• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kecerdasan Emosional

Dalam dokumen KECERDASAN EMOSIONAL PARA GURU YANG MENG (Halaman 42-48)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Analisa Kecerdasan Emosional

Setiap individu yang bekerja pastinya akan mengalami masa pensiun, baik bagi mereka yang bekerja di sebuah perusahaan ataupun yang bekerja di instansi pemerintah. Perusahaan ataupun pemerintah telah menetapkan batasan usia tertentu untuk pensiun bagi karyawan atau pegawainya. Saat masa pensiun tiba, hal itu tidak dapat dihindari oleh setiap orang. Ketika kondisi fisik menurun, produktivitas makin menurun, dan usia bertambah tua, masa pensiun semakin di depan mata.

Guru merupakan suatu pekerjaan di instansi pemerintah, itu artinya guru memiliki batasan usia tertentu untuk pensiun. Ketentuan tersebut telah diatur di dalam PP RI No. 32 tahun 1979 (www. dikti.co.id), yang berisi batasan usia pensiun bagi pegawai negeri ditetapkan pada umur 56 tahun. Meskipun batasan usia ini nantinya bersifat longgar, namun tetap saja setiap guru akan mengalami masa pensiun di usia tua mereka.

Para guru menghadapi masa pensiun dengan cara yang berbeda-beda satu sama lain. Beberapa diantara mereka merasa senang karena dapat memperoleh waktu untuk istirahat setelah sekian lama mengajar, sehingga

mereka menanggapi pensiun dengan hati gembira. Namun, tidak sedikit pula dari mereka yang gelisah dan khawatir saat menghadapi pensiun. Pensiun dirasakan sebagai akhir dari segalanya, banyak alasan yang dikemukakan untuk hal itu.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti, diperoleh informasi bahwa kehilangan pekerjaan, pendapatan akan berkurang, kebersamaan dengan para murid yang menjadikan hiburan bagi mereka akan lenyap begitu saja, beberapa hal tersebut merupakan alasan yang membuat para guru menjadi cemas saat masa pensiun semakin mendekat. Faktor ekonomi dan faktor sosial di atas menjadi masalah yang sangat besar bagi mereka. Berkurangnya pendapatan akan berpengaruh pada kehidupan rumah tangga sehari-hari, cara mereka memenuhi kebutuhan rumah tangga akan berbeda seperti saat pekerjaan masih digeluti, terlebih lagi jika masih memiliki tanggungan, yaitu anak yang masih sekolah, tentunya hal itu akan membuat mereka khawatir tentang keuangan rumah tangga. Interaksi dengan murid dan rekan sekerja akan berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali, hal ini akan membuat mereka merasa sepi karena tidak adanya teman sebaya yang dapat dijadikan tempat berkeluh kesah. Para guru sudah memutar otak sedemikian rupa untuk mencari solusi dalam menghadapi beberapa permasalahan yang akan dihadapinya tersebut, bahkan sebelum pensiun itu benar-benar dialami. Oleh sebab itu, reaksi masing-masing guru yang akan menghadapi pensiun berbeda satu sama lain. Ada beberapa dari mereka yang khawatir hingga timbul cemas. Namun tidak sedikit pula yang daya juangnya tinggi dalam

mengatasi masalah-masalah yang nantinya akan muncul saat pensiun. Sehingga mereka telah menyiapkan beberapa solusi untuk mengatasinya, bahkan solusi ini sudah dipikirkan jauh sebelum para guru menghadapi pensiun. Meskipun demikian, diantara para guru yang sudah memikirkan solusi inipun, masih terdapat beberapa individu yang merasa khawatir meskipun sudah menemukan solusi bagi permasalahan yang sebenarnya belum terjadi.

Adanya sikap yang bervariasi ketika menghadapi masa pensiun tergantung kondisi emosionil seseorang dalam menghadapi semua masalah yang terjadi pada dirinya. Kecerdasan emosional seseorang sangat mempengaruhi kehidupan seseorang, dengan adanya kecakapan dalam kecerdasan emosionalnya akan membuat orang menyadari apa yang sedang terjadi dalam dirinya, bagaimana perasaannya saat itu, serta bagaimana cara menghadapi setiap permasalahan yang terjadi pada dirinya, dan dapat mengendalikan emosinya dengan baik.

Menurut Goleman (2007, h. 7) kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, serta kemampuan untuk mengendalikan dorongan emosi, untuk membaca perasaan terdalam orang lain, untuk memelihara hubungan sebaik-baiknya dengan orang lain.

Aspek-aspek kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Shapiro (1999,h. 24), antara lain adalah keterampilan emosi dari segi moral, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan untuk memotivasi diri dan berprestasi, keterampilan mengelola emosi, keterampilan memecahkan masalah. Sedangkan menurut Segal (1999, h. 50), kecerdasan emosional terbentuk dari kesadaran emosional, penerimaan, kesadaran aktif, dan empati.

Segal (1999, h. 211) mengatakan jika seseorang yang keluar dari pekerjaannya dan berniat untuk mencari pekerjaan di tempat lain, kebutuhan ekonomi memaksanya berada dalam situasi kerja yang tidak sesuai. Maka orang tersebut tidak akan merasa nyaman dengan lingkungan barunya jika dia tidak dapat menggunakan emosinya dengan baik untuk tetap terkendali dan menjaga kepuasan di tempat kerjanya yang baru, tapi jika orang tersebut mampu menggunakan emosinya dengan baik, dia akan merasa mendapat pekerjaan yang tepat, hasil dan deskripsi pekerjaan akan tampak sempurna di matanya.

Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional rendah tidak dapat mengambil keputusan, serta tidak dapat memecahkan masalah dengan baik. Mereka juga tidak tahu bagaimana caranya memikirkan perasaan orang lain, kurang dapat berinteraksi dengan orang lain, bahkan yang lebih buruk lagi mereka tidak mampu merasakan apa yang disukainya dan apa yang tidak disukainya, tidak dapat memahami perasaannya sendiri (Segal, 1999, h.10). Goleman (2007, h. 351) juga menambahkan bahwa seseorang yang tidak

cakap secara emosional, tidak mampu mengelola emosinya dengan baik akan cenderung mengalami depresi setiap menemui masalah, meskipun terkadang itu merupakan masalah kecil, namun jika dia tidak dapat mengatasinya dengan baik, masalah kecil tersebut dapat menjadi masalah yang besar baginya.

Berdasarkan hal di atas, dapat dikatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi tentunya dapat mengelola emosinya dengan baik, sehingga reaksi positiflah yang muncul saat menghadapi masa pensiun. Masa pensiun tidak akan membuat mereka mengalami hal yang tidak menyenangkan, namun akan membuat mereka dapat berkarya di hari tuanya. Mereka juga tidak akan merasa kehilangan seseorang karena keterampilan sosialnya yang bagus, membuat mereka dapat berinteraksi dengan semua orang dimanapun dia berada dan dalam situasi apapun. Sebaliknya, bagi mereka yang kecerdasan emosionalnya rendah akan menghadapi masa pensiun dengan rasa khawatir serta gelisah tentang sesuatu yang akan dihadapinya nanti setelah pensiun benar-benar sudah dialami, dengan kata lain reaksi negatif muncul ketika menghadapi masa pensiun. Kecerdasan emosional yang dimiliki para guru seharusnya dapat membuat mereka memahami apa yang mereka rasakan, bagaimana harus bertindak untuk mengatasi permasalahan yang mungkin akan muncul.

Diagram 1

Analisa Kecerdasan Emosional Guru yang Menghadapi Pensiun

Pensiun Pendapatan berkurang Pendapatan berkurang Kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari Pekerjaan hilang Pensiun Kebersamaan dengan murid berkurang Kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari Menganggur, bosan Kesepian

Reaksi yang Muncul

Kesadaran Aktif Empati

Kecerdasan Emosional

Dalam dokumen KECERDASAN EMOSIONAL PARA GURU YANG MENG (Halaman 42-48)

Dokumen terkait