• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

F. Landasan Teori dan Konseptual

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Kerangka teori dimakud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.7 Kerangka teori adalah

7Solly lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian (Bandung: Mandar Maju,1994), hal. 80.

suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Arti teori adalah suatu proposisi umum yang saling berkaitan dan digunakan untuk menjelaskan hubungan beberapa variable yang di observasi.

Karena penelitian ini adalah merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum, yang artinya penelitiaan ini berusaha untuk menggambarkan tentang problematika hukum levering atas tanah yang dibuat dalam akta jual beli.

Oleh karenanya adapun teori yang dipergunakan untuk membahas permasalahan dalam tesis ini yaitu :

1.1. Teori Tujuan Hukum.

Teori tujuan hukum menurut Radbruch adalah hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan, oleh sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam Negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni bila pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh dilepaskan8. Dengan adanya kepastian hukum, maka tujuan hukum dari hukum yaitu keadilan akan dapat dicapai. Yang utama dari nilai kepastian hukum adalah adanya peraturan itu sendiri. Tentang apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai

8 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal.163.

kegunaan bagi masyarakat, adalah diluar pengutamaan nilai kepastian hukum.9Dalam kaitan dengan levering atau pengalihan hak atas tanah berdasar Akta Jual beli, maka akta jual beli harus dapat memberi tujuan hukum yaitu keadilan bagi para pihak serta adanya kepastian hukum terutama bagi pihak pembeli bahwa hak atas tanah itu telah beralih dan menjadi hak milik pembeli. Teori tujuan hukum dalam penelitian tesis ini dimaksudkan menganalisis perlindungan hukum bagi pihak pembeli atas objek hak yang dibuat dalam akta jual beli tanah. Teori tujuan hukum ini dipergunakan sebagai pisau analisis untuk menjawab permasalahan dalam tesis ini.

1.2. Teori Perjanjian.

Perjanjian dalam bahasa belanda diistilahkan dengan “overeenkomst” dan dalam bahasa inggris diistilahkan dengan “contract” diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata10. Van Dunne sebagai pencetus teori baru mengartikan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum11. Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus melihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya.

Ada tiga tahap dalam pembuatan perjanjian menurut teori hukum baru ini, yaitu:

9Gustav Radbruch dalam Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2006), hal.19.

10Tan Tong Kie, Studi Notariat Dan Serba-Serbi Praktek Notaris (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hal.402.

11Handri Raharjo, Hukum Perjanjian Di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hal.

42.

a. Tahap pracontractual yaitu adanya penawaran dan penerimaan.

b. Tahap contractual yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

c. Tahap post contractual yaitu pelaksanaan perjanjian12 Unsur unsur perjanjian menurut teori lama adalah sebagai berikut :

1. Adanya perbuatan hukum,

2. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang, 3. Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan,

4. Perbutan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih, 5. Pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai harus saling bergantung

satu sama lain,

6. Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum,

7. Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik, dan

8. Persesuaian kehendak harus dengan mengigat peraturan perundang-undangan.13

Rumusan Persetujuan diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan:

”Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. R.Subekti, mengemukakan bahwa Perjanjian itu adalah suatu peristiwa, dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.14 Sedangkan R.Wirjono Prodjodikoro, berpendapat perjanjian kini saya artikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.15 Selanjutnya M.Yahya Harahap, berpendapat bahwa perjanjian atau Verbintenis

12Salim H.S., Hukum Kontrak Teori & Tehnik Penyusunan Kontrak, cet VIII (Jakarta: Sinar Grafika, Jakarta, 2011), hal.26.

13Ibid, hal 25.

14R.Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: PT.Intermasa, 1985), hal. 1.

15R.Wirjono Prodjodikoro,Azas-Azas Hukum Perjanjian (Bandung: Sumur,1985),hal. 15.

mengandung pengertian : suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.16

Bertitik tolak dari pengertian perjanjian atau persetujuan yang dirumuskan oleh para sarjana tersebut di atas dapat penulis tarik kesimpulan, bahwa perjanjian itu adalah persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri sehingga menimbulkan hubungan hukum diantara mereka, hubungan hukum mana melahirkan hak dan kewajiban diantara para pihak dan yang terletak dalam lapangan hukum harta kekayaan. Teori Perjanjian dalam tesis ini dimaksudkan sebagai pisau analisis untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan diatas.

2. Landasan Konseptual.

Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.17

Problematika berasal dari kata “Problem” yang berarti soal, masalah, teka-teki18. Dengan demikian problematika hukum adalah persoalan hukum atau masalah hukum.

16M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian (Bandung: Alumni,1985),hal. 6.

17Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 3.

18Audi C, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Indah,1995), hal .191.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan menurut hukum Perdata yang dimaksud dengan penyerahan itu adalah penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu19.

Perkataan penyerahan mempunyai dua arti. Pertama perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (“feitelijke levering”).Kedua perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (“juridische levering”).20

Terdapat 2 (dua) hal yang menjadi syarat utama dari penyerahan tersebut yaitu : 1. bahwa penyerahan itu haruslah berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk

memindahkan hak milik dan;

2. dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas atas kebendaan itu.

Peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik tersebut dimaksudkan adalah perbuatan-perbuatan hukum berupa perjanjian yang bermaksud untuk memindahkan hak milik seperti perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar, perjanjian hibah.

Perbuatan-perbuatan hukum yang demikian inilah yang menjadi dasar atau alas hak pemindahan hak milik. Penyerahan itu harus dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas dimaksudkan bahwa orang yang akan menyerahkan atau mengalihkan hak milik atas sesuatu benda tersebut harus orang yang berhak untuk mengusai benda itu, ini adalah sama sekali sesuai dengan azas bahwa tidak seorangpun dapat

19Soedewi Maschoen Sofwan, Op.cit hal. 67.

20R.Subekti I, Op.cit, hal. 71.

menyerahkan sesuatu lebih daripada apa yang jadi haknya (ini disebut “nemo plus regal”)21.

Oleh karenanya Levering (penyerahan) dalam sistim KUHPerdata adalah merupakan perbuatan hukum pemindahan atau penyerahan hak milik atas benda tersebut. Perbuatan pemindahan hak milik atas benda inilah yang dinamakan tahap zakelijke overeenkomst ataupun disebut perjanjian yang bersifat kebendaa

Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan, yang dimaksud dengan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) adalah perjanjian penyerahan benda yang diikuti dengan formalitas tertentu (pendaftaran)22. Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) ini tidaklah dimaksudkan menimbulkan perikatan dengan kata lain tidak melahirkan hak dan kewajiban sebagaimana halnya dengan perjanjian obligator (obligatoire overeenkomst) yang melahirkan hak dan kewajiban, melainkan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) ini adalah perbuatan hukum memindahkan hak milik itu sendiri.

H.F.A.Vollmar mengemukakan menurut Hukum Nederland persetujuan saja tidaklah mengakibatkan beralihnya eigendom dan untuk itu (untuk beralihnya eigendom) masih perlu juga penyerahan barangnya, penyerahan mana pada benda-benda bergerak seperti ternyata seringkali berupa pemberian secara nyata-nyata (Jawa: diulungake), tetapi pada benda-benda tak bergerak disyaratkan adanya sebuah akte dan balik nama penyerahan tersebut dalam daftar-daftar umum. Pada kata yang terakhir ini para pihak jadinya seakan-akan sampailah sekali lagi pada suatu persetujuan, yaitu untuk memperalihkan hak eigendom, dan hal ini lantas disebut perjanjian kebendaan (perjanjian zakelijk) berlawanan dengan perjanjian yang mewajibkan (perjanjian yang obligatoir), yaitu suatu perjanjian, dimana penjual

21H.F.A.Vollmar II, Op.cit, hal.95.

22Mariam Darus Badrulzaman , Mencari Sistim Hukum Benda Nasional (Bandung: Alumni, 1983),hal.40.

hanya mengikat diri untuk penyerahannya saja, pada jual-beli barang tak bergerak senantiasa disebut sebagai kontrak jual-beli-sementara23.

Penyerahan di dalam KUHPerdata sering dipakai istilah-istilah lain, tetapi yang mempunyai pengertian yang sama dengan penyerahan, misalnya :

1. Opdracht, 2. Overdracht,

3. Transport ini penyerahan atas benda tak bergerak, 4. Cessie-penyerahaan untuk piutang atas nama, 5. Inbreng-penyerahan dalam hal warisan.24

Inbreng diartikan sebagai pemasukan (penyerahan) kedalam boedel harta peninggalan yang diberikan kepada ahli waris berupa hibah semasa hidupnya. Yang oleh M.Yamin Lubis25, inbreng diartikan juga sebagai pemasukan dalam perusahaan.26

Adapun yang diartikan dengan jual beli dirumuskan dalam Pasal 1457 KUHPerdata yang menyatakan; “Jual-beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Dari bunyi pasal tersebut terlihat bahwa, yang menjadi unsur perjanjian jual beli adalah mengenai barang dan harga, hal ini relevan dengan asas “konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perjanjian jual beli itu telah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” para pihak mengenai barang dan

23H.F.A.Vollmar I, Op.cit, hal. 231.

24Soedewi Maschoen Sofwan, Hukum Benda (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 68.

25Mhd.Yamin Lubis dan Abd.Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah (Bandung : Mandar Maju, 2012), hal 277.

26Ibid

harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Unsur pokok (“essentialia”) perjanjian jual beli adalah barang dan harga.27

Dalam teori Hukum Adat, jual beli khususnya tanah berbeda dengan teori KUHPerdata yang bersifat obligatoir, dimana menurut hukum adat jual beli tanah itu adalah suatu perbuatan hukum untuk mengalihkan hak atas tanah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam sistim hukum adat tahap obligator dan zakelijknya jatuh pada saat bersamaan. Jual beli tanah menurut hukum adat adalah merupakan suatu perbuatan hukum, yang mana pihak penjual menyerahkan tanah yang dijualnya kepada sipembeli untuk selama-lamanya, pada waktu pembeli membayar harga (walaupun baru sebagian) tanah tersebut kepada penjual sejak itu hak tanah telah beralih dari penjual kepada pembeli.28

Jual beli tanah menurut Adat harus dilakukan secara : 1) Contant atau tunai.

Contant atau tunai artinya harga tanah yang dibayar itu lunas seluruhnya tetapi bisa juga sebagian. Tetapi biarpun dibayar sebagaian, menurut hukum dianggap telah dibayar penuh. Pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat bersamaan. Pada saat itu, jual beli menurut hukum telah selesai. Sisa harga yang belum dibayar dianggap sebagai hutang piutang kepada bekas pemilik tanah (penjual).

2) Terang.

Terang artinya jual beli tanah tersebut dilakukan dihadapan kepala desa (kepala adat) yang tidak hanya bertindak sebagai saksi tetapi dalam kedudukannya sebagai pihak yang menanggung bahwa jual beli tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku.29

27R.Subekti, Aneka perjanjian (Bandung: Alumni,1984), hal. 2.

28K.Wantjik Saleh, Hak atas tanah (Jakarta: Ghalia Indoneia, 1985), hal .30.

29 Effendi Perangin angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktis Hukum (Jakarta: Rajawali, 1989), hal. 16.

Dalam hukum adat hak milik atas tanah yang dijual telah beralih kepada pembeli sejak saat terjadi jual beli dengan demikian jual beli menurut hukum adat adalah perbuatan pemindahan hak milik atas tanah antara penjual dan pembeli.

Dokumen terkait