahnya kembali baik sebagai media penggorengan ataupun sebagai bahan baku pembuatan sabun mandi padat.
Sampel yang digunakan adalah minyak goreng bekas menggoreng tahu, tempe, ikan basa dan ikan asin setelah pemakaian 2-4 kali penggorengan dari rumah tangga peneliti sendiri. Pemanfaatan minyak goreng bekas ini dilakukan dengan proses pemurnian yang terdiri dari tiga tahap yaitu proses penghilangan bumbu (despicing) kemudian minyak goreng bekas disaring dengan kertas saring Whatman nomor 42, kemudian penetralisasian dengan mereaksikan minyak goreng hasil
despicing dengan NaOH 15 % dan pemucatan dengan menggunakan karbon aktif 240 dan 280 mesh sebanyak 5 dan 7,5 % dari berat minyak goreng bekas yang digunakan. Minyak goreng hasil pemurnian tersebut digunakan untuk pembuatan sabun mandi padat yang melalui proses penyabunan dan dilakukan dengan dua variabel yaitu konsentrasi NaOH (%): 20, 30, 40, 50 dan temperatur proses (0C): 25, 35, 45, 55.
Minyak goreng bekas dan minyak goreng hasil pemurnian dilakukan analisa kadar asam lemak bebas (FFA) dengan metode OACS Ca 5a-40-1997, analisa bilangan iodin (IV) dengan metode OACS Cd 1-25-1993 dan pemeriksaan warna dengan metode OACS Lovibond Model F. Proses penyabunan dilakukan dengan metode OACS Cd 3b-76-200, bahan yang digunakan adalah minyak goreng hasil pemurnian, NaOH (%) : 20, 30, 40, 50, parfum non alkohol aroma apel (kadar alkohol 5 %) sebanyak 1 ml dan pewarna makanan apple green extra nomor 2093 (kadar warna 14 %) sebanyak 1 g.
Dari hasil penelitian, diperoleh hasil optimum terdapat pada minyak goreng bekas pemakaian 2 kali dengan menggunakan karbon aktif 240 mesh sebanyak 7,5 %. Untuk analisa minyak goreng hasil pemurnian diperoleh kadar FFA = 1,15 %, IV = 46,61 meq dan warna terdiri dari 3 pengamatan yaitu merah = 7,35; kuning = 61; biru = 0,30, telah memenuhi SNI 3741-1995 standar mutu minyak goreng untuk kadar FFA = max 0,3 %, IV = 45-51 meq dan warna berdasarkan standar mutu CPO di PT. Agro Jaya Perdana yaitu merah = 6 - 8; kuning = 55 - 65; biru = 0 (tidak ada). Analisa bilangan penyabunan diperoleh sebesar 201,63 dengan menggunakan NaOH 50% dan temperatur operasi 550C dan sesuai syarat mutu sabun mandi padat SNI 06-3532-1994 untuk bilangan penyabunan = 196-206.
ABSTRACT
Cooking oil represent one of very staple required by Indonesia society, especially within doors the doorstep. Consume cooking oil is generally used by a media fry substance of food and adder of goal feel. To the number of use of cooking oil cause high ex-cooking oil in number, realizing existence of danger consume used edible oil, cause various disease is hence conducted a effort to exploit in order to the castaway not and contaminate environment processedly return goodness as media of frying and or permanent upon which making of solid toilet soap.
Sampel used by ex-cooking oil fry soybean cake, tempe, briny fish, fresh fish and after usage 2-4 times the frying from home the researcher doorstep my self. This ex-cooking oil Exploiting conducted with purification process consisted by three phase that is process flavour omission (despicing) then cooking oil filtered with paper filter Whatman number 42, then netralisasi with reacting cooking oil result of despicing by NaOH 15% and bleaching by using active carbon 240 and 280 mesh as much 5 and 7,5 % from cooking oil weight used secondhand. Cooking oil result of the purification used for the solid toilet soap making which is through lathering process and conducted with two variable that is concentration NaOH (%): 20, 30, 40, 50 and the temperature process ( 0C): 25, 35, 45, 55.
Used edible oil and cooking oil result of purification conducted by a free fatty acid contents analysis (FFA) with method OACS Ca 5a-40-1997, iodine value analysis (IV) with method OACS Cd 1-25-1993 and the colour inspection with method OACS Lovibond Model F. Process lathering conducted with method OACS Cd 3b-76-200, substance used by cooking oil result of purification, NaOH (%) : 20, 30, 40, 50, perfume non alcohol aroma apple (alcohol rate 5 %) as much 1 ml, food apple green extra number colourant 2093 (colour rate 14 %) as much 1 g.
From research result, obtained by optimum result there are cooking oil is ex- usage 2 times by using active carbon 240 mesh as much 7,5 %. To analyse cooking oil result of purification obtained by FFA = 1,15 %, IV = 46,61 meq and colour consisted by 3 perception that is red = 7,35; yellow = 61; blue = 0,30, have fulfilled SNI 3741-1995 standard quality of cooking oil for rate FFA = max 0,3 %, IV = 45-51 meq and colour pursuant to standard quality of CPO in PT.Agro Jaya Perdana that is red = 6-8; yellow = 55-65; blue = 0 (there no). Analysis of Number of lathering obtained by equal to 201,63 by using Naoh 50% and the temperature operate for 550C and according to condition quality of solid toilet soap of SNI 06-3532-1994 for the lathering number = 196-206.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat yang
dikaruniakan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang
berjudul “Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi Padat“.
Tesis ini disusun setelah melalui konsultasi dengan dosen pembimbing Dr.
Rumondang Bulan, MS dan Maulida, ST, M.Sc.
Untuk itu kepada Bapak dan Ibu pembimbing, penulis menyampaikan rasa
terima kasih dan hormat yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan curahan ilmu
yang diberikan selama ini.
Selanjutnya disampaikan pula rasa terima kasih dan penghargaan kepada yang
terhormat :
1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara atas fasilitas dan kesempatan yang diberikan untuk mengikuti
Pendidikan Program Magister.
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan menjadi Mahasiswa Magister
Teknik Kimia pada Sekolah Pascasarjana.
3. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia sebagai Ketua Magister Teknik Kimia Sekolah
4. Dr. Rumondang Bulan, MS sebagai dosen pembimbing yang memberikan
sumbangsih ilmu dan arahan dalam penulisan tesis ini.
5. Maulida, ST, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang memberikan sumbangsih
ilmu dan arahan dalam penulisan tesis ini.
6. Para staff pengajar dan pegawai administrasi Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara Magister Teknik Kimia.
7. Kedua orang tua saya, Papa almarhum Drs. Porkas Nauli Dalimunthe dan Mama
Hj. Tetty Eriaty Nasution yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan
dan materi hingga selesainya penulisan tesis ini.
8. Aidil Syarif Dalimunthe, SE.Ak.; Sri Limbayung Dalimunthe, SE.; Erni Sahrina
Dalimunthe, SH.; Imran Rosadi Dalimunthe, Yusraini Batubara, SE dan Azmi
Akbar Nauli Dalimunthe yang telah memberikan kasih sayang, doa dan materi
hingga selesainya penulisan tesis ini.
9. Yudhi Wira Buana Nasution, ST yang telah mencurahkan kasih sayang,
dukungan dan bantuan hingga selesainya penulisan tesis ini.
Penulis menyadari dalam peulisan tesis ini masih banyak dijumpai
kekurangan dalam penulisannya, diharapkan kritik dan saran-saran yang sifatnya
membangun untuk menyempurnakan penulisan proposal penelitian ini.
Medan, Maret 2009
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Nur Asyiah Dalimunthe, SST
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 27 Juni 1980
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan : 1. SD Percobaan Negeri Medan, 1987 - 1993
2. SMP Negeri 6 Medan, 1993 - 1996
3. SMA Negeri 15 Medan, 1996 - 1999
5. Diploma IV Teknologi Kimia Industri Universitas
Sumatera Utara, 1999 - 2004
Anak ke : 2 (dua) dari 5 (lima) bersaudara
Orang Tua
Ayah : Almarhum Drs. Porkas Nauli Dalimunthe
Ibu : Hj. Tetty Eriaty Nasution
Saudara Kandung : 1. Aidil Syarif Dalimunthe, SE.Ak
2. Sri Limbayung Dalimunthe, SE
3. Erni Sahrina Dalimunthe, SH
4. Imran Rosadi Dalimunthe
Kakak Ipar : Yusraiani Batubara, SE
2.5.3 Pemucatan (Bleaching) ... 18
2.6 Karbon Aktif ... 18
2.7 Sabun Mandi Padat ... 20
2.8 Alasan Membuat Sabun Mandi Padat Sendiri ... 22
2.9 Sabun Mandi Padat Bertindak Membersihkan... 23
2.10 Penentuan Karakterisasi atau Mutu Sabun Mandi Padat ... 24
2.10.1 Penentuan Bilangan Penyabunan ... 24
3.2.3 Bahan-Bahan Analisa Pemeriksaan Minyak Goreng Bekas dan Minyak Goreng Hasil Pemurnian... 28
3.2.4 Bahan-Bahan Analisa Pemeriksaan Sabun Mandi Padat ... 29
3.2.5 Peralatan ... 29
3.2.6 Rancangan Percobaan Berdasarkan Variabel Bebas ... 30
3.3 Prosedur Penelitian ... 31
3.3.1 Analisa Minyak Goreng Bekas... 31
3.3.1.1 Proses Penghilangan Bumbu (Despicing) Minyak Goreng Bekas ... 31
3.3.1.2 Proses Netralisasi ... 31
3.3.1.1 Proses Pemucatan (Bleaching)... 31
3.3.2.1 Proses Pennyabunan(Susinggih, dkk, 2005) ... 32
3.3.1.2 Proses Uji Banyak Busa(Raskita, 2008) ... 33
3.4 Bagan Alir Penelitian ... 33
3.5 Analisa Minyak Goreng Bekas ... 37
3.5.1 Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Benas (FFA) ... 37
3.5.2 Pemeriksaan Iodine Value (IV)... 38
3.5.3 Pemeriksaan Warna (Colour)... 39
3.6 Analisa Pembuatan Sabun Mandi Padat ... 40
3.6.1 Pemeriksaan Bilangan Penyabunan ... 40
3.6.2Pemeriksaan Uji Banyak Busa ... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 42
4.1 Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) ... 42
4.2 Analisa Bilangan Iodin (IV) ... 47
4.3 Analisa Warna (Colour) ... 50
4.4 Analisa Bilangan Penyabunan (SV) ... 55
4.5 Analisa Banyak Busa... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 69
5.1 Kesimpulan ... 69
5.2 Saran... 70
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Standar Mutu Minyak Goreng ... 13
2.2 Komposisi Tahu dan Tempe ... 14
2.3 Syarat Mutu Sabun Mandi ... 21
3.1 Perlakuan Variabel Pemurnian Minyak Goreng Bekas ... 30
3.2 Perlakuan Variabel Bebas Sabun Mandi Padat... 30
4.1 Analisa Warna Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Bekas ... 51
4.2 Analisa Warna Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif 240 Mesh ... 53
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Reaksi Saponifikasi... 22
3.1 Diagram Alir Proses Penghilangan Bumbu (Despicing) Minyak Goreng Bekas... 33
3.2 Diagram Alir Netralisasi Minyak Goreng Hasil Penghilangan Bumbu (Despicing) ... 34
3.3 Diagram Alir Proses Pemucatan (Bleaching) ... 35
3.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Sabun Mandi Padat (Penyabunan)... 36
3.5 Diagram Alir Proses Uji Banyak Busa... 37
4.1 Kurva Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Bekas... 42
4.2 Kurva Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif... 45
4.3 Kurva Bilangan Iodin (IV) Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Bekas ... 47
4.4 Kurva Bilangan Iodin (IV) Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif... 48
4.5 Kurva Bilangan Penyabunan (SV) Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif 240 Mesh Sebanyak 7,5% dari Berat Minyak Goreng Bekas yang Digunakan ... 56
4.6 Kurva Bilangan Penyabunan (SV) Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif 240 Mesh Sebanyak 5% dari Berat Minyak Goreng Bekas yang Digunakan ... 57
4.7 Kurva Bilangan Penyabunan (SV) Terhadap Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif 280 Mesh Sebanyak 7,5% dari Berat Minyak Goreng Bekas yang Digunakan ... 58
4.8 Kurva Bilangan Penyabunan (SV) Terhadap Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif 280 Mesh Sebanyak 5% dari Berat Minyak Goreng Bekas yang Digunakan ... 59
4.10 Kurva Banyak Busa Hasil Penyabuanan Terhadap Minyak Goreng Hasil
Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif 240 Mesh Sebanyak 5% dari Berat Minyak Goreng Bekas yang Digunakan ... 64 4.11 Kurva Banyak Busa Hasil Penyabuanan Terhadap Minyak Goreng Hasil
Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif 280 Mesh Sebanyak 7,5% dari Berat Minyak Goreng Bekas yang Digunakan ... 66 4.12 Kurva Banyak Busa Hasil Penyabuanan Terhadap Pemakaian Minyak
Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif 240 Mesh Sebanyak 5% dari Berat Minyak Goreng Bekas yang Digunakan ... 67
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
A Prosedur Rembuatan Larutan ... 76
B Data Hasil Analisa... 79
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang
dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Minyak goreng adalah minyak nabati
yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Konsumsi minyak
goreng biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan pangan, penambah cita
rasa ataupun shortening yang membentuk tekstur pada pembuatan roti (Ketaren, 1986 dan Susinggih, dkk 2005).
Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, tidak merusak
flavour hasil gorengan, menghasilkan produk dengan tekstur dan rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah digunakan berulang-ulang, serta menghasilkan warna
keemasan pada produk (Ketaren, 1986). Sebanyak 49% dari total permintaan minyak
goreng adalah konsumsi rumah tangga dan sisanya untuk keperluan industri, maupun
restoran (Susinggih, dkk, 2005).
Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan, yaitu zat warna alamiah
dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna tersebut terdiri dari
Asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linolinat
terdapat dalam minyak goreng bekas merupakan trigliserida yang dapat digunakan
sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun mandi padat menggantikan asam
lemak bebas jenuh yang merupakan produk samping proses pengolahan minyak
goreng ( Djatmiko dan Widjaja, 1973; Ketaren, 1986).
Pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan industri, restoran, dan
usaha fastfood yang menyebabkan dihasilkannya minyak goreng bekas dalam jumlah yang cukup tinggi. Bahaya mengkonsumsi minyak goreng bekas dapat menimbulkan
penyakit yang membuat tubuh kita kurang sehat dan stamina menurun, namun apabila
minyak goreng bekas tersebut dibuang sangatlah tidak efesien dan mencemari
lingkungan. Karena itu minyak goreng bekas dapat dimanfaatkan menjadi produk
berbasis minyak seperti sabun mandi padat.
Sabun mandi merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak
dari minyak nabati atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atu cair, dan berbusa
digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi dan bahan lainnya
yang tidak membahayakan kesehatan.
Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuat kondisi basa yang biasa
digunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan kalium Hidroksida (KOH). Jika
basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi berupa sabun keras (padat),
Garam dari alkali asam lemak merupakan sabun dari reaksi saponifikasi
dengan cara lemak dipanaskan dengan Natrium Hidroksida (NaOH) sampai
terhidrolisis sempurna. Pada penelitian terdahulu, Susinggih dkk (2005), telah
berhasil membuat sabun Natrium Hidroksida dengan konsentrasi NaOH 32%, T =
350C dari minyak goreng bekas dengan menambahkan dekstrin 1% dan surfaktan 18% dari berat minyak goreng hasil pemurnian yang digunakan bertujuan untuk
menghasilkan busa yang lebih optimum (lebih banyak). Untuk proses pemurnian
minyak goreng bekas, dilakukan penetralisasian minyak goreng bekas dengan
mereaksikan NaOH 16% dan proses bleaching dengan menggunakan arang aktif buatan sendiri dari arang tempurung kelapa sebanyak 7% dari berat minyak goreng
yang digunakan.
Raskita (2008), telah melakukan penelitian pembuatan sabun Natrium
Polihidroksida Stearat, pada percobaannya melakukan uji banyak busa dengan
menggunakan alat shaker selama 30 detik dan 3 menit.
Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan proses yang sama pada
percobaan terdahulu, sampel minyak yang digunakan pada percobaan ini berupa
minyak goreng bekas (menggoreng tahu, tempe, ikan basa dan ikan asin dari rumah
tangga peneliti sendiri) setelah pemakaian 2 - 4 kali penggorengan tanpa penambahan
dekstrin dan surfaktan. Peneliti mencoba untuk memvariasikan konsentrasi NaOH
(%) dan temperatur proses (0C) yang digunakan, tujuannya untuk mengetahui variabel-variabel mana yang terbaik untuk proses pembuatan sabun mandi padat dan
tujuannya untuk mengetahui berapa banyak busa (ml) yang dihasilkan dari sabun
hasil saponifikasi. Untuk proses pemurnian minyak goreng bekas, dilakukan
penghilangan bumbu (despicing) dengan menggunakan alat kertas saring Whatman nomor 42, penetralisasian minyak goreng bekas dengan mereaksikan NaOH 15% dan
proses pemucatan (bleaching) dengan menggunakan karbon aktif 240 dan 280 mesh sebanyak 7,5% dan 5% dari berat minyak goreng bekas yang digunakan.
Menurut Cammarata dan Martin (1993), sabun buatan sendiri masih
mengandung ± 25% gliserin yang dapat melembabkan, melembutkan kulit dan
meminyaki sel-sel kulit. Selain itu, kualitas sabun mandi buatan sendiri dapat
melebihi sabun yang dibeli di supermaket, karena selain lebih murah sabun buatan
sendiri dapat dibuat sesuai keinginan, baik warna dan keharumnya.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
minyak goreng bekas mengggoreng tahu, tempe, ikan basah dan ikan asin dapat
dimurnikan dengan menggunakan karbon aktif dengan ukuran 240 mesh dan 280
mesh sebanyak 7% dan 5% dari berat minyak goreng bekas yang digunakan,
kemudian sejauh mana minyak hasil pemurnian ini dapat diolah menjadi sabun mandi
padat dengan mereaksikan NaOH. Dalam proses saponifikasi nantinya dapat
diketahui sejauh mana variasi konsentrasi (%) NaOH dan temperatur (0C) proses yang digunakan dapat menyabunkan minyak dan sejauh mana busa sabun yang dihasilkan
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui sejauh mana karbon aktif dengan ukuran 240 mesh dan
280 mesh sebanyak 5% dan 7,5% dari berat minyak goreng dapat menyerap
warna dari minyak goreng bekas mengggoreng tahu, tempe, ikan basah dan
ikan asin .
2. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi NaOH (%) : 20, 30, 40, 50,
dan temperatur proses (0C) : 25, 35, 45, 55 yang digunakan untuk proses penyabunan sehingga terbentuk sabun mandi padat.
3. Untuk mengetahui karakterisasi (mutu, bentuk sabun, banyak busa dan daya
cuci) sabun mandi padat yang terbuat dari minyak goreng bekas setelah
melalui proses pemurnian pada proses penyabunan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi limbah rumah tangga, berupa
minyak goreng bekas mengggoreng tahu, tempe, ikan basah dan ikan asin
yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun mandi padat.
2. Sebagai informasi bahwa sabun mandi padat yang dibuat pada percobaan ini
dari minyak goreng bekas setelah melalui proses pemurnian memiliki
karakterisasi (mutu, bentuk sabun, banyak busa dan daya cuci) berdasarkan
1.5 Lingkup Penelitian
Penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas menjadi sabun mandi padat ini
dilakukan di Laboratorium PT. Agro Jaya Perdana, bergerak dibidang pengolahan
Crude Palm Kernel Oil (CPKO), Jln. Yos Sudarso KM 15,5 Medan, dengan
bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan sabun mandi padat yaitu minyak goreng
bekas (mengggoreng tahu, tempe, ikan basah dan ikan asin dari rumah tangga peneliti
sendiri) setelah pemakaian 2-4 kali, NaOH dengan konsentrasi (%) : 20, 30, 40, 50.
Bahan untuk pemurnian minyak goreng bekas berupa NaOH 15%, karbon
aktif dengan ukuran 240 mesh dan 280 mesh sebanyak 5% da 7,5% dari berat
minyak goreng bekas yang digunakan, akuades, parfum non alkohol aroma apel
(kadar alkohol 5 %) sebanyak 1 ml dan pewarna makanan apple green extra nomor
2093 (kadar warna 14 %) sebanyak 1 g.
1.5.1 Variabel-variabel
A. Variabel Untuk Pemurnian Minyak Goreng Bekas:
1. Pemakaian minyak goreng bekas 2-4 kali
2. Ukuran karbon aktif (mesh) : 240 dan 280.
3. Berat karbon aktif (%) dari berat minyak goreng : 5 dan 7,5.
B. Variabel Untuk Pembuatan Sabun Mandi Padat:
1. Konsentrasi NaOH (% b/v) : 20 , 30 , 40 , 50.
1.5.2 Parameter
A. Analisa Minyak Goreng Bekas dan Minyak Goreng Hasil Pemurnian:
1. Kadar asam lemak bebas (FFA), menggunakan metode OACS Ca 5a-40,
1997.
2. Bilangan iodin, menggunakan metode OACS Cd 1-25, 1993.
3. Warna, menggunakan metode OACS Lovibond Model F, 2001.
B. Analisa Pembuatan Sabun Mandi Padat:
1. Uji bilangan penyabunan
2. Uji banyak busa
Dalam pelaksanaan penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas menjadi
sabun mandi padat parameter yang digunakan SNI - 06 - 3532 - 1994 syarat mutu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol, kedua istilah ini
berarti triester dari gliserol. Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu
lemak atau minyak, yang disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon
yang panjang dan tidak bercabang (Fessenden, 1994).
Menurut Ketaren (1986,) lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang
termasuk pada golongan lipid yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar misalnya kloroform
(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam
pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang
sama dengan pelarut tersebut.
Berdasarkan ikatan kimianya, lemak dalam minyak goreng dibagi dua yaitu
lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembagian jenuh dan tidak jenuh ini punya arti
penting karena akan berpengaruh terhadap efek peningkatkan kolesterol darah
(Djatmiko, 1973 dan Luciana, dkk, 2005).
Lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan kejenuhannya (ikatan
rangkap), yaitu:
Contohnya:
a. Asam butirat (CH3(CH2)2CO2H), bersumber dari lemak susu.
b. Asam palmitat (CH3(CH2)14CO2H), bersumber dari lemak hewani dan nabati.
c. Asam stearat (CH3(CH2)16CO2H), bersumber dari lemak hewani dan nabati.
2. Asam lemak tidak jenuh
Contohnya:
a. Asam palmitoleat (CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H), bersumber dari lemak
hewani dan nabati.
b. Asam oleat (CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H), bersumber dari lemak hewani
dan nabati.
c. Asam linoleat (CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H), bersumber
minyak nabati.
d. Asam linolenat (CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH (CH2) 7CO2H),
bersumber dari minyak biji rami.
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal
pada rantai hidrokarbonnya, mempunyai rantai zig - zag yang dapat cocok satu sama
lain sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi dan biasanya berwujud padat. Sedangkan
asam lemak tidak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan
dua tidak lazim, terutama terdapat pada minyak nabati, minyak ini disebut
poliunsaturat (trigliserida tidak jenuh ganda) cenderung berbentuk minyak (Djatmiko,
Widjaja, 1973 dan Fessenden, 1994).
Minyak goreng mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh.Asam lemak
jenuh yang ada pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam miristat, asam
palmitat, asam laurat, dan asam kaprat. Asam lemak tidak jenuh dalam minyak
goreng mengandung asam oleat dan asam linoleat (Soedarmo, 1985 dan Simson,
2007).
Jika menemukan istilah omega-3, omega-6, dan omega-9 pada kemasan atau
iklan minyak goreng, maka tak lain dan tak bukan adalah contoh dari lemak takjenuh.
Berbeda dengan lemak jenuh yang dapat meningkatkan kadar kolesterol, lemak tidak
jenuh justru diyakini bisa menurunkan kolesterol.
Lemak tidak jenuh banyak dijumpai di dalam minyak goreng yang berasal
dari biji zaitun, kacang, jagung, wijen, bunga matahari dan kedelai. Adapun minyak
sawit yang merupakan bahan dasar utama minyak goreng yang saat ini banyak
beredar mengandung lemak tidak jenuh hampir sama dengan kandungan lemak
jenuhnya, dengan kata lain bukan termasuk minyak goreng tak sehat seperti yang
diyakini sebagian orang (Soedarmo, 1985).
Sayangnya, manfaat lemak tidak jenuh sebagai penurun kolesterol akan
berkurang meskipun tidak seluruhnya jika digunakan untuk menggoreng (suhu pada
Menurut Luciana (2005), minyak goreng agar tidak kehilangan manfaatnya
sebagai penurun kolesterol dapat digunakan sebagai salad dressing. Karena tidak melibatkan proses pemanasan tinggi, maka manfaatnya sebagai penurun kolesterol
tidak hilang. Contoh penggunaan lain yang suhunya relatif tidak setinggi
penggorengan adalah sebagai minyak tumis.
Lemak dan minyak merupakan senyawaan organik yang penting bagi
kehidupan makhluk hidup. Adapun fungsi lemak dan minyak ini antara lain:
a. Memberikan rasa gurih dan aroma yang spesifik (bau yang khas).
b. Sumber energi yang efektif dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, karena
lemak dan minyak jika dioksidasi secara sempurna akan menghasilkan 9
kalori/liter gram lemak atau minyak. Sedangkan protein dan karbohidrat hanya
menghasilkan 4 kalori tiap 1 gram protein atau karbohidrat.
c. Karena titik didih minyak yang tinggi, maka minyak biasanya digunakan untuk
menggoreng makanan di mana bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian
besar air yang dikandungnya atau menjadi kering.
d. Memberikan konsistensi empuk, halus dan berlapis - lapis dalam pembuatan roti.
e. Memberikan tekstur yang lembut dan lunak dalam pembuatan es krim.
f. Minyak nabati adalah bahan utama pembuatan margarine.
g. Lemak hewani adalah bahan utama pembuatan susu dan mentega.
h. Mencegah timbulnya penyumbatan pembuluh darah yaitu pada asam lemak
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan
gliserol. Aasam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam
linolinat terdapat dalam minyak goreng bekas merupakan trigliserida yang dapat
digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan sabun mandi padat menggantikan
asam lemak bebas jenuh yang merupakan produk samping proses pengolahan minyak
goreng ( Djatmiko, 1973 dan Ketaren, 1986).
Masing-masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan
rantai karbon panjang antara C12 (asam laurat) hingga C18 (asam stearat) yang
mengandung lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran
trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium
hidroksida membebaskan gliserol (Ketaren, 1986).
2.2 Kandungan Minyak Goreng
Di balik warnanya yang bening kekuningan, minyak goreng merupakan
campuran dari berbagai senyawa. Komposisi terbanyak dari minyak goreng yang
mencapai hampir 100% adalah lemak (Luciana 2005).
Sebagian besar lemak dalam makanan (termasuk minyak goreng) berbentuk
trigliserida. Jika terurai, trigliserida akan berubah menjadi satu molekul gliserol dan
tiga molekul asam lemak bebas. Semakin banyak trigliserida yang terurai semakin
banyak asam lemak bebas yang dihasilkan (Morton danVarela, 1988). Oleh proses
oksidasi lebih lanjut, asam lemak bebas ini akan menyebabkan lemak atau minyak
memperlambat oksidasi yang menyebabkan bau tengik ini, minyak goreng ditambah
dengan vitamin A, C, D, atau E (Luciana, 2005).
Di samping lemak, minyak goreng juga mengandung senyawa-senyawa lain
seperti beta karoten, vitamin E, lesitin, sterol, asam lemak bebas, bahkan juga
karbohidrat dan protein. Namun semua senyawa itu hanya terdapat dalam jumlah
yang sangat kecil (Luciana, 2005; Morton danVarela, 1988).
Tabel : 2.1 Standar mutu minyak goreng
No Kriteria Uji Persyaratan
1 Bau Normal
2 Rasa Normal
3 Warna Muda jernih
4 Cita Rasa Hambar
5 Kadar Air Max 0,3 %
6 Asam Lemak Bebas Max 0,3 %
7 Titik Asap Max 2000
8 Bilangan iodium 45 – 51
(Sumber : SNI 3741- 1995 Standar Mutu Minyak Goreng)
2.3 Jenis Bahan Pangan yang Digoreng
Tahu dan tempe adalah makanan sehari hari di Indonesia baik sebagai
lauk-pauk ataupun sebagai makanan sambilan. Tahu dan tempe adalah makanan yang
bergizi, berprotein tinggi dan mudah dicerna dalam tubuh (Rona, 1992).
Jika bahan yang digoreng berupa tahu dan tempe maka kulit bagian luar akan
mengkerut. Kulit atau kerak tersebut dihasilkan akibat proses dehidrasi bagian luar
lemak sehingga merupakan air yang terdapat pada bagian luar bahan. Pada kadar air
35 atau kurang akan terbentuk kerak dan bahan pangan akan menjadi masak (Ketaren,
1986).
Tabel 2.2 Komposisi tahu dan tempe
No Komponen Didalam 100 g tahu Didalam 100 g tempe
1 Energi 72 kalori -
2 Air 84,9% 64%
3 Protein 7,8% 18,3%
4 Lemak 2,3% 4,0%
5 Serat - -
6 Abu 0,7% -
7 Vitamin 0,1% 50%
8 Karbohidrat - 12,7%
(Sumber : Depkes, 1994)
2.4 Bahaya Minyak Goreng Bekas
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada suhu
tinggi 1700C-1800C dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghasilkan
senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang merugikan
kesehatan manusia. Proses-proses tersebut menyebabkan minyak mengalami
kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik, sedangkan
kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan iodin
(IV ), timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa, adanya kotoran dari bumbu
Penggunaan minyak berkali-kali dengan suhu penggorengan yang cukup
tinggi akan mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan
meningkatkan warna coklat serta flavour yang tidak disukai pada bahan makanan yang digoreng. Kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan
akan menurunkan nilai gizi dan mutu bahan yang digoreng. Namun jika minyak
goreng bekas tersebut dibuang selain tidak ekonomis juga akan mencemari
lingkungan (Ketaren, 1986 dan Susinggih, dkk, 2005).
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan
yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan
menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak,
serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam
minyak. Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon,
alkohol, lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir.
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi
polimerisasi, adisi dari asam lemak tidakjenuh. Hal ini terbukti dengan
terbentuknya bahan menyerupai gum (gelembong) yang mengendap di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1986).
Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorbsi dan masuk ke bagian
luar bahan yang digoreng dan mengisi ruangan kosong yang semula diisi oleh air,
hasil penggorengan biasanya mengandung 5%-40% minyak. Konsumsi minyak yang
pembuluh darah (Artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna lemak (Luciana, 2005 dan Nur, 2008).
Berdasarkan penelitian sebelumnya disebutkan kemungkinan adanya senyawa
carcinogenic dalam minyak yang dipanaskan, dibuktikan dari bahan pangan berlemak teroksidasi yang dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker hati. Selain itu selama
penggorengan juga akan terbentuk senyawa Acrolein yang bersifat racun dan menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan (Luciana, 2005 dan Ratu, 2008).
Bahan pangan yang digoreng dengan menggunakan minyak yang telah rusak
akan mempunyai tekstur dan penampakan yang kurang menarik serta cita rasa dan
bau yang kurang enak (Ketaren, 1986 dan Ratu, 2008).
Sehubungan dengan banyaknya minyak goreng bekas dari sisa industri
maupun rumah tangga dalam jumlah tinggi dan menyadari adanya bahaya konsumsi
minyak goreng bekas, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk memanfaatkan
minyak goreng bekas tersebut agar tidak terbuang dan mencemari lingkungan.
Pemanfaatan minyak goreng bekas ini dapat dilakukan pemurnian agar dapat
digunakan kembali sebagai media penggorengan atau digunakan sebagai bahan baku
produk berbasis minyak seperti sabun (Susinggih, dkk, 2005).
2.5 Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng
bekas, yang hasilnya dapat digunakan sebagai minyak goreng kembali atau sebagai
bahan baku produk untuk pembuatan sabun mandi padat. Tujuan utama pemurnian
kurang menarik dan memperpanjang daya simpan sebelum digunakan kembali
(Susinggih, dkk, 2005).
Pemurnian minyak goreng ini meliputi 3 tahap proses yaitu :
1. Penghilangan bumbu (despicing) 2. Netralisasi
3. Pemucatan (bleaching)
2.5.1 Penghilangan Bumbu (Despicing)
Penghilangan bumbu (despicing) merupakan proses pengendapan dan pemisahan kotoran akibat bumbu dan kotoran dari bahan pangan yang bertujuan
menghilangkan partikel halus tersuspensi atau berbentuk koloid seperti protein,
karbohidrat, garam, gula, dan bumbu rempah-rempah yang digunakan menggoreng
bahan pangan. Alat yang digunakan untuk proses penghilangan bumbu (despicing) pada percobaan ini adalah kertas saring.
2.5.2 Netralisasi
Netralisasi merupakan proses untuk menurunkan nilai asam lemak bebas
(FFA) dari minyak goreng bekas dengan mereaksikan asam lemak bebas (FFA)
tersebut dengan larutan basa. Sabun yang terbentuk pada awal proses netralisasi tidak
dapat larut dalam minyak dan dapat dipisahkan dengan cara sentrifusi. Selain itu
proses netralisasi juga untuk menghilangkan bahan penyebab warna gelap, sehingga
minyak menjadi lebih jernih. Bahan yang digunakan untuk proses penetralisasian
2.5.3 Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan (bleaching) adalah usaha untuk menghilangkan zat warna alami dan zat warna lain yang merupakan degradasi zat alamiah, pengaruh logam dan warna
akibat oksidasi (Ketaren, 1986 dan Susinggih, dkk, 2005). Pada percobaan ini karbon
aktif yang digunakan berukuran 240 mesh dan 280 mesh sebanyak 5 % dan 7,5 %
dari berat minyak goreng bekas yang digunakan.
2.6 Karbon Aktif
Karbon aktif adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil
pembakaran bahan yang mengandung karbon merupakan suatu bentuk arang yang
telah melalui aktivasi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia
sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih
tinggi terhadap zat warna dan bau. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif
dapat direaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk
sekali pakai ( Ketaren, 1986 dan Wahyu, 2008).
Adsorpsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap ke
dalam struktur suatu media seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media
tersebut, proses ini dijumpai terutama dalam media karbon aktif ( Ketaren, 1986).
Tempurung kelapa adalah salah satu bahan karbon aktif yang kualitasnya cukup baik
dijadikan karbon aktif.
Karbon aktif yang berasal dari serbuk gergaji dan lignite mempunyai struktur
yang rapuh dan berbentuk bubuk. Sedangkan karbon aktif yang berbentuk granule,
kelapa (Ketaren, 1986). Arang aktif yang merupakan adsorpsi suatu padatan berpori,
yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berikatan
secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain
komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting
berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif
mengakibatkan luas permukaan semakin besar, dengan demikian kecepatan adsorpsi
bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dapat digunakan arang aktif
yang telah dihaluskan dan sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serapnya
(Ketaren, 1986 dan Mediawiki, 2001).
Karbon aktif mengandung 5%-15% air, 2%-3% abu dan sisanya terdiri dari
karbon. Bahan baku karbon aktif dapat berasal dari bahan nabati atau turunannya dan
bahan hewani. Diantaranya adalah tempurung kelapa, serbuk gergaji, ampas tebu dan
bahan-bahan lain yang mengandung karbon.
Mutu karbon aktif yang dihasilkan dari tempurung kelapa mempunyai daya
serap tinggi, karena arang ini berpori - pori dengan diameter yang kecil, sehingga
mempunyai internal yang luas. Luas permukaan arang adalah 2 x 104 cm2 / g, tetapi sesudah pengaktifan dengan bahan kimia mempunyai luas sebesar 5 x 106 sampai 1,5
x 107 cm2 / g (Hasanudin, 2008 dan Ketaren, 1986).
Menurut Susinggih, dkk (2005); Veronica dan Yuliana (2008), bahwa
adsorben atau bahan penyerap berupa karbon aktif yang digunakan dapat
meningkatkan kembali mutu minyak goreng bekas, dimana karbon aktif akan
pelarutan yang terbaik adalah dengan menambahkan adsorben berupa karbon aktif
sebanyak 10% dari bahan minyak goreng bekas yang digunakan. Adsorben dilarutkan
dalam minyak selama 1-1,5 jam pada suhu 1500C, kemudian minyak disaring.
Keuntungan penggunaan karbon aktif sebagai bahan pemucat minyak goreng
bekas karena lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan adsorben lain
(bleaching earth, zeolit), sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah yang kecil (Ketaren, 1986 dan Tini 1994).
2.7 Sabun Mandi Padat
Sabun merupakan garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam -
asam lemak, terutama mengandung garam C16 (asam palmitat) dan C18(asam stearat)
namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah
(Fessenden, 1994 dan Ketaren, 1986).
Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dalam NaOH (minyak dipanaskan dengan NaOH) sampai
terhidrolisis sempurna. Asam lemak yang berikatan dengan natrium ini dinamakan
sabun. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol, selain C12 dan C16, sabun juga
disusun oleh gugus asam karboksilat (Ketaren 1986).
Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari
komponen asam-asam lemak yang digunakan yang sesuai dalam pembuatan sabun
dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang
pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk
sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa.
Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan SNI 06 - 3532 - 1994 dapat di lihat
pada Tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3 Syarat Mutu Sabun Mandi
No Uraian Tipe I
- dihitung sebagai KOH (%)
Asam lemak bebas atau
lemak netral ( %)
Keterangan Tabel 2.3 :
Tipe I (sabun padat) dengan menggunakan NaOH
Tipe II (sabun cair) dengan menggunakan KOH
Sumber lemak dan minyak yang digunakan sebagai bahan dasar sabun dapat
berasal dari hewani (lemak babi dan lemak sapi) maupun dari nabati (tumbuhan
kelapa, palem dan minyak zaitun). Alkali yang digunakan pada percobaan ini adalah
larutan NaOH yang dapat membuat sabun menjadi padat, sedangkan alkali yang
Sabun mandi bisa ditambah dengan susu, madu, parfum dan berbagai jenis
filler yang lain tergantung tujuan. Sabun untuk mencuci merupakan sabun yang
sedikit larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut lemak, seperti gasoline, eter
dan benzena (Fessenden, 1994 dan Ida, 2005).
Terlalu besar bagian asam-asam lemak tidak jenuh menghasilkan sabun yang
mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan-alasan di atas, faktor ekonomis, dan
daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dapat dibuat menjadi sabun terbatas
(Ketaren, 1986 dan Parasuram, 1995).
Reaksi saponifikasi dan struktur dasar senyawa sabun yang dihasilkan dapat
dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini (Fessenden, 1994 dan Ketaren, 1986).
O
Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi
2.8 Alasan Membuat Sabun Mandi Padat Sendiri
Sabun buatan sendiri bukan hanya membersihkan, tetapi juga mengandung ±
kulit juga. Sabun buatan sendiri lebih lembut dari sabun buatan industri, kerana
mengandung gliserin sedangkan di industri gliserinnya diambil untuk dijual terpisah
karena harganya lebih mahal (Cammarata dan Martin, 1993).
Selain itu, kualitas sabun mandi buatan sendiri dapat melebihi sabun yang
dibeli di supermaket, karena selain lebih murah sabun buatan sendiri dapat dibuat
sesuai keinginan, baik warna dan harumnya atau dibiarkan apa adanya. Untuk
pewarna dapat digunakan pewarna makanan atau buah-buahan dan parfum non
alkohol. Pada Proses penambahan pewarna dan pewangi dapat dilakukan pada saat
sabun mencapai light trace (adonan sabun berbentuk seperti fla).
Sabun mandi padat buatan sendiri memang menghasilkan buih atau
gelembung busa yang banyak. Formula soda ash atau detergen memang diakui andal
membersihkan kotoran di kulit tubuh. Namun, jika digunakan di muka, minyak alami
wajah akan ikut tanggal dan hal ini bisa mempercepat garis dan kerut muncul ke
permukaan lebih cepat (Hanetz, 2002).
2.9Sabun Mandi Padat Bertindak Membersihkan
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau
lemak. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan
bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat
Setiap molekul sabun memiliki gugus hidrofil dan hidrofob ditulis sebagai
RCOONa+. Bagian yang berperan aktif dalam sifat deterjennya (busa) ialah RCOO-. Fungsi dari sabun ialah sebagai pembersih untuk menghilangkan kotoran dari kulit
(Parasuram, 1995).
Sabun yang dilarutkan dalam air akan terurai kepada ion-ionnya, hal ini
menyebabkan tegangan permukaan air akan dikurangkan. Permukaan yang hendak
dibersihkan dapat dibasahi oleh air dengan lebih dulu. Buih air sabun akan membantu
mengapungkan kotoran dalam air, selain itu struktur sabun terdiri dari bahagian
hidrokarbon yang hanya larut dalam minyak akan mengepung kotoran berminyak dan
ion yang hanya larut dalam air dimana kotoran berminyak yang dikepung oleh ion
sabun itu akan terlepas dari permukaan yang dibersihkan dan tersebar di dalam air
(Djatmiko dan Widjaja, 1984).
2.10 Penentuan Karakterisasi atau Mutu Sabun Mandi Padat 2.10.1 Penentuan Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul
minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C
pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka
penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar
mempunyai angka penyabunan relatif kecil. Bilangan penyabunan = angka
penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya (mg) NaOH yang dibutuhkan untuk
berfungsi untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisa dan mempermudah reaksi
dengan basa sehingga terbentuk sabun (Ketaren, 1986 dan PT. Agro, 2007).
2.10.2 Penentuan Jumlah Busa
Tujuan proses jumlah busa pada sabun mandi padat untuk mengetahui
seberapa banyak busa yang dihasilkan dari larutan sabun yang beberapa menit.
Analisa ini dilakukan untuk sabun dibuat dari proses penyabunan yang dikocok
dengan alat shaker dalam natrium hidroksida campuran dari minyak goreng bekas
yang telah dimurnikan dengan proses bleaching. Larutan sabun yang dibuat dari proses penyabunan dimasukkan kedalam gelas ukur ditutup dengan plastik dan karet,
lalu di kocok dengan alat shaker untuk menghasilkan busa dari larutan sabun yang
dibuat dari proses penyabunan (Raskita, 2008).
2.11 Penentuan Sifat Minyak dan Lemak
2.11.1 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH yang diperlukan
untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau
lebih. Angka asam yang besar menujukkan asam lemak bebas yang besar yang
berasal dari hidrolisa minyak atau karena proses pengolahan yang kurang baik,
semakin tinggi angka asam semakin rendah kualitasnya.
2.11.2 Penentuan Iodine Value (IV)
dan minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk
senyawaan yang jenuh. Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan
rangkap. Angka iod dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang diikat oleh 100
gram minyak atau lebih.
2.11.3 Penentuan Warna (Colour)
Tujuan penentuna warna minyak goreng bekas adalah untuk mengetahui
warna minyak dari minyak goreng bekas dengan menggunakan alat Lovibond
Tintometer Model F yang terdiri dari gelas-gelas berwarna 3 bagian yaitu warna
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas menjadi sabun mandi padat
dilakukan di laboratorium PT. Agro Jaya Perdana, pengolahan Crude Palm Kernel Oil, Jln. Yos Sudarso KM 15,5 Medan. Penelitian ini dikerjakan selama ± 3 bulan.
3.2 Bahan dan Peralatan
3.2.1 Bahan-Bahan Pemurnian Minyak Goreng Bekas
1. Minyak goreng bekas
2. NaOH (15 %)
3. Akuades
4. Karbon aktif 240 mesh dan 280 mesh sebanyak 5 % dan 7,5 % dari berat
minyak goreng bekas yang digunakan.
3.2.2 Bahan-Bahan Pembuatan Sabun Mandi Padat
1. Minyak goreng hasil pemurnian
2. Natrium Hidroksida dengan konsentrasi NaOH (%) : 20, 30, 40, 50
6. Parfum non alkohol apel (kadar alkohol 5 %) sebanyak 1 ml.
5. Pewarna makanan apple green extra nomor 2093 (kadar warna 14 %)
sebanyak 1 g.
3.2.3 Bahan-Bahan Analisa Pemeriksaan Minyak Goreng Bekas dan Minyak Goreng Hasil Pemurnian
1. Bahan Analisa Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
Minyak goreng bekas rumah tangga (bekas menggoreng tahu, tempe, ikan
basah dan ikan asin) dan minyak goreng hasil pemurnian, Alkohol 96%
yang telah dinetralkan dengan NaOH, indikator Fenoftalein, NaOH 0,1 N.
2. Bahan Analisa Pemeriksaan Iodine Value (IV)
Minyak goreng bekas rumah tangga (bekas menggoreng tahu, tempe, ikan
basah dan ikan asin) dan minyak goreng hasil pemurnian, Sikloheksan,
Asam Asetik, Wijs Solution, Iodin 0.1 N, Akuades, Natrium Tiosulfat 0.1 N,
larutan indikator Amilum (tepung kanji).
2. Bahan Pemeriksaan Warna
Minyak goreng bekas rumah tangga (bekas menggoreng tahu, tempe, ikan
3.2.4 Bahan-Bahan Analisa Pemeriksaan Sabun Mandi Padat
1. Bahan Pemeriksaan Angka Penyabunan
Minyak goreng hasil pemurnian, NaOH-Alkohol 0,5 N, indikator
Fenoftalein, larutan HCl 0,5 N.
2. Bahan Pemeriksaan Banyak Busa
Larutan sabun (penyabunan).
3.2.5 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat-alat
yang umum digunakan: Buret, Gelas Ukur, Desikator, Hot Plate, Labu Erlenmeyer,
Mixer, Termometer, alat Titrasi, cetakan sabun, Oven, Lovibon Model F dan alat
Shaker.
• Neraca analitik untuk menimbang berbagai senyawa dalam penelitian ini.
• Oven digunakan untuk mengeringkan bahan dan alat yang akan digunakan.
• Hot plate digunakan untuk memanaskan larutan berdasarkan suhu yang telah
ditetapkan pada penelitian ini.
• Kertas saring Whatman nomor 42 digunakan untuk menyaring kotoran dari
minyak goreng bekas dan endapan hasil proses pemurnian.
• Alat titrasi untuk proses analisa minyak goreng bekas dan minyak goreng hasil
• Lovibond Model F digunakan untuk mengetahui warna minyak goreng bekas dan
minyak goreng hasil pemurnian.
• Alat sheker 200 rpm digunakan untuk memanaskan larutan sabun (penyabunan)
pada proses pengujian kekuatan dan stabilitas busa.
3.2.6 Rancangan Percobaan Berdasarkan Variabel Bebas
Tabel 3.1 Perlakuan Variabel Pemurnian Minyak Goreng Bekas
Perlakuan Variabel Bebas
Ukuran karbon aktif (mesh) 240 280
Berat karbon aktif dari berat minyak goreng (%) 5 7,5
Pemakaian minyak goreng bekas (n kali) 2, 3, 4
Tabel 3.2 Perlakuan Variabel Bebas Sabun Mandi Padat
Perlakuan Variabel Bebas
Konsentrasi NaOH (%B/V) 20 30 40 50
Temperatur proses (0C) 25 35 45 55
3.3Prosedur Penelitian
3.3.1 Pemurnian Minyak Goreng Bekas
3.3.1.1 Proses Penghilangan Bumbu (Despicing) Minyak Goreng Bekas
a. Ditimbang 100 g minyak goreng bekas yang akan dimurnikan kemudian
b. Dipisahkan minyak dari kotorannya dengan menggunakan kertas saring
Whatman nomor 42.
3.3.1.2 Proses Netralisasi
a. Larutan NaOH 15% dibuat (15 g NaOH dilarutkan di dalam 100 ml air).
b. Minyak goreng hasil penghilangan bumbu (despicing) dipanaskan pada suhu ± 400C (hangat-hangat kuku), dimasukkan larutan NaOH 15% dengan komposisi minyak : NaOH = 100 g minyak : 5 ml NaOH.
c. Campuran diaduk dengan Mixer selama 10 menit, kemudian disaring
dengan kertas saring Whatman nomor 42 untuk memisahkan kotoran.
3.3.1.3 Proses Pemucatan (Bleaching)
a. Dipanaskan minyak goreng hasil netralisasi sampai suhu 700C.
b. Karbon aktif 240 mesh atau 280 mesh sebanyak 7,5 % dan 5% dari 100 g
minyak goreng hasil netralisasi dimasukkan ke dalam larutan minyak
goreng hasil netralisasi.
c. Larutan diaduk dengan Mixer selama 60 menit dan dipanaskan pada suhu
1500C.
d. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman nomor 42 untuk
memisahkan kotoran. Minyak goreng pemurniansiap digunakan.
3.3.2 Proses Pembutan Sabun Mandi Padat 3.3.2.1 Proses Penyabunan (Susinggih, dkk, 2005)
a. Dibuat larutan NaOH dengan konsentrasi (%) : 20, 30, 40, 50.
b. Minyak goreng hasil pemurniandipanaskan pada suhu proses (0C) : 25, 35, 45, 55.
c. Larutan NaOH dengan konsentrasi (%) : 20, 30, 40, 50 dipanaskan
masing-masing pada suhu proses (0C): 25, 35, 45, 55 kemudian dimasukkan dengan komposisi minyak : NaOH = 1 : 0,5 (100 g minyak : 50 ml NaOH).
d. Campuran diaduk dengan Mixer selama 45 menit.
e. Parfum non alkohol apel (kadar alkohol 5 %) dimasukkan (1 ml parfum per
100 g minyak ) dan pewarna makanan apple green extra nomor 2093
(kadar warna 14 %) (1 g pewarna makanan per 100 g minyak) ke dalam
campuran dan diaduk dengan mixer selama 5 menit.
f. Larutan sabun yang telah mengental dimasukkan ke dalam cetakan sabun
dan tutup dengan plastik dan dibiarkan selama sehari agar menjadi padat.
3.3.2.2 Proses Uji Banyak Busa (Raskita, 2008)
a. Sebanyak 50 ml larutan sabun (penyabunan) dimasukkan kedalam gelas
b. Larutan diaduk selama 30 detik dan 60 detik dengan menggunakan alat
Shaker 200 rpm.
c. Volume busa dicatat setelah 30 detik (VO) dan 60 detik (VS). 3.4 Bagan Alir Penelitian
Minyak goreng bekas
Pemisahan
(kertas saring Whatman nomor 42)
Minyak goreng hasil penghilangan bumbu (despicing)
Minyak goreng hasil penghilangan bumbu (despicing)
Pemanasan (±400C)
Larutan NaOH 15 % (minyak:NaOH = 100g:5 ml)
Pengadukan dengan mixer (10 menit)
Filtrasi
Minyak goreng hasil netralisasi
Minyak goreng hasil netralisasi
Karbon aktif 240 & 280 mesh (7,5 & 5 % berat minyak)
Filtrasi
Pengadukan (60 menit) dan dipanaskan (± 1500C)
Pemanasan (± 700C)
Residu adsorben dan kotoran Minyak goreng jernih
(minyak goreng hasil pemucatan / bleaching)
Minyak goreng hasil penjernihan (pemucatan / bleaching)
Parfum non alkohol (minyak:parfum=100g:1mL)
dan pewarna makanan
Sabun kental Penyabunan (45 menit) Larutan NaOH (%) :
20, 30, 40, 50
Pemanasan (0C) : 25, 35, 45, 55.
Pengadukan (5 menit)
Pencetakan (1 hari)
Sabun padat
50 ml larutan sabun (penyabunan) dimasukkan kedalam gelas ukur 250 ml
(ditutup dengan plastik dan karet)
Diaduk ± 30 detik dan 60 detik dengan alat shaker 200 rpm
Volume busa dicatat setelah 30 detik dan 60 detik
Gambar 3.5 Diagram Alir Proses Uji Banyak Busa 3.5Analisa Minyak Goreng Bekas
3.5.1 Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
Bilangan Asam Lemak Bebas (FFA) dilakukan dengan metode OACS Ca
5a-40-1997.
a. Ditimbang minyak goreng bekas dan minyak goreng hasil pemurnian
masing - maing sebanyak 2 g didalam Labu Erlenmeyer 250 ml.
b. Ditambahkan Alkohol 96% sebanyak 25 ml (yang telah dinetralkan dengan
c. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N tetes demi tetes melalui buret hingga muncul
warna merah jambu, yang tidak akan berubah selama 15 detik.
Hasilnya dihitung dengan rumus :
Kadar asam lemak bebas (% FFA)
=
3.5.2 Pemeriksaan Iodine Value (IV)
Bilangan iodin (IV) dilakukan dengan metode OACS Cd 1 – 25 -1993.
a. Ditimbang minyak goreng bekas dan minyak goreng hasil pemurnian
sebanyak ± 1 g di dalam labu erlenmeyer ukuran 500 ml.
b. Ditambahkan pelarut campuran Asam Asetat - Sikloheksan (1:1) sebanyak
15 ml dan ditambahkan Wijs Solution 12,5 ml, kemudian disimpan di dalam
ruang gelap selama ± 60 menit.
c. Kemudian ditambahkan larutan Iodin 0,10 N sebanyak 10 ml dan
ditambahkan juga 100 ml Akuades, kemudian dititrasi dengan larutan
standard Natrium Thiosulfat 0,1 N hingga warna kuning hampir hilang.
d. Ditambahkan sebanyak 1 ml indikator Amilum (tepung kanji) sehingga
larutan berubah menjadi biru kehitaman, kemudian titrasi dilanjutkan hingga
hilangnya warna hitam yang menandakan titik akhir titrasi telah tercapai.
Iodine Value (IV) =
Sample Berat
F x S B ) ( −
……….(2)
Dimana:
B = Titrasi dari blanko (ml Natrium Tiosulpat)
S = Titrasi dari sampel (ml Natrium Tiosulpat)
F = Normalitas Natrium Tiosulpat x 12,69
3.5.3 Pemeriksaan Warna (Colour)
Pemeriksaan warna dilakukan dengan menggunakan alat Lovibond
Tintometer Model F, terdiri dari gelas-gelas berwarna 3 bagian yaitu warna merah
(red / R), kuning (yellow / Y) dan biru (blue / B).
a. Dihubungkan alat Tintometer Lovibond model F dengan sumber arus listrik.
b. Dimasukkan minyak goreng bekas dan minyak goreng hasil pemurnian ke
dalam kuvet (5/4 Lovibond Cell) sampai hampir penuh.
c. Dimasukkan ke dalam alat tintometer pada posisi yang di sesuaikan dengan
jarak kemudian ditekan tombol power pada posisi on.
d. Diamati warna pada lensa atau gelas-gelas berwarna yang terdiri dari 3
3.6 Analisa Pembuatan Sabun Mandi Padat 3.6.1 Pemeriksaan Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan dilakukan dengan metode OACS Cd 3b-76-2001.
a. Ditimbang 1 g larutan sabun padat (penyabunan) dan dimasukkan ke dalam
gelas erlenmeyer.
b. Ditambahkan 25 ml NaOH-Alkohol 0,5 N dan direfluks selama 30 menit.
c. Didinginkan dan ditambah 3 tetes indikator Fenoftalein kemudian dititrasi
dengan larutan HCl 0,5 N hingga warna lembayung hilang.
d. Dicatat volume HCl 0,5 N yang dipakai dan dihitung bilangan penyabunan
dengan rumus :
3.6.2 Pemeriksaan Uji Banyak Busa
a. Sebanyak 50 ml larutan sabun (hasil penyabunan) dimasukkan ke dalam
gelas ukur 250 ml lalu ditutup dengan plastik dan karet.
b. Larutan diaduk selama 30 detik dan 60 detik dengan menggunakan alat
Shaker 200 rpm.
d. Stabilitas busa ditunjukkan sebagai perbandingan dari volume busa pada 60
detik dan 30 detik.
e. Hasilnya dapat dihitung dengan rumus :
VB = VS / VO ...(4)
Dimana :
VB = Volume busa
VS = Volume busa pada detik ke 60
VO = Volume busa pada detik ke 30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)
Gambar 4.1 di bawah ini menunjukkan hubungan antara asam lemak bebas
(FFA) terhadap pemakaian minyak goreng bekas (menggoreng tahu, tempe, ikan
basah dan ikan asin).
0
Gambar 4.1 Kurva Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Bekas
Dari Gambar 4.1 diatas dapat dilihat bahwa kadar asam lemak bebas (FFA)
tertinggi terjadi pada minyak goreng bekas 4 kali pemakaian sebesar 1,61% dan kadar
terendah terdapat pada minyak goreng bekas 2 kali pemakaian sebesar 1,06%.
Pada grafik diatas dapat dilihat, bahwa kadar asam lemak bebas perlakuan
kali pemakaian lebih besar kadar asam lemak bebasnya dibandingkan dengan minyak
goreng bekas 2 atau 3 kali pemakaian. Hal ini terjadi dikarenakan selama
penggorengan, minyak goreng bekas 4 kali pemakaian lebih sering mengalami
pemanasan dengan suhu berkisar 1700C dalam waktu 7 menit sehingga bau pada minyak goreng menjadi tengik dan terbentuknya gelembung - gelembung pada
penggorengan menandakan telah terjadinya proses oksidasi dengan tingkat tinggi
(lebih besar) yang mengandung asam lemak tidak jenuh rendah sehingga meghasilkan
banyak asam lemak bebas (FFA) yang ditandai dari rasa getir (rasa pahit, rasa kelat)
pada minyak goreng.
Menurut Ketaren (1986), selama penggorengan minyak goreng yang
mengalami pemanasan pada suhu 1700C - 2050C dalam waktu lama yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi menghasilkan
senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer. Oksidasi minyak
menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton serta senyawa
aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan senyawa polimer
selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi asam lemak tidak jenuh,
terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum (gelembung) di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1986).
Selain itu, minyak goreng mengandung karoten, tokoferol dan alkohol dalam
jumlah yang kecil. Senyawa ini dapat membuat kadar asam lemak bebas menjadi
tinggi jika terurai dan dapat mengganggu kesehatan, untuk mengurangkan senyawa -
Sebagian besar lemak dalam makanan dan minyak goreng berbentuk
trigliserida (asam palmitat/C16, asam oleat/C18F1 dan asam linoleat/C18F2), jika
terurai akan menjadi satu gliserol molekul dan tiga molekul asam lemak bebas yang
banyak maka asam lemak bebas yang dihasilkan akan tinggi (Morton danVarela,
1988).
Ketaren (1986) dan Susinggih (2005) menyatakan, pada proses netralisasi
asam lemak bebas direaksikan dengan NaOH seolah akan terbentuk sabun, namun
sabun yang terbentuk pada awal proses ini tidak dapat larut dalam minyak dan dapat
dipisahkan dengan cara sentrifusi. NaOH yang digunakan pada proses netralisai pada
umumnya NaOH dengan konsentrasi yang kecil (< 25%). Pemucatan yang baik
digunakan adalah karbon aktif dibandingkan dengan adsorben yang lain (bleaching eart) karena karbon aktif harganya lebih murah juga memiliki daya serap warna keruh yang tinggi (optimal) pada minyak goreng bekas sehingga minyak menjadi
lebih jernih dan dapat menghilangkan bau pada minyak goreng bekas.
Selain itu, pengolahan dengan karbon aktif dapat meningkatkan kualitas
minyak karena asam lemak bebasnya akan terserap oleh karbon aktif (Subagio, 1998).
Hubungan antara banyaknya pemakaian karbon aktif terhadap asam lemak
0
Karbon Aktif 240 mesh = 7.5% Karbon Aktif 240 mesh = 5% Karbon Aktif 280 mesh = 7.5% Karbon Aktif 280 mesh = 5%
Gambar 4.2 Kurva Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif
Pada penelitian ini, untuk menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak
goreng bekas dilakukan proses pemurnian dengan tahap penghilangan bumbu
(despicing), netralisasi, dan pemucatan (bleaching). Penghilangan bumbu bertujuan untuk mengurangkan kotoran-kotoran bumbu makanan yang dimasak terdapat di
dalam minyak goreng bekas dengan menyaringgnya pada kertas saring Whatman
nomor 42 kemudian tahap penetralisasian yang tujuan untuk menurunkan kadar asam
lemak bebas (FFA) pada minyak goreng bekas dengan mereaksikan minyak goreng
bekas tersebut dengan NaOH 15% dan tahap pemucatan (bleaching) dengan menggunakan karbon aktif 240 dan 280 mesh sebanyak 7,5 dan 5 % dari berat
minyak goreng yang digunakan.
Gambar 4.2 di atas setelah dilakukan proses pemurnian, terjadi penurunan
dengan menggunakan karbon aktif 240 mesh sebanyak 7,5% FFA = 0,11%, karbon
aktif 240 mesh sebanyak 5 % FFA = 0,15 %, karbon aktif 280 mesh sebanyak 7,5%
FFA = 0,16%, karbon aktif 280 mesh sebanyak 5 % FFA = 0,20 %.
Selain dengan menggunakan NaOH 15 % pada proses netralisasi, penggunaan
karbon aktif 240 mesh sebanayak 7,5 % dari berat minyak goreng bekas juga dapat
menurunkan kadar asam lemak bebas dan meningkatkan kualitas minyak karena
karbon aktif tersebut dapat menyerap trigliserida berupa asam palmitat/C16, asam
oleat/C18F1 dan asam linoleat/C18F2 yang terurai saat proses pemanasan minyak
goreng pada saat.
Minyak goreng bekas yang digunakan dengan pemakaian lebih sedikit yaitu 2
kali pemakaian mengalami proses oksidasi lebih kecil sehingga minyak goreng bekas
yang dimurnikan dengan NaOH 15% lebih mudah bekerja untuk menurunkan kadar
asam lemak bebas dibandingkan dengan minyak goreng bekas pemakaian 3 dan 4
kali.
Dari Gambar 4.2 di atas, hasil analisa asam lemak bebas minyak goreng hasil
pemurnian ini telah sesuai dengan syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan SNI
06-532-1994 bahwa untuk kadar asam lemak bebas (FFA) < 2,5% (pada Tabel 2.3).
Berdasarkan percobaan Cammarata dan Martin (1993), bahwa minyak goreng
hasil pemurnian yang mengandung kadar asam lemak bebas < 2,5% masih memiliki ±
25% gliserin berfungsi untuk melembabkan, melembutkan dan meminyaki kulit
sedangkan pada industri gliserinnya diambil untuk dijual terpisah karena harganya
lebih mahal.
Hasil minyak goreng bekas yang telah dimurnikan pada percobaan ini
memiliki kadar asam lemak bebas < 2,5% keseluruhannya dapat digunakan sebagai
bahan pembuatan sabun mandi padat melalui proses penyabunan dengan penambahan
NaOH sesuai dari pernyataan Cammarata dan Martin (1993), namun tidak semua
variabel konsentrasi (%) NaOH yang digunakan pada percobaan ini dapat
menghasilkan sabun mandi padat karena NaOH yang pada proses penyabunan tidak
semua terhidrolisis sempurna.
4.2 Analisa Bilangan Iodin (IV)
Gambar 4.3 di bawah ini menunjukkan hubungan antara bilangan iodin (IV)
terhadap pemakaian minyak goreng bekas (menggoreng tahu, tempe, ikan basah dan
ikan asin).
Banyak Pem akaian (n Kali)
Io
Dari Gambar 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa bilangan iodin (IV) tertinggi
terdapat pada minyak goreng bekas pengggorengan 2 kali sebesar 24,04 meq dan
bilangan terendah terdapat pada minyak goreng bekas hasil penggorengan 4 kali
sebesar 21,62 meq. Bilangan iod yang rendah terjadi karena minyak goreng yang
digunakan merupakan minyak goreng bekas 4 kali pemakaian yang lebih sering
mengalami penggorengan dengan suhu 1700C sehingga terjadi proses oksidasi dalam jumlah yang besar sehingga terurai kadar asam lemak bebas besar merupakan ikatan
rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh lebih kecil akan bereaksi
dengan iod.
Hubungan antara banyaknya pemakaian karbon aktif terhadap bilangan iodin
(IV) setelah dilakukan pemurnian dapat dilihat pada Gambar 4.4.
43
Banyak Pemakaian (n Kali)
Iodine
Karbon Aktif 240 mesh = 7.5% Karbon Aktif 240 mesh = 5% Karbon Aktif 280 mesh = 7.5% Karbon Aktif 280 mesh = 5%