• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEDAN SUNGGAL

B. Analisa Kasus Benda Jaminan Fidusia Milik Orang Lain

Dalam hukum perdata dikenal asas Nemo plus juris ad alium transferre potest quam ipse habet (tak seorangpun dapat mengalihkan lebih banyak haknya

daripada yang ia miliki) atau Nemo dat rule. Prinsip hukum ini juga berlaku dalam hukum jaminan kebendaan antara lain jaminan fidusia. Pemberi fidusia adalah orang yang memiliki benda jaminan fidusia dikatakan bahwa debitur adalah pemilik benda jaminan. Bukti kepemilikan benda jaminan itu lazimnya diserahkan kepada kreditur sesuai dengan jenis benda jaminan. Misalnya kendaraan bermotor, bukti kepemilikan yang diserahkan adalah BPKB. Bukti kepemilikan

143 Ibid., hal 358.

mesin-mesin adalah kwitansi atau faktur pembelian. Namun, dalam praktik pengadilan ditemukan kasus bahwa benda jaminan fidusia yang diserahkan kepada bank bukan milik dari debitur tetapi milik orang lain.

Hal ini tentu menimbulkan persoalan yuridis. Persoalan ini terletak kepada pengertian milik dari benda yang dijaminkan. Pemahaman milik dalam masyarakat bisnis dapat diartikan dalam dua hal. Pertama, debitur menguasai titel dari benda jaminan dan sekaligus menguasai benda secara fisik. Kedua, debitur menguasai benda jaminan secara fisik sedangkan secara yuridis debitur belum menjadi pemilik.144

Dikaitkan dengan hukum jaminan, bilakah saat debitur itu dianggap sebagai pemilik benda jamnan, atau dapatkah pemilik benda yang hanya menguasai benda jaminan secara fisik menjaminkan benda itu kepada lembaga keuangan dalam meminjam kredit. Permasalahan ini semakin jelas dalam kenyataan perilaku bisnis jual beli kredit kendaraan bermotor. Ada dua hal yang terjadi dalam perjanjian jual beli kendaraan bermotor yaitu kendaraan bermotor baru dan kendaraan bermotor bekas (second hand). Dalam jual beli kredit kendaraan bermotor baru, pembeli mengangsur harga setiap bulan dalam jangka waktu tertentu.145

Bukti kepemilikan atas kendaraan tersebut lazimnya akan diserahkan setelah pembayaran terakhir lunas. Selama angsuran belum dilunasi pembeli, pihak penjual menjaminkan kendaraan tersebut kepada lembaga keuangan.

Masalahnya adalah apakah penjual dapat menjaminkan kendaraan tersebut,

144 Ibid.

145 Ibid.

sedangkan kendaraan itu sudah atas nama pembeli. Bahkan, tidak tertutup bagi pembeli kendaraan untuk menggadaikan kendaraan itu kepada pihak lain. Berbeda halnya dengan jual beli kendaraan bermotor bekas. Pada umumnya, pihak pembeli merasa enggan untuk melakukan balik nama atas kendaraan tersebut.

Lazimnya secara yuridis, bukti kepemilikan berupa BPKB masih atas nama penjual. Keadaan ini sering dimanfaatkan penjual untuk mendapatkan kredit dengan cara menjaminkan kendaraan yang telah dijual melalui jaminan fidusia kepada lembaga keuangan. Tentunya pembeli dirugikan atas perbuatan pihak penjual. Persoalan yuridisnya, apakah penjual dapat menjaminkan kendaraan tersebut cukup dengan menunjukkan bukti kepemilikan berupa BPKB kepada lembaga keuangan dan sebaliknya apakah lembaga keuangan dapat menerima jaminan yang diserahkan debitur tanpa meneliti secara jelas keadaan fisik benda jaminan. Dalam Undang-Undang Perbankan, dianut prinsip bahwa lembaga keuangan harus bersikap hati-hati untuk memberikan kredit kepada nasabah debitur. Salah satu realisasi prinsip kehati-hatian tersebut adalah ketika lembaga keuangan menilai faktor collateral.146

Konflik hukum jaminan fidusia seperti paparan di atas terlihat pada putusan Pengadilan Negeri Medan dalam perkara Bank Bali Cabang Medan v.

Lucyana dan Pulung Sukatendel, No. 32/Pdt.G/1992/PN-Mdn, tanggal 31 Oktober 1992.

Kasus tersebut sampai ke pengadilan karena Lucyana (tergugat I) telah berhutang kepada Bank Bali (penggugat) lewat transaksi kredit sebesar Rp

146 Ibid., hal 336.

14.000.000,- (empat belas juta rupiah) dengan bunga 15,5% (lima belas koma lima persen) per tahun pada tanggal 15 September 1990 dan harus dibayar pada 15 Oktober 1991, sesuai dengan perjanjian kredit dan pengakuan hutang No.

210907 tanggal 15 Oktober 1990 jo gros akta pengakuan hutang dengan penyerahan jaminan secara fidusia No. 54 tanggal 15 September 1990. Penggugat telah berulang kali menegur tergugat I, tetapi tergugat I belum melunasinya, dengan demikian perbuatan tersebut adalah wanprestasi. Sebagai jaminan kredit diserahkan kepada penggugat satu mobil merek Mitsubishi tahun 1989 yang dijaminkan secara fidusia. Barang jaminan tersebut tercatat atas nama Pulung Sukatendel (tergugat II). Untuk menjamin tuntutan penggugat diletakkan sita milik dan sita jaminan.147

Dalam persidangan tergugat I tidak hadir, sedangkan tergugat II memberikan jawaban. Dalam konvensi dikatakan bahwa penggugat tidak secara jelas menguraikan fungsi dan penggugat tidak secara jelas menguraikan fungsi dan kedudukan masing-masing tergugat I dan II dalam posita gugatan. Selain ketidaksempurnaan meletakkan fungsi dan kedudukan tergugat I dan II sebagai yang digugat, juga antara posita dengan petitum tidak serasi menurut hukum acara.148

Dalam pokok perkara, tergugat II tidak ada berhutang berdasarkan perjanjian kredit dan pengakuan hutang No. 210907 tanggal 15 Oktober 1990 jo akta pengakuan hutang dengan penyerahan jaminan secara fidusia No. 54 tanggal 15 September 1990 sebesar Rp 14.000.000,- (empat belas juta rupiah) dengan bunga

147 Ibid.

148 Ibid.

15,5% yang dibayar selambat-lambatnya tanggal 15 Oktober 1991. Tergugat II tidak pernah ditegur secara berkali-kali oleh penggugat dan tidak pernah melakukan wanprestasi karena tergugat II tidak mempunyai hubungan hukum dalam bentuk apapun. Tergugat II tidak ada menyerahkan sebagai jaminan kepada penggugat satu mobil Mitsubishi tahun 1989 secara fidusia. Memang benar mobil tersebut atas nama dan milik tergugat II, tetapi tergugat II keberatan diletakkan sita milik atas barang jaminan. Tergugat II tidak pernah memindahkan hak milik atas mobil tersebut sebagai jaminan kepada pengugat. Tergugat II sangat dirugikan akibat dari tindakan penggugat yang bekerjasama dengan tergugat I yang telah melarikan diri dari pihak berwajib dengan menerima jaminan dari harta milik tergugat II tanpa seizin dari tergugat II baik lisan maupun tertulis. Tergugat II tega mengadukan tergugat I kepada polisi sesuai dengan laporan Polisi No.

164/K-3/I/1992/OPS tanggal 25 Januari 1992. Tergugat II mohon bukti apakah benar ada berhutang kepada penggugat dan menjaminkan mobil tersebut.149

Pengadilan tidak mempersoalkan objek jaminan fidusia atas nama orang lain. Yang dilihat pengadilan hanya sebatas pemilik benda jaminan dari segi yuridis formil melalui bukti BPKB. Pengadilan tidak menilai bukti kepemilikan berupa kwitansi jual beli mobil. Demikian juga tidak mempertimbangkan prosedur pemberian kredit yang diatur dalam Undang-Undang khususnya melakukan pengecekan benda jaminan secara fisik. Kelalaian perbuatan hukum yang dilakukan oleh lembaga keuangan dalam meneliti aspek agunan tidak dapat

149 Ibid.

dibebankan kepada pemilik benda jaminan secara fisik untuk memenuhi kewajiban debitur. 150

Oleh karena itu, dari kasus ini dapat dijadikan referensi sebagai landasan bagi pelaku usaha yaitu dalam memberikan kredit, lembaga keuangan harus menilai faktor agunan dari segi yuridis formil dan materil. Dari segi yuridis formil, lembaga keuangan diwajibkan memeriksa bukti kepemilikan dan pernyataan bahwa debitur adalah benar sebagai pemilik benda jaminan. Dari segi yuridis materiil, lembaga keuangan diwajibkan untuk mengecek benda jaminan ke lapangan dan sekaligus dapat menilai kualitas benda jaminan tersebut.151

C. Analisa Kasus yang Terjadi di PT Pegadaian (Persero) Cabang Medan