• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

D. Analisi Hasil Penelitian

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas sebaran dan uji linearitas hubungan. Uji asumsi ini dilakukan untuk memenuhi syarat penggunaan analisis korelasi, selain itu uji asumsi juga dilakukan untuk memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari yang seharusnya.

1. Uji Normalitas Sebaran

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi sebaran variabel bebas dan tergantung bersifat normal atau tidak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dalam program SPSS for Window versi 10. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :

Tabel 9

Hasil Uji Normalitas Sebaran

Agresivitas Televisi

Kolmogorov-Smirnov 0,895 2,735

Asymp.Significant (2-tailed) 0,400 0,137

Berdasarkan hasil uji normalitas sebaran, diketahui bahwa distribusi sebaran variabel bebas dan variabel tergantung bersifat normal karena signifikansi ke dua variabel lebih besar daripada 0,05 (p>0,05).

2. Uji Linearitas Hubungan

Uji linearitas hubungan dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara skor agresivitas dengan skor seringnya menonton patroli berupa garis lurus atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Window versi 10 yaitu test for linearity. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :

Tabel 10

Hasil Uji Linearitas Hubungan

F Sig.

(Combined) 0,270 0,847

Linearity 0,176 0,675

TV * Agresivitas

Between Groups Deviation from Linearity

Berdasarkan hasil uji linearitas hubungan, diketahui bahwa distribusi hubungan variabel bebas dan variabel tergantung berupa garis lurus karena signifikansi ke dua variabel lebih besar daripada 0,05 (p>0,05).

3. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product moment Pearson dan bantuan program SPSS for Window versi 10. Taraf signifikansi adalah 0,05. Dari hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi (R) sebesar 0,067 dengan signifikansi sebesar 0,337 yang artinya kedua variable berkorelasi positif karena probabilitasnya lebih besar dari 0,05 (p>0,05). Hasil hipotesis menunjukan hubungan positif antara menonton berita kiriminalitas “Patroli” dengan agresivitas penontonnya. Dengan kata lain semakin sering menonton acara “Patroli” maka semakin meningkat (tinggi) agresivitasnya, demikian juga sebaliknya semakin jarang menonton “Patroli” maka semakin rendah agresivitasnya. Sumbangan televisi terhadap agresivitas dapat dilihat melalui koefisien determinasinya (R2), yaitu sebesar 0,004 berarti televisi menyumbang 0,4% terhadap agresivitas. Sumbangan sebesar 99,6% terhadap agresivitas diperoleh dari faktor lain.

E. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh sering menonton acara kriminalitas “Patroli” di Indosiar terhadap agresivitas penontonnya. Hasil analisis data pada penelitian ini, diperoleh koefisien korelasi product moment sebesar 0,067 dan signifikansi sebesar 0,337 (p<0,05). Koefisien

korelasi yang positif ini menunjukkan hubungan positif antara seringnya menonton acara “Patroli” dengan agresivitas penontonya, yang artinya bila terjadi peningkatan pada suatu variabel maka variabel yang lain akan meningkat demikian juga sebaliknya. Individu yang sering menonton acara “Patroli” maka agresivitasnya akan tinggi, sebaliknya jika individu jarang menonton acara “Patroli” maka agresivitasnya rendah.

Jadi penelitian ini menujukkan bahwa individu yang sering menonton acara “patroli” akan memiliki agresivitas yang lebih tinggi dari pada inividu yang tidak sering menonton acara “patroli”.

Hasil ini sesuai dengan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya. Media massa, termasuk televisi didalamnya, memiliki fungsi sebagai identitas pribadi. Denis McQuail (McQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, 1987) menyebutkan bahwa sebagai identitas pribadi media massa membantu individu dalam menemukan penunjang nilai pribadi, menemukan model prilaku serta juga mengidentifikasi diri dengan nilai-nilai lain dalam media massa. Hal ini tidak lepas dari format acara “partoli”, di mana acara ini hanya khusus menayangkan berita-berita kriminalitas saja. Tentunya selain format acara yang demikian, diri individu yang menontonnya juga berpengaruh. Freud (Krahé, Barbara, Perilaku Agresif, 2005) dalam teori psikoanalis menyebutkan bahwa dorongan agresif memang telah dimiliki oleh tiap individu.sejauh mana inividu akan menyalurkan dorongan agresifnya tergantung pada apa yang akan diperoleh oleh individu, atau sejauh mana reward yang akan diperoleh jika individu

melakukan perilaku agresif dan sebesar apa punishment yang akan diterimannya jika melakukannya.

Krahe (Krahé, Barbara, Perilaku Agresif, 2005) menyebutkan bahwa ketika individu menyaksikan kekerasan di media dapat terjadi peningkatan agresivitas, ini dikarenakan ketika menyaksikan kekerasan di media akan muncul rangsangan yang memicu peningkatan agresivitas. Krahe (Krahé, Barbara, Perilaku Agresif, 2005) juga menyebutkan selain rangsangan, kekerasan di media dapat memberikan respon agresi yang baru pada individu atau individu mempelajari respon agresi yang lain,

Sumbangan efektif televisi terhadap agresivitas sebesar 0,4% sedangkan 99,6% lainnya berasal dari faktor lain.. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis yang menunjukan bahwa koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 0,004. Faktor lain yang berpengaruh adalah kemampuan individu untuk menghindari respon agresif tersebut. Teori pengalihan rangsangan menyebutkan bahwa respon agresif individu tergantung dari bagaimana individu menginterpretasikan stimulus yang diterimanya. Ketika individu menganggap suatu stimulus sebagai hal yang menimbulkan amarah dan frustrasi maka akan memunculkan respon agresif. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya kekerasan di televisi bukan satu-satunya pemicu munculnya agresivitas pada individu. Krahe (Krahé, Barbara., Perilaku Agresif, 2005) menyebutkan hal lain yang juga berpengaruh terhadap agresivitas antara lain adalah self esteem, iritabilitas, kerentanan emosional (emotional susceptibility), dissipation versus rumination, gaya atribusional

bermusuhan (hostile attributional style), temeperatur, kebisingan, polusi udara dan crowding.

Baumeister dan Boden (Krahé, Barbara, Perilaku Agresif, 2005) berpendapat bahwa individu dengan self esteem yang tinggi lebih rentan terhadap perilaku agresif terutama dalam menghadapi stimulus negatif yang dipersepsi sebagai ancaman terhadap self-esteemnya.

Iritabilitas (irritability), mengacu pada kecenderungan untuk bereaksi secara impulsif, kontroversial, atau kasar terhadap provokasi atau sikap tidak setuju bahkan yang paling ringan sekalipun, yang bersifat habitual (Krahé, Barbara, Perilaku Agresif, 2005). Individu yang berada dalam kondisi irritable menunjukan tingkat agresi yang lebih tinggi dari pada individu yang non irritable. Caprara dan kolega (Krahé, Barbara, Perilaku Agresif, 2005) mengatakan kerentanan emosional (emotional susceptibility), individu yang rentan secara emosional memperlihatkan perilaku agresif yang lebih tinggi, terutama mengikuti frustrasi yang sebelumnya dialami.

Krahe ((Krahé, Barbara, Perilaku Agresif, 2005) menjelaskan dissipation (pikiran kacau) versus rumination (perenungan), individu yang dispator yang tinggi dan ruminator yang rendah, dengan cepat menanggapi provokasi atau bermusuhan tanpa terlalu banyak menghabiskan waktu dan usaha untuk memikirkan pengalaman itu. Dia juga menjelaskan gaya atribusional bermusuhan (hostile attributional style) mengacu pada kecenderungan kebiasaaan individu untuk menginterpretasikan stimulus yang ambigu dengan cara bermusuhan dan agresif.

Anderson dan Anderson (Krahé, Barbara, Perilaku Agresif, 2005) menyatakan temperatur juga mempengaruhi agresivitas individu, dalam temperatur yang panas individu cenderung untuk melakukan tindakan atau respon negatif Selain temperatur, crowding, kebisingan dan polusi udara yang tinggi akan membuat individu memunculkan perilaku agresifnya.

Selanjutnya dari data penelitian, hasil penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas subjek dalam penelitian ini tergolong memiliki tingkat agresivitas yang sedang. Dari jumlah total subjek yang sebanyak 132 orang, 83 orang atau 62,8% termasuk kategori agresivitas sedang, 49 orang atau 37,2% lainnya termasuk kategori agresivitas rendah. Tidak ada responden yang termasuk kategori agresivitas tinggi (0%).

Hasil kategorisasi pada skala seringnnya menonton “patroli” diperoleh data dari 132 subjek diketahui 39 orang (29,5%) termasuk dalam kategori rendah , 57 orang (43,2%) termasuk dalam kategori sedang, dan 36 orang (27,3%) termasuk kategori tinggi. Hasil ini menunjukan bahwa ada subjek yang termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 36 orang (27,3%) sedangkan pada skala agresivitas tidak ada subjek yang termasuk dalam kategori tinggi. Padahal diketahui bahwa antara kedua variabel ini terdapat suatu korelasi positif, di mana peningkatan pada variabel yang satu akan meningkatakan variabel yang lain juga. Kemungkinan hal ini terjadi karena ada pengaruh dari faktor yang lain, Krahe (Krahé, Barbara, Perilaku Agresif, 2005) mengatakan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi perilaku agresif individu seperti kepribadian individu sekalipun temuan tentang pengaruh kepribadian terhadap agresi masih sedikit namun para ahli meyakini

kepribadian ini berpengaruh terhadap agresi individu, self esteem, iritabilitas, kerentanan emosional (emotional susceptibility), dissipation versus rumination, gaya atribusional bermusuhan (hostile attributional style), temeperatur, kebisingan, polusi udara dan crowding.

BAB V

Dokumen terkait