• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. PEMBAHASAN ASPEK PEMASARAN

5.10 Analisa Persaingan

PGIB Bulog akan menghadapi persaingan yang cukup ketat meliputi persaingan memperoleh bahan baku (pemasok), persaingan antar produsen / perusahaan / pedagang beras, persaingan terkait daya tawar menawar dengan konsumen, persaingan dari pendatang baru, dan persaingan dari produk substitusi.

5.10.1 Persaingan Memperoleh Bahan Baku

Posisi permintaan dan penawaran beras di Indonesia saat ini berada pada posisi yang relatif seimbang. Produksi beras yang dihasilkan hanya mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri, kalaupun terjadi surplus dan defisit tidak banyak. Pada tahun 2005 produksi beras pangan Indonesia defisit sebanyak 24.379 ton atau 0,08% dari kebutuhan 30.598.807 ton (BPS, 2006). Keterbatasan bahan baku membuat persaingan antar pelaku pasar beras semakin ketat. Apalagi sejak 2004 sebenarnya Indonesia sudah menetapkan kebijakan larangan impor beras kecuali dalam kondisi mendesak dan dengan rekomendasi Dewan Ketahanan Pangan Nasional.

Bulog memperoleh dukungan (political will) dari pemerintah untuk mengatur stok aman nasional dan menyerap gabah/beras petani. Dukungan tersebut membuat Bulog memiliki posisi tawar yang cukup kuat untuk memperoleh bahan baku dibandingkan perusahaan lain. Pendirian PGIB akan mendukung peran Bulog sebagai pelayan publik dan fungsi komersial. Pada saat harga beras/gabah rendah, Bulog dapat membeli beras dengan harga pembelian pemerintah (HPP) sehingga akan membantu petani. Pada saat harga beras/gabah tinggi, Bulog dapat membeli beras dari PPS, PPK dan PPM dengan harga yang lebih tinggi dari harga pembelian pemerintah karena untuk keperluan komersial, Bulog/PGIB tidak dibatasi untuk membeli beras seharga HPP. Peran ini akan semakin memperkuat posisi tawar Bulog untuk memperoleh bahan baku. Data harga gabah dan beras terakhir dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Perkembangan harga terakhir (20-21 Juni 2006)

Komoditas HPP

(Rp/kg)

Kisaran harga (Rp/kg)

Gabah Kering Panen 1,730 1700 – 1900

Gabah Kering Giling 2,280 2200 – 2720

Beras Medium (Pasar Cipinang) 3,550 3700 – 4250 Sumber : Departemen Pertanian, 2006

Saat ini dengan pembatasan pembelian seharga HPP, Bulog mampu menyerap beras petani, PPS, PPK, dan sebagian PPM dari wilayah Pulau Jawa

sebanyak rata-rata 1.423.001 ton per tahun. Dengan hadirnya PGIB ini maka Bulog diperkirakan mampu menyerap beras dalam jumlah yang lebih besar. Kebutuhan bahan baku sekitar 90 – 100 ton per hari termasuk jumlah yang tidak terlalu besar dibandingkan kemampuan Bulog menyerap bahan baku. Data perkembangan pengadaan beras Bulog dari wilayah Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Realisasi pengadaan dalam negeri Bulog wilayah Pulau Jawa Tahun Jumlah (Ton

Setara Beras) 2001 1.388.911 2002 1.444.386 2003 1.400.953 2004 1.457.755 Rata-rata 1.423.001 Sumber : Bulog, 2006

5.10.2. Persaingan Antar Produk/Merek/Perusahaan

Berdasarkan data Bulog 2006, tercatat sebanyak 110.611 alsin penggilingan dan pengolahan beras yang tersebar di Indonesia (Lampiran 5). Di Pasar Induk Beras Cipinang terdapat 600 pedagang besar yang masing-masing memiliki merek produk tersendiri untuk berbagai varietas, mutu beras dan target pasar. Ditambah lagi dengan sangat banyaknya pelaku pasar beras lain seperti pengumpul, pedagang daerah, pedagang grosir, pengecer dan supermarket yang memperketat persaingan. Persaingan antar produk beras dapat dijelaskan sebagai berikut :

Dari sekitar 1700 ton beras yang dipasarkan pedagang Pasar Induk Cipinang setiap harinya, sebagian besar merupakan verietas IR 64. Jenis beras lain yang dijual yaitu Cianjur kepala, Cianjur Slyp, Setra Ramos, Saigon Bandung, Muncul dan IR 42 dengan kualitas I, II, dan III. Beras tersebut dikemas oleh pedagang dengan berbagai merek dan ukuran. Setiap pedagang memiliki merek dan kemasan tersendiri yang mencerminkan perusahaannya. Beras Cipinang dipasarkan dengan target yang beragam mulai masyarakat bawah dengan pembelian eceran per kg hingga masyarakat kelas atas. Peta persaingan varietas beras di Pasar Induk Cipinang dapat dilihat pada Gambar 14.

Peta Varietas Beras (Cipinang) Cianjur Cianjur Cianjur Cianjur Slyp Cianjur Slyp Cianjur Slyp Saigon Bandung Saigon Bandung IR 64 IR 42 Setra Ramos Setra Ramos Setra Ramos Saigon Bandung Muncul Muncul Muncul IR 64 IR 64 3500 4500 5500 6500 0 1 2 3 4 5 Mutu H a rg a p e r k g ( R p )

Berdasarkan peta verietas beras di Cipinang, beras Cianjur Kepala menempati kuadran I sebagai beras dengan kualitas baik (medium-atas) dan harga yang mahal yaitu Rp 5600 per kg. Beras lain yang menempati kuadran I antara lain beras Cianjur Slyp I&II dan Setra Ramos I&II. Beras yang menempati kuadran kedua yaitu beras dengan kualitas baik (menengah-atas) dan harga yang murah antara lain Saigon Bandung I&II, IR 42, IR 64 I&II, dan Muncul I&II. Jenis beras di kuadran kedua inilah yang paling bersaing dipasaran dan banyak diminati masyarakat karena kualitasnya yang relatif baik namun harganya relatif rendah.

Beras yang berada di kuadran ketiga antara lain Setra Ramos II, Saigon III, IR 64 III dan Muncul III. Harga beras ini relatif murah namun kualitasnya pun relatif rendah. Janis beras ini banyak diminati khususnya masyarakat Price Sensitive yang umumnya berasal dari kalangan ekonomi menengah-bawah. Di kuadran keempat terdapat jenis beras Cianjur III dan Cianjur Slyp III. Dari segi kualitas relatif rendah namun harganya diatas rata-rata. Hal ini disebabkan karakteristis khusus beras tersebut yang beraroma (wangi) sehingga masyarakat rela membayar lebih mahal meskipun kualitasnya relatif rendah.

Beras yang di pasarkan di supermarket lebih seragam dibandingkan beras di pasaran baik dari segi jenis maupun kualitas. Jenis beras yang paling banyak beredar adalah Pandan Wangi dan Setra Ramos. Beras lain antara lain Cianjur Slyp, Rojolele, dan IR 64 dengan jumlah yang sedikit. Mayoritas supermarket menjual beras dengan kualitas super dan kepala (menengah-atas) dan hanya sebagian kecil berkualitas biasa. Hal ini terkait dengan target pelanggan yang belanja di supermarket yaitu masyarakat menengah-atas. Peta Persaingan Merek Verietas Pandan Wangi di Supermarket Jakarta dapat dilihat pada Gambar 15.

Peta Merek Varietas Pandan Wangi

Topi Koki Desa Cianjur Rojolele LCO LCO Budget Anggrek Plicata Maharani Si Pulen ABC ABC Brand 1 Cap Jempol Al Hijaz Kadipaten Hero Ayam Jago

Nona Holland LCO

Lautan Mas Desa Cisadane 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000 0 1 2 3 4 5 Mutu H a rg a ( R p )

Gambar 15. Peta persaingan merek verietas Pandan Wangi di supermarket Jakarta

Merek beras Pandan Wangi di kuadran pertama antara lain ABC, Si Pulen dan Desa Cianjur dengan kualitas baik dan harga relatif mahal. Kuadran kedua merupakan pusat persaingan varietas Pandan Wangi di Supermarket yaitu beras dengan kualitas baik namun dengan harga yang relatif rendah. Beras di kuadran ini merupakan merek beras yang kompetitif antara lain Anggrek Plicata, Ayam Jago, Nona Holland, Rojolele, Kadipaten, ABC, Topi Koki, Lautan Mas, Al Hijaz, LCO, LCO Budget, Desa Cisadane, Hero dan Maharani.

Hanya ada sedikit merek yang menempati kuadran ketiga yaitu LCO, Cap jempol, dan Brand 1. Meskipun demikian berdasarkan wawancara dengan

supervisor di supermarket, jenis beras ini termasuk banyak diminati masyarakat karena harganya yang relatif murah namun dikemas dengan sangat menarik, terlepas dari kualitasnya yang relatif rendah. Pada kuadran keempat tidak ada merek yang bersaing karena kuadran tersebut sangat tidak kompetitif. Perusahaan yang hanya mampu menempati kuadran keempat tidak akan mampu bertahan dalam persaingan.

Persaingan varietas Setra Ramos di supermarketpun terpusat pada beras kualitas kepala (2). Hanya saja untuk beras Setra Ramos persaingan di kuadran pertama cukup ketat terjadi diantaranya ada merek Desa Cianjur, Desa Cisadane, Lautan Mas, Topi Koki, Cap Gajah, LCO, Al Hijaz, Anggrek Plicata, dan Hero. Beras Setra Ramos kualitas I hanya disupply oleh merek Rumah Adat. Untuk varietas ini terdapat peluang untuk merebut pasar dengan menawarkan beras yang mampu mengisi ruang kuadran kedua yaitu dengan kualitas yang baik namun harganya bisa lebih murah. Di kuadran kedua hanya ada tiga merek yang bersaing yaitu Cap Kembang, Cap Kepala Kambing dan Value Plus. Di kuadran ketiga hanya ada dua merek yang bersaing yaitu Burung Cempala dengan kualitas spesial dan Brand 1 dengan kualitas biasa. Peta Persaingan Merek Verietas Setra Ramos di supermarket Jakarta dapat dilihat pada Gambar 16.

Peta Merek Varietas Setra Ramos Desa Cianjur Anggrek Plicata Burung Cempala Brand 1 Al Hijaz Lautan Mas Cap Kembang Hero Topi Koki Rumah Adat Value Plus LCO

Cap Kepala Kambing Cap Gajah Desa Cisadane 5000 6000 7000 8000 0 1 2 3 4 5 Mutu H a rg a p e r k g ( R p )

Sama halnya dengan varietas Setra Ramos, varietas Cianjur yang beredar di supermarket-supermarket juga di dominasi kualitas kepala yaitu sebanyak tujuh dari delapan merek yang bersaing. Pada kuadran I terdapat merek Anggrek Plicata, LCO Budget, Value Plus, Al Hijaz, dan LCO sedangkan pada kuadran II terdapat merek Hero yang hanya dijual di supermarket Hero dan Cap AP. Tidak ada merek beras yang menempati ruang persaingan kuadran III dan hanya ada satu merek di kuadran IV yaitu LCO Budget. Dari segi persaingan, masih terbuka ruang yang cukup lebar bagi pesaing baru termasuk Bulog untuk mengisi persaingan di kuadran II dan III. Peta persaingan variatas Cianjur di supermarket Jakarta dapat dilihat pada Gambar 17.

Peta Merek Varietas Cianjur

LCO

Cap AP Hero

Value Plus

LCO Budget LCO BudgetAnggrek Plicata

Al Hijaz 6000 6500 7000 7500 8000 0 1 2 3 4 5 Mutu H a rg a p e r k g ( R p )

Gambar 17. Peta persaingan merek verietas Cianjur di supermarket Jakarta

Dari segi harga, merek yang berada di kuadran II lebih unggul daripada merek di kuadran I, hanya saja terlihat perbedaaan yang sangat jelas mengenai desain kemasan dan positioning merek beras kuadran I dan II. Merek beras kuadran I menggunakan desain kemasan yang lux sedangkan beras di kuadran II menggunakan desain kemasan yang sederhana. Desain kemasan beras kuadran I dan II dapat dilihat pada Gambar 18.

Kemasan Kuadran I : Kemasan Kuadran II :

Harga : Rp.7200-7800/kg Harga : Rp.6200-6500/kg Gambar 18. Perbedaan desain kemasan beras kuadaran I dan II

Varietas IR 64 sangat sedikit yang dipasarkan ke supermarket. Semua berkualitas menengah-atas yaitu super dan kepala. Hanya ada empat merek yang bersaing antara lain Istana Bangkok di kuadran I dan Ayam Jago, Topi Koki serta Value Plus di kuadran kedua. Sedikitnya pelaku pasar yang menawarkan jenis beras IR 64 merupakan peluang yang besar bagi pesaing baru untuk masuk ke dalam pasar. Peta Persaingan Merek Verietas IR 64 di supermarket Jakarta dapat dilihat pada Gambar 19.

Peta Merek Varietas IR 64

Topi Koki Istana Bangkok Ayam Jago Value Plus 7000 7500 8000 8500 9000 0 1 2 3 4 5 Mutu H a rg a p e r k g ( R p )

Varietas terakhir yang umum di supermarket adalah Rojolele. Pada kuadran I terdapat merek Anggrek Plicata, Cap Bangau, Al Hijaz dan Lautan Mas. Pada kuadran II terdapat LCO dan LCO Budget. Pada kuadran ketiga terdapat Cap Lele, Cap AP dan Hero. Untuk kualitas super terdapat selisih harga yang cukup besar antara merek Anggrek Plicata dan Cap Bangau. Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh kemasan dan target pasar. Kemasan Anggrek Plicata jauh lebih menarik dan lux dibandingkan Cap Bangau. Kemasan yang lux ini ditujukan untuk menarik pelanggan menengah-atas yang bersifat Price Oriented yaitu pelanggan yang memilih harga yang lebih mahal karena percaya produk tersebut labih baik dan lebih bergengsi. Untuk Di kuadran II dan III selisih harga antar merek tidak terlalu jauh dan persaingan terjadi antar dua merek yang bersaing. Peta Persaingan Merek Verietas Rojolele di Supermarket Jakarta dapat dilihat pada Gambar 20.

Peta Merek Varietas Rojolele

Al Hijaz LCO LCO Budget Anggrek Plicata Cap Bangau Cap AP Cap Lele Lautan Mas Hero 6000 7000 8000 9000 0 1 2 3 4 5 Mutu H a rg a p e r k g ( R p )

5.10.3. Daya Tawar Menawar Konsumen/Pembeli

Daya tawar menawar konsumen dan produsen / pedagang ditentukan oleh struktur pasar yang berlaku. Struktur pasar beras di pasar tradisional bersifat persaingan monopolistis. Baik pembeli maupun pedagang secara individu tidak mampu mempengaruhi dan menentukan harga. Harga terbentuk hasil keseimbangan permintaan dan penawaran pasar sehingga daya tawar menawar antara pembeli/konsumen dan pedagang/produsen seimbang. Melalui mekanisme ini, pada kondisi tertentu salah satu pihak dapat lebih ditekan. Pada saat panen raya dengan jumlah produksi yang melimpah konsumen mampu menekan produsen sehingga harga produk menjadi rendah. Sebaliknya pada masa paceklik dimana produksi beras turun, produsen dan pedagang mampu menekan konsumen untuk membayar dengan harga yang tinggi. Melihat kondisi tawar menawar seperti di atas, maka PGIB harus mampu mengatur jumlah produk beras yang beredar di pasaran agar harga produk dapat stabil.

Struktur pasar di supermarket bersifat persaingan oligopoli. Hanya ada beberapa perusahaan yang bertindak sebagai pelaku pasar. Di supermarket, ada kecenderungan produsen / pedagang memiliki daya tawar menawar yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen. Hal ini terlihat dari harga produk beras yang ditawarkan jauh lebih tinggi daripada harga beras di pasar tradisional, tentunya dengan atribut produk yang lebih lengkap. Harga produk beras yang ditawarkan di supermarket bersifat harga pas sehingga konsumen juga tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tawar menawar harga beras yang akan dibeli.

5.10.4. Persaingan Dari Pesaing Baru.

Jumlah pelaku pemasaran beras sangat banyak baik dari pedagang penggilingan, pedagang daerah, pedagang pasar induk Cipinang, pedagang pasar tradisional, hingga pedagang supermarket. Pasar beras sangat terbuka bagi pesaing baru yang akan masuk. Secara struktural tidak ada barier yang besar yang menghambat pesaing baru. Meskipun demikian, pesaing baru harus memiliki kemampuan untuk bersaing di tengah persaingan ketat memperoleh bahan baku dan merebut pasar. Persaingan ketat merupakan hambatan alami bagi pesaing

baru. Kondisi ini merupakan sebuah kekuatan bagi PGIB yang memiliki daya serap bahan baku besar dan teknologi proses yang memadai sehingga PGIB akan kompetitif di pasaran.

Pada saluran pemasaran supermarket terdapat barier yang cukup besar bagi pesaing baru yang akan masuk pasar. Pengelola supermarket menerapkan persyaratan yang ketat bagi pemasoknya. Hanya produsen / pemasok dengan produk yang berkualitas yang bisa masuk ke pasar supermarket sehingga persaingan dan ancaman dari pesaing baru relatif lebih kecil dibandingkan dengan saluran pasar tradisional.

5.10.5. Persaingan Dari Produk Substitusi

Usaha penganekaragaman pangan sudah dicanangkan sejak dikeluarkan instruksi Presiden (Inpres) No. 14 Tahun1974 tentang perbaikan Menu Makanan Rakyat (PMMR) dan kemudian disempurnakan dengan Inpres No. 20 Tahun 1979. Maksud dari instruksi tersebut adalah untuk lebih menganekaragamkan jenis dan gizi makanan rakyat, baik kualitas maupun kuantitas sebagai usaha penting bagi pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat (Departemen Pertanian RI, 2002).

Program penganekaragaman pangan ini turut berpengaruh terhadap konsumsi beras masyarakat. Data BPS 2005 menunjukkan bahwa konsumsi beras per kapita masyarakat pada tahun 2003 hingga 2005 berkurang sebesar 2,23% per tahun. Penurunan ini menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap beras mulai berkurang walaupun belum terlalu signifikan. Sebagian masyarakat mulai mengkonsumsi produk substitusi beras untuk memenuhi kebutuhan kalori / energinya. Meskipun demikian, pertumbuhan jumlah permintaan terhadap beras masih positif (1,21% per tahun).

Persaingan dari produk substitusi juga sudah mulai tampak. Salah satu produk substitusi beras yang paling berpengaruh adalah produk olahan gandum. Gandum (tepung terigu) merupakan bahan pangan yang banyak digunakan sebagai bahan dasar berbagai macam produk olahan seperti mie instan, roti, kue, biskuit dan produk lainnya. Data BPS tahun 2005 menunjukkan jumlah impor gandum Indonesia yang sangat besar mencapai sekitar 4.333.107 ton per tahun.

Meskipun belum bisa menggantikan beras secara besar-besaran, perkembangan konsumsi gandum cukup pesat dilihat dari semakin memasyarakatnya produk mie instan dan roti.

Persaingan dari produk olahan gandum harus menjadi perhatian serius bagi PGIB terkait strategi dan kelangsungan industri ke depan. Konsumsi bahan pangan pokok khususnya beras merupakan kebiasaan sejak kecil dan telah mendarah daging bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Butuh waktu yang lama untuk mengubah kebiasaan masyarakat mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok. Paling tidak, diperkirakan perubahan pola konsumsi tersebut tidak akan terjadi secara besar-besaran dalam jangka waktu sepuluh tahun ke depan.

Di Indonesia, perkembangan konsumsi produk olahan gandum pun memperoleh hambatan mengingat gandum bukan hasil tanam dalam negeri. Penelitian yang telah dilakukan oleh Departemen Pertanian RI dan perusahaan penggilingan gandum belum ada yang menunjukkan gandum bisa ditanam di Indonesia dalam jumlah massal / besar. Bahkan dalam salah satu tujuan rencana aksi program diversifikasi pangan pemerintah adalah mengurangi ketergantungan terhadap beras dan pangan impor (termasuk gandum) melalui peningkatan konsumsi pangan baik nabati maupun hewani dengan peningkatan produksi pangan lokal dan produk olahannya (Departemen Pertanian RI, 2002). Mengingat produk subsitusi beras dalam negeri seperti singkong, ubi, dan jagung belum ada yang memasyarakat secara luas maka diperkirakan dalam jangka waktu beberapa puluh tahun ke depan beras akan tetap menjadi bahan pangan utama masyarakat Indonesia.

Dokumen terkait