• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

2 Kurang Baik 8 3,5 6 76,5 34 100 0,001

4.5 Analisa Multivariat

Pada penelitian ini, variabel bebas yang memenuhi kriteria kemaknaan statistik (p < 0,25) dimasukkan ke dalam analisa multivariat dengan menggunakan Uji Regresi Logistik Berganda, yaitu variabel layanan KIE, promosi penggunaan kondom, promosi seks aman, pemeriksaan dan pengobatan, sikap petugas kesehatan, kesadaran/minat masyarakat.

Analisis multivariat bertujuan untuk mendapatkan model terbaik dalam menentukan determinan pencegahan dan penanggulangan IMS pada wanita usia subur (WUS) beresiko. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.28 berikut :

Tabel 4.28 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Layanan KIE, Sikap Petugas Kesehatan dan Kesadaran/Minat Masyarakat terhadap upaya Pencegahan dan Penanggulangan IMS pada WUS Beresiko

Berdasarkan Tabel 4.28 diatas hasil uji regresi logistik menjelaskan bahwa dari ke 3 variabel independen ( Layanan KIE, Sikap petugas kesehatan, kesadaran/minat masyarakat) yang mempengaruhi secara langsung terhadap pelayanan klinik IMS dapat dilihat bahwa layanan KIE dan Sikap petugas kesehatan

Variabel B p Exp (B)

95 % CI for Exp (B) Lower Upper Layanan KIE

Sikap Petugas Kesehatan Kesadaran/MinatMasyarakat Constant -2,479 -1,403 2,165 1,319 0,002 0,048 0,003 0,045 0,084 0,246 8,714 3,741 0,018 0,061 2,092 - 0,388 0,988 36,292 -

tidak sebagai faktor resiko namun menjadi faktor pencegah sedangkan kesadaran/minat masyarakat mempunyai faktor resiko sebanyak 9 kali untuk berkunjung atau tidak ke klinik IMS dalam upaya pencegahan dan penanggulangan IMS di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.

Berdasarkan hasil uji regresi logistik pada Tabel 4.28 diatas diperoleh persamaan uji regresi sebagai berikut :

Y = α + β1X1 + β2X2+ β3X3

= 1,319 + (-2,479) (Layanan KIE) + (-1,403) (Petugas Kesehatan) + 2,165 (Kesadaran/Minat)

Dan nilai peramalan probabilitas individu Pencegahan dan Penanggulangan IMS pada WUS beresiko adalah :

P = 1

�+ �−((�,���+(−�,���)(������� ���)+(−�,���)(������� ���������)+�,���(��������� ���� �����)) Keterangan :

P = Probalilias individu Pencegahan dan penanggulangan IMS. � = Konstanta

X1 = Layanan KIE

X2 = Petugas Kesehatan

Tabel 4.29 Hasil Probabilitas Variabel Layanan KIE, Sikap Petugas Kesehatan dan Kesadaran/Minat Masyarakat dalam Memanfaatkan Pelayanan Klinik IMS

Variabel Prediktor Probabilitas Persentase

Layanan KIE, Sikap Petugas Kesehatan dan

Kesadaran/Minat Masyarakat 1 0 0,402 0,787 40,2 % 78,7 %

Dari model regresi logistis yang terbentuk ada 3 variabel independen (Layanan KIE, Sikap Petugas Kesehatan dan Kesadaran/minat Masyarakat) yang

mempengaruhi pemanfaatan klinik IMS. Maka dapat dijelaskan bahwa, jika layanan KIE kurang baik (1), petugas kesehatan belum siap (1) dan Kesadaran /minat kurang baik (1) maka nilai probabilitas individu WUS beresiko terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan IMS adalah 40,2% untuk memanfaatkan pelayanan klinik IMS. Sebaliknya jika layanan KIE baik (0), petugas kesehatan siap (0) dan Kesadaran /minat baik (0) maka nilai probabilitas individu WUS Beresiko terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan IMS menjadi 78,7% untuk memanfaatkan pelayanan klinik IMS.

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden

Ditinjau dari segi umur, 55,6% responden berumur 21-28 tahun. Usia tersebut merupakan suatu masa dewasa dimana seseorang dalam berhubungan sosial lebih terfokus pada pasangan atau rekan dalam hubungan teman dan seks. Meningkatnya angka kejadian penyakit Infeksi Menular seksual dikalangan dewasa muda terutama wanita merupakan bukti bahwa wanita dalam hal ini sering menjadi korban dari IMS. Karena jika seorang wanita terkena IMS, maka wanita tersebut akan lebih tidak menunjukkan gejala jika dibandingkan dengan laki-laki.

Bila dilihat dari tingkat pendidikan bahwa yang paling banyak ditamatkan oleh responden adalah pendidikan SMA sebanyak 41,3% . Menurut Green (1980) dalam Azmi (2008), bahwa tingkat pendidikan merupakan karakteristik bagi individu sebagai salah satu faktor pendukung dalam membentuk perilaku kesehatan. Notoadmojo (2002) juga menjelaskan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap wawasan dan cara pandangnya dalam menghadapi suatu masalah. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung akan mengedepankan rasio saat menghadapi gagasan baru dibandingkan dengan pendidikan yang lebih rendah.

Ditinjau dari status perkawinan, maka kebanyakan responden belum menikah sebanyak 52,4%. Kondisi ini menandakan bahwa diantara wanita subur yang berada diwilayah Puskesmas Kuta Alam dalam melakukan aktivitas seksual bukan dengan pasangan sahnya sehingga lebih berpotensial untuk terjadinya penularan infeksi menular seksual.

5.2 Pencegahan dan Penanggulangan IMS

Pelayanan klinik Infeksi Menular Seksual yang baik sangat menentukan terhadap baik dan kurangnya upaya pencegahan dan penanggulangan IMS yang ada di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh. Bila kita lihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 57,1% upaya pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual kurang baik dibandingkan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan IMS baik sebesar 42,9%. Keadaan ini mencerminkan bahwa pencegahan dan

penanggulangan IMS di Puskesmas Kuta Alam masih pada kondisi yang perlu mendapatkan perhatian khusus sehingga masalah IMS menjadi prioritas khususnya dalam peningkatan upaya-upaya yang berkaitan dengan penurunan kasus IMS peningkatan pelayanan KIE, promosi penggunaan kondom, Promosi seks aman, pemeriksaan dan pengobatan petugas kesehatan serta peningkatan kesadaran/minat masyarakat yang baik terhadap pencegahan IMS di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.

Hal ini jika dikaitkan dengan data sekunder yang diperoleh di Puskesmas Kuta Alam bahwa terjadi peningkatan kasus infeksi menular seksual dari tahun 2011 sebesar 93 kasus menjadi 270 kasus pada tahun 2012. Keadaan ini mencerminkan bahwa sebagian besar upaya pencegahan dan penanggulangan IMS belum baik misalnya layanan KIE sebagai upaya komunikasi perubahan perilaku, penapisan terhadap IMS yang beresiko masih menghadapi kendala bahwasanya pasangan mereka tidak membolehkan melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara terpadu dan adanya perasaan takut serta malu jika diketahui orang kalau mengalami infeksi menular seksual, terkadang mereka yang mengalami penyakit tersebut akan melakukan pengobatan secara tradisional.

Kondisi demikian disebabkan oleh lingkungan dan kehidupan adat istiadat yang kental serta masyarakat yang akan mengucilkannya dalam berinteraksi secara sosial sehingga pelayanan diklinik IMS belum dapat menjaring para WUS yang beresiko mengalami IMS dalam melaksanakan upaya pencegahan dan

penanggulangan IMS. Keadaan ini menunjukkan masih kurangnya minat/ kesadaran masyarakat dalam memperhatikan kondisi kesehatannya.

Menurut Raharjo (2005) dalam Mardin Purba, 2009 bahwa faktor yang memperlambat upaya mengurangi resiko penyebaran IMS adalah masih kurangnya akses penderita IMS kesarana pelayanan kesehatan, waktu buka klinik, kurangnya rasa percaya diri, staf klinik yang memilki sikap negatif terhadap kegiatan seks dan penggunaan alat kontrasepsi atau karena ada larangan.

Dokumen terkait