BAB I. PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
4. Analisa Data
Analisa data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipoatesis kerja seperti yang disarankan oleh data.35
Analisis atau pengolahan data dilakukan secara analisis kwalitatif yang berarti analisis yang dipakai tidak menggunakan angka maupun rumusan statistika dan matematika namun disajikan dalam bentuk uraian, yaitu dengan melakukan analisis dengan cara menginpretasikan, menelaah dan menilai semua peraturan-peraturan dan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas, sehingga pada akhirnya dapat dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika
34 Amiruddin dan H.Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 58.
35Lexy Moleong, Metode Penelitian Kwalitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hal.
101.
berfikir secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari yang berifat umum ke yang bersifat khusus dan dipaparkan secara deskriptif dengan harapan akan tergambar secara jelas mengenai problematika hukum atas levering dari objek hak yang dibuat dalam akta jual beli tanah.
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP PENYERAHAN (LEVERING) BERDASAR ALAS HAK (TITEL) PERJANJIAN JUAL BELI
A. Penyerahan (levering) Sebagai Perbuatan Pengalihan Objek Hak 1. Pengertian Penyerahan (Levering)
Penyerahan yang juga diistilahkan “levering”, “overdracht”, “opdracht”
adalah merupakan tindakan atau perbuatan pemindahan hak kepemilikan atas sesuatu barang atau benda dari seseorang kepada orang lain. Namum perlu dipahami bahwa peralihan atau berpindahnya hak atas kekayaan dari seseorang kepada orang lain dapat terjadi dengan titel umum dan titel khusus.
Mr.N.E.Algra & Mr.K.Van Duyvendijk mengemukakan, kekayaan itu mencakup segala hak dan utang. Peralihan suatu kekayaan, keseluruhan “laba dan beban”, disebutkan peralihan di bawah perbuatan perdata (titel) umum.
Apabila hanya sebagian tertentu dari objek kekayaan itu yang pindah, maka hal itu disebut peralihan dibawah titel khusus.36
Penyerahan adalah merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 584 KUHPerdata yang menyatakan; “Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu”. Dari
36Mr.N.E.Algra & Mr K.Van Duyvendijk, Pengantar Ilmu Hukum, Terj.J.T.C. Simorangkir, (Bandung: Binacipta,1983), hal .224.
ketentuan tersebut di atas jelas disebutkan bahwa penyerahan itu merupakan salah satu cara memperoleh hak milik. Bahkan dari berbagai cara memperoleh hak milik yang disebut dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut di atas, maka sesungguhnya cara penyerahan ini merupakan cara yang paling sering terjadi dalam lalu-lintas hukum di tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa penyerahan di dalam KUHPerdata sering dipakai istilah-istilah lain, tetapi mempunyai pengertian yang sama dengan penyerahan, yaitu Opdracht, Overdracht, Transport (penyerahan atas benda tak bergerak), Cessie (penyerahaan untuk piutang atas nama) dan Inbreng (penyerahan dalam hal warisan).
R. Subekti mengemukakan, perkataan penyerahan mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (“feitelijke levering”). Kedua perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (“juridische levering”).37 Perbedaan antara kedua jenis penyerahan tersebut tampak dengan nyata pada benda-benda tidak bergerak, dimana hak milik atas benda tidak bergerak diserahkan atau berpindah dengan dilakukannya pencatatan (overschrijving) akta dalam register umum dengan apa yang disebut akta transport (acte van transport), tetapi terlepas daripada itu terdapat juga penyerahan nyata. Sebaliknya pada benda-benda bergerak penyerahan nyata dan penyerahan yurudis pada umumnya berpadu berupa penyerahan nyata.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan, menurut hukum Perdata yang dimaksud dengan penyerahan itu adalah penyerahan suatu benda oleh pemilik atau
37R.Subekti I, Op.cit,hal .71.
atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu38. Penyerahan (levering) sebagai suatu perbuatan hukum untuk mengalihkan atau memindahkan hak milik oleh seseorang kepada orang lain bukanlah merupakan suatu perbuatan yang berdiri sendiri melainkan perbuatan hukum penyerahan (levering) merupakan tindak lanjut dari suatu perbuatan hukum yang menjadi dasar atau yang disebut sebagai alas hak (titel) dari penyerahan itu.
Dalam hal ini perbuatan hukum yang menjadi dasar atau alas hak (titel) dari penyerahan adalah didasarkan atas persesuaian kehendak yang bermaksud mengalihkan hak milik atas kebendaan itu (obligatoir overeenkomst). Adapun perjanjian-perjanjian obligatoir (obligatoir overeenkomst) yang bertujuan memindahkan hak milik yang diatur dalam KUHPerdata adalah berupa perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar dan perjanjian hibah.
Dalam Code civil Perancis, kata penyerahan dikenal dengan nama
“Delivrance”, penyerahan yang dilakukan pada perjanjian jual beli, dianggap merupakan penyerahan kekuasaan belaka saja atas sesuatu benda yang dijualnya, karena hak milik atas barang yang dijual menurut Code Civil Perancis telah berpindah kepada pembeli pada saat terjadinya perjanjian jual beli. Berbeda halnya menurut sistim yang dianut oleh KUHPerdata (BW) justru sebaliknya dimana dengan perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan berpindahnya hak milik dan untuk itu masih diperlukan perbuatan hukum berupa penyerahan (levering). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1459 KUHPerdata yang menyebutkan, Hak milik atas barang yang dijual
38Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal .67.
tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616.
2. Feitelijke Levering dan Juridische Levering
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa dalam sistim KUHPerdata, beralihnya hak milik dari seorang kepada orang lain adalah pada saat dilakukannya penyerahan (levering) atas benda tersebut, bukan pada saat dibuatnya perjanjian yang menjadi alas hak (titel) dari peralihan hak milik tersebut. Dengan kata lain hak milik atas suatu benda belum berpindah saat perjanjian jual-beli atau tukar-menukar ataupun hibah dibuat, melainkan hak milik atas benda tersebut baru berpindah setelah dilakukan penyerahan ( levering). Oleh karenanya penyerahan (levering) adalah seolah-olah para pihak berjanji lagi untuk mengalihkan hak milik atas suatu benda.
Dalam Hukum Perdata (BW), dikenal dua jenis penyerahan yaitu;
1. Penyerahan secara nyata (feitelijke levering) 2. Penyerahan secara hukum (yuridische levering).
Penyerahan secara nyata (feitelijke levering) yaitu perbuatan berupa penyerahan kekuasaan belaka atau penyerahan secara phisik atas benda yang dialihkan yang biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, kecuali barang yang akan diserahkan itu berada dalam suatu gudang, maka penyerahannya cukup dilakukan dengan menyerahkan kunci dari gudang tersebut. Penyerahan secara hukum (yuridische levering) yaitu perbuatan hukum memindahkan hak milik atas suatu benda dari seorang kepada orang lain, perbuatan hukum mana dilakukan dengan membuat surat
atau akta penyerahan yang disebut “akta van transport” dan diikuti pendaftaran di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan untuk itu. H.F.A.Vollmar39mengemukakan bahwa penyerahan yuridis adalah perbuatan hukum pada mana dan karena mana hak eigendom (atau salah satu hak harta kekayaan lain) diperalihkan. Dari kedua istilah penyerahan ini, yaitu penyerahan secara hukum (yuridische levering) dan penyerahan secara nyata (feitelijke levering), tentunya mempunyai perbedaan antara satu dengan yang lainnya, perbedaan ini akan tampak jelas dalam penyerahan terhadap benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Terhadap penyerahan benda bergerak, penyerahan secara nyata (feitelijke levering) dan penyerahan yuridis (yuridiche levering) jatuh pada saat bersamaan, dalam arti dengan dilakukannya penyerahan secara phisik atas benda itu, maka ketika itu telah berpindah hak milik atas benda itu dalam arti telah terjadi penyerahan yuridis (yuridiche levering) dan tidak diperlukan adanya akta van transport atau akta penyerahan, jadi cukup dilakukan secara dari tangan ke tangan. Untuk penyerahan atas benda bergerak dapat dilihat dalam Pasal 612 KUHPerdata yang menyebutkan ;
“Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada.
Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya”.
39H.F.A.Vollmar I, Op.cit, hal.230.
Penyerahan secara nyata (feitelijke levering) dan penyerahan yuridis (yuridische levering) nampak dalam penyerahan benda tidak bergerak, dimana pemindahan/pengalihan hak milik atas benda tidak bergerak ini tidak cukup dilakukan hanya penyerahan secara nyata kekuasaan atau phisik atas benda tersebut tetapi justru yang menentukan perpindahan hak milik atas benda itu adalah pada penyerahan secara yuridis (yuridische levering) yang dilakukan yaitu dengan cara membuat akta penyerahan yang disebut akta van transport dan didaftar di lembaga pendaftaran yang diperuntukkan untuk itu, misalnya untuk tanah dilakukan balik nama pendaftaran tanah di Badan Pertanahan Nasional.
Untuk penyerahan atas benda-benda yang tidak bergerak, misalnya tanah harus dilakukan dengan mendaftarkan akte jual belinya ke Kantor Kadaster (Kantor Balik Nama), hal ini dapat dilihat dari ketentuan bunyi Pasal 616 KUHPerdata:
“Penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akte yang bersangkutan dengan cara ditentukan seperti dalam Pasal 620”.
3. Sistem dan Sahnya Penyerahan (Levering).
Berkaitan dengan sistem penyerahan (levering) ini dalam berbagai sistem hukum dikenal apa yang disebut dengan “Causal stelsel” dan “Abstracts stelsel”. Di dalam stelsel causal maka kekuatan yang berlaku dari penyerahan ditentukan oleh alas hak atau titel dari penyerahan itu, sedangkan didalam stelsel abstrak maka
berlakunya penyerahan itu terlepas dari pada apa yang menjadi dasar/ alas hak atau yang menjadi titel dari penyerahan itu.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Abdul Kadir Muhammad mengemukakan ada dua pendapat atau teori40, yaitu :
1. Teori kausal. Menurut teori ini sah atau tidak pemindahan hak milik tergantung pada sah atau tidak alas hak (perjanjian obligator). Jika alas haknya sah, pemindahan hak milik sah. Teori ini diikuti dalam praktek.
Tujuannya untuk melindungi pemilik yang berhak. Penganjur teori ini adalah Paul Scholten.
2. Teori abstrak. Menurut teori ini, sah atau tidak pemindahan hak milik tidak digantungkan pada sah atau tidak alas hak. Jadi pemindahan hak milik dan alas hak itu terpisah sama sekali. Pemindahan hak milik juga sah, walaupun alas haknya tidak sah atau tanpa alas hak. Tujuan teori ini untuk melindungi pihak ketiga yang jujur. Penganjurnya adalah Meyers.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan bahwa sistem hukum yang terbanyak diikuti ialah yang menganut sistem Code Civil, yaitu perpindahan hak atas barang itu terjadi pada saat penutupan perjanjian sedangkan penyerahan merupakan suatu feitelijke-daad saja41 yang artinya tindakan nyata pemindahan secara pisik atas penguasaan bendanya.
Pentingnya membicarakan kedua sistem penyerahan (levering) ini karena kedua sistem ini berkaitan dengan keabsahan perbuatan penyerahan (levering) tersebut dikaitkan dengan keabsahan dari perjanjian obligatoir (obligatoir overeenkomst) yang menjadi dasar dari penyerahan dimaksud. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa penyerahan (levering) sebagai suatu perbuatan hukum mengalihkan/memindahkan hak milik bukanlah merupakan perbuatan hukum yang berdiri sendiri melainkan
40Abdul Kadir Muhammad., Hukum Perikatan,(Bandung, Alumni, 1982), hal. 108.
41Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Loc.cit.
penyerahan (levering) adalah merupakan perbuatan lanjutan dari suatu perbuatan hukum berupa persesuaian kehendak dari pihak-pihak yang saling mengikatkan diri yang bertujuan mengalihkan/memindahkan hak milik yang disebut sebagai perjanjian obligatoir (obligatoir overeenkomst) yang merupakan alas hak atau titel seperti perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar dan perjanjian hibah.
Dengan kata lain apabila perjanjian yang menjadi dasar dari suatu penyerahan (levering) tersebut, misalnya perjanjian jual belinya, atau perjanjian tukar menukarnya ataupun perjanjian hibahnya dikemudian hari dibatalkan karena sesuatu hal, apakah serta-merta berakibat batalnya perpindahan/peralihan hak milik yang telah dilakukan tersebut atau apakah sebaliknya walaupun perjanjian obligatoirnya yaitu perjanjian jual beli, tukar-menukar atau hibahnya dibatalkan tidak serta merta membawa akibat kepada pembatalan peralihan hak milik tersebut.
Berkaitan dengan sistem yang dianut KUHPerdata mengenai pemindahan atau pengalihan hak milik yang terdiri atas dua tahapan yaitu tahap obligatoire overeenkomst dan tahap zakelijke overeenkomst 42.Maka persoalan yang penting dalam hal ini adalah bagaimana keterkaitan antara kedua tahapan atau perbuatan hukum tersebut. Dengan kata lain berkaitan dengan hal tersebut timbul pertanyaan apakah sah pembalikan nama dalam jual beli atas benda tidak bergerak tersebut tergantung pada sah atau tidak sahnya perjanjian obligatoir? Ataukah harus dipandang terlepas dari obligatoir overeenkomst itu. Pertanyaan ini penting baik bagi pembeli yang telah menerima/memiliki benda tersebut terutama juga bagi pihak
42R. Subekti I, Op.cit, hal. 72
ketiga yang telah memperolehnya kemudian dari pihak pembeli misalnya pembeli tersebut kemudian menjualnya lagi kepada orang lain (pihak ketiga), karena ada kemungkinan perjanjian jual beli yang pertama tadi dibatalkan atas gugatan orang lain dengan dasar misalnya bahwa penjual tidak berhak menjual benda tersebut.
Contohnya; A menjual sebidang tanah kepada B yang telah diikuti dengan penyerahan bendanya dan telah dibalik-namakan atas nama B. Kemudian B menjual tanah tersebut kepada C. Atas gugatan X, pengadilan memutuskan membatalkan jual beli antara A dengan si B dengan alasan bahwa A tidak berhak menjual benda tersebut. Timbul pertanyaan apakah pembalikan nama yang telah dilakukan oleh B menjadi tidak sah dan bagaimana pula hak yang diperoleh oleh C dalam hal tersebut?43
Terhadap contoh tersebut di atas, maka menurut sistem causal (“causal stelsel”) dengan dibatalkannya perjanjian jual beli tersebut, maka secara otomatis batallah juga peralihan hak milik tersebut, sedangkan menurut sistem abstrak (abstact stelsel) peralihan hak milik tersebut tetap sah walaupun perjanjian jual belinya dibatalkan.
R.Subekti menyatakan bahwa menurut pendapat yang lazim dianut oleh para ahli hukum dan para hakim, dalam BW berlaku apa yang dinamakan “causal stelsel”, dimana memang sah atau tidaknya suatu pemindahan hak milik itu digantungkan pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoir44, misalnya, perjanjian jual beli atau
43R. Subekti I, Op.cit, hal. 72
44Ibid.
perjanjian schengking dan sebagainya. Dalam sistem ini dititik beratkan pemberian perlindungan pada si pemilik, dengan mengorbankan kepentingan orang-orang pihak ketiga.
KUHPerdata menganut sistem causal (causal stelsel) yaitu suatu sistem yang menggantungkan sahnya penyerahan (levering) itu pada dua syarat ;
1. Sahnya titel yang menjadi dasar dilakukannya penyerahan (levering);
2. Penyerahan dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas (beschikkingsbevoegd) terhadap barang yang diserahkan.
Adapun dasar hukum dianutnya sistem causal ini dalam KUHPerdata adalah ketentuan yang diatur dalam Pasal 584 KUHPerdata, pada kalimat yang menyatakan;
“karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas atas kebendaan itu”. Ketentuan Pasal 584 KUHPerdata tersebut mensyaratkan bahwa yang memindahkan hak milik itu haruslah orang yang berwenang (pemilik) sebagaimana disimpulkan dari Pasal 584 KUHPerdata yang menentukan bahwa penyerahan itu haruslah dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas atas kebendaan itu yang berarti haruslah sebagai pemilik, kecuali mengenai benda bergerak terdapat penyimpangan sebagaimana diatur dalam Pasal 1977 KUHPerdata yang menentukan bahwa mengenai benda bergerak, bezitter dianggap sebagai pemilik dan karenanya berhak memindahkan hak milik secara sah.
R.Subekti mengemukakan “sistim abstrak” yaitu sistem yang dianut di Jerman Barat. Menurut sistem ini levering (yang dikonstruksikan sebagai suatu “zakelijke overenkomst”) sudah dilepaskan hubungannya dengan perjanjian obligatoirnya dan
berdiri sendiri. Dengan demikian maka kalau di Prancis obligatoir dan zakelijke overeenkomst diperas menjadi satu, di negeri Belanda merupakan dua peristiwa yang interdependen, maka di Jerman Barat zakelijke overeenkomst itu dipandang sebagai dan dijadikan suatu perbuatan hukum (Rechtsgeschaft) tersendiri45.
Mengingat penyerahan (levering) adalah merupakan suatu perbuatan hukum yaitu perbuatan memindahkan atau mengalihkan kepemilikan atas sesuatu benda dari seseorang kepada orang lain, maka sangatlah penting untuk dipahami mengenai sahnya penyerahan (levering) dimaksud.
Dari ketentuan Pasal 584 KUHPerdata tersebut maka dapat disimpulkan bahwa menurut KUHPerdata untuk sahnya penyerahan dibutuhkan beberapa syarat yaitu :
a. Berdasar atas suatu peristiwa perdata yang dalam hal ini disebut sebagai alas hak atau titel.
b. Dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas yang dalam hal ini yang berwenang untuk memindahkannya.
ad. a. Berdasar atas suatu peristiwa perdata dimaksudkan adalah bahwa penyerahan itu didasarkan atas suatu alas hak yang sah yaitu berupa perjanjian antara pihak-pihak berdasar atas persesuaian kehendak yang bermaksud untuk mengalihkan hak milik atas barang tersebut, perjanjian mana disebut sebagai perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang baru pada tahap menimbulkan kewajiban untuk menyerahkan hak milik atas benda yang bersangkutan, misalnya perjanjian jual beli, perjanjian tukar menukar dan perjanjian hibah.
Agar tindakan pengalihan hak milik tersebut sah secara hukum maka
45R. Subekti III, Op.cit, hal.13.
disyaratkan bahwa perjanjian obligatoir yang menjadi alas hak penyerahan itu haruslah dibuat secara sah pula. Hal ini berarti bahwa sahnya penyerahan digantungkan kepada sahnya perjanjian yang menjadi dasar dari penyerahan dimaksud yaitu perjanjian jual beli, perjanjian tukar menukar ataupun perjanjian hibah.
ad. b. Dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas yang dalam hal ini yang berwenang untuk memindahkannya. Penyerahan (levering) tersebut harus dilakukan oleh orang-orang yang berhak berbuat bebas (beschikkings bevoged) terhadap barang-barang yang dialihkan kepemilikannya tersebut.
Hal ini berarti bahwa orang yang akan mengalihkan hak milik atas sesuatu benda kepada orang lain disyaratkan bahwa orang tersebut haruslah berkuasa atau berwenang penuh atas benda tersebut untuk mengalihkan atau memindahkan hak kepemilikannya. Jadi sekiranya seseorang hanya mempunyai hak yang terbatas atas suatu benda misalnya hanya mempunyai hak menyewa atau memakai, maka orang yang demikian tidaklah orang yang berhak berbuat bebas atas benda tersebut dan oleh karenanya bukanlah orang yang berwenang untuk mengalihkan hak milik atas benda yang disewa atau dipakainya. Ketentuan yang mensyaratkan bahwa penyerahan haruslah dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas atas bendanya adalah sesuai dengan asas yang menyatakan bahwa tidak seorangpun dapat menyerahkan sesuatu lebih daripada apa yang menjadi haknya. Asas ini dikenal dengan sebutan ‘ nemo plus regel”.
Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa dalam KUHPerdata dianut ajaran bahwa untuk sahnya penyerahan dibutuhkan beberapa syarat yaitu :
a. Alas hak (rehtstitel)
b. Perjanjian kebendaan yang diikuti dengan perbuatan penyerahan (pendaftaran) dan penerbitan sertifikat.
c. Wewenang menguasai (beschikkings bevoegheid)46
Adapun cara penyerahan (levering) adalah tergantung pada jenis benda yang akan diserahkan yaitu sebagai berikut :
1. Penyerahan Benda Bergerak.
Penyerahan benda bergerak diatur dalam Pasal 612 KUHPerdata, yang berbunyi: “Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tidak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya.” Dari ketentuan pasal tersebut di atas menyatakan bahwa cara pelaksanaan penyerahan atas benda bergerak dilakukan secara nyata (feitelijke) dari tangan ke tangan tanpa adanya suatu formalitas tertentu berupa akte penyerahan. Bahkan jika yang akan diserahkan tersebut berupa benda yang berada dalam suatu gudang, maka penyerahan benda tersebut cukup dengan penyerahan kunci gudang tersebut. Sekiranya benda yang akan diserahkan tersebut telah berada dalam penguasaan seseorang yang akan menerima
46Mariam Darus Badrulzaman , Op.cit, hal. 40
penyerahan benda tersebut sebagai houder misalnya penyewa, maka dalam hal demikian tidak perlu lagi dilakukan penyerahannya melainkan dengan terjadinya perjanjian yang menjadi dasar dari penyerahan tersebut, hak milik atas barang tersebut otomatis berpindah. Penyerahan yang demikian dinamakan “tradition brevi manu” atau “levering met de korte hand” atau yang disebut penyerahan secara tangan pendek.
Mr.N.E.Algra & K.Van Duyyendijk mengemukakan; sehubungan dengan pertanda luar, maka undang-undang bertitik tolak demikian nyata dari pasal ini, bahwa untuk penyerahan milik mengenai barang bergerak melalui pengadaan penguasaan, harus terjadi sesuatu yang dapat dilihat: memberikan barang itu, menyerahkan kunci47. Atas peraturan pokok ini undang-undang memberikan suatu pengecualian, yang memungkinkan pertukaran penguasaan yang tidak kelihatan.
Pasal 612 ayat 2 KUHPerdata; “Penyerahan itu tidak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus diserahkan dengan alasan hak lain misalnya alasan hak sewa, pinjam pakai” telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya. Dengan lain perkataan apabila seseorang kepada siapa milik barang itu harus diserahkan, telah menguasai barang itu (misalnya berdasarkan alasan hak hukum pinjam pakai atau sewa), maka penyerahan itu tidak perlu dilakukan. Dari apa yang dikemukakan oleh Mr.N.E.Algra tersebut di atas bahwa penyerahan akan kebendaan bergerak tersebut terjadi secara nyata, melalui pengadaan penguasaan yang dapat dilihat yaitu dengan memberikan barang itu atau menyerahkan kunci, kecuali jika barang yang akan
47Mr.N.E.Algra & K.Van Duyvendijk, Op.cit, hal. 240.
diserahkan itu sebelumnya telah berada dalam penguasaan oleh pihak yang akan memerimanya maka pengalihan hak itu tidak kelihatan.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa hak milik atas sesuatu barang hanya dapat berpindah secara sah, jika seseorang memperolehnya dari orang yang berhak memindahkan hak milik atas barang tersebut yaitu pemiliknya. Akan tetapi dapat
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa hak milik atas sesuatu barang hanya dapat berpindah secara sah, jika seseorang memperolehnya dari orang yang berhak memindahkan hak milik atas barang tersebut yaitu pemiliknya. Akan tetapi dapat