• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. Metode Penelitian

2.3. Analisa Peran Visum Et Repertum

Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 133 KUHAP

yang menyebutkan:

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat

3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada Rumah Sakit harus dilakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat

Berdasar ketentuan di atas jelas bahwa kewenangan untuk melakukan Visum Et Repertum ada di tangan pihak Penyidik untuk melengkapi berkas acara penyidikan. Dimana hal ini bisa dilakukan oleh seorang Penyidik untuk kasus Tindak Pidana yang mana timbul korban baik luka, keracunan ataupun mati, seperti yang disebutkan pada ketentuan Pasal 133 ayat (1) KUHAP. Permintaan Visum Et Repertum dilakukan secara tertulis oleh pihak Penyidik. Dalam surat pengantar permintaan

Visum akan terdapat jenis Visum yang diinginkan oleh Pihak Penyidik.

Visum mayat. Selain itu terdapat sedikit informasi mengenai korban yang telah meninggal. Ketentuan permintaan Visum Et Repertum memang diwajibkan secara tertulis sesuai yang tercantum pada ketentuan Pasal 133 ayat (2) KUHAP. Dari permintaan tertulis inilah akan dimulai otopsi atas jenazah korban pembunuhan. Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara dibedah, jika ada keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau pemeriksa memberikan penjelasan tentang pentingnya dilakukan bedah mayat. Pihak Penyidik atau Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya bedah mayat, apabila diperlukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka polisi perlu melakukan pengamanan tempat dilakukannya bedah mayat.

Melihat juga pada ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP mengenai alat bukti yang sah meliputi :

a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan Terdakwa

Maka Surat hasil pemeriksaan yang dibuat oleh Dokter Ahli yang ditunjuk atas pemeriksaan outopsi (bedah mayat) jenazah merupakan alat bukti yang kuat. Hal ini diperkuat juga dalam ketentuan Pasal 186 huruf c KUHAP yang menyebutkan ”surat keterangan dari seorang ahli, yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya, mengenai sesuatu hal atau sesuatu

keadaan yang diminta secara resmi daripadanya” . Sehingga berdasarkan pada aturan-aturan tersebut maka Visum Et Repertum merupakan salah satu alat bukti, yang merupakan surat keterangan dari dokter ahli berdasarkan keahliannya memeriksa segala sesuatu pada korban tindak pidana yang mengalami luka, keracunan ataupun mati.

Berdasar kasus putusan nomor : 3054/Pid.B/PN.SBY maka peranan Visum Et Repertum jenazah atas korban Rizal dan Fahmi dibutuhkan untuk memenuhi analisis yuridis ketentuan pasal yang akan didakwakan pada pelaku pembunuhan. Pada kasus putusan nomor 3054/Pid.B/PN. SBY Dimas Nusantoro bin Moch. Yakin disangkakan atas ketentuan Pasal 338 dan 340 KUHP. Berarti dalam hal ini unsur-unsur dalam ketentuan pasal-pasal tersebut . Sesuai dengan bunyi Asas Legalitas

Nullum Delictum Noella Poena Sine Praevia Legi Poenali ” artinya ”

Tidak delik ,tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya”. Dari rumusan tersebut dapat ditarik 2 garis besar yakni :

1. Bahwa jika suatu perbuatan yang dilarang atau pengabaian sesuatu yang diharuskan dan diancam dengan pidana, maka perbuatan atau pengabaian tersebut harus tercantum dalam undang-undang pidana. 2. Dan ketentuan tersebut tidak boleh berlaku surut dengan satu

kekecualian yang tercantum di dalam pasal 1 ayat (2) KUHP.

Dalam Hukum Pidana untuk bisa disebut sebagai Tindak Pidana maka kesemua unsur dalam ketentuan Pasal KUHP yang disangkakan harus terpenuhi. Pada kasus yang penyusun angkat adalah kasus pembunuhan

yang dilakukan oleh Dimas Nusantoro bin Mochamad Yakin terhadap korban Rizal dan Fahmi Abdul Sukur. Sehingga Polisi dalam BAP mensangkakan tindak pidana yang dilakukan oleh Dimas Nusantoro bin Mochammad Yakin dengan Pasal Pasal 338 KUHP berbunyi ” Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun) ”

Disangkakan ketentuan Pasal 340 KUHP berbunyi : ”Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 (dua puluh) tahun”. Dalam pemenuhan alat bukti terhadap unsur-unsur ”Barang siapa”

yakni ada empat alat bukti meliputi :

1. Keterangan para saksi-saksi ditempat kejadian yang menyebutkan bahwa tersangka yakni Dimas Nusantoro bin Moch. Yakin yang telah melakukan perbuatan pembunuhan terhadap Rizal dan Fahmi penghuni kamar kost Nomor 9 jalan Medokan Ayu MA Blok l-G/19.

2. Surat : hasil Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo no. KF 10.655 atas nama korban / jenazah Rizal Abdul Sukur Latief dan No. KF. 10.658 atas nama korban / jenazah Fahmi Abdul Sukur Latif

3. Penarapan barang bukti yakni sebuah bantal yang ada bercak darahnya, satu buah guling ada bercak darahnya, satu buah karpet ada bercak darahnya, satu buah keset ada bercak darahnya dan satu buah jemuran

pakaian yang ada bercak darahnya serta sebilah pisau sangkur ada bercak darahnya serta satu buah sarung pisau sangkur

4. Keterangan dari tersangka (pelaku pembunuhan) bahwa telah melakukan penganiayaan pada hari sabtu tanggal 7 Agustus 2010 sekitar pukul 04.00 WIB dirumah kost Jl. Medokan Ayu MA blok I G/ 19 Surabaya terhadap korban Rizal dan Fahmi Abdul Sukur Latif.

Begitu juga dalam pemenuhan unsur ”dengan sengaja”, atau

”dengan rencana terlebih dahulu” selalu terdapat unsur pembuktian

Hasil Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya atas kedua korban pembunuhan diatas. Sehingga dalam hal ini jelas bahwa Visum Et Repertum mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses mengungkap suatu tindak pidana pada awal penyidikan. Pada kasus diatas Visum Et Repertum atas jenazah Korban Pembunuhan Rizal dan Fahmi Abdul Sukur Latif diperlukan untuk membuktikan bahwa kedua korban merupakan korban tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh Dimas Nusantoro Bin Moch. Yakin. Yang mana dalam Kesimpulan dari Hasil Visum Et Repertum dijelaskan bahwa kedua korban meninggal akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku pembunuhan yang dalam hal ini adalah dimas sehingga mengakibatkan Korban Rizal mengalami perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan kematian, begitu juga untuk korban Fahmi mengalami cedera otak berat sehingga akhirnya meninggal.

Berdasar uraian diatas maka peranan Visum Et Repertum meliputi :

1. Berperan sebagai alat bukti yang sah , hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP jo Pasal 186 huruf c KUHAP. Bahwa Visum Et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana, dimana dalam Visum Et Repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis yang tertuang dalam pemberitaan dan juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan tersebut yang tertuang dibagian kesimpulan, yang karenanya dianggap sebagai salah satu barang bukti. Disamping itu peranan Visum et Repertum merupakan langkah awal untuk melakukan outopsi(bedah mayat) atas jenazah atau mayat yang menjadi korban tindak pidana pembunuhan, yang nantinya hasil Visum Et Repertum akan dijadikan dasar pembuktian untuk pemenuhan unsur-unsur yang terdapat dalam pasal KUHP yang disangkakan. Hal tersebut didasarkan pada ketentuan pasal 133 KUHAP.

2. Visum Et Repertum menggantikan sepenuhnya Corpus Delicti (tanda

bukti) seperti diketahui dalam perkara pidana yang menyangkut perusakan tubuh dan kesehatan serta menghilangkan nyawa manusia, maka si tubuh korban merupakan Corpus Delicti sehingga pada proses persidangan hal ini tidak dapat diajukan di persidangan, oleh karena itu secara mutlak diganti dengan Visum Et Repertum.

3. Bukti penahanan tersangka. Dalam perkara pidana, seorang penyidik diwajibkan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka, maka dari

itu penyidik dituntut untuk segera menemukan bukti-bukti yang cukup agar dapat menahan tersangka. Salah satu bukti adalah akibat tindak pidana yang dilakukan tersangka terhadap korban. Visum Et Repertum yang dibuat oleh Dokter dapat dipakai oleh penyidik sebagai pengganti barang bukti untuk melengkapi surat perintah penahanan tersangka.

Mengenai semua biaya yang timbul untuk pembuatan Visum Et

Repertum menjadi tanggung jawab Negara. Hal ini telah diatur dalam

ketentuan Pasal 136 KUHAP berbunyi ”semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kedua bab XIV ditanggung oleh Negara”. Dengan demikian ketentuan yang mengatur tentang visum et repertum dalam KUHAP, yakni Pasal 133 KUHAP dan Pasal 136 KUHAP wajib dilakukan dan dipenuhi untuk proses awal penanganan perkara tindak pidana khususnya dalam sanksi ini adalah pembunuhan yang dilakukan oleh Dimas.

Dokumen terkait