• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Putusan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 72-76)

BAB III. STUDI KASUS

C. Analisa Putusan

1. Kasus Posisi

Putusan Majelis Pemeriksa Pusat Notaris No : 05/Mj.PPN/XI/2010 adalah putusan terhadap pelanggaran jabatan notaris yang di dalamnya terdapat Notaris Bambang Heryanto, SH sebagai pembanding dan Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Administrasi Jakarta Utara sebagai Terbanding.

Terbanding Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Administrasi Jakarta Utara melaporkan pembanding Notaris Bambang Heryanto, SH kepada Majelis Pengawas Wilayah Notaris DKI Jakarta perihal Pelanggaran Jabatan Notaris yang dilakukan oleh pembanding. Terbanding menyatakan bahwa pembanding telah melakukan Pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan mempunyai konsekuensi hukum yang tersebut dalam Bab II Pasal 9 ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Protokol Notaris Majelis Pengawas Daerah Notaris Kotamadya Jakarta Utara Nomor 08/PA.PPN/MPDJU/8/2006 tanggal 29 Agustus 2006 dan nomor 30/PA.PPN/MPDJU/6/2006 tanggal 16 Juni 2006 terhadap Pembanding sebagai dasar hukum Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta untuk memeriksa Pembanding, oleh karena itu maka berdasarkan Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor 01/Pts/MPWJKT/I/2010 Tanggal 20 Januari 2010, dalam amarnya telah menjatuhkan sanksi bagi pembanding selaku Notaris yaitu mengusulkan kepada Majelis Pengawas Pusat terhadap Pembanding selaku Notaris untuk diberhentikan sementara selama 6 (enam) bulan. Pembanding merasa keberatan terhadap putusan dari Majelis Pengawas Wilayah maka Pembanding mengajukan permohonan banding melalui Majelis Pemeriksa Pusat untuk membatalkan Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris DKI Jakarta Nomor 01/Pts/MPW.JKT/I/2010.

Dalam proses permohonan banding tersebut, Pembanding juga mengajukan gugatan perdata terhadap personal Anggota Majelis Pengawas Daerah Kota Administrasi Jakarta Utara di Pengadilan Negeri Jakarta Utara perihal perbuatan melawan hukum dimana Majelis Pengawas Daerah Notaris Kotamadya Jakarta Utara tidak berwenang untuk menyatakan seorang Notaris telah melakukan pelanggaran Undang Undang Jabatan Notaris dan atau Kode Etik Notaris dan menjatuhkan sanksi displinair terhadap seorang Notaris sebagaimana diuraikan dalam Pasal 70 Undang Undang Jabatan Notaris.

Terhadap gugatan perdata tersebut yang sudah terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 89/Pdt/G/2010/PN.Jkt.Ut tanggal 17 Maret 2010, para pihak sepakat untuk membuat Akta Perdamaian yang dibuat di pengadilan, yang menyatakan bahwa bersepakat mengakhiri perselisihan yang ada dengan perdamaian berdasarkan atas kesepakatan penyelesaian persengketaan atau perselisihan yang telah diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara oleh Pihak Pertama dalam hal ini Pembanding. Dan para pihak sepakat untuk tidak saling menuntut secara perdata maupun pidana di Pengadilan atau di luar pengadilan apapun hasil putusan dari Majelis Pengawas Pusat Notaris. Dinyatakan pula bahwa dengan terjadinya perdamaian menurut akta perdamaian tersebut, maka Perdamaian dalam akta ini mempunyai kekuatan seperti Putusan dalan tingkat yang bersifat akhir dan mengikat (final and binding).

Selanjutnya, berdasarkan pertimbangan dan mempelajari Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor 01/Pts/MPWJKT/I/2010 Tanggal 20 Januari 2010,maka Majelis Pemeriksa Pusat memutuskan untuk membatalkan Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor 01/Pts/MPWJKT/I/2010 Tanggal 20 Januari 2010 dan memberikan sanksi teguran lisan terhadap pembanding.

2. Analisa Hukum

Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka keluhuran serta martabat jabatan Notaris perlu dijaga,baik ketika dalam menjalankan tugas jabatan maupun perilaku kehidupan Notaris sebagai manusia yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi martabat jabatan Notaris.

Sebagai konsekwensi yang logis, maka seiring dengan adanya kepercayaan terhadap Notaris tersebut harus dijamin adanya pengawasan agar tugas Notaris selalu sesuai dengan kaidah hukum yang mendasari kewenangannya dan agar dapat terhindar dari penyalahgunaan kewenangan atau kepercayaan yang diberikan.

Pasal 67 ayat (1) UU Jabatan Notaris menentukan bahwa yang melakukan pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawas tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas. Menurut Pasal 68 UU Jabatan Notaris, bahwa Majelis Pengawas terdiri dari :

a. Majelis Pengawas Daerah b. Majelis Pengawas Wilayah c. Majelis Pengawas Pusat

Majelis Pengawas Notaris mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi terhadap Notaris. Sanksi ini disebutkan dalam UU Jabatan Notaris juga disebutkan kembali dan ditambah dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004.

Pada dasarnya tidak semua Majelis Pengawas mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi, yaitu :

1. MPD tidak mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan sanksi apapun. Meskipun MPD mempunyai wewenang untuk menerima laporan dari masyarakat dan dari Notaris lainnya dan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris tapi tidak diberi kewenangan untuk

menjatuhkan sanksi apapun, tapi MPD hanya berwenang untuk melaporkan hasil sidang dan pemeriksaannya kepada MPW dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang bersangkutan,Majelis Pengawas Pusat dan Organisasi Notaris (Pasal 71 huruf e UUJN).

2. MPW dapat menjatuhkan sanksi teguran lisan atau tertulis. MPW hanya dapat menjatuhkan sanksi berupa sanksi teguran lisan atau tertulis dan sanksi seperti ini bersifat final dan mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa pemberhentian sementara dari jabatan Notaris selama 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan atau pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan Notaris.

3. MPP dapat menjatuhkan sanksi terbatas. Pasal 77 huruf c UU Jabatan Notaris menentukan bahwa MPP berwenang menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara. Sanksi seperti ini merupakan masa menunggu dalam jangka waktu tertentu sebelum dijatuhkan sanksi yang lain, seperti sanksi pemberhentian tidak hormat dari jabatan Notaris atau pemberhentian dengan hormat dari jabatan Notaris.

Instansi utama untuk menjatuhkan sanksi terhadap Notaris yaitu Majelis Pengawas Notaris, sedangkan Tim pemeriksa dan Majelis Pemeriksa merupakan bagian internal yang dibuat oleh Majelis Pengawas dengan kewenangan tertentu yang tetap berada dalam kendali Majelis Pengawas.

Dalam mengadili perkara yang dipentingkan adalah faktanya atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan hukumnya hanyalah alat, sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya. Setelah Majelis Pemeriksa Pusat Notaris menganggap terbukti peristiwa yang menjadi sumber sengketa yang berarti bahwa Majelis Pemeriksa telah dapat mengkonstatir peristiwa yang menjadi sengketa, maka

majelis menentukan peraturan hukum apakah yang menguasai sengketa antara kedua belah pihak, Majelis Pemeriksa harus menemukan hukumnya dan harus mengkualifisir peristiwa yang telah dianggapnya terbukti. Sumber-sumber untuk menemukan hukum bagi Majelis Pemeriksa ialah perundang-undangan, dan ilmu pengetahuan. Dalam hal perkara ini, Notaris yang dijatuhkan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah melakukan banding ke Majelis Pengawas Pusat dan putusan Majelis Pemeriksa Pusat final dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (Pasal 33 Perarturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004).

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 72-76)

Dokumen terkait