• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pengumpulan Data

Dalam dokumen KECERDASAN EMOSIONAL PARA GURU YANG MENG (Halaman 51-56)

BAB III METODE PENELITIAN

C. Metode Pengumpulan Data

Poerwandari (1998, h. 61) menyatakan bahwa sesuai dengan sifat penelitian yang terbuka dan luwes, metode dan tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif juga beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian, serta sifat objek yang diteliti. Di dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. Wawancara

Menurut Hadi (2002, h. 62) wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya-jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab tersebut, dan masing-masing pihak dapat menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar. Moleong (2008, h. 186) menambahkan bahwa tanya-jawab tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Dalam penelitian ini, pedoman wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara bebas terpimpin. Hal ini dilakukan agar informasi yang diperoleh lebih mendalam dan tujuan penelitian dapat dicapai semaksimal mungkin. Wawancara longitudinal dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan pada keluarga terdekat subyek, misalnya orang tua atau kakak subyek. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat memperoleh data tentang kecemasan subyek semenjak kecil hingga dewasa dan pada saat menghadapi pensiun. Dalam hal ini, peneliti menggunakan alat bantu seperti tape recorder, buku catatan, serta pena untuk membantu jalannya wawancara.

Beberapa hal yang ingin diketahui melalui wawancara adalah sebagai berikut :

a. Kondisi keluarga subyek

b. Hubungan subyek dengan murid

c. Kecintaan subyek terhadap pekerjaannya d. Rencana setelah pensiun

e. Lingkungan tempat tinggal 2. Observasi

Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi 2002, h. 136). Observasi yang

dilakukan adalah observasi non partisipan, Dalam penelitian ini, agar hasil yang diperoleh tidak terbatas, observasi dilakukan tidak hanya pada saat wawancara saja, namun observasi juga dilakukan saat subyek sedang mengajar atau saat mengikuti kegiatan di sekolah tempatnya mengajar, bahkan saat subyek berada di rumahpun dapat dilakukan observasi.

Patton (dalam Poerwandari, 1998, h. 63) mengungkapkan bahwa data hasil observasi menjadi sangat penting karena :

a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik dalam konteks dimana hal yang diteliti ada atau terjadi.

b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersifat terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian, dan telah mempertahankan piliha untuk mendekati masalah secara lebih induktif.

c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subyek

penelitian sendiri kurang disadari.

d. Observasi memungkinkan diperolehnya data yang karena berbagai

sebab tidak dapat diungkapkan melalui wawancara.

e. Observasi memungkinkan peneliti bergerak lebih jauh dari persepsi selektif yang ditampilkan subyek penelitian atau pihak lain.

f. Observasi memungkinkan peneliti merefleksi dan bersikap introspeksi terhadap penelitian yang dilakukan.

Hasil observasi yang nantinya diperoleh, diharapkan dapat mendukung data yang telah didapat dari wawancara sebelumnya. Dalam observasi ini, peneliti ingin mengetahui :

a. Kondisi fisik subyek

b. Perilaku yang cenderung ditampilkan selama proses observasi c. Sikap dan perilaku subyek terhadap murid-muridnya saat mengajar d. Interaksi subyek dengan keluarga dan teman kerjanya

e. Ekspresi dan bahasa tubuh yang muncul saat wawancara, misalnya saat menjawab pertanyaan subyek membutuhkan waktu yang lama, menghindari pertanyaan, dan lain sebagainya

3. Tes

Cara individu mempersepsi dan menginterpretasi materi tes atau ”menstrukturisasikan” situasi akan menecerminkan aspek-aspek dasar dari fungsi psikologisnya. Maka materi tes bisa berfungsi sebagai semacam saringan dimana responden ”memproyeksikan” proses pikiran, kebutuhan, kecemasan, dan konflik khas (Anastasi, 1997, h. 46).

Anastasi (1997, h. 47) juga menambahkan bahwa teknik proyektif sangat efektif dalam menyingkapkan aspek tertutup, laten, atau tak sadar dari kepribadian.

Di dalam penelitian ini, tes proyektif yang digunakan adalah TAT (Thematic Apperception Test) untuk mengungkapkan ada atau tidaknya kecemasan dalam diri subyek. Peneliti menggunakan TAT karena melalui tes proyektif yang berupa gambar-gambar ambigu ini subyek dapat

memproyeksikan keinginan, pengalaman, perasaan dan konflik-konflik di dalam dirinya. Serta adanya asumsi bahwa semakin tidak terstruktur atau semakin ambigu suatu stimuli, maka semakin kecil kemungkinan adanya reaksi defensif pada subyek (Anastasi, 1997, h. 47).

TAT mengajukan stimuli yang jauh lebih tersruktur dan meminta respon verbal yang lebih kompleks dan terorganisir secara bermakna. Interpretasi atas respon-respon atas penguji biasanya didasarkan pada analisis isi yang sifatnya agak kualitatif. Materi-materi TAT terdiri dari 19 kartu yang memuat gambar-gambar kabur dalam warna hitam dan putih serta satu kartu kosong. Responden diminta untuk mengarang cerita yang sesuai dengan tiap gambar, menceritakan apa yang mengarah pada peristiwa, mendeskripsikan apa yang terjadi pada waktu itu, dan apa yang dirasakan serta dipikirkan oleh karakter dalam gambar lalu memberikan hasilnya. Dalam hal kartu yang kosong, responden diminta untuk membayangkan gambar tertentu pada kartu itu, mendeskripsikannya, dan kemudian membuat cerita tentang hal itu (Anastasi, 1997, 52).

Kecerdasan emosional dalam penelitian ini diungkap dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang dibuat oleh Jeanne Segal dengan berpegang pada teori Daniel Goleman. Landasan Segal dalam membuat sejumlah pertanyaan itu adalah bahwa setiap orang tidak benar-benar merasa, tapi mengira bahwa orang itu merasa. Orang yang mengira bahwa dirinya merasa, tidak mengetahui apa yang benar-benar penting untuknya. Orang tersebut mempertahankan nilai-nilai, menggunakan matriks emosi

unik yang telah membentuk kepribadiannya, karena itu orang tersebut kemudian bertindak seperti orang lain.

Segal membuat 15 item pertanyaan yang mengukur kecerdasan emosional melalui perilaku, karena menurut Segal (1999, h. 24) kecerdasan emosional berdasarkan pada bagaimana seseorang bertindak pada situasi tertentu dan dimana kekuatan emosi terletak. Beberapa hal yang dapat diungkap dari 15 item pertanyaan tersebut antara lain adalah kesadaran emosional, penerimaan, kesadaran aktif, dan empati. Keempat hal tersebut merupakan keterampilan emosional yang membentuk kecerdasan emosional seseorang. Dari 15 item pertanyaan tersebut dapat dilihat apakah subyek memiliki kecerdasan emosional rendah atau tinggi.

Dalam dokumen KECERDASAN EMOSIONAL PARA GURU YANG MENG (Halaman 51-56)

Dokumen terkait