• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelayanan

2.5. Klinik Infeksi Menular Seksual

Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan diklinik IMS mencakup: (a) Melaksanakan kegiatan pencegahan seperti promosi kondom dan seks yang aman,

(b) Melaksanakan pelayanan yang ditargetkan untuk kelompok beresiko tinggi, (c) Memberikan layanan pemeriksaan dan pengobatan bagi mereka yang telah tertular IMS, (d) Melaksanakan kegiatan penapisan untuk IMS Asintomatic bagi semua populasi yang beresiko secara rutin sedikitnya sekali setiap 3 ( tiga ) bulan, (e) Memberikan layanan konsling, pemeriksaan, dan pengobatan bagi pasangan tetap klin pekerja seks melalui sistem partner notification, (f) Menjalankan sistem monitoring dan surveilens, (g) Memberikan layanan KIE tentang mitos penggunaan obat-obat bebas untuk mencegah atau mengobati IMS (KPA Nasional, 2005 )

Maksud dan tujuan dari layanan IMS adalah untuk menjalankan fungsi kontrol dan menekan penyebaran IMS pada PSK perempuan, Pria, Waria, pelanggan PSK, dan pasangan seks tetapnya. (KPA Nasional, 2005).

2.5.1. Standar Minimum Klinik IMS

Berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Klinik Sanitasi IMS yang dikembangkan melalui kerjasama Depkes RI, Usaid dan Family Health International

(2007) menyebutkan bahwa struktur di dalam klinik IMS harus mempunyai fungsi seperti hal berikut ini: (a) ruang tunggu dan registrasi, (b) ruang pemeriksaan, (c) laboratorium untuk memfasilitasi secepatnya diagnosa dan pengobatan pada pasien, sebaiknya ruang pemeriksaan dan laboratorium berdampingan tetapi dipisahkan dengan sebuah horden atau sekat, (d) ruang pengobatan dan konseling. Setiap bangunan klinik harus dipelihara dengan baik untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman, aman, dan hygienis. Setiap klinik harus memelihara peralatan kliniknya dalam keadaan bekerja dengan baik. Setiap waktu kewaspadaan universal untuk mencegah penularan infeksi melalui darah dan indikator lain untuk mengendalikan infeksi harus diterapkan.

Standar minimum klinik IMS telah dikembangkan untuk memperbaiki kualitas diagnosis dan pengobatan IMS secara keseluruhan. Dalam pelaksanaannya setiap klinik IMS harus sesuai dengan hal-hal sebagai berikut: (a) Kegiatan pencegahan seperti promosi kondom dan seks yang aman, (b) Pelayanan ditargetkan untuk kelompok beresiko tinggi, (c) Kelompok inti misalnya pekerja seks, IDU, (d) Kelompok “penghubung” pelanggan mereka, (e) Pelayanan yang efektif yaitu pengobatan secepatnya bagi orang dengan gejala IMS, (f) Program penapisan dan pengobatan secepatnya untuk IMS dan yang tanpa gejala pada kelompok resiko tinggi yang menjadi sasaran, (g) Program penatalaksanaan mitra seksual, (h) Sistem

monitoring dan surveilen yang efektif, (i) Jika sebagai model klinik untuk klinik-klinik yang ada disekitarmya harus berusaha untuk melaksanakan pelayanan klinik-klinik IMS yang sama, dengan memberikan pelatihan yang sesuai pada klinik-klinik tersebut, (k) Bentuk pelayanan IMS dan promosi yang diberikan harus berdasarkan pada pengetahuan dari kelompok sasaran dalam kebiasaannya mencari pengobatan (Depkes, USAID, FHI 2007).

2.5.2. Staf Klinik IMS

Setiap klinik harus mempunyai staf yang ramah, client-oriented, tidak menghakimi dan dapat menjaga konfidensialitas serta dapat melakukan fungsi-fungsi berikut ini dengan baik: (1) administrasi klinik, registrasi pasien, pencatatan dan pelaporan, (2) anamnesis kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual, pemeriksaan fisik dan pengobatan, (3) Laboratorium berdasarkan tes diagnostik, (4) Konseling, (5) Memilihara standar klinik untuk penatalaksanaan IMS (Depkes RI, USAID, FHI 2007).

2.5.3. Pengelolaan Klinik IMS

a. Pengelolaan Syndrom yang Disempurnakan (Enhanced Syndromic Management). Semua klinik harus dapat menerapkan “Pengelolaan Syndrom yang disempurnakan” untuk IMS yang mencakup: (a) anamnesis kesehatan seksual yang baik, (b) pemeriksaan fisik yang benar dan adekuat (termasuk spekulum dan pemeriksaan bimanual dari saluran reproduksi pasien wanita, dan pemeriksaan rektum jika ada indikasi), (c) pemeriksaan

laboratorium yang secepatnya, supaya hasil pemeriksaan tersedia sebelum pasien meninggalkan klinik, (d) pengobatan segera, langsung dan tepat, konseling dan tindak lanjutnya bagi setiap pasien.

b. Standar Pengobatan. Semua klinik harus mengelola IMS menurut “Prosedur Tetap Penatalaksanaan Penderita Penyakit Menular Seksual dengan Pendekatan Sindrom dan Laboratorium’ yang diterbitkan oleh PPM&PLP (2004), atau terbitan revisi lanjutannya.

c. Obat-obatan dan bahan habis pakai: Semua klinik harus tetap menjaga adanya pengadaan obat-obatan utama yang dibutuhkan untuk pengobatan IMS yang tepat (seperti dalam ‘standar pengobatan’), atau memiliki akses untuk obat-obatan ini melalui apotik setempat atau sumber lainnya. Pengadaan obat-obatan ini di klinik harus dijaga dengan seksama untuk memastikan adanya persediaan yang cukup dan berkesinambungan. Semua obat-obatan dan bahan habis pakai harus disimpan dengan tepat dan tidak melampui tanggal kadaluwarsanya. Semua klinik yang memberikan pengobatan antibiotik, khususnya melalui injeksi. intramuskular, harus mempunyai perlengkapan yang cukup dan siap untuk menangani reaksi alergi atau anafilaktik.

d. Peralatan Klinik. Setiap klinik harus menjaga agar peralatan klinik dalam keadaan bekerja dengan baik (Depkes RI, USAID dan FHI, 2007).

2.5.4. Strategi Pengendalian IMS

Ada beberapa strategi yang telah menunjukkan dampaknya terhadap penularan IMS di masyarakat jika hal ini diterapkan dengan tepat. Ini harus termasuk penapisan dan pengobatan secepatnya dari kelompok berisiko tinggi. Orang yang berisiko tinggi terkena IMS dan penularan infeksi berikutnya yang belum menerima pelayanan harus dicapai dengan intervensi ini dan harus dimasukkan ke dalam model pelayanan. Akses yang adekuat dalam memberikan pelayanan pada kelompok risiko tinggi dan pasien lain diperoleh dengan memprioritaskan pelaksanaan jam buka klinik yang tepat. Strategi untuk Perubahan Perilaku Berkesinambungan dapat menjelaskan secara eksplisit unsur-unsur yang berhubungan dengan IMS (contoh pengenalan gejala, pentingnya dapat pengobatan segera, pentingnya menyelesaikan pengobatan, pentingnya pengobatan pasangan, interaksi antara IMS dan HIV, dll) harus dikembangkan dan dilaksanakan (Depkes RI, USAID dan FHI, 2007).

Untuk memilih strategi mana yang akan diterapkan setiap klinik harus melaksanakan pengkajian dan analisa dari kelompok sasaran yang akan dilayani. Ada beberapa langkah-langkah yang dapat diikuti untuk melaksanakan hal tersebut: a. Menilai banyaknya IMS, pada kelompok di mana klinik IMS tersebut akan memberikan pelayanan. Setiap klinik harus membuat pemetaan kelompok sasaran yang akan mereka layani dengan baik. Registrasi populasi harus dibuat untuk kelompok ini. Dan harus diperbaharui secara teratur, setiap bulan b. Menganalisa kesempatan untuk melakukan tindakan pencegahan pada kelompok ini.Strategi dan kegiatan berikut ini telah menunjukan adanya dampak terhadap penularan IMS di

masyarakat, jika diterapkan dengan tepat. Intervensi yang paling tepat untuk pelayanan IMS adalah intervensi yang mempunyai sasaran untuk mengurangi waktu infektivitas dari IMS. Kemampauan pelayanan IMS untuk menerapkan masing-masing kegiatan intervensi ini akan tergantung pada sumber yang mereka miliki, dan tingkat efisiensi serta pengorganisasian yang bisa mereka capai. c. Mengembangkan kebijakan pencegahan dan menerapkan prosedur yang berdasar pada hasil penilaian dan analisa. d. Menciptakan tujuan pencegahan, yang berdasar pada data yang dikumpulkan oleh pelayanan IMS pada langkah penilaian, analisa dan pengembangan kebijakan pencegahan. e. Mengevaluasi kemajuan dari tujuan pencegahan dengan cara mengkaji keefektifan dan cakupannya secara teratur (Depkes RI, USAID dan FHI, 2007).demiologi unt

2.5.5. Strategi Dasar Intervensi Khusus untuk Klinik IMS di Indonesia

a). Kurangi waktu infektifitas untuk mencegah penularan dan komplikasi lebih lanjut melalui deteksi dini ( penemuan kasus ) dan pengobatan. Tindakan intervensi yang dilakukan diantaranya: (a). Penemuan kasus secara aktif melalui penapisan, pengawasan dan notifikasi pasangan, (b). Memperbaiki akses yang efektif pada perawatan medis mencakup biaya, mutu, lokasi dan waktu, (c). Meningkatkan kepekaan terhadap IMS dengan memperbaiki pengetahuan tentang gejala dan kebiasaan untuk mencari perawatan kesehatan, (d). Enhanced Syndromic management dari IMS misalnya memperpendek atau hilangkan waktu tunggu antara kunjungan keklinik IMS sampai pengobatan IMS.

b). Kurangi terkenanya infeksi dari orang yang rentan jika terpapar dengan mengurangi efisiensi penularan perpaparan. Tindakan intervensi yang dilakukan diantaranya: (a). tingkatkan penggunaan kondom, (b). Kurangi praktek seksual yang beresiko misalnya hubungan seks melalui anal tanpa perlindungan, (c). Kurangi faktor pendamping yang kritis misalnya obati IMS untuk mengurangi HIV, (d). Promosi kebersihan alat genital misalnya mencuci sebelum dan sesudah berhubungan seksual.

c). Kurangi paparan dari orang yang rentan terhadap orang yang terinfeksi melalui modifikasi perilaku dari orang yang rentan, orang yang diketahui tekena infeksi dan perilaku orang yang berpotensi untuk terkena infeksi. Tindakan intervensi yang dilakukan antara lain: (a). Promosikan penundaan kegiatan seksual atau mengurangi angka pertukaran pasangan, (b). Promosikan tes secara meluas seperti konseling dan tes HIV secara sukarela, (c). Kembangkan dan promosikan pesan media dengan target orang yang terkena atau berpotensi terkena infeksi untuk melindungi pasangannya, (d). Promosikan kesehatan dan kebersihan alat genital, (e). Kurangi paparan pada masyarakat yang melakukan seksual beresiko sangat tinggi dan ciptakan upaya-upaya pencegahannya.( Depkes RI, USAID, FHI 2007).

Dokumen terkait