• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) MENJADI SABUN CAIR CUCI PIRING. Oleh : YOHANA EKA MULIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) MENJADI SABUN CAIR CUCI PIRING. Oleh : YOHANA EKA MULIA"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) MENJADI SABUN CAIR CUCI PIRING

Oleh :

YOHANA EKA MULIA

YAYASAN MUHAMMAD YAMIN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG

2018

(2)

PEMANFAATAN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) MENJADI SABUN CAIR CUCI PIRING

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mmperoleh gelar Sarjana Teknik

Oleh :

YOHANA EKA MULIA 1410024425056

YAYASAN MUHAMMAD YAMIN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG

2018

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul : Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas (Minyak Jelantah) Menjadi Sabun Cair Cuci Piring

Nama : YOHANA EKA MULIA

NPM : 1410024425056

Program Studi : Teknik Industri

Padang, 30 Juli 2018 Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir.H Abdul Latif, MM Ir. Gamindra Jauhari, MP

NIDN. 1010025501 NIDN. 0027115902

Ketua Jurusan, Ketua STTIND Padang,

Tri Ernita, ST . MP Riko Ervil, MT

NIDN. 1028027801 NIDN. 1014057501

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadiran Allah SWT dan shalawat beriring salam kepada Rasulullah SAW. Pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas (Minyak Jelantah) Menjadi Sabun Cair Cuci Piring” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan tahap sarjana pada Prodi Tenik Industri STTIND Padang.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Abdul Latif , MM sebagai dosen pembimbing I tugas akhir . 2. Bapak Ir. Gamindra Jauhari, MP sebagai dosen pembimbing II tugas akhir.

3. Bapak Riko Ervil, MT sebagai Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang

4. Bapak Dedi Putra S.Si sebagai Wakil Manager dan Kabag Q.A PT. Gunung Naga Mas.

5. Kedua orang tua, adik-adik, dan keluarga tercinta atas perhatian, motivasi, dan doa serta kasih sayang yang tiada terbalas.

6. Teman-teman, adik-adik yang berada di kampus telah banyak memberi semangat dan dukungan untuk mengerjakan skripsi ini.

7. Teman-teman yang berada di sekitar tempat tinggal dan teman-teman seperjungan yang telah memberikan semangat dan setia menemani penulis dalam pembuatan skripsi ini.

8. Terakhir penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu.

Penulis berdoa semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan pahala dari Allah SWT, serta kesuksesan selalu diberikan-Nya kepada kita.

(5)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sangat membangun.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama bagi penulis dan lingkungan prodi Teknik Industri STTIND Padang, Amin.

Padang, Juli 2018

Penulis

(6)

PEMANFAATAN MINYAK GORENG BEKAS ( MINYAK JELANTAH ) MENJADI SABUN CAIR CUCI PIRING

Nama : Yohana Eka Mulia

NPM : 1410024425056

Dosen Pembimbing 1 : Ir. Abd. Latif , MM Dosen Pembimbing 2 : Ir. Gamindra Jauhari , MP

ABSTRAK

Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya.

Setelah penggorengan berkali-kali, asam lemak yang terkandung dalam minyak akan semakin jenuh. Dengan demikian minyak tersebut dapat dikatakan telah rusak atau dapat disebut minyak jelantah .Survey yang dilakukan kepada penjual gorengan di sekitar Kecamatan Pauh Kota Padang membuktikan bahwa minyak goreng bekas yang digunakan oleh penjual gorengan tidak dibuang, namun dipakai lagi dengan cara dicampur dengan minyak yang bagus secara terus menerus dengan total periode penggorengan sebanyak 4 – 5 kali. Di sisi lain, minyak goreng bekas dapat dikumpulkan dan dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai ekonomis. Karena itu minyak goreng bekas dapat dimanfaatkan kembali, salah satunya menjadi produk berbasis minyak seperti sabun cair. Tujuan penelitian ini adalah untuk memurnikan minyak jelantah, membuat sabun cair dan analisis hasil sabun berdasarkan empat parameter, yaitu: alkali bebas , lemak tak tersabunkan, jumlah asam lemak dan minyak pelikan. Proses pembuatan sabun cair dilakukan dengan metode hot process soap making (pembuatan sabun dengan metode panas) pada suhu suhu 70oC – 80oC. Alkali yang digunakan adalah KOH (Kalium Hidroksida) . Dari penelitian yang dilakukan, Karakteristik sabun yang dihasilkan yaitu jumlah alkali bebasnya sebesar 0,047 % sedangkan ambang batas sesuai SNI 06-2048-1990 adalah maksimal 0,1 %.Ini berarti bahwa kadar alkali bebas masih dalam batas standar. Jumlah lemak tak bersabun yang diperoleh adalah sebesar 1,50 % dengan ambang batas sesuai SNI 06-2048-1990 adalah sebesar 2,5 %. Jumlah lemak tak bersabun yang dihasilkan tidak lebih dari 2,5 %, yang berarti lemak yang tidak tersabunkan dalam batas standar. Jumlah asam lemak yang diperoleh adalah sebesar 59,99 %. Sabun yang dihasilkan lebih kurang sebanyak 600 mL dan biaya yang dikeluarkan lebih kurang sebanyak Rp.

7.775.

Kata Kunci : Minyak Jelantah, Nilai Ekonomis, Sabun Cair

(7)

UTILIZATION OF FORMER COOKING OIL (JELANTAH OIL) BECAME LIQUID WASH SOAP FOR PLATE

Name : Yohana Eka Mulia

NPM : 1410024425056

Supervisor : Ir. Abd. Latif , MM Co - Supervisor : Ir. Gamindra Jauhari , MP

ABSTRACT

A good oil is an oil that contains unsaturated fatty acids which is more than the content of saturated fatty acids. After frying over and over again, the fatty acids contained in the oil will get saturated. Thus the oil can be said to have been damaged or can be called jelantah oil. Survey conducted to fried sellers in Pauh sub-district of Padang city proves that used cooking oil used by fried sellers is not thrown away, but used again by mixing with good oil continuously with total frying period of 4-5 times. On the other hand, used cooking oil can be collected and used as a product of economic value. Therefore, used cooking oil can be reused, one of them being oil-based products such as liquid soap. The purpose of this research is to purify the cooking oil, make the liquid soap and analysis of soap result based on four parameters, namely: free alkali, unsaponed fat, amount of fatty acid and pelicans oil. The process of making liquid soap is done by the method of hot process soap making (soap making with hot method) at temperature temperature 70oC - 80oC. The alkali used is KOH (Potassium Hydroxide). From the research conducted, Characteristic of soap produced is the amount of free alkali of 0.047% while the threshold in accordance SNI 06-2048-1990 is a maximum of 0.1%. This means that the free alkali level is still within the standard limits. The amount of non-ascending fat obtained is 1.50% with a threshold in accordance with SNI 06-2048-1990 is 2.5%. The amount of unscathed fat produced is not more than 2.5%, which means unabsorbed fat within the standard limit. The amount of fatty acid obtained is 59.99%. The resulting soap is approximately as much as 600 mL and costs less than Rp. 7,775.

Keywords: Jelantah Oil, Economical Value, Liquid Soap

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ABSTRAK

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL ...v

DAFTAR GAMBAR ...vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Identifikasi Masalah ...4

1.3 Batasan Masalah ...4

1.4 Rumusan Masalah ...5

1.5 Tujuan Penelitian ...5

1.6 Manfaat Penelitian ...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ...7

2.1.1 Minyak goreng bekas ...7

2.1.2 Pemurnian Minyak Jelantah ...16

2.1.3 Sabun ...17

2.1.4 Analisis Produk ...23

2.2 Kerangka Konseptual ...25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ...27

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...27

3.3 Populasi dan Sampel ...27

(9)

3.4 Alat dan Bahan ...28

3.5 Langkah Pelaksanaan Penelitian ...28

3.5.1 Proses Pemurnian Minyak Jelantah ...28

3.5.2 Proses Pembuatan Sabun Cair ...29

3.5.3 Analisa Kimiawi ...30

3.5.4 Mencatat ,mengolah dan melakukan perhitungan ...32

3.5.5 Melakukan pembahasan ...33

3.6 Kerangka Metodologi ...34

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data ...37

4.1.1 Data Pembuatan Sabun ...37

4.1.2 Data Uji Kualitas Sabun ...37

4.2 Pengolahan Data ...38

4.3 Hasil Produk Sabun ...43

4.4 Perbandingan Hasil Percobaan ...45

BAB V ANALISA HASIL PENGOLAHAN DATA 5.1 Pembuatan Produk Sabun ... 47

5.2 Menentukan Karakteristik Sabun ...48

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ...50

6.2 Saran ...51 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Syarat Mutu Minyak Goreng ...11

Tabel 3.1 Syarat Mutu Sabun Cuci ...31

Tabel 4.1 Perbandingan Percobaan ...39

Tabel 4.2 Biaya Bahan Sabun...40

Tabel 4.3 Biaya Peralatan Sabun ...41

Tabel 4.4 Perbandingan Hasil Penelitian ...45

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konseptual ...25

Gambar 3.1 Skema Proses Pembuatan Sabun Cair...30

Gambar 3.2 Kerangka Metodologi ...34

Gambar 4.1 Minyak jelantah ...43

Gambar 4.2 Despicing ...43

Gambar 4.3 Netralisasi ...44

Gambar 4.4 Bleaching ...44

Gambar 4.5 Produk Akhir ...45

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat ialah minyak goreng. Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan, berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak goreng dari tumbuhan dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian, kacang- kacangan, jagung dan kedelai (Ketaren,1986).

Minyak goreng dapat digunakan hingga 3 - 4 kali penggorengan. Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi 1700 – 18000 C dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghasilkan senyawa – senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses – proses tersebut menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan iodin (IV), timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa, hanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan bahan yang digoreng (Ketaren, 1986).

Penggunaan minyak berkali – kali dengan suhu penggorengan yang cukup tinggi akan mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa,

(13)

meningkatkan warna coklat, rasa yang tidak disukai pada bahan makanan yang digoreng dan dapat menyebabkan perubahan warna. Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan, yaitu zat warna alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna tersebut terdiri dari α dan β karotein,

xanthofil, klorofil dan anthosyanin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan dan kemerah – merahan (Djatmiko dan Widjaja, 1985, Ketaren, 1986).

Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya.

Setelah penggorengan berkali-kali, asam lemak yang terkandung dalam minyak akan semakin jenuh. Dengan demikian minyak tersebut dapat dikatakan telah rusak atau dapat disebut minyak jelantah. Suhu yang semakin tinggi dan pemanasan yang semakin dengan kadar asam lemak jenuh yang tinggi akan mengakibatkan makanan yang lama akan meningkatkan kadar asam lemak jenuh dalam minyak. Minyak nabati lama - lama akan meningkatkan kadar asam lemak jenuh dalam minyak. Minyak nabati dengan kadar asam lemak jenuh yang tinggi akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi menjadi berbahaya bagi kesehatan, seperti deposit lemak yang tidak normal, kanker, kontrol tidak sempurna pada pusat syaraf (Djatmiko dan Widjaja, 1985, Ketaren, 1986).

Pertumbuhan jumlah penduduk, serta perkembangan industri, restoran, dan usaha fastfood akan menyebabkan dihasilkannya minyak jelantah dalam jumlah yang cukup banyak. Minyak jelantah ini apabila dikonsumsi dapat menimbulkan penyakit yang membuat tubuh kita kurang sehat dan stamina menurun. Namun

(14)

apabila minyak jelantah tersebut dibuang sangatlah tidak efisien dan mencemari lingkungan (Putri Pratiwi , 2010).

Dewasa ini, hampir seluruh tempat di kota Padang berjualan gorengan yang menghasilkan minyak jelantah, tidak terkecuali di daerah Pauh Padang.

Survey yang dilakukan kepada penjual gorengan di sekitar Kecamatan Pauh Kota Padang membuktikan bahwa minyak jelantah yang digunakan oleh penjual gorengan tidak dibuang, namun dipakai lagi dengan cara dicampur dengan minyak yang bagus secara terus menerus dengan total periode penggorengan sebanyak 4 – 5 kali. Minyak jelantah yang masih bagus, penjual tidak membuangnya namun menggunakan lagi untuk hari selanjutnya.

Survey yang dilakukan di sekitar daerah Koto Luar Pauh Padang ini mendapatkan beberapa informasi bahwa penjual gorengan menggunakan minyak murni sebanyak empat kg. Rata – rata minyak jelantah yang dihasilkan dari penggorengan, berkisar antara setengah sampai satu kilogram.

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, konsumsi minyak goreng berulang kali terutama oleh pedagang makanan jajanan diharapkan akan berkurang. Di sisi lain, minyak jelantah dapat dikumpulkan dan dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai ekonomis. Karena itu minyak jelantah dapat dimanfaatkan kembali, salah satunya menjadi produk berbasis minyak seperti sabun cair.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, metode pemurnian minyak jelantah menggunakan karbon aktif sebagai penjernihan minyak. Dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul

(15)

“Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas ( Minyak Jelantah) menjadi Sabun Cair Cuci Piring ”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Masih banyak ditemukan minyak jelantah yang sudah berkali – kali digunakan oleh salah satu penjual gorengan di bandes Koto Luar Pauh Padang padahal berbahaya untuk kesehatan.

2. Perlunya upaya pemanfaatan limbah minyak jelantah untuk dijadikan sesuatu yang bermanfaat secara ekonomis.

3. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya pemakaian minyak goreng yang sudah digunakan berkali – kali.

1.3 Batasan Masalah

Mengingat banyaknya masalah yang terjadi, maka ruang lingkup penelitian hanya akan difokuskan pada :

1. Proses pemurnian dilakukan terhadap minyak jelantah dengan menggunakan karbon aktif berupa tempurung kelapa.

2. Hasil pemurnian minyak jelantah digunakan untuk pembuatan sabun cair untuk konsumsi rumah tangga.

3. Analisis karakteristik kualitas sabun cair meliputi 4 parameter , yaitu alkali bebas, lemak tak bersabun, minyak pelikan dan jumlah asam lemak.

(16)

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah adalah:

1. Bagaimana proses pemurnian minyak jelantah secara praktis dan efisien dengan menggunakan tempurung kelapa sebagai karbon aktif?

2. Bagaimana proses pembuatan sabun cair dari hasil pemurnian minyak jelantah secara teknis dan ekonomis?

3. Apakah keempat parameter kualitas sabun cair yang dihasilkan sesuai dengan SNI sabun cuci cair?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk melakukan proses pemurnian minyak jelantah dengan menggunakan tempurung kelapa sebagai karbon aktif yang praktis dan efisien.

2. Untuk membuat sabun cair dari hasil pemurnian minyak jelantah secara teknis dan ekonomis.

3. Menentukan cara dan hasil analisis karakteristik dan kualitas dari produk sabun cair.

(17)

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan mengenai dan penerapan ilmu yang telah diperoleh dibangku perkuliahan.

2. Bagi Lembaga Pendidikan

Dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan terutama bagi mahasiswa Teknik Industri dan disiplin ilmu lainnya.

3. Bagi Masyarakat

Diketahui alternatif cara pengolahan minyak jelantah menjadi produk yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi , yang selama ini hanya dibuang , mencemari lingkngan tanpa pernah dimanfaatkan.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LandasanTeori

Penelitian ini membuat sabun cuci cair dengan memanfaatkan minyak goreng bekas (minyak jelantah) yang menggunakan beberapa teori atau tinjauan pustaka yang relevan dengan objek penelitian untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada.

2.1.1 Minyak Jelantah

A. Pengertian Minyak Jelantah

Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya.

Minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga yang dapat digunakan kembali untuk keperluan kuliner, akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan sehingga dapat menyebabkan penyakit kanker dalam jangka waktu yang panjang (Tamrin, 2013).

B. Akibat Penggunaan Minyak Jelantah

Menurut Ketaren (2005), tanda awal dari kerusakan minyak goreng adalah terbentuknya akrolein pada minyak goreng. Akrolein ini menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan pada saat mengkonsumsi makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng berulang kali.

Minyak goreng sangat mudah untuk mengalami oksidasi (Ketaren, 2005).

Maka minyak jelantah telah mengalami penguraian molekul-molekul, sehingga

(19)

titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan dapat menyebabkan minyak menjadi berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida menjadi gliserol dan free fatty acid (FFA) atau asam lemak jenuh. Selain itu, minyak jelantah ini juga sangat disukai oleh jamur aflatoksin. Jamur ini dapat menghasilkan racun aflatoksin yang dapat menyebabkan penyakit pada hati.

Akibat dari penggunaan minyak jelantah dapat dijelaskan melalui penelitian yang dilakukan oleh Rukmini (2007) tentang regenerasi minyak jelantah dengan arang sekam menekan kerusakan organ tubuh. Hasil penelitian pada tikus wistar yang diberi pakan mengandung minyak jelantah yang sudah tidak layak pakai terjadi kerusakan pada sel hepar (liver), jantung, pembuluh darah maupun ginjal.

C. Sifat-sifat Minyak Jelantah

Sifat-sifat minyak jelantah dibagi menjadi sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren, 2005) yaitu:

a. Sifat Fisik

1. Warna, terdiri dari dua golongan : golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain α dan β karoten

(berwarna kuning), xantofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin (berwarna kemerahan).

Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.

(20)

2. Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.

3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam alkohol, etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen.

4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk kristal.

5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut.

7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya.

8. Shot melting point, yaitu temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.

9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25oC , dan juga perlu dilakukan pengukuran pada temperature 40oC.

10. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting dalam

(21)

hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng.

11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.

b. Sifat Kimia

1) Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut.

2) Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.

3) Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.

4) Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam- asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap,

D. Standar Mutu Minyak Untuk Penggorengan

Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat

(22)

kimia dan stabilitas minyak. Mutu minyak jelantah ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Adapun syarat mutu minyak untuk menggoreng / memasak dapat dilihat pada table 2.1 :

Tabel 2.1

Syarat Mutu Minyak untuk Penggorengan

Kriteria Uji Satuan Syarat

Keadaan bau , warna dan rasa - Normal

Kadar Air % b/b Maks 0,30

Asam lemak bebas (asam laurat) % b/b Maks 0,30 Bahan makanan tambahan Sesuai SNI 022 dan Permenkes No .

722/Menkes/Per/IX/88 Cemaran Logam :

- Besi (Fe) Mg/kg Maks 1,5

- Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 0,1

- Raksa (Hg) Mg/kg Maks 0,1

- Timbal (Pb) Mg/kg Maks 40,0

- Timah (Sn) Mg/kg Maks 0,005

- Seng (Zn) Mg/kg Maks (40,0/25,0)*

Arsen ( As) % b/b Maks 0,1

Angka Peroksida %mg 0,2/gr Maks 1

Sumber : Departemen Perindustrian (SNI 01 -3741-1995)

Salah satu kriteria uji dalam syarat mutu minyak untuk penggorengan adalah kadar air dan asam lemak bebas. Masing - masing memiliki ambang batas (standar) maksimal 0,30 %. Jika minyak yang dihasilkan melebihi ambang batas (0,30%), maka minyak tersebut belum memenuhi syarat mutu minyak untuk penggorengan. Begitu juga dengan kadar logam dalam minyak, misalnya saja kadar Fe yang memiliki standar sebesar maksimal 1,5%, jika melebihi standar (1,5

%), maka minyak tersebut tidak layak digunakan.

Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses

(23)

pembuatan sabun di antaranya : a. Tallow

Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.

b. Lard

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

c. Palm Oil (Minyak Kelapa Sawit)

(24)

Minyak umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah sawit. Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%.

c. Coconut Oil (Minyak Kelapa)

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.

Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak miristat 13-19%, asam palmitat 8-11%, asam kaprat 6-10%, asam kaprilat 5-9%, asam oleat 5-8%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.

d. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )

Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti

(25)

sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa.

Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.

e. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam- asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2- 1,3%, asam laurat 0,1-0,4%.

f. Minyak Jagung

Minyak jagung diperoleh dari biji tanaman jagung atau Zea mays L., yaitu pada bagian inti biji jagung (kernel) atau benih jagung (corn germ). Tanaman jagung ini memiliki famili Poaceae dan genus Zea. Minyak ini ditemukan pertama kali di Meksiko Tengah pada 5000 SM. Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh gliserol dan asam-asam lemak. Persentase trigliserida sekitar 98,6%,

(26)

sedangkan sisanya merupakan bahan non minyak, seperti abu, zat warna atau lilin. Asam lemak yang menyusun minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Selain komponen- komponen di atas, minyak jagung juga mengandung bahan yang tidak tersabunkan, yaitu:

1) Sitosterol dalam minyak jagung berkisar antara 0,91-18%. Jenis sterol yang terdapat dalam minyak jagung adalah campesterol (8- 12%), stigmasterol (0,7-1,4%), betasterol (86-90%) dari sterol yang ada dan pada proses pemurnian, kadar sterol akan turun menjadi 11-12%

2) Lilin merupakan salah satu fraksi berupa kristal yang dapat dipisahkan pada waktu pemurnian minyak menggunakan suhu rendah. Fraksi lilin terdiri dari mirisil tetrakosanate dan mirisil isobehenate.

3) Tokoferol yang paling penting adalah alfa dan beta tokoferol yang jumlahnya sekitar 0,078%.

2.1.2 Proses Pemurnian Minyak Jelantah

Minyak jelantah dapat diproses menjadi minyak yang bermutu, misalnya pembuatan sabun cair cuci piring dari minyak jelantah. Akan tetapi minyak jelantah yang akan diproses untuk pembuatan sabun cair ini harus melalui proses pemurnian.

Poses pemurnian minyak jelantah ini dapat dilakukan beberapa tahapan, diantaranya (Putri Pratiwi, 2010) :

(27)

a. Penghilangan kotoran (despicing)

Memanaskan minyak jelantah dengan aquades pada suhu 1100C dengan volume 1:1 sampai volume aquades berkurang menjadi setengah dari volume awal. Setelah pemanasan selesai,komposisi minyak dan air diendapkan dan dipisahkan dengan corong pisah . Lapisan atas adalah minyak dan lapisan bawah adalah air . Lapisan air berada dibawah karena berat jenis air lebih besar daripada berat jenis minyak. Minyak yang didapatkan disaring dengan menggunakan kertas saring biasa .

b. Netralisasi

Menambah KOH 15 gram/100 mL ke dalam minyak yang telah di despicing hingga netral.

c. Pemucatan (bleaching)

Memanaskan minyak hasil netralisasi hingga suhu 700C lalu tambahkan karbon aktif dengan volume 1:2.

2.1.3 Sabun

A. Pengertian Sabun

Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat

(28)

dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap).

Sabun adalah produk yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak dengan basa kuat yang berfungsi untuk mencuci dan membersihkan lemak (kotoran).

B. Jenis-jenis sabun

1. Sabun padat adalah sabun yang dibuat dari reaksi saponifikasi dari lemak padat dengan NaOH. Untuk mendapatkan sediaan yang konsisten, biasanya digunakan lemak hewan yang kaya akan kandungan stearin dan kandungannya relatif rendah dalam palmitin dan olein.

2. Sabun cair adalah reaksi saponifikasi menggunakan minyak dan lemak yang mempunyai kandungan asam oleat tinggi dan perbandingan yang tajam dari kalium, digunakan dalam kombinasi dengan soda kaustik untuk untuk memproduksi cairan yang setara normal warnanya agak gelap dan mempunyai bau yang kuat.

C. Sifat – sifat Sabun

a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. CH3(CH2)16COONa + H2O →

CH3(CH2)16COOH + OH- ... (1)

b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.

CH3(CH2)16COONa + CaSO4 → Na2SO4 +

(29)

Ca(CH3(CH2)16COO)2 .. (2)

c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun nonpolar karena sabun mempunyai gugus polar dan nonpolar. Molekul sabun mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) sedangkan COONa+ bersifat hidrofobik (suka air) dan larut dalam air.

Nonpolar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran nonpolar)

Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran polar)

D. Kegunaan Sabun

Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun :

1) Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.

2) Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tersuspensi.

(Fessenden Ralph, 1991).

(30)

E. Bahan Pembuat Sabun Cair 1. Asam Lemak

Secara kimiawi, minyak dan lemak dapat mengalami hidrolisis dan oksidasi yang dapat menyebabkan kerusakan akibat adanya sejumlah air dan kontak dengan udara. Hal ini tentunya harus dihindari untuk menjaga kualitas minyak atau lemak agar tetap baik (Dalimuthe, 2009). Minyak dan lemak mengandung asam lemak dan trigliserida yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun. Asam lemak merupakan asam lemah, yang di dalam air akan terdisosiasi sebagian.

Sementara trigliserida merupakan komponen utama minyak dan lemak yang terdiri dari kombinasi berbagai macam asam lemak yang terikat dengan gugus gliserol disebut asam lemak bebas. Asam lemak terdiri dari dua bagian, yaitu yaitu gugus hidroksil dan rantai hidrokarbon yang berikatan dengan gugus karboksil.Asam lemak juga merupakan komponen minyak/lemak yang digunakan untuk pembuatan sabun.

2. KOH

Kalium hidroksida (KOH) adalah basa kuat yang terbentuk dari oksida basa kalium oksida yang dilarutkan dalam air. Kalium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan dalam air. Kalium hidroksida sama seperti natrium hidroksida digunakan di dalam berbagai macam bidang industri. Kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses industri bubur kayu, kertas, tekstil, air minum, sabun, dan deterjen. Kalium hidroksida berwujud

(31)

kristal padat bewarna putih. Dalam pembuatan sabun konsentrasi kalium hidroksida harus tepat, karena apabila terlalu banyak akan memberikan pengaruh negatif, yaitu iritasi pada kulit sedangkan apabila terlalu sedikit maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas tinggi yang mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran (Kirk dkk.,1952).

3. Gliserin atau Gliserol

Secara tradisional gliserol didapat sebagai hasil samping dari minyak tumbuhan dan hewan yang disaponifikasi pada pabrik sabun.

Gliserol jarang ditemukan dalam bentuk lemak bebas, tetapi biasanya terdapat sebagai trigliserida yang tercampur dengan bermacam-macam asam lemak, misalnya asam stearat, asam oleat, asam palmitat dan asam laurat.Wujud gliserol adalah jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis (T. Mitsui, 1997). Dalam pembuatan sabun cair, gliserol berfungsi untuk melembutkan kulit, mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit, dan memberikan efek transparan (George dan Serdakowski, 1996).

4. Foambooster (penambah busa) 5. Karbon aktif

Karbon aktif atau sering juga disebut arang aktif , adalah suatu jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Bahan dasar untuk pembuat karbon aktif biasanya dari bahan alami misalnya , batu bara, kayu, batok kelapa, ampas tebu atau lainnya . Karbon aktif dapat

(32)

mengadsorpsi gas dan senyawa – senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif , tergantung pada besar atau volume pori – pori dan luas permukaan. Karbon aktif dapat dibagi menjadi dua tipe , yaitu karbon aktif sebagai pemucat dan karbon aktif sebagai penyerap uap. Penulis menggunakan tempurung kelapa sebagai karbon aktif, karena tempurung kelapa merupakan bahan terbaik karena memiliki mikropori sangat banyak, kadar abu rendah, kelarutan dalam air sangat tinggi dan daya serap iodinnya tinggi sebesar 1100 mg (Pambayun dkk, 2013).

6. Air (Aquades)

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. Satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam- garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik. Dalam pembuatan sabun, air yang baik digunakan sebagai pelarut yang baik adalah air sulingan atau air minum kemasan. Air dari PAM kurang baik digunakan karena banyak mengandung mineral.

7. Pewangi dan pewarna

(33)

F. Metode – metode pembuatan sabun

Pada pembuatan sabun natural, digunakan metode – metode untuk menghasilkan sabun yang berkualitas dan bagus yaitu :

a) Cold process (proses dingin)

Proses pembuatan sabun yang paling sering digunakan oleh pembuat sabun, dengan tingkat kesulitan sedang. Sabun yang dibuat dengan cara ini membutuhkan waktu 4-6 minggu untuk dapat digunakan, karena selama masa ini akan terjadi reaksi kimia antara soda api, minyak, dan air yang nantinya akan menghasilkan sabun

b) Hot process(proses panas)

Pembuatan sabun dengan metode ini lebih rumit dari proses dingin. Banyak pembuat sabun menyarankan untuk membiasakan diri dengan metode CP sebelum mencoba metode ini, karena dalam metode ini adonan sabun harus dipanaskan dan diaduk secara berkala, sebelum dimasukan ke dalam cetakan.

c) Melt and Pour (lelehkan dan tuang)

Metode ini adalah yang paling mudah dan anak-anak pun bisa diajak untuk membuat sabun bersama. Yang perlu dilakukan adalah melelehkan sabun dasar (soap base), campur dengan pewarna dan pewangi sabun, lalu tuang dalam cetakan.

Masukan adonan sabun dalam lemari es, tunggu hingga sabun mengeras, potong sesuai keinginan dan bisa langsung dipakai.

(34)

d) Rebatch (daur ulang)

Mendaur ulang kembali sabun CP atau HP yang sudah ada menjadi sabun baru.

2.1.3. Analisis Produk A. Analisis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional (2005) menjelaskan bahwa analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Menurut Gorys Keraf, analisa adalah sebuah proses untuk memecahkan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lainnya. sedangkan menurut Komarrudin mengatakan bahwa analisis merupakan suatu kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda dari setiap komponen, hubungan satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam suatu keseluruhan yang terpadu.

Dari beberapa pengertian analisa diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa analisa merupakan sekumpulan kegiatan, aktivitas dan proses yang saling berkaitan untuk memecahkan masalah atau memecahkan komponen menjadi lebih detail dan digabungkan kembali lalu ditarik kesimpulan. Bentuk dari kegiatan analisa salah satunya yaitu merangkum data mentah menjadi sebuah informasi yang bisa disampaikan ke khalayak.

B. Produk

Dalam bisnis, produk adalah barang atau jasa yang dapat diperjualbelikan.

Dalam marketing, produk adalah apapun yang bisa ditawarkan ke sebuah pasar

(35)

dan bisa memuaskan sebuah keinginan atau kebutuhan. Dalam tingkat pengecer, produk sering disebut sebagai merchandise. Dalam manufaktur, produk dibeli dalam bentuk barang mentah dan dijual sebagai barang jadi. Produk yang berupa barang mentah seperti metal atau hasil pertanian sering pula disebut sebagai komoditas.

Pengertian produk ( product ) menurut Kotler & Armstrong, (2001: 346) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan.

Secara konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan kegiatan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Selain itu produk dapat pula

didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya. Produk dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian.

2.2 Kerangka Konseptual

Konsep berpikir penulis pada penelitian pembuatan sabun cair cuci piring dari minyak jelantah ini dapat dilihat pada kerangka konseptual dibawah ini:

Input

1. Minyak Jelantah 2. Bahan

pembantu 3. Peralatan

pembuatan sabun

4. Data kualitas sabun

berdasarkan SNI 06-2048- 1990

Proses

1. Pemurnian minyak jelantah 2. Pembuatan

sabun cair 3. Analisis

kualitas dan karakteristik produk

Output

1. Hasil pemurnian minyak jelantah 2. Sabun cuci cair 3. Kualitas sabun

yang sesuai atau tidak dengan SNI 06- 2048-1990

(36)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu kerangka berpikir untuk memecahkan

persoalan yang ada. Dalam penelitian ini dilakukan analisa bagaimana proses pembuatan sabun cair cuci piring dari memanfaatkan minyak jelantah dan tergolong ke dalam

kualitas manakah produk yang dihasilkan. Kerangka konseptual terdiri dari tiga kelompok yaitu input , proses dan output.

Input penelitian kali ini adalah minyak goreng bekas (minyak jelantah) sebagai bahan baku , bahan pembantu , peralatan pembuatan sabun cair dan data kualitas sabun cair berdasarkan SNI 06-2048-1990 sebagai acuan pembanding dari produk yang akan dihasilkan. Proses yang terjadi adalah menentukan bagaimana cara pembuatan sabun cair cuci piring dan menganalisa termasuk dalam kualitas sabun cair manakah sabun yang dihasilkan. Output merupakan capaian akhir dari penelitian yang kali ini bertujuan untuk memperoleh produk sabun cair cuci piring yang menjadi alternatif pemanfaatan minyak jelantah.

(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan kali ini termasuk ke dalam jenis Penelitian

Eksperimental Laboratorium. Eksperimen Laboratorium adalah suatu pengujian yang proses kerjanya dengan melakukan percobaan di laboratorium untuk membuat suatu produk. Menurut Kerlinger (1986:398) yang dimaksud dengan eksperimen

laborartorium adalah suatu penelitian yang mengkaji varian-varian dari semua atau hampir semua variabel bebas yang mungkin berpengaruh, sedangkan variabel-variabel yang tidak relevan dengan masalah-masalah penelitian dibuat seminimal mungkin.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian yang dilakukan berlokasi di tempat penjual gorengan daerah bandes Koto Luar Pauh Padang. Analisis produk sabun cair dilakukan di laboratorium Quality Control PT. Gunung Naga Mas yang terletak di Jalan Raya Kampung Pinang Kuranji, Pauh Padang, Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2018.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah semua minyak jelantah yang dihasilkan oleh penjual gorengan di daerah Kecamatan Pauh Padang dan sampel yang diambil pada penelitian ini adalah minyak jelantah yang diambil dari penjual gorengan di daerah bandes Limau Manis Koto Luar Pauh Padang.

3.4 Alat dan Bahan

(38)

A. Alat Gelas 1. Gelas kimia 2. Neraca Analitik 3. Thermometer B. Alat Non Gelas : 1. Gelas Takar

2. Sendok atau Pengaduk 3. Panci ( penangas air) 4. Botol

5. Kertas saring

6. Kertas lakmus / pH meter C. Bahan :

1. Minyak Goreng Bekas 100 gram

2. Arang aktif 35 gram

3. Air Suling 200 mL

4. KOH 30 % 70 mL

5. Gliserin 10 mL

6. Foambooster 10 gram

7. Pewarna 10 gram

8. Pewangi 2 mL

3.5 Langkah Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Proses Pemurnian Minyak Jelantah a. Penghilangan Kotoran (despicing)

Memanaskan minyak jelantah dan aquades pada suhu 1100C dengan volume 1:1 sampai volume aquades berkurang menjadi setengah dari volume awal.

Setelah pemanasan selesai,komposisi minyak dan air diendapkan dan dipisahkan dengan corong pisah. Lapisan atas adalah minyak dan lapisan bawah adalah air. Lapisan air berada dibawah karena berat jenis air lebih besar daripada berat jenis minyak. Minyak yang didapatkan disaring dengan menggunakan kertas saring biasa .

b. Netralisasi

(39)

Menambahkan KOH 15 gram dalam 100 ml ke dalam minyak yang sudah despicing dan diaduk hingga netral (dalam keadaan panas).

c. Pemucatan (bleaching)

Memanaskan minyak hasil netralisasi hingga suhu 700C lalu tambahkan tempurung kelapa dengan volume 1 :2 .

3.5.2 Proses Pembuatan Sabun Cair a) Memanaskan air dalam penangas

b) Melarutkan KOH 30 % dalam gelas kaca , lalu diambil dan masukkan sebanyak 70 mL dalam air di penangas .

c) Dalam tempat terpisah , panaskan minyak yang sudah dimurnikan tadi sebanyak 100 gram dalam penangas dengan gelas kaca sambil diaduk.

d) Campur KOH dan minyak dalam satu wadah sambil diaduk

e) Masukkan kembali campuran tersebut ke dalam penangas tadi dan diaduk . f) Tambahkan gliserin 10 mL didalamnya sambil diaduk terus .

g) Tambahkan aquades 25 mL , diaduk terus .

h) Lalu tambahkan foambooster 10 gram , pewarna dan pewangi 2 mL dan diaduk rata.

i) Dinginkan dan masukkan ke dalam botol . j) Sabun siap digunakan.

Berikut digambarkan skema proses pembuatan sabun :

Minyak Jelantah Pemurnian Minyak

Pembuatan Sabun

Sabun

Pemanasan Minyak dengan alkali ( KOH)

(40)

Gambar 3.1 : Skema Proses Pembuatan Sabun Cair

3.5.3 Melakukan analisa kimiawi atau uji kualitas sabun bedasarkan SNI

Uji kualitas sabun dilakukan bedasarkan SNI 06-2048-1990 ( Mutu dan Cara Uji Sabun Cuci) yang terdiri dari uji alkali bebas, uji lemak tak bersabun , uji minyak pelikan dan jumlah asam lemak. Uji ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sabun yang telah diproduksi.

Tabel 3.1

Syarat Mutu Sabun Cuci Berdasarkan SNI 06 - 2048 - 1990 Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1990)

Berikut uraian cara uji sabun menurut SNI : a. Alkali bebas

Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dengan teliti ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 100 ml alkohol netral dan batu didih serta lima tetes phenolphtalein, ditaruh di atas penangas air pakai pendingin tegak dan biarkan mendidih selama 30 menit, kemudian campuran tersebut didinginkan

UNSUR UJI TIPE SABUN

T3 T4 T5 T6

Alkali bebas % Maks 0,1 Maks 0,1 Maks 0,1 Maks 0,1

Lemak tak bersabun % Maks 2,5 Maks 2,5 Maks 2,5 Maks 2,5

Minyak Pelikan Negatif Negatif Negatif Negatif

Jumlah Asam Lemak % Min. 62,0 Min. 57,5 Min. 50,0 Min.40,0

(41)

tetapi tidak sampai membeku dan dititrasi dengan HCl dalam alkohol dari 0,1 N.

Keterangan:

N = Konsentrasi (Normalitas) HCl gram zat = berat sampel (produk sabun) b. Lemak tak bersabun

Sebanyak 10 ml KOH dalam alkohol dari 0,5 N dipipetkan ke dalam larutan penetapan asam lemak bebas, dipanaskan di atas penangas air dengan pendingin tegak selama 1 jam, didinginkan dan kemudian dititar dengan HCl 0,5 N dengan indikator phenolphtalein, dilakukan juga penetapan blanko dengan menggunakan alkohol netral sebanyak 70 ml.

c. Jumlah asam lemak ( cara kocok )

Sebanyak 10 gram sampel dicampur dengan 5 – 10 ml HCl 10% hingga berlebihan supaya asam lemak dibebaskan semuanya dan dimasukkan ke dalam corong pisah, tambahkan eter lalu dikocok, larutan air dikeluarkan dan larutan eter dituangkan ke dalam gelas piala, pengerjaan ini diulangi sampai pelarut berjumlah 100 ml, pelarut dikocok dan dicuci lagi dengan 10 ml sampai air tidak bereaksi lagi dengan asam. Setelah itu , pelarut dikeringkan, disaring dan dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah ditimbang dengan batu didih. Dilakukan penyulingan dan dikeringkan pada suhu 1050C sampai bobot tetap.

Keterangan :

gram zat = berat sampel (produk sabun) d. Minyak Pelikan

Dari bekas penetapan asam lemak, sebanyak 0,3 ml lemak dicampur dengan 5 ml KOH dalam alkohol dari 0,5 N dan di panaskan. Kemudian ditambahkan air, jika ada kekeruhan maka menandakan adanya minyak mineral.

3.5.4 Mencatat, mengolah dan melakukan perhitungan hasil penelitian

Setelah dilakukan percobaan pembuatan produk sabun maka akan diperoleh data – data yang nantinya akan menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan. Contoh perhitungan tersebut antara lain adalah :

(42)

Contoh perhitungan untuk uji kualitas produk sabun : 1) Penentuan alkali bebas

Alkali bebas = � � � � ,

�� � � x 100 % (dihitung sebagai KOH) Keterangan:

ml = volume HCl yang dititar N = Konsentrasi (Normalitas) HCl gram zat = berat sampel

2) Penentuan lemak tak bersabun

Kadar lemak tak bersabun = − � � � ,

, � �� � �

x

100%

Keterangan :

b = volume blanko

a = volume sampel

N = Normalitas HCl

56,1 = bobot setara KOH

258 = rata – rata bilangan penyabunan 3) Jumlah asam lemak (cara kocok)

Kadar asam lemak = � �

�� � � x 100%

Keterangan :

gram zat = berat sampel

bobot lemak = selisih berat labu lemak

3.5.5 Melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan

Langkah terakhir adalah melakukan pembahasan terhadap data – data dan perhitungan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan , kemudian baru menarik kesimpulan dari penelitian tersebut

3.6 Kerangka Metodologi

Penelitian kali ini dirancang sesuai dengan langkah – langkah atau prosedur yang beurutan .

(43)

Survey Lapangan

1. Interview 2. Observasi

Studi Literatur Mempelajari buku . jurnal , diktat yang berkaitan dengan Metodologi penelitian dan pembuatan sabun cuci cair dari minyak jelantah.

Mulai

Identifikasi Masalah

1. Masih banyak ditemukan minyak jelantah yang sudah berkali – kali 2. Perlunya upaya pemanfaatan limbah minyak jelantah

3. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya pemakaian minyak jelantah

Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pemurnian minyak jelantah dengan menggunakan tempurung kelapa sebagai karbon aktif?

2. Bagaimana proses pembuatan sabun cair dari hasil pemurnian minyak jelantah ditinjau dari aspek teknis dan ekonomis?

3. Apakah keempat parameter kualitas sabun cair yang dihasilkan sesuai dengan SNI sabun cuci cair?

Pengumpulan Data

Pembuatan sabun

Analisa dan uji kualitas sabun

Kesimpulan dan saran x

(44)

Gambar 3.2 : Kerangka Metodologi

Diawali dengan survey yang meliputi interview dan observasi dengan salah satu penjual gorengan di bandes Koto Luar Pauh Padang, dan studi literatur dengan buku jurnal dan yang lainnya berkaitan dengan pembuatan sabun cuci cair dari minyak jelantah. Kemudian identifikasi masalah – masalah yanng ada, dan dari identifikasi masalah tersebut didapatkan rumusan masalah. Lalu pengumpulan data dan dilanjutkan pembuatan sabun cair. Produk sabun cair yang dihasilkan tersebut dianalisis atau uji kualitas, pencatatan hasil berupa data, perhitungan dan analisa data, kemudian yang terakhir adalah memperoleh kesimpulan dan saran.

Selesai

(45)

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data

Karena jenis penelitian yang dilakukan kali ini ada bersifar eksperimental, maka data hasil penelitian diperoleh dari percobaan pembuatan produk yang telah dilakukan di laboratorium. Data – data yang diperoleh bersifat data utama hasil percobaan pembuatan sabun serta analisa pengujian karakteristik sabun berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Semua percobaan dilakukan sebanyak dua kali pengulangan agar diperoleh data rataan yang lebih teliti.

Berikut adalah data – data hasil penelitian dari pembuatan produk sabun cuci :

4.1.1 Data pembuatan sabun

a. Jumlah minyak goreng bekas = 100 gram b. Jumlah sabun yang dihasilkan = 600 mL c. Suhu pemanasan sabun = 70 – 80 0C d. Warna sabun yang terbentuk = Coklat

4.1.2 Data uji kualitas sabun 1. Penentuan alkali bebas

a) Volume HCl yang dititar = 0,6 mL b) Normalitas HCl yang digunakan = 0,0986 N

(46)

c) Bobot sabun yang ditimbang = 5,0018 gram 2. Penentuan lemak tak bersabun

a) Volume blanko (b) = 11,5 mL b) Volume sampel (a) = 15 mL

c) Normalitas HCl = 0,0986 N

d) Bobot sabun yang ditimbang =5,0018 gram 3. Penentuan jumlah asam lemak (cara kocok)

a) Tambahan bobot labu lemak = 6,0011 gram b) Bobot sabun yang ditimbang = 10,0023 gram

4.2 Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini umumnya dilakukan dengan menggunakan perhitungan kimia.

1. Percobaan pembuatan sabun

Percobaan yang dilakukan sebanyak empat kali. Percobaan satu hingga ketiga bisa dikatakan belum berhasil seutuhnya menjadi sabun. Namun pada percobaan ke - empat bisa menjadi sabun cair. Ini dikarenakan beberapa faktor yang menjadi ketidakberhasilan percobaan satu hingga ketiga. Salah satunya adalah perbandingan KOH dan minyak, kecepatan pengadukan dan lama pemanasan. Dalam proses pengadukan, peneliti hanya secara manual (tangan). Berikut perbandingan percobaan 1, 2. 3, dan 4 yang dapat dilihat secara visual produk sabun yang dihasilkan :

(47)

Tabel 4.1

Perbandingan Percobaan 1, 2, 3, dan 4 Percobaan

ke -

Banyaknya KOH 30 %

Jumlah minyak jelantah

Bentuk sabun yang dihasilkan (secara visual) 1 80 mL 25 gram Yang terbentuk hanya cairan

minyak dan tidak berbusa

2 10 mL 50 gram Produk yang dihasilkan

hanya cairan minyak

3 20 mL 75 gram masih seperti cairan minyak 4 70 mL 100 gram Produk sabun cair yang

dihasilkan cukup baik dan berbusa saat digunakan

Pada percobaan ke –empat , produk sabun yang dihasilkan di analisa di laboratorium.

2. Potensi perolehan sabun

Diketahui bahwa untuk pemakaian minyak goreng untuk mengoreng gorengan dalam satu hari adalah empat sampai lima kilogram (maksimal).

Dalam satu hari itu menghasilkan minyak jelantah yang tidak bisa dipakai lagi berkisar antara setengah hingga satu kg. Untuk 100 gram minyak jelantah menghasilkan sabun cair lebih kurang sebanyak 600 mL. Dalam satu bulan, minyak jelantah yang dihasilkan lebih kurang 15 kg (dihitung 30 hari) dan sabun yang dihasilkan mencapai hampir 90 liter.

Untuk pembuatan sabun dari minyak jelantah, ada beberapa bahan yang menjadi pembantu dan penunjang dalam pembuatan sabun. Bahan

(48)

yang digunakan dalam pembuatan sabun bisa dilihat dari tabel di bawah ini beserta dengan biaya bahan :

Tabel 4.2

Rincian Biaya Bahan Sabun

No. Bahan Jumlah bahan Harga Total

1 Minyak Jelantah 100 gram Rp.-1.500/kg Rp.150 2 KOH 70 mL / 30 gram Rp.75,-/gram Rp. 3.750 3 Foambooster 10 gram Rp.75,-/gram Rp.750

4 Gliserin 10 mL Rp.75.-/mL Rp. 750

5 Arang aktif 35 gram Rp.-25,-/gram Rp.875

6 Aquades 200 mL Rp.-7,-/mL Rp.1.400

7 Pewangi dan pewarna

2 mL Rp.- 50/mL Rp.100

Total Rp.7.775

Dengan minyak jelantah sebanyak 100 gram dapat menghasilkan sabun lebih kurang 600 mL. Untuk pembuatan sabun sebanyak 600 mL membutuhkan biaya bahan lebih kurang sebanyak Rp. 7.775.

Untuk pembuatan sabun dari minyak jelantah, ada juga beberapa peralatan yang menjadi pembantu dan penunjang dalam pembuatan sabun.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan sabun bisa dilihat dari tabel di bawah ini beserta dengan biaya peralatan :

(49)

Tabel 4.3

Rincian Biaya Peralatan Pembuatan Sabun

No Alat Jumlah Harga per pcs

1 Kompor gas 1 Rp. 16.000,-

2 Panci 1 Rp. 30.000,-

3 Gelas kaca 2 Rp. 15.000,-

4 Pengaduk kayu 1 Rp. 5.000,-

5 Pekerja 1 Rp. 15.000,-

6 Gelas Ukur 1 Rp. 20.000,-

Total Rp. 101.000,-

Dalam pembuatan sabun membutuhkan peralatan – peralatan yang membantu pekerjaan. Peralatan yang dibutuhkan ini menghabiskan biaya sebanyak kurang lebih Rp.101.000,-.

Penentuan Alkali bebas Alkali bebas = � � � � ,

�� � � x 100 % (dihitung sebagai KOH)

= , � � , � � ,

, �� x 100 %

= 0,047 % Keterangan:

ml = volume HCl yang dititar N = Konsentrasi (Normalitas) HCl gram zat = berat sampel

(50)

Penentuan lemak tak bersabun

Kadar lemak tak bersabun = − � � � ,

, � �� � � x 100%

= �− , � � , � � .

. � , �� x 100%

= 1,50 %

Keterangan :

b = volume blanko

a = volume sampel

N = Normalitas HCl

gram zat = berat sampel

56,1 = bobot setara KOH

258 = rata – rata bilangan penyabunan

Penentuan jumlah asam lemak (cara kocok)

Kadar asam lemak = � �

�� � � x 100%

= , ��

, �� x 100 %

= 59,99 %

Penentuan minyak pelikan

Tidak ada kekeruhan (minyak pelikan negatif).

(51)

4.3 Hasil Produk Sabun

Produk sabun yang dihasilkan berwarna coklat. Awalnya minyak jelantah ini bewarna coklat gelap dan terdapat kotoran (kerak gorengan).

Gambar 4.1 : Minyak Jelantah

Kemudian minyak ini dimurnikan melalui tiga tahapan, yaitu : despicing, netralisasi dan bleaching. Pada tahap despicing, minyak jelantah dipanaskan dengan aquades dan kemudian diendap dan dipisahkan dengan corong pisah.

Minyak disaring dengan menggunakan kertas saring biasa untuk menghilangkan kotoran. Pada proses ini waktu yang digunakan cukup lama karena proses penyaringan yang lambat.

Gambar 4.2 : Tahap Despicing

Setelah itu, menambahkan KOH 15 % ke dalam minyak yang sudah despicing hingga pH netral dan diaduk . Proses ini dilakukan harus hati – hati dan

(52)

teliti karena jika terlalu banyak KOH yang ditambah maka pH akan berubah menjadi basa (tidak netral).

Gambar 4.3 : Tahap Netralisasi

Minyak hasil netralisasi dipanaskan hingga suhu 700C lalu tambahkan arang aktif dengan volume 1 :2. Minyak didiamkan dulu hingga endapan arang aktif terpisah dari minyak. Untuk hasil maksimal, pengendapan dilakukan selama 24 jam. Kemudian disaring lagi dengan kertas saring biasa, proses penyaringan ini juga agak lama.

Gambar 4.4 : Tahap Bleaching

Minyak yang sudah dimurnikan tersebut bisa langsung dilanjutkan ke tahap pembuatan sabun. Pada pembuatan sabun, KOH yang dicampur kedalam minyak bukan sebaliknya. Perbandingan KOH dan minyak harus diperhatikan karena apabila konsentrasi minyak dan KOH tidak sesuai maka akan

(53)

mempengaruhi sabun yang dibuat. Tahap pembuatan sabun dilakukan dalam keadaan panas, dan dalam pembuatan sabun ini diperlukan pengadukan dan pemanasan yang cukup lama yaitu antara 2 – 3 jam. Hasil akhir sabun terlihat pada gambar berikut :

Gambar 4.1 : Produk akhir sabun cair

4.4 Perbandingan Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian, hasil produk sabun cair di analisis di Laboratorium dan didapatkan hasil sesuai standar, adapun hasil yang didapat disesuaikan dengan SNI 06 – 2048 – 1990 tentang sabun cuci dan jurnal penelitian Muhammad Renhard tahun 2016. Adapun perbandingannya sebagai berikut :

Tabel 4.4

Perbandingan Hasil penelitian

Parameter

SNI 06 - 2048- 1990

Hasil Peneliti Menurut jurnal penilitian (Renhard,

Muhammad 2016)

Alkali bebas Maks. 0,1 0,047 % 0,032 %

Lemak tak Maks. 2,5 1,50 % 0,32 %

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan permasalahan di atas, maka penulis melakukan tindakan untuk merancang sebuah alat yang ditujukan penggunaannya untuk mengolah limbah minyak goreng bekas (jelantah) agar

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis akrilamida dalam minyak goreng bekas pakai dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).. Sampel minyak goreng

4.9 Kurva Banyak Busa Hasil Penyabuanan Terhadap Pemakaian Minyak Goreng Hasil Pemurnian dengan Menggunakan Karbon Aktif 240 Mesh Sebanyak 7,5% dari Berat Minyak Goreng Bekas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel suhu, rasio dan waktu reaksi pembuatan sabun cair dari minyak goreng hekas, mendapatkan data kondisi optimum

Hal ini disebabkan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sabun padat transparan adalah minyak goreng bekas dan asam stearat yang merupakan asam lemak

Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng bekas, yang hasilnya dapat di gunakan sebagai minyak goreng kembali atau sebagai bahan

“Pemanfaatan Minyak Goreng Jelantah Pada Pembuatan Sabun Cuci Piring C air” Pasca sarjana teknik kimia.. Universitas Sumatera

Hasil penjernihan minyak goreng bekas diperoleh bahwa minyak goreng yang semula kuning coklat dapat menjadi berwarna agak kuning jernih seperti minyak goreng baru