• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisi Univariat

Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan pada variabel penelitian yang meliputi karakteristik sampel yang terdiri dari : tahun angkatan, jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, jumlah saudara, frekuensi tipe pendekatan belajar, serta frekuensi kejadian burnout. Dari 413 sampel, 3 orang mahasiswa merupakan peneliti dan 35 orang mahasiswa tidak bersedia mengisi kuesioner saat pengambilan data, sehingga didapatkan besar sampel 375 orang. Setelah dilakukan penilaian ulang hasil pengisian kuesioner, terdapat 6 orang drop out karena tidak mengisi kuesioner dengan lengkap dan 1 orang mengalami sakit yang memenuhi kriteria eksklusi, sehingga besar akhir sampel populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah 368 orang.

Gambar 4.1 Sampel Penelitian

Eksklusi Pertama 1. Peneliti: 3 orang

2. Responden yang tidak bersedia mengisi kuesioner: 35 orang

Sampel akhir penelitian: 368 orang Responden yang bersedia mengisi kuesioner: 375 orang Populasi terjangkau: 413 orang Eksklusi Kedua 1. Drop out: 6 orang

4.1.1. Jumlah Responden

Penyebaran kuesioner dilakukan kepada seluruh populasi terjangkau. Jumlah awal total populasi terjangkau adalah 413.

Tabel 4.1 Distribusi Response Rate Kuesioner Pada Mahasiswa PSKed Angkatan 2015-2018 FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun Angkatan Jumlah Response rate

N % 2015 105 93 88,57 2016 83 70 84,33 2017 98 96 97,95 2018 127 116 91,33 Total populasi 413 375 90,79

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa response rate dari penelitian ini sebesar 90,79%. Response rate paling banyak diperoleh dari mahasiswa preklinik angkatan 2017 sebesar 97,95% dan response rate paling sedikit diperoleh dari mahasiswa preklinik angkatan 2016 sebesar 84,33%. Rendahnya response rate dari mahasiswa preklinik angkatan 2016 dibandingkan angkatan Prekliniklainnya karena penyebaran kuesioner di angkatan 2016 tidak langsung dilakukan oleh peneliti, namun melalui perwakilan ketua kelas angkatan 2016, sehingga informed consent melalui lisan hanya dilakukan pada ketua kelas sebagai perwakilan dari angkatan 2016 dan hal ini dapat terjadi karena waktu pengambilan data yang singkat yaitu 1 bulan.

Terdapat 1 orang mahasiswa angkatan 2018 yang mengalami sakit, dan 6 orang mahasiswa yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap sehingga dimasukkan kedalam kriteria eksklusi.

Penelitian ini melibatkan 368 responden sebagai subjek penelitian dan jumlah responden ini sudah mencukupi besar minimal sampel yang dibutuhkan dalam penelitian.

4.1.2. Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel yang diamati oleh peneliti adalah tahun angkatan, jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, dan jumlah saudara, sebagaimana tabel di bawah ini :

Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jumlah Mahasiswa, Jenis Kelamin, Usia, Urutan Kelahiran, dan Jumlah Saudara pada Mahasiswa Preklinik FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2015-2018

Variabel Kategori Angkatan Total

2015 2016 2017 2018 N % N % n % N % n % Jumlah mahasiswa 92 25 69 18,8 94 25,5 113 30,7 368 100 Jenis kelamin Laki-laki 26 28,3 26 37,7 20 21,3 30 26,5 102 27,7 Perempuan 66 71,7 43 62,3 74 78,7 83 73,5 266 72,3 Usia 17 tahun 0 0,0 2 2,9 2 2,1 20 17,7 24 6,5 18 tahun 0 0,0 4 5,8 24 25,5 75 66,4 103 28,0 19 tahun 2 2,2 15 21,7 55 58,5 16 14,2 88 23,9 20 tahun 25 27,2 37 53,6 12 12,8 2 1,8 76 20,7 21 tahun 51 55,4 7 10,1 0 0,0 0 0,0 58 15,8 22 tahun atau lebih 14 15,2 4 5,7 1 1,1 0 0,0 19 5,1 Urutan kelahiran Pertama 46 50,0 29 42,0 43 45,7 45 39,8 163 44,3 Tengah 24 26,1 19 27,5 24 25,5 25 22,1 92 25,0 Terakhir 20 21,7 12 17,4 25 26,6 35 31,0 92 25,0 Lainnya 2 2,2 9 13,0 2 2,1 8 7,1 21 5,7 Jumlah saudara Tunggal 2 2,2 9 13,0 2 2,1 8 7,1 21 5,7 1-3 75 81,5 56 81,1 80 85 97 85,9 309 84,0 > 3 15 15,2 4 5,7 12 12,8 8 7,1 38 10,3

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sampel yang mengisi kuesioner adalah mahasiswa FK UIN mulai dari angkatan 2015, 2016, 2017, dan 2018 dengan jumlah keseluruhan sebanyak 368 orang. Terlihat bahwa angkatan dengan jumlah sampel terbanyak adalah angkatan 2018 yaitu 113 orang (30,7%).

Tabel diatas menunjukkan jenis kelamin mahasiswa kedokteran UIN Syarif Hidayatullah responden tidak terbagi rata, terlihat bahwa sampel perempuan lebih banyak daripada laki-laki, yaitu sebanyak 266 orang (72,3%) sampel berjenis kelamin perempuan, dan 102 orang (27,7%) sampel berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Brian McKinstry40 dan

Kirsteen R. Burton41 yang mengemukakan bahwa distribusi mahasiswa

kedokteran berjenis kelamin perempuan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dijelaskan bahwa selama 30 tahun terakhir proporsi perempuan yang bersekolah di sekolah kedokteran terus meningkat di banyak negara termasuk Inggris, AS, Kanada, dan Australia. Pada tahun 2002-2003, semua sekolah kedokteran di

Inggris memiliki lebih banyak mahasiswa perempuan daripada laki-laki, dengan persentase perempuan melebihi 65% di beberapa. Faktor yang melatarbelakangi adalah meningkatnya jumlah perempuan yang mendaftar untuk program medis dan meningkatnya keberhasilan perempuan dalam seleksi masuk kedokteran.40 Selain itu, studi di AS menunjukkan bahwa selama 25 tahun terakhir telah terjadi penurunan progresif dalam proporsi pria yang mencari pendidikan di profesi medis atau di tingkat doktor. Sebaliknya, terjadi peningkatan jumlah perempuan dalam program universitas dan minat di antara para mahasiswi ini dalam mengejar pendidikan kedokteran.41

Tabel di atas juga menunjukkan bahwa rentang usia sampel cukup bervariasi, yakni mulai dari usia 17 tahun hingga usia 22 tahun atau lebih. Terlihat bahwa usia responden lebih banyak pada kelompok usia 18 tahun. Hal ini terjadi karena mahasiswa kedokteran angkatan 2018 merupakan angkatan preklinik dengan jumlah mahasiswa terbanyak dan angkatan dengan usia termuda di preklinik dibandingkan angkatan preklinik lainnya.

Selain itu, tabel diatas juga menunjukkan bahwa distribusi sampel berdasarkan urutan kelahiran cukup bervariasi. Terlihat bahwa sampel yang sampel terbanyak adalah sampel yang merupakan anak pertama, yaitu sebanyak 163 orang (44.3).

Hal ini memperlihatkan bahwa sampel terbanyak merupakan anak pertama, hal ini sejalan dengan penelitian dari Sarah Clayton42 dan Dotto

Nhandi43 yang mengemukakan bahwa besarnya proporsi anak pertama pada mahasiswa kedokteran dipengaruhi oleh peran orang tua mereka, dimana orangtua memiliki perhatian dan harapan yang besar terhadap anak pertama ataupun anak tunggal dalam pemilihan jurusan akademiknya.42 Orang tua cenderung membimbing anak sulung sehingga mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Dikatakan pula bahwa anak pertama cenderung sangat berkomitmen, mematuhi etika profesional dan prinsip hidup.43

Selain itu, dari tabel diatas juga dapat dilihat distribusi sampel berdasarkan jumlah saudara secara berturut-turut yaitu sebanyak 21 orang (5,7%) merupakan anak tunggal atau tidak memiliki saudara, sebanyak 309 orang (84,0%) memiliki jumlah saudara 1-3, dan sebanyak 38 orang (10,3%) memiliki jumlah saudara

lebih dari 3. Dapat disimpulkan bahwa distribusi sampel terbesar berdasarkan jumlah saudara pada mahasiswa preklinik fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah adalah mahasiwa dengan jumlah saudara 1-3. Belum ditemukan hubungan khusus mengenai jumlah saudara pada mahasiswa kedokteran.

4.1.2 Frekuensi Pendekatan Belajar

Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Pendekatan Belajar pada Mahasiswa Preklinik FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2015-2018

Variabel Kategori Angkatan Total

2015 2016 2017 2018 n % N % N % N % N % Pendekatan belajar Mendalam 71 77,2 46 66,7 85 90,4 106 93,8 307 83,7 Permukaan 21 22,8 23 33,3 9 9,6 7 6,2 60 16,3 Total 92 100 69 100 94 100 113 100 368 100

Dari hasil tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa pada mahasiswa preklinik Fakutas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta banyak menggunakan tipe pendekatan belajar mendalam dibanding tipe pendekatan belajar permukaan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh Uswah Khasanah dkk40 bahwa pendekatan belajar yang banyak digunakan pada mahasiswa kedokteran adalah pendekatan mendalam.

Mahasiswa dengan deep approach mampu memahami materi dengan baik dan aktif belajar untuk memenuhi keingintahuan mereka akan pengetahuan serta menjadikan belajar sebagai proses penting dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, mereka dapat menghubungkan konsep-konsep dasar pengetahuan dan memanfaatkannya untuk menganalisa suatu masalah secara kritis dan mencari jalan keluar dari masalah tersebut.27,45

Mahasiswa yang menggunakan surface approach kebanyakan dimotivasi keinginan untuk lulus atau takut gagal. Tujuan mereka untuk memenuhi syarat kelulusan dengan menghafal dan cenderung tidak dapat menghubungkan konsep dengan masalah secara baik. Mereka memang mencemaskan perasaan gagal dan tidak lulus, namun tetap belajar sesuai dengan modul dan tugas yang diberikan.46

Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Sampel Terhadap Pendekatan Belajar pada Mahasiswa Preklinik FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2015-2018

No. Variabel Kategori Pendekatan belajar Total

Mendalam Permukaan N % N % n % 1. Jenis kelamin Laki-laki 73 71,6 29 28,4 102 100 Perempuan 235 88,3 31 11,7 266 100 2. Usia 17 tahun 21 87,5 3 12,5 24 100 18 tahun 92 89,3 11 10,7 103 100 19 tahun 75 85,2 13 14,8 88 100 20 tahun 64 84,2 12 15,8 76 100 21 tahun 40 69,0 18 31,0 58 100 22 tahun atau lebih 16 84,2 3 15,8 19 100 3. Urutan kelahiran Pertama 131 80,4 32 19,6 163 100 Tengah 83 90,2 9 9,8 92 100 Terakhir 81 88,0 11 12,0 92 100 Lainnya 13 61,9 8 38,1 21 100 4. Jumlah saudara Tunggal 13 61,9 8 38,1 21 100 1-3 260 84,1 49 15,9 309 100 >3 35 92,1 3 7,9 38 100

Berdasarkan tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa preklinik Fakutas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjenis kelamin perempuan lebih dominan menggunakan tipe pendekatan belajar mendalam (88,3%) dibanding mahasiswa laki-laki (71,6%).

Hal ini sejalan dengan penelitian dari Marjolein Heijne-Penninga47 yang mengemukakan bahwa berdasarkan jenis kelamin, perempuan lebih dominan menggunakan pendekatan mendalam dibadingkan laki-laki.47 Namun, sebagian besar studi pendekatan pembelajaran tidak melaporkan adanya perbedaan gender. Dari hasil penelitian yang telah diteliti mengenai adanya perbedaan pendekatan belajar pada gender masih tidak konsisten atau perbedaan sulit dijelaskan.48

Dari tabel diatas juga terlihat bahwa pendekatan belajar berdasarkan usia cukup bervariasi. Sampel terbanyak yang memiliki pendekatan mendalam adalah sampel yang berusia 18 tahun, yaitu sebanyak 92 orang (89,3%). Sedangkan sampel terbanyak yang memiliki pendekatan permukaan adalah sampel yang berusia 19 tahun, yaitu sebanyak 13 orang (14,8%).

Hasil ini menunjukkan bahwa berdasarkan usia pada mahasiswa fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pendekatan belajar yang dominan digunakan adalah pendekatan mendalam.

Hasil penelitian ini sudah sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Baris Cetin49 dan Victor Mogre50 bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendekatan belajar mendalam dengan usia Namun, terdapat faktor-faktor lain yang tidak diteliti yang mempengaruhi pendekatan belajar terkait dengan usia sehingga tidak semua mahasiswa menggunakan pendekatan belajar mendalam. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah tingkat inteligensi, sikap, kebiasaan belajar, kecemasan, kemampuan berfikir dan motivasi diri.49 Pendekatan belajar secara signifikan berhubungan dengan usia, namun tidak dengan jenis kelamin dan tahun studi.50

Selain itu, berdasarkan tabel diatas juga terlihat bahwa berdasarkan urutan kelahiran, distribusi sampel dengan pendekatan mendalam terbanyak adalah sampel yang merupakan anak pertama sebanyak 131 orang (80,4%) dan distribusi sampel dengan pendekatan permukaan yang terbanyak adalah sampel yang merupakan anak pertama, yaitu sebanyak 32 orang (19,6%).

Hasil ini menunjukkan bahwa berdasarkan urutan kelahiran pada mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pendekatan belajar yang dominan digunakan adalah pendekatan mendalam.

Hasil penelitian ini sudah sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Alison L. Booth.51 Ada berbagai hipotesis dalam literatur tentang dampak urutan kelahiran. Mereka memprediksi efek negatif berhubungan dengan waktu orang tua yang lebih rendah pada anak yang lahir terakhir, sebuah fakta sederhana menerangkan bahwa ibu akan berusia lebih tua ketika mereka dilahirkan lebih akhir, 51 sehingga perhatian dan dorongan yang diberkan oleh orang tua tidak sebanyak dengan perhatian dan dorongan yang diberikan pada anak yang lebih dahulu lahir. Maka dari itu, anak pertama akan lebih cenderung pendekatan mendalam karena sudah tertanam dalam dirinya untuk meningkatkan nilai diri sebagai akibat dari dorongan orangtua.

Distribusi sampel berdasarkan jumlah saudara, untuk pendekatan mendalam secara berturut-turut adalah sebanyak 13 orang (61,9%) adalah anak

tunggal, sebanyak 260 orang (84,1%) memiliki saudara 1-3 orang, dan sebanyak 35 orang (92,1%) memiliki saudara lebih dari 3. Untuk pendekatan permukaan distribusi sampel berdasarkan jumlah saudara secara berturut-turut adalah sebanyak 8 orang (38,1%) adalah anak tunggal, sebanyak 49 orang (15,9%) memiliki saudara 1-3 orang, dan sebanyak 3 orang (7,9%) memiliki saudara lebih dari 3.

Hasil ini menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah saudara pada mahasiswa fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pendekatan belajar yang dominan digunakan adalah pendekatan mendalam.

Hasil penelitian ini sudah sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Alison L. Booth.51 Dikatakan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga, maka akan semakin rendah tingkat pendidikan yang dimiliki.51 Dalam hal ini tingkat pendidikan dapat dihubungkan dengan pendekatan belajar yang mempunyai pengaruh dalam pendidikan. Namun, terdapat faktor-faktor yang lain yang dapat mempengaruhi tipe pendekatan belajar dalam suatu keluarga yang memiliki anggota dengan jumlah banyak, salah satunya adalah tingkat ekonomi dalam keluarga. Meskipun anggota keluarga berjumlah banyak, jika kondisi ekonomi dalam keadaan baik, maka tingkat pendidikan juga akan baik. Sehingga dukungan keluarga akan berdampak baik dalam pendidikan anaknya.

4.1.3 Frekuensi Burnout Menurut Kuesioner Freudenberger and

Richelson

Tabel 4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Frekuensi Burnout pada Mahasiswa PreklinikFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2015-2018

Variabel Kategori Angkatan Total

2015 2016 2017 2018 N % n % N % N % N % Kategori Tingkat Burnout Burnout 52 56,5 38 55,1 56 59,6 60 53,1 206 55,98 Tidak Burnout 40 43,5 31 44,9 38 40,4 53 46,9 162 44,02 Total 92 100 69 100 94 100 113 100 368 100

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui sampel dengan kategori burnout sebanyak 206 orang (55,98%) dan sampel dengan kategori tidak burnout sebanyak 161 orang (44,02%).

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada mahasiswa preklinik fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah lebih dominan mengalami

burnout (55,98%). Penelitian ini sudah sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sreten Vicentic52. Dikatakan bahwa pada mahasiswa preklinik tingkat terjadinya burnout sangat tinggi, meskipun tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian burnout berdasarkan rata-rata nilai akademik yang diperoleh.52

Tabel 4.6 Distribusi Karakteristik Sampel Terhadap Burnout pada Mahasiswa PreklinikFK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2015-2018

No. Variabel Kategori Burnout Total

Ya Tidak N % N % n % 1. Jenis kelamin Laki-laki 57 55,9 45 44,1 102 100 Perempuan 149 56,0 162 44,0 266 100 2. Usia 17 tahun 13 54,2 11 45,8 24 100 18 tahun 53 51,5 50 48,5 103 100 19 tahun 51 58,0 37 42,0 88 100 20 tahun 43 56,6 33 43,4 76 100 21 tahun 34 58,6 24 41,4 58 100 22 tahun atau lebih 12 63,2 7 36,8 19 100 3. Urutan kelahiran Pertama 97 59,5 68 40,5 163 100 Tengah 47 51,1 45 48,9 92 100 Terakhir 49 53,3 43 46,7 92 100 Lainnya 13 61,9 8 38,1 21 100 4. Jumlah saudara Tunggal 13 61,9 8 38,1 21 100 1-3 171 55,3 138 44,7 309 100 >3 22 57,9 16 42,1 38 100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa kejadian burnout berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa preklinik fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lebih banyak terjadi pada perempuan (52,1%) dibandingkan laki-laki (51%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh

Depak Langade9 menemukan bahwa prevalensi burnout pada wanita lebih tinggi

dibandingkan pada pria.9 Dikatakan bahwa tingginya tingkat burnout pada wanita mungkin dilatarbelakangi oleh tingginya ekspetasi di bidang pekerjaannya yang menyebabkan adanya perbedaan dalam keseimbangan kehidupan kerja mereka.

Dari tabel diatas juga terlihat bahwa burnout berdasarkan usia cukup bervariasi. Terlihat bahwa berdasarkan usia pada mahasiswa preklinik fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta distribusi mahasiswa yang mengalami burnout lebih banyak dibanding mahasiswa yang tidak burnout dan terjadi di semua kategori usia sampel dengan sampel yang terbanyak berusia 18 tahun, yaitu sebanyak 53 orang (51,5%) . Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Ahola10 menemukan pekerja yang berusia muda lebih tinggi

mengalami burnout daripada pekerja yang berusia tua.10 Namun tidak ada batasan umur dalam kriteria pekerja yang berusia muda maupun pekerja yang berusia tua. Diperlukan adanya penelitian longitudinal pada burnout untuk lebih mengetahui hubungan antara jenis kelamin, usia, dan burnout.

Selain itu, berdasarkan tabel diatas juga terlihat bahwa berdasarkan urutan kelahiran, distribusi sampel dengan burnout terbanyak adalah sampel yang merupakan anak pertama sebanyak 97 orang (59,5%). Sedangkan distribusi sampel untuk yang tidak burnout berdasarkan urutan kelahiran yang terbanyak merupakan anak pertama, yaitu sebanyak 68 orang (40,5%).

Untuk distribusi sampel berdasarkan jumlah saudara, sampel terbanyak yang mengalami burnout merupakan sampel yang memiliki jumlah saudara 1-3, yakni sebanyak sebanyak 171 orang (55,3%). Begitu pula untuk kategori yang tidak burnout, sampel terbanyak juga merupakan sampel yang memiliki saudara 1-3 orang, yakni sebanyak 138 orang (44,7%).

Dari tabel diatas baik berdasarkan urutan kelahiran dan jumlah saudara, pada mahasiswa preklinik fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta distribusi terjadinya burnout banyak terjadi pada anak pertama dengan jumlah saudara 1-3. Dalam hal ini faktor yang cukup berpengaruh adalah dukungan keluarga, keluarga mempunyai andil besar untuk meringankan beban yang dialami meskipun hanya dalam bentuk dukungan emosional, yaitu perilaku memberi perhatian dan mendengarkan dengan simpatik.1

4.1.4 Frekuensi Dimensi Burnout Menurut Kuesioner Maslach Burnout

Inventory Pada Mahasiswa yang Burnout Berdasarkan Kuesioner Freudenberger and Richelson

Tabel 4.7 Frekuensi Dimensi Burnout Menurut Kuesioner Maslach Burnout Inventory Pada Mahasiswa yang Burnout Berdasarkan Kuesioner Freudenberger and Richelson

Variabel Kategori Mahasiswa yang Burnout Total

2015 2016 2017 2018 N % N % N % n % n % Dimensi burnout KE 3 5,8 0 0,0 2 3,6 7 11,7 12 5,8 D 6 11,5 3 7,9 8 14,3 8 13,3 25 12,1 PPD 7 13,5 3 7,9 0 0,0 6 10,0 16 7,8 KE + D 8 15,4 3 7,9 11 19,6 1 1,7 23 11,2 KE+PPD 1 1,9 1 2,6 1 1,8 0 0,0 3 1,4 D+PPD 0 0,0 0 0,0 0 0,0 1 1,7 1 0,5 Normal 27 51,9 28 73,7 34 60,7 37 51,7 126 61,2 Total 52 100 38 100 56 100 60 100 206 100

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa mahasiswa yang mengalami

burnout berdasarkan penilaian Kuesioner Burnout Freudenberger and Richelson

memiliki dimensi burnout Maslach Burnout Inventory (MBI) yang bervariasi dengan dimensi terbanyak yang dialami adalah dimensi Depersonalisasi (D), yaitu sebanyak 25 orang (12,1%).

Dari tabel diatas terlihat bahwa tidak semua mahasiswa yang mengalami

burnout menurut kuesioner Burnout Freudenberger and Richelson, memiliki

dimensi burnout menurut kuesioner MBI. Dari penelitian yang dilakukan oleh

Robson Aparecido dos Santoso Boni2 diketahui bahwa pada mahasiswa fakultas kedokteran dimensi burnout yang paling banyak terjadi secara berturut-turut adalah kelelahan emosional, depersonalisasi, dan penurunan prestasi diri.53 Perbedaan dimensi burnout yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang dialami oleh tiap individu.

Dokumen terkait