• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KERETAKAN DINDING LANTAI TINGKAT BANGUNAN GEDUNG PENGADILAN NEGERI POSO KLAS IB

Dalam dokumen Jurnal Maroso Juni 2016 Volume VII No. 1 (Halaman 31-45)

Kata Kunci —retak dinding, cracking, masonry infills cracking, pn poso

I. PENDAHULUAN

Semua material bangunan mengalami perubahan volume sebagai respons terhadap perubahan temperatur dan kelembaban (kadar air). Perubahan volume material, deformasi elastik akibat beban-beban, rangkak (creep), dan faktor-faktor lainnya mengakibatkan terjadinya pergerakan. Kekangan terhadap pergerakan-pergerakan ini menimbulkan tegangan di dalam bangunan yang berakibat pada terjadinya retak (crack). Dari sisi konstruksi, retak-retak yang pada mulanya dipicu oleh karakteristik material bangunan akan menjadi lebih intensif dan lebih beresiko bilamana terdapat kelemahan-kelemahan tertentu dalam desain konstruksi.

II. BATASANMASALAH

Oleh karena keterbatasan instrumen pengukur presisi maka semua indikasi keretakan dinding bata pada bangunan gedung Kantor PN Klas 1B Poso ini dianggap hanya merupakan respons dari aksi gaya-gaya yang bekerja di dalam bidang (in-plane wall), bukan aksi gaya di luar bidang (out of plane wall) sebagaimana yang mungkin disebabkan oleh gaya gempa lateral.

III. ANALISA

Retak-retak dinding pasangan bata ½ batu yang terjadi pada 27 titik bangunan Gedung Kantor Pengadilan Negeri Klas 1B Poso pada bulan Mei 2014 memiliki variasi dalam lebar dan pola keretakan. Mayoritas keretakan merupakan retak mikro (micro crack) dengan lebar < 1.0 mm, beberapa termasuk kategori retak ringan dengan lebar 1.2 – 1.5 mm. Pola retak bervariasi mulai dari pola vertikal, vertikal-ireguler, vertikal diagonal dan diagonal. Berdasar itu, penyebab retak dan faktor-faktor kontribusinya ada lebih dari satu. Menginvestigasi secara eksak penyebab retak-retak dinding ini bukanlah hal yang sederhana oleh karena keterbatasan instrumen pengukuran dalam skala sangat kecil (micro scale). Dari inspeksi visual selama 2 minggu terakhir pada keseluruhan kerangka struktur kolom beton bertulang, balok girder, balok sloof, balok ring dan pelat lantai, tidak ditemukan indikasi yang sangat mencolok (secara visual) yang dapat segera menjadi pertanda (indikator) langsung dari penyebab keretakan dinding bata. Karena tidak terdapat pola keretakan struktural yang signifikan pada komponen struktur maka dapat disimpulkan bahwa keretakan bukan pertama-tama bersifat struktural (non-struktural).

Gbr. 1.a-b. Bentangan tengah (midspan) dan tepi (endspan) dari balok girder 35x65 cm, L = 10 m. Tidak ditemukan indikasi yang mencolok (secara visual) berupa keretakan atau defleksi ekstrim dari struktur pendukung pelat dan dinding ini (panel balok-pelat monolit Ruangan Hakim)

ANALISA KERETAKAN DINDING LANTAI TINGKAT BANGUNAN

GEDUNG PENGADILAN NEGERI POSO KLAS IB

Obelhard O. Pandoyu1)

1)

Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sintuwu Maroso

Secara teknik struktur, dinding pasangan bata ½ batu diklasifikasikan sebagai bukan komponen struktural bangunan oleh karena tidak memikul beban mati dan beban hidup bangunan. Dinding pasangan bata ½ batu dikategorikan sebagai elemen pengisi rangka struktur kolom-balok

(masonry/brick-wall infilled frame) dan hanya berkontribusi dalam menambah kekakuan rangka struktural, terutama apabila bangunan mengalami gerakan lateral atau horizontal akibat gempa bumi dan getaran.

Gbr. 2. a-b. Bentangan tepi (endspan) dari balok 30x45 cm, L = 5 m, pendukung pelat lantai dan dinding bata pembatas ruangan bagian Selatan Ruang Panitera Pengganti. Secara inspeksi visual tidak ditemukan indikasi yang sangat mencolok berupa keretakanataudefleksi ekstrim pada balok, pertemuan (join)kolom-balok dan kolom beton bertulang.

Gbr. 3. a-b. Bentangan tengah (midspan) dan tepi (endspan) dari balok 30x45 cm, L = 5 m, pendukung pelat lantai dan dinding bata pembatas ruangan bagian Utara Ruang Hakim. Secara inspeksi visual tidak ditemukan indikasiyang sangat mencolok berupa keretakan atau defleksi ekstrim pada balok, pertemuan (join) kolom-balok dan kolom beton bertulang.

Keterangan Gbr. 4.a-c:

= join (pertemuan) balok ring (atap) dan sisi atas dinding dengan tanpa celah ekspansi.

Pada sisi yang lain, dinding pengisi ini sangat integratif dengan komponen struktural bangunan oleh karena dua situasi berikut ini:

1. Dinding pengisi (= dinding pasangan bata ½ batu) disupport/dipikul oleh balok-balok beton bertulang yang dicor secara monolit dengan pelat betonnya (lihat Grb. 5.a-c), dan,

2. Melalui bidang sentuh pada sisi atas, dinding pengisi (paling kurang sebagiannya) menerima

transfer berat sendiri balok ring dan pelat atap terutama apabila terjadi susut pembebanan (creep) atau defleksi pada sistem balok-pelat atap yang cukup besar sementara celah ekspansi diantara dua komponen ini tidak dapat mengakomodasi pergerakan (lihat Gbr.

4.a-c, Gbr. 7, Gbr. 8).

Gbr. 4. a - c. Sistem dinding bata sisip/ dinding pengisi kerangka struktur (brick-wall infilled frame) dengan tanpa celah ekspansi pada konstruksi bangunan gedung Kantor PN Poso.

Defleksi

Penurunan struktur pendukung dinding (sistem balok-pelat lantai monolitik)

Gbr. 5. a-c. Sistem kolom-balok-pelat lantai monolitik sebagai konstruksi pendukung dinding dan beban-beban lantai diatasnya.

Defleksi

Defleksi

Celah ekspansi, baik horizontal maupun vertikal dapat digunakan untuk mengakomodasi pergerakan akibat deformasi elastik, rangkak (creep), susut (shrinkage) dan mencegah retak, khususnya untuk dinding bata dengan lebar lebih dari 5 meter. Untuk dinding bata sisip (brick infill) dengan bentangan lebih dari pada

kerangka struktur beton bertulang disarankan untuk menempatkan celah ekspansi horizontal minimum ¼ inci (=6.4 mm) diantara struktur dan sisi atas dinding. Celah ekspansi dapat diisi dengan mortar lentur atau styrofoam.

Celah di

Gbr. 7. Join (pertemuan) balok ring – pelat monolitik dan sisi atas dinding dengan bukaan lebar dan tanpa celah ekspansi horizontal (garis kuning putus-putus).

Pelat Lantai, t = 12 cm

Balok Ring 30x45 cm

Dinding Psg. Bata ½ Batu

Lintel/Latei/Latio Celah ekspansi = 0 Gbr. 6.a-c. Retak dinding pasangan bata di sekitar bukaan pintu dan jendela karena deformasi

Balok Struktur

Dinding non-struktur Bukaan Pintu

Kolom Struktur

Klasifikasi Penyebab Utama, Penyebab Minor dan Faktor Kontribusi

Faktor fundamental dalam kasus keretakan dinding ini tidak lain daripada terlampauinya kapasitas tegangan tarik (tensile-strength) dinding bata (spesi mortar maupun batu bata) dalam memikul aksi beban luar berupa tegangan tekan, tarikan dan kombinasi tarikan-lenturan. Penyebab utama dari keretakan dinding adalah susut akibat pembebanan (creep), deformasi elastik atau pelenturan pelat beton bertulang bawah dinding dan pembebanan yang ditransfer dari balok ring-pelat atas. Penyebab minor adalah drying

shrinkage (susut kering). Sedangkan faktor yang berkontribusi pada keretakan adalah dinding lemah karena perkuatan kolom praktis dan balok latei kurang memadai.

Faktor Fundamental:

Terlampauinya kapasitas tegangan tarik-langsung (direct tensile-strength) dan tegangan tarik-lentur (flexural tensile-strength) dinding bata (spesi mortar maupun batu bata) dalam memikul aksi beban luar berupa tegangan tekan, aksi tarikan dan kombinasi aksi tarikan-lenturan.

Penyebab Utama:

1. Defleksi beton pelat lantai-balok monolit pendukung dinding akibat proses rangkak (creep);

2. Transfer beban mati dari berat balok ring-pelat monolitik atas dinding, dan

3. Deformasi elastik sistem balok-pelat lantai akibat peningkatan beban mati lantai.

Penyebab Minor:

1. Susut volume atau susut pengeringan (shrinkage) spesi semen atau mortar.

Faktor Kontributif:

1. Perkuatan dinding lemah akibat ketiadaan atau akibat kurang memadainya rangka perkuatan kolom praktis – latei/lintel pada bukaan-bukaan (pintu dan jendela).

2. Kesalahan Konfigurasi Pendetailan, terutama pendetailan lapis tulangan pelat

Defleksi Beton Pelat Lantai-Balok Monolitik Pendukung Dinding akibat Proses Creep (Rangkak)

Rangkak (creep) adalah peningkatan regangan material (beton) terhadap waktu akibat beban yang bekerja dan menyebabkan kontraksi (pengerutan) volume pelat beton. Penyebab creep (rangkak) ada dua, sbb:

1. Pertambahan beban mati yang bekerja di atas pelat oleh karena pemasangan lantai keramik. Berat spesi mortar (adukan semen) dan berat keramik granito dengan berat satuan 45-50 kg/m2;

2. Mutu pelaksanaan beton kurang baik karena faktor air semen (fas) yang terlalu besar (FAS Gbr. 8. Join (pertemuan) balok struktur dan sisi atas dinding dengan

> 0.60) menyebabkan peningkatan pori—pori (rongga) beton. Karena tidak menggunakan vibrator pada saat pengecoran pelat dan balok maka para pekerja cenderung menambahkan air ke dalam adukan beton segar untuk mendapatkan campuran yang lebih encer agar workabilitas (sifat mudah dikerjakan) meningkat. Hal ini memang akan

meningkatkan workabilitas beton namun mengurangi kekuatannya karena terjadi peningkatan ukuran dan jumlah pori-pori dalam beton (pori-pori pertama-tama diisi oleh air berlebih, namun air berlebih akan menguap sejalan waktu dan terbentuk rongga-rongga mikro dalam beton).

Transfer Beban Mati dari Berat Balok Ring-Pelat Monolitik Atas Dinding

Pembebanan berarah vertikal yang ditransfer dari berat balok ring-pelat lantai monolitik melalui kontak atas dinding melampaui kapasitas geser dinding pasangan bata, baik kekuatan spesi mortar maupun kekuatan batu bata. Ini dikategorikan sebagai beban berlebih.

Tekanan akibat berat balok ring-pelat lantai monolitik

Gambar 9. Skematik creep (rangkak) dan drying shrinkage (susut kering). Rangkak disebabkan oleh pertambahan beban

Gambar 10. Mekanisme retak krn beban berlebih. Dinding bata mengalami

tekanan (kompresi) vertikal yang melampaui kekuatan geser

lapisan spesi mortar antar bata ataupun kekuatan bata itu sendiri dan

mengakibatkan tegangan tarik horizontal yang menimbulkan retak vertikal atau campuran vertikal diagonal

Reaksi vertikal

Deformasi Elastik akibat Peningkatan Beban Mati Lantai

Komponen struktural bangunan mengalami deformasi elastik akibat beban mati dan beban hidup. Apabila sistem struktur balok-pelat lantai beton bertulang memiliki bentang yang relatif panjang (panel pelat tengah bangunan gedung Kantor PN Poso memiliki lebar 10.0 meter maka sistem struktur itu

tentu saja akan menjadi lebih fleksibel terhadap peningkatan beban diatasnya, dengan kata lain struktur tersebut mudah melendut. Merujuk pasal 11.5.3 SNI-03-2847-2002 (lihat Tabel 1), bila tidak ada langkah pencegahan khusus, lendutan izin maksimum

maks hanya sebesar L/480 = 10000/480 = 20.83 mm.

Tabel 1. Lendutan Izin Maksimum menurut SNI-03-2847-2002

Perhitungan Defleksi Teoretis akibat Pembebanan Bangunan

Defleksi maksimum pelat lantai beton bertulang sebelum pekerjaan pemasangan lantai dihitung dengan aplikasi SAFE v12 (lihat Gbr. 12.a) sebesar maks= 15.81 mm. Dalam pemodelan struktur dengan aplikasi SAP2000 v16, ETABS v13 dan SAFE v12 kekuatan karakteristik lantai beton bertulang

direduksi dari fc’ = 18.6 MPa (≈ K225) menjadi batas bawah kekuatan karakteristik yang berkisar fc’=12 MPa (≈ K147) untuk menghindari over-estimasi kekuatan material. Rumus untuk menghitung defleksi lantai akibat pembebanan yang bekerja diberikan sebagai,

Struktur balok-pelat beton mengalami pelenturan deformasi elastik

Gambar 11. Pelenturan (deformasi elastik) struktur pendukung akibat peningkatan beban lantai

Namun untuk ketepatan analisis penulis menggunakan program aplikasi ETABS v13

dan SAFE v12.

Sesudah pemasangan lantai keramik, terjadi peningkatan beban mati lantai beton dan defleksi maksimum lantai menjadi maks = 17.32 mm. Selanjutnya dicoba pula kombinasi pembebanan puncak lantai apabila beban hidup per satuan luas untuk standar

ruangan kantor (wL = 250 kg/m2) dan beban mati tambahan wL = 50 kg/m2bekerja secara penuh sesuai standar pembebanan ultimit dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), wU = 1.2wD + 1.6wL.

Gbr. 12.a. Defleksi maksimum pelat lantai sebelum pemasangan lantai keramik yang terjadi pada panel tengah ruang Hakim sebesar 15.81 mm (ETABS v13 dan SAFE v12).

Berdasarkan kombinasi pembebanan maksimum wU = 1.2wD + 1.6wL untuk jenis peruntukkan bangunan perkantoran (wLL = 250 kg/m2), defleksi maksimum pelat lantai beton bertulang akan mencapai angka teoretis sebesar maks= 26.70 mm. Nilai ini

hanya merupakan defleksi yang disebabkan oleh bekerjanya beban mati dan beban hidup bangunan, dan belum termasuk deformasi yang dipengaruhi oleh proses susut (shrinkage) dan mekanisme rangkak (creep). Gbr. 12.b. Defleksi maksimum pelat lantai sesudah pemasangan lantai keramik.maks= 17.32 mm

Pengaruh Konfigurasi Pendetailan Tulangan dalam Peningkatan Fleksibilitas (Kelenturan) Pelat Lantai

Gbr. 12.c. Defleksi maksimum pelat lantai akibat kombinasi pembebanan ultimit menurut SNI. .maks= 26.70 mm (ETABS v13 dan SAFE v12)

= 5.0 m

= 10.0 m

Tabel 2. Spreadsheet perhitungan tulangan pelat panel interior dengan 4 sisi tumpuan balok As perlu = ρ perlu . b . d

Arah Mu Mn Rn=Mn/bd2 r perlu cek r As perlu As ada As ada>Asperlu

kNm kNm N/mm2 > ρmin mm2 Ø (mm) s (mm) x ( lap ) 5.16 6.4526875 0.807 0.00336 0.003361 336 10 200 393 ok y ( lap ) 4.34 5.4202575 0.542 0.00226 0.0025 250 10 250 314 ok x ( tump ) 12.18 15.2283425 1.523 0.00635 0.006345 635 10 110 714 ok y ( tump ) 11.15 13.937805 1.394 0.00581 0.005807 581 10 125 628 ok tul.pakai

Gbr. 15. Pekerjaan pemasangan/pendetailan tulangan balok dan pelat pada konstruksi bangunan gedung kantor PN Klas 1B Poso, September 2013. Nampak dalam gambar tersebut, jarak spasi lapis tulangan bawah secara umum sudah memenuhi yang dibutuhkan (sesuai perhitungan, smaks= 15 cm), namun jarak spasi lapis tulangan atas untuk daerah momen tumpuan arah bentang pendek kurang memenuhi.

Gbr. 16. Skem atik momen lapangan arah X dan arah Y (Mly, Mlx) dan momen tumpuan arah X dan arah Y (Mty, Mtx)

Berdasarkan analisis pelat lantai dua arah (two-way slab) dengan menggunakan metoda koefisien momen maka momen tumpuan arah bentang pendek Mtx (Lx = 5.00 meter) menghasilkan nilai momen nominal Mn = 15.22 kNm. Dalam detail penulangan dari konsultan perencana semua jarak spasi lapis tulangan bawah diberikan sebesar stul.b= 15

cm, dan semua jarak spasi lapis tulangan atas diberikan stul.a = 15/20 cm, padahal berdasarkan perhitungan, momen pelat maksimum yang terdapat pada lapis tulangan atas di daerah tumpuan arah-X membutuhkan spasi sebesar stul.a = 10-11 cm.

Project Laporan Inspeksi Teknis Gedung Kantor PN Poso REINFORCED CONCRETE COUNCIL

Client Kant or PN Klas 1B Poso Made by Date Page

Location Lantai 2 - Panel Interior 10x5 m2 F to G: 1 to 2 Yoppy Soleman 29 Mei 2014 1

2-WAY SPANNING INSITU CONCRETE SLABS to BS 8110:1997 ( Table 3.14) Checked Revision Job No

Originated fromRCC94.x lson CD © 1999 BCA for RCC

DIMENSIONS MATERIALS STATUS

short span, lx m5.00 fcu N/mm²15 gc =1.50 F G

long span, ly m10.00 fy N/mm²240 gs =1.05

hmm120 Density kN/m³23.6 1

Top covermm15 (Normal weight concrete) Plan Btm covermm15

LOADINGcharacteristic EDGE CONDITIONS Self weight kN/m² 2.83 Edge 1 C C = Continuous

Ext ra dead kN/m²0.63 Edge 2 C D = Discontinuous Ly = 10 m

Total Dead, gk kN/m² 3.46 gf=1.40 Edge 3 C

Imposed, qk kN/m²2.50 gf=1.60 Edge 4 C 2

Design load, n kN/m² 8.85 See Figure 3.8 and clauses 3.5.3.5-6

SHORT LONG EDGE 1 EDGE 2 EDGE 3 EDGE 4 BS8110 MAIN STEEL SPAN SPAN Continuous Continuous Continuous Continuous Ref erence

ßs 0.048 0.024 0.063 0.032 0.063 0.032 Table 3.14 M kNm/m 10.5 5. 3 14.0 7. 1 14.0 7. 1 dmm 100. 0 90.0 100.0 90.0 100.0 90.0 k' 0.156 0.156 0.156 0.156 0.156 0.156 k 0.070 0.044 0.093 0.058 0.093 0.058 Zmm 91.5 85.4 88.2 83.7 88.2 83.7 3.4.4.4 As req mm²/m 503 272 695 370 695 370 As min mm²/m 288 288 288 288 288 288 Table 3.25 As deflection mm²/m 517 280 ~ ~ ~ ~ Ømm 10 10 10 10 10 10 Layer B 1 B 2 T 1 T 2 T 1 T 2 @mm 150 275 100 200 100 200 As provmm²/m 524 286 785 393 785 393 =% 0.524 0.317 0.785 0.436 0.785 0.436 % S maxmm 310 280 310 280 310 280 Clause

Subclause (a) (a) (a) (a) (a) (a) 3.12.11.2.7

DEFLECTION

fs 154 152 142 151 142 151 Eqn 8

Mod factor 1.931 Eqn 7

Perm L/d 50.21 Actual L/ d50. 00 As enhanced 2.9% for def lection control Table 3.10 TORSI ON STEEL BOTH EDGES DISCONT INUOUS ONE EDGE DISCONTINUOUS

Ø mm 10 X Y X Y

As reqmm²/m 5000 377 288 3.5.3.5

As prov T mm²/m 5000 5000 5000

Additional As T reqmm²/m 0 0 0 0

As prov Bmm²/m 524 286 524 286

Bottom steel not curtailed in edge str ips at free edges

SUPPORT REACTI ONS (kN/m char uno) (See Figure 3.10) Sum ßvx = 1.000 Table 3.15

EDGE 1 EDGE 2 EDGE 3 EDGE 4 Sum ßvy = 0.667

1, F-G G, 2-1 2, F-G F, 2-1 equations ßv 0.500 0.333 0.500 0.333 19 & 20 DeadkN/m 8. 66 5.77 8.66 5.77 ImposedkN/m 6. 25 4.17 6.25 4.17 VskN/m 22.1 14.7 22.1 14.7 OUTPUT/SUMMARY

SHORT LONG EDGE 1 EDGE 2 EDGE 3 EDGE 4

PROVIDE SPAN SPAN 1, F-G G, 2-1 2, F-G F, 2-1

MAIN STEEL R10 @ 150 B1 R10 @ 275 B2 R10 @ 100 T1 R10 @ 200 T2 R10 @ 100 T1 R10 @ 200 T2 ADDITIONAL 0 CORNER 2 CORNER 3 CORNER 4

TORSI ON STEEL 0 G1 G2 F2

X direction 0 placed in edge strips

Y direction 0

CHECKS BAR Ø SINGLY MIN MAX GLOBAL

Lx > Ly < COVER REINFORCED SPACING SPACING DEFLECTION ST AT US

OK OK OK OK OK OK L x = 5 m YS VALID DESIGN VALID DESIGN Edge 1 Edge 3 E dg e 4 E dg e 2 01/PT/V/2014 0

Project Laporan Inspeksi Teknis Gedung Kantor PN Poso Location Lantai 2 - Panel Interior 10x5 m2 F to G: 1 to 2

2-WAY SPANNING INSITU CONCRETE SLABS to BS 8110:1997 (Table 3.14) Made by Yoppy Soleman Job No 01/PT/V/2014 Originated from RCC94.xls on CD © 1999 BCA for RCC Date29 Mei 2014

APPROXIMATE WEIGHT of REINFORCEMENT

SUPPORT WIDTHS GRIDLINE 1 G 2 F

(mm) WIDTH 300 300 300 300

TOP STEEL Type Dia Spacing No Length Unit wt Weight Across grid 1 R 10 @ 100 97 1250 0.617 74.8 Across grid G R 10 @ 200 24 2500 0.617 37.0 Across grid 2 R 10 @ 100 97 1250 0.617 74.8 Across grid F R 10 @ 200 24 2500 0.617 37.0

Along grid 1 R 10 @ 250 5 #N/A 0.617 #N/A Along grid G R 10 @ 250 10 #N/A 0.617 #N/A Along grid 2 R 10 @ 250 5 #N/A 0.617 #N/A Along grid F R 10 @ 250 10 #N/A 0.617 #N/A

Torsion bars R 10 0 0 0.617 0.0

BOTTOM STEEL

Short span - middle R 10 @ 150 50 4150 0.617 127.9

edges R 10 @ 150 16 5300 0.617 52.3

Long span - middle R 10 @ 275 14 8150 0.617 70.3

edges R 10 @ 275 4 10300 0.617 25.4

SUMMARY

Reinforcement density (kg/m³) #N/A Total reinforcement in bay (kg) #N/A

Penyebab Minor: Susut volume atau susut pengeringan (shrinkage) spesi semen atau mortar.

Susut yang terjadi sesudah beton, spesi atau mortar mengeras adalah kontraksi atau pengurangan volume akibat penguapan. Berdasarkan fakta yang ditemukan bahwa mayoritas keretakan adalah menembus pada dua sisi maka faktor susut pengeringan pastilah bukan merupakan faktor utama dalam keretakan dinding bata atau hanya merupakan faktor minor. Dua hal yang mempengaruhi besarnya susut pengeringan ini adalah:

- Proporsi dan mutu agregat - Kadar Air

Dalam dokumen Jurnal Maroso Juni 2016 Volume VII No. 1 (Halaman 31-45)

Dokumen terkait