• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Struktural Fungsional Nilai-Nilai Anak ni Raja Boru ni Raja dalam Pengembangan Pariwisata

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Sejarah Singkat kabupaten Simalungun

4.7. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

4.7.3 Analisa Struktural Fungsional Nilai-Nilai Anak ni Raja Boru ni Raja dalam Pengembangan Pariwisata

Asumsi dasar teori fungsional terletak pada cara pandang yang menyatakan bahwa masyarakat (sebagai system sosial) terintegrasi oleh adanya kesepakatan bersama. Kebersamaan dan kohesi sosial dimungkinkan karena adanya hubungan fungsional antar bagian pembentuk sistem. Dengan demikian, kondisi masyarakat akan berada dalam keadaan equilibrium (Suyanto,2004:237).

Dalam setiap masyarakat, menurut pendekatan struktural fungsional akan selalu ditemukan adanya sistem nilai sebagai hasil consensus bersama setiap anggota masyarakat. Masyarakat itu selalu mempunyai tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan

utuk ini telah disediakan seperangkat cara pencapaiannya. Pemolaan perilaku oleh kaidah sosial hasil consensus bersama itu mempunyai kekuatan memaksa dan ini disadari oleh oleh semua anggota masyarakat, bahwa memang begitulah seharusnya. Dalam keadaan seperti ini, system nilai itu bersifat fungsional dan mempunyai kekuatan integratif.

Masyarakat batak memiliki sistem Dalihan Natolu yang merupakan kesepakatan bersama agar masyarakat selalu berada dalam titik equilibrium, Dalaihan Notolu dijadikan landasan bagi suku batak agar tujuan-tujuan masyarakat dapat tercapai. Bukan hanya dalam kehiduapan interaksi masyarakat batak saja Dalihan Natolu berfungsi akan tetapi Nilai-Nilai anak ni Raja dan Boru ni Raja dapat berfungsi dalam Pengembangan Pariwisata.

Dalam menghadapi wisatawan masyarakat Parapat sebagai pelaku wisata menyambut wisatawan dengan sikap anak dan boru raja (putra-putri raja) yaitu dengan cara sopan, ramah. Menyambut wisatawan dilakukan melalui pendekatan Dalihan Natolu yaitu setiap wisatawan dianggap sebagai Hula-Hula yang senantiasa di somba dan di parsangapi yaitu di segani dan di hormati layaknya seorang Tulang yang merupakan Raja bagi berenya maka Tulang harus di Somba oleh bere agar mendapat pasu-pasu atau berkat dari Tulang, wisatawan dianggab layaknya Tulang yang harus dihormati dan diarahan atau memberikan petunjuk dan pelayanan wisata agar wisatawan merasa puas. Para Wisatawan juga harus dianggap sebgai boru yang harus di elek dan dibujuk dalam hal ini masyarakat Parapat sebagai pelaku wisata harus sabar menghadapi para wisatawan dalam memberikan pelayana wisata, Manat Mardongan Tubu yang mana para wisatawan juga harus dianggp sebagai teman semarga dimana kita harus manat atau hati-hati agar perasaan wisatawan tidak tersinggung. Bila system diatas berjalan dan dilaksanakan dengan baik maka wisatawan memberi imbalan atas

pelayanan barang dan jasa yang didapatkan dari masyarakat Parapat, sehingga tujuan Pariwisata akan tercapai.

Gambaran tersebut sesuai dengan yang diutarakan oleh beberapa informan saya H.S (lk, 43 tahun) mengatakan:

“Tanggapan saya bila Dalihan Natolu dijadikan sebagai prinsip hidup setiap orang Batak dan mencerminkan nilai-nilai seorang anak ni ni raja dan boru ni raja dalam dalam kehidupan sehari-hari dan menghadapi wisatawan maka yaitu sopan, dan ramah terhadap wisatawan sehingga wisatawan merasakan pelayanan yang baik, maka diantara masyarakat tidak terjadi percecokan dan tujuan Pariwisata dapat tercapai dengan baik sehingga Pariwisaat Parapat semakin maju dan berkembang”.

Hal yang sama diperkuat oleh salah satu informan saya T.S (lk,60 thn) mengatakan demikian:

Menurut saya tujuan Pariwisata harus di organisir oleh masyarakat Parapat itu sendiri sebagai raja Parapat harus melestarikan budaya batak sebagai cirri khas Pariwisata Parapat baik dari sikap seorang anak ni raja dan boru ni raja yag memilki kharisma raja yaitu bertur kata sopan, ramah seta menghormati orang lain termasuk para wisatawan dan menempatkan para pengunjung Parapat dalm posisi Dalihan Natolu serta melestarikan atraksi budaya batak seperti gondang, tortor, dan pertunjukan legenda batak dalam sajian wisata maka tujuan wisata akan tercapai”.

Hal yang sama juga diperkuat oleh informan saya M.S (lk,40 thn) mengatakan demikian:

“Nilai-nilai Anak ni raja Boru ni raja dapat berfungsi positif dalam Pengembangan Pariwisata bila masyarakat sebagai pelaku wisata menempatkan posisi wisatawan dalam Dalihan Natolu yaitu dianggap sebagai Hula-hula,Boru dan Dongan Tubu yang dalam menghadapinya

harus manat (hati-hati),somba (dihormati) dan dielek)di rayu secar sabar).

Hal yang sama diperkuat juga oleh oleh informan S.N (pr, 37 thn) mengatakan demikian:

“ibu menyatakan dia sebagai boru batak yang dalam istilah orang batak adalalah boru ni raja dididik harus mengikuti adat batak baik dalam kehidupan sehari-hari atau kepada orang lain harus menunjukkan sebagai boru niraja bahkan di depan mertua pun kita harus menunjukkan sikap boru niraja yaitu sopan dalm berbicara, berpakaian dan berprilaku ujar ibu ini. Ibu ini juga menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari unuk berinteraksi dia selalu menunjukkan sikap boru ni raja baik itu di tengah-tengah masyarakat maupun menghadapi para wisatawan”.

Hal yang sama juga dinyatakan oleh salah satu informan L.N (lk,49 thn) berpendapat demikian :

L.N berpendapat sajian budaya seperti gondang tortor dan banyak lagi menjadi daya tarik bagi wisatawan, kata-kata Horas adalah penyambutan yang sangat luar biasa bagi para tamu yang diannggab sebagai raja. Bapak ini juga mengatakan bahwa budaya batak telah mendarah daging baginya sebagai anak ni raja yang telah mendarah daging dalam keluarga mereka. Menurut pendapat bapak ini bahwa tingkah laku yang dia tunjukkan adalah hasil sosialisasi dari keluarga untuk menghargai tam adalah raja.

Suatu fungsi (function) adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu/kebutuhan system. Dengan menngunakan defenisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem. Secara bersama-sama keempat imperative fungsional ini dikenal sebagai skema AGIL. Agar tetapa bertahan, suatu sistem harus memilki empat fungsi ini yaitu:

1. Adaptation (adaptasi) merupakan sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. Masyarakat membutuhkan pariwisata untuk hiburan dan masyarakat yang tinggal di daerah wisata menbutuhkan pariwisata sebagai lahan mata pencaharian maka Masyarakat Parapat dengan budaya batak harus menyesuaikan diri dengan kondisi Parapat sebagai Daerah Wisata yang mana budaya tersebut dapat menjadi ciri khas daerah wisata Parapat agar para pengunjung dapat berwisata dengan nyaman.

2. Goal Attainment (pencapaian tujuan) merupakan sebuah sistem harus mendefenisikan dan mencapai tujuan utamanya. Tujuan Pariwisata tercapai dengan mengunakan pendekatan Daihan Natolu dengan yang menganut nilai-nilai anak ni raja dan boru ni raja.

3. Integration (integrasi) merupakan sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya. Yang menjadi norma atau aturan bagi masyarakat disini adalah nila-nilai anak ni raja dan boru ni raja sebagai pedoman dalam masyarakat.

4. Latency (Latensi atau pemeliharaan Nilai) merupakan sebuah sistem harus memperlengkapi, baik motivasi individual maupun pola-pola cultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Agar nilai-nilai anak ni raja dan boru ni raja tetap ada dalam masyarakta Batak Toba maka perlu pemeliharaan maupun melestarikan nilai-nilai budaya batak bagi generasi muda oleh keluarga, Tokoh adat maupun pemerintah dalam mensosilisasikannya.

4.7.4 Analisa disfungsional Anak ni Raja dan Boru ni Raja dalam Pengembangan